Anda di halaman 1dari 15

Peranan K3 (Kesehatan Dan Keselamatan Kerja) Di Rumah

Sakit

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yaitu salah satu bentuk usaha untuk
membuat tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, hingga dapat
kurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang selanjutnya dapat
tingkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menyebabkan korban
jiwa ataupun kerugian materi untuk pekerja dan entrepreneur, namun dapat juga mengganggu
sistem produksi secara detail, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang selanjutnya akan
beresiko pada orang-orang luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kelompok petugas kesehatan dan
non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Bila kita tekuni angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa penilaian)
memberikan kecenderungan penambahan prevalensi. Sebagai aspek penyebabnya, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kwalitas dan ketrampilan pekerja yang kurang
mencukupi. Banyak pekerja yang menyepelekan resiko kerja, hingga tidak memakai alat-alat
pengaman meskipun telah ada.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Th. 2003 mengenai Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan kalau
usaha Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diadakan di semua tempat kerja, terutama
tempat kerja yang memiliki resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau memiliki
karyawan paling sedikit 10 orang. Bila memerhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah kalau
Tempat tinggal Sakit (RS) termasuk kedalam persyaratan tempat kerja dengan beragam ancaman
bahaya yang bisa menyebabkan efek kesehatan, bukan sekedar pada beberapa pelaku segera
yang bekerja di RS, namun juga pada pasien ataupun pengunjung RS. Hingga telah semestinya
pihak pengelola RS mengaplikasikan bebrapa usaha K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi ada juga potensi bahaya-bahaya lain yang
memengaruhi kondisi dan keadaan di RS, yakni kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan
yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera yang lain), radiasi,
beberapa bahan kimia yang beresiko, gas-gas anastesi, masalah psikososial dan ergonomi. Semua
potensi bahaya itu diatas, terang meneror jiwa dan kehidupan untuk beberapa karyawan di RS,
beberapa pasien ataupun beberapa pengunjung yang ada di lingkungan RS.

Segi Legal K3 RS

Tempat tinggal sakit adalah tempat kerja di mana terdapat karyawan, orang sakit, pengunjung,
alat medis dan non medis. Tempat tinggal sakit di bangun diperlengkapi dengan perlengkapan
yang digerakkan dan dipelihara untuk sedemikian rupa untuk melindungi dan menghindar
kebakaran dan persiapan dalam menghadapai bencana ataupun kebakaran.

Rumah sakit :
Padat modal
Padat teknologi
Padat Karya
Padat System

Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu kesehatan dan keselamatan yang terkait dengan tenaga
kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja, yang mencakup semua usaha untuk menghindar dan
menanggulangi semua sakit dan kecelakaan akibat kerja.
Basic Hukum dan Dasar :

UU No. 1/1970 mengenai keselamatan kerja


UU No. 23/1992 mengenai kesehatan
Permenkes RI No. 986/92 mengenai kesehatan lingkungan RS
Permenkes RI No. 472 th. 1996 mengenai pengamanan bahan beresiko untuk kesehatan
SK Menkes No. 351 th. 2003 mengenai Komite K3 bidang Kesehatan
Permenaker no. 05/Men/1996 mengenai System Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Ketentuan Dir. Jen. P2PLP nomor 1204 th. 2004 mengenai kriteria kesehatan lingkungan
tempat tinggal sakit
Dasar K3 dirumah sakit th 2006 (BinKesja DepKes)
Dasar tehnis pengelolaan limbah klinis dan desinfeksi dan sterilisasi dirumah sakit th.
2002.

System Manajemen K3-RS


Adalah bagian dari system manajemen RS keseluruhannya yang mencakup susunan organisasi,
rencana, tanggung jawab, proses, prosedur, sistem, dan sumber daya yang diperlukan untuk
pengembangan, aplikasi, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan
kerja dalam rencana ingindalian kemungkinan yang terkait dengan aktivitas kerja manfaat
terwujudnya tempat kerja yang sehat, aman, efektif, dan produktif.

Tujuan SM-K3RS
Membuat suatu system kesehatan dan keselamatan kerja dirumah sakit dengan melibatkan unsur
manajemen, karyawan, keadaan dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rencana
menghindar dan kurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Step Aplikasi K3-RS

Step persiapan
Step pelaksanaan
Step pemantauan dan pelajari

Step Persiapan
Prinsip manajemen : kebijakan, penyediaan dana, fasilitas dan prasarana untuk
mensupport aktivitas K3 RS
Membuat Unit Organisasi K3 di RS yang terlihat dalam susunan organisasi RS

Susunan/Organisasi K3-RS
Susunan Unit K3-RS terbagi dalam :

Bagian I : Bagian pengamanan perlengkapan medik, pengamanan radiasi dan limbah


radioaktif
Bagian II : Bagian pengamanan perlengkapan nonmedik, pengamanan dan keselamatan
bangunan
Bagian III : Bagian pengembangan sanitasi fasilitas kesehatan
Bagian IV : Bagian service kesehatan kerja dan mencegah penyakit akibat kerja
Bagian V : Bagian mencegah dan penanggulangan bencana

Pekerjaan Unit Organisasi K3-RS

Berikan referensi dan pertimbanagan pada Direktur RS mengenai beberapa masalah yang
terkait dengan K3_RS
Bikin program K3-RS
Melakukan program K3_RS
Melakukan pelajari program K3-RS

Step Proses
Program K3-RS

Proses kesehatan kerja untuk karyawanb (prakerja, berkala, khusus)


Usaha pengamanan pasien, pengunjung dan petugas
Penambahan kesehatan lingkungan
Sanitasi lingkungan RS
Pengelolaan dan pemrosesan limbah padat, cair, gas
Mencegah dan penanggulangan bencana (Disaster program)
Pengelolaan layanan, bahan dan barang berbahaya
Pendidikan dan kursus K3
Sertifikasi dan kalibrasi fasilitas, prasarana, dan perlengkapan RS
Pengumpulan, pemrosesan dan pelaporan K3

Step Pemantauan dan Evaluasi

Inspeksi dan audit program K3


Perbaikan dan ingindalian K3 yang didasarkan berdasar hasil temuan dari audit dan
inspeksi
Referensi dan tindak lanjut hasil pelajari program K3

Tanda kesuksesan SM-K3RS

Terlaksanakannya program K3-RS


Penurunan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Ruang lingkup K3 di Rumah Sakit

Fasilitas higene yang memonitor dampak lingkungan kerja pada tenaga kerja diantaranya
pencahayaan, bising, suhu/iklim kerja.
Fasilitas Keselamatan kerja yang mencakup pengamanan pada perlengkapan kerja,
penggunaan alat pelindung diri dan sinyal/rambu-rambu peringatan dan alat pemadam
kebakaran.
Fasilitas Kesehatan Kerja yang mencakup kontrol awal, berkala dan khusus, gizi kerja,
kebersihan diri dan lingkungan.
Ergonomi yakni kesehatan pada alat kerja dengan tenaga kerja

Sumber Stres Di Tempat tinggal Sakit

Beban kerja terlalu berat


Perseteruan dan ketidakjelasan peran
Kurang supervisi dan pengarahan
Bekerja di daerah yang asing
Nada gaduh
Kurang bertindak - kenikmatan kerja rendah
Kurang penghargaan
Kerja bergilir
Pajanan terhadapa toksikan, pasien infeksius
Ketidakpastian (politik, kerja kontrak)

Kondisi Darurat di RS
Kondisi darurat yaitu setiap peristiwa yang bisa menyebabkan masalah pada kelancaran
operasi/aktivitas di lingkungan RS Macamnya :

Kebakaran
Kecelakaan, contoh : terpeleset dan tertusuk benda tajam
Masalah tenaga, contoh : masalah listrik, air, dll
Ganggua keamanan, contoh : huru-hara, demonstrasi, pencurian
Bencana alam, contoh : gempa bumi, angin topan, banjir, dll
Kondisi darurat di ruangan, ruang bedah, ICCU contoh : tidak berhasil jantung, tidak
berhasil napas

Pemantauan Lingkungan Kerja


Laporan pemantauan lingkungan kerja dilakukan

Penyehatan lingkungan tempat tinggal sakit dilakukan setiap triwulan dengan cara
berjenjang
Pemantauan kwalitas hawa ruang minimum 2 kali dalam setahun
Pemantauan bahan makanan dilakukan minimum 1 kali setiap bln. di ambil sampel untuk
konfirmasi laboraturium
Tenaga kerja dipewriksa kesehatannya 1 kali setahun
Kontrol air minum dan air bersih dilakukan 2 kali setahun
Perbaikan tangga (diperlengkapi karet anti terpelesetr), ram, pintu dan tangga darurat
Penyempurnaan pemrosesan limbah
Pemasangan detektor asap
Pemasangan alat komunikasi
Perbaikan dan penyempurnaan vertilasi dan pencahayaan

Untuk Karyawan

Inventarisasi semua karyawan bersama tempat kerja


Laporan karyawan yang sakit kronis
Jumlah kunjungan karyawan yang berobat di Poli
Usulan medikal check-up untuk karyawan yang sering sakit (absensi)
Usulan skrening test untuk pegawai yang bekerja ditempat kemungkinan tinggi (IGD,
dapur, laundr, lab)
Usulan vaksinasi pegawai terlebih yang bekerja ditempat kemungkinan tinggi
Usulan kursus K3 di luar dan di dalam Tempat tinggal Sakit
Usulan pembelian APD (topi, masker, pakaian keselamatan, sepatu safety terbaru, sarung
tangan)
Perbaikan kesejahteraan karyawan (makanan penambahan, vasilitas kesehatan)

Manajemen Resiko di RS

Rekognisi hazards
Menilainya resiko hazards
Intervensi mengatur resiko
Maksud Manajemen Resiko
Meminimasikan kerugian
Tingkatkan peluang/peluang
Memotong mata rantai peristiwa kerugian
Mencegah pada terjadinya kerugian akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat kerja.
Hazard VS Risk

Hazard is asource or situation with a potential for harm in terms of human injury or ill
health, damage to properti or the environment, or a combination of these.
Hazard is the potential for the risk factor to be realized in particular situation
Risk is the probability for hazard to be realized

Hazard di RS
Hazard Kecelakaan

Physical extention - Hernia, back injury


Kebakaran dan bencana alam
Gas dalam tabung
Larutan, uap dan gas mudah terbakar dan meledak
Alat elektronik

Hazard penyakit infeksi


Hazard penyakit noninfeksi

Kimia (desinfektan, etilenoksida, antikanker, gas anestesi)


Fisik (panas, bising, radiasi)
Mutagen dan terarogen
Dermatologik
Stres

Hirarki Manajemen Resiko

Eliminasi
Subtitusi
Redukasi cara tehnis (isolasi, ventilasi, dan lain-lain)
Reduksi cara administratif (SOP, edukasi, dan lain-lain)
Alat pelindung diri
PERANAN (K3) DI RUMAH SAKIT / INSTANSI KESEHATAN

PERANAN (K3) DI RUMAH SAKIT / INSTANSI KESEHATAN

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa
upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka
jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah
seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang
mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan
yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi
bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para
pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu,
misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan.
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam :

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat
obatan).

2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .

3. Bahaya radiasi .

4. Luka bakar .

5. Syok akibat aliran listrik .

6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .

7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari
dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan
disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya
kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah
tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan
lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures:
5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%;
dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium
Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%)
dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low
back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun.
Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar
dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan
dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni
hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus
intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas RS lebih
besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan,
saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah
kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi
dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen
K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan


mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian
atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi :

A. /Planning /(perencanaan)

B. /Organizing/ (organisasi)

C. /Actuating /(pelaksanaan)

D. /Controlling /(pengawasan)

1. Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa
mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi
standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien perawat /
dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi :

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan


f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di bidang
pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga
metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya
yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usaha-
usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh
organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

B. Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat dibentuk dalam
beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke
tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau
tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam
organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan
Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional)
perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat
berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah sakit /


instansi kesehatan .

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit / instansi
kesehatan.

5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.

6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007
5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi
seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah
sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah)
maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut
dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
1. Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja, mengerahkan
aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak
(sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya
ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun
masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal
yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi
kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai
peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka
menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

1. Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana


sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan
pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin,
mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun
baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu
dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain :

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi kesehatan
yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.

4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya
bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain.
Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumahsakit (K3RS) dan Peran
Dinas Kesehatan

1. Peraturan Kesehatan Kerja

UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja menyatakan bahwa setiap
tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan
lebih dari 100 orang atau lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan
sistem manajemen K3 (Bab III Pasal 3).

Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan sarana kesehatan,
kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola,
rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk pada kesehatan.

Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus bagaimana lemahnya
komitmen rumahsakit dalam hal ini.

K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu, paling banyak
adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali peraturan daerah. Dinas Kesehatan
Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah. Dinas kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini.
Tidak ada tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam
bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25 tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka pemerintah daerah
mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS.

Kenyataan ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah
melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan pusat itu pula,
regulasi K3RS ini lemah.

1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit

Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukur bahwa rumahsakit
itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh rumahsakit menyediakan sejumlah dana
untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat dalam tabel di bawah ini, 6 dari 7 rumahsakit belum
memiliki sistem keamanan dan tenaga khusus bidang K3RS. Lima rumahsakit belum memiliki
sarana IPAL dan sistem pengawasan yang memadai. Selain itu, observasi di lapangan, rumahsakit-
rumahsakit ini tidak memiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.

Tabel 1. Komitmen rumahsakit dengan kebijakan Regulasi K3RS

No Jenis komitmen RS1 RS2 RS3 RS4 RS5 RS6 RS7


yang ditunjukkan Jumlah %
1 Dana P P P P P P P 7 100.0
2 Kebijakan P P P . . . . 3 42.9
3 Pengawasan P P . . . . . 2 28.6
4 Penghargaan dan P . . . . . .
Sanksi 1 14.3
5 Organisasi P P P . P . . 4 57.1
6 Ketenagaan P . . . . . . 1 14.3
7 Pengadaan APD P P P P P P P 7 100.0
8 Pengadan IPAL P P . . . . . 2 28.6
9 Membangun sistim P . . . . . .
keamanan 1 14.3
. JUMLAH 9 6 4 2 3 2 2 . .
. PERSENTASE (%) 100 67 44 22 33 22 22 44,4 .

Tabel 2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS

TAHUN REGULASI Jenis


1970 Keselamatan Kerja Undang-undang
1975 Keselamatan kerja terhadap radiasi Peraturan
Pemerintah
1975 Izin pemakaian zat radioaktif Peraturan
Pemerintah
1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri
dalam penyelenggaraan K3
1980 Syarat-syarat pemasangan dan Peraturan Menteri
pemeliharaan alat pemadam api ringan
1981 Kewajiban melapor penyakit akibat Peraturan Menteri
kerja
1983 Pelayanan kesehatan tenaga kerja Peraturan Menteri
1989 Ketentuan KK terhadap radiasi Keputusan Dirjen
1992 Kesehatan Undang-undang
1992 Persyaratan Kesling RS Peraturan Menteri
1993 Penyakit yang timbul karena hubungan Keputusan
kerja Presiden
1993 Komite K3 Keputusan Menteri
1993 Persyaratan kesehatan Keputusan Dirjen
lingkungan ruang & Bangunan
serta fasilitas sanitasi rumah
sakit
Persyaratan kesehatan
konstruksi ruang di rumah sakit.
Persyaratan & petunjuk teknis
tata cara penye hatan
lingkungan RS

1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri


1996 Pengamanan bahan berbahaya bagi Peraturan Menteri
Kesehatan
1997 Pelaksanaan Audit system manajemen Peraturan Menteri
K3
1997 Penyelenggaraan pelayanan radiology Peraturan Menteri
1997 Pembentukan Panitia K3 Rumah Sakit Surat Edaran
1997 Inspeksi K3 Keputusan Menteri
1998 Persyaratan kesling kerja Keputusan Menteri
1999 Perubahan PP18 /1999 terhadap PP
pemgelolaan limbah B3
2003 Komite Kesehatan dan Keselamatan Keputusan Menteri
Kerja

Tekait dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan sebagai persyaratan
pendirian atau operasi rumahsakit.

Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan dinas kesehatan.

Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi
program, pelatihan tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman
pelaksanaan.

Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu rumahsakit dalam
penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena mereka telah secara sadar menerapkan
standar lebih internasional. Rumahsakit swasta yang berorientasi internasional menganggap K3RS
adalah strategis bagi pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi
rumahsakit pemerintah dan swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas
kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan keselamatan kerja
betul-betul terjaga.

Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat peraturan daerah
khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan K3RS,
diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik
dan pekerja seperti ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu
rumahsakit.

KESIMPULAN :

Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium seperti proses manajemen
umumnya adalah penerapan berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan, organisasi,
pelaksanaan dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi perkiraan / peramalan, dilanjutkan
dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, menganalisa data, fakta dan informasi,
merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi berikutnya adalah fungsi pelaksanaan yang
mencakup pengorganisasian penempatan staf, pendanaan serta implemen- tasi program. Fungsi
terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi hasil kegiatan serta
pengendalian.

Walaupun secara teoritis perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dipisah-pisahkan, tetapi


sebenarnya ketiga hal tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan saling terkait.
Keputusan Analisis Dari siklus seperti tampak dalam diagram, kelihatan suatu proses manajemen
merupakan siklus yang berkelanjutan. Bila menemui permasalahan, maka manajer yang
bersangkutan akan menganalisis untuk mencari penyebab dan mencari cara pemecahan yang tepat.
Kemudian dia membuat keputusan pemecahan permasalahan untuk dilaksanakan. Selanjutnya
dilakukan pemantauan dan evaluasi hasil yang dicapai. Hasil evaluasi ini dibandingkan dengan
perencanaan. Kalau ada penyimpangan, maka dilakukan perbaikan seperlunya.

SARAN :

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah
Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu
sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada
gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Anda mungkin juga menyukai