Anda di halaman 1dari 13

AL QURAN HADITS

1. Pengertian, sejarah singkat, otetisitas dan metode penafsiran Al Quran

PENGERTIAN AL-QUR'AN DAN HADIS


1. PENGERTIAN AL-QURAN

Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoroa ()
yang bermakna Talaa ( )keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jamaa (mengumpulkan,
mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-a Qoran Wa Quraanan () . Berdasarkan
makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism
Mafuul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jamaa)
maka ia adalah mashdar dari Ism Faail, artinya Jaami (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia
mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
Sedangkan secara terminolgi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman
serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah
SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Hal ini
juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau wahyu Allah yang
diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41
tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal
9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3.
Allah taala menyebut al-Quran dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan
keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah
pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-
Quran yang agung. (al-Hijr:87)



Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia. (Qaaf:1)

Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu (hai Muhammad) dengan


berangsur-angsur. (al-Insaan:23)

2. ISI DAN PESAN KANDUNGAN AL-QURAN

Ada pun isi kandungan yang terdapat dalam kitab suci Al-quran antara lain adalah:

1. Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT


2. Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
3. Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum - Mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
7. Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau

Sedangkan pesan pokok yang terdapat dalam kitab suci Al-quran antara lain adalah:
Ada tiga kunci utama untuk memahami pesan Alquran: pertama, dalam konteks apa ia
diwahyukan. Untuk itu, perhatian terhadap asbab al-nuzul (sebab turunnya ayat) menjadi begitu
bernilai; kedua, komposisi bahasa ayat dan dalam bentuk apa gaya pengungkapannya; ketiga, spirit
atau pandangan hidup yang terkandung dalam kesuluruhan teks.
Untuk itu, dibutuhkan usaha ekstra berat bagi mereka yang menggali kandungan makna
Alquran, apalagi bagi mereka yang hanya berpegang pada otoritas keilmuan para penerjemahnya.
Di samping mereka juga harus menyadari bahwa Alquran diturunkan dengan membawa dua pesan
pokok. Pertama, Alquran merupakan bukti kebenaran segala yang disampaikan Nabi. Kedua,
Alquran menjadi petunjuk untuk kebaikan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
Di sinilah distorsi suatu karya terjemahan Alquran akan sangat mungkin tampak. Karena,
setiap kemukjizatan yang terdapat, misalnya, dalam keindahan susunan retorikanya pasti
mempunyai tujuan khusus. Ini jelas sekali tidak dapat terwakili dalam suatu karya terjemahan,
meskipun penerjemahnya memiliki penguasaan yang baik terhadap keindahan retorika bahasa.
Menyadari kelemahan dan keterbatasan karya terjemahan Alquran, para ahli Ilmu Alquran
menetapkan keharusan untuk menguasai aspek-aspek kebahasaan dan kesusteraan Arab sebagai
syarat utama untuk mendapatkan pemahaman yang benar ketika hendak menggali kekayaan
kandungan makna yang terdapat dalam Alquran.

3. FUNGSI AL-QURAN

1.Petunjuk bagi Manusia.


Allah swt menurunkan Al-Quransebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan
dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)

2. Sumber pokok ajaran islam.


Fungsi AL-Quran sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya
oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum
seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.

3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.


Dalam AL-Quran banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik
umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan
mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai
mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Quran.

4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.


Turunnya Al-Quran merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad
saw. Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad
saw sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap
kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi.
Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-
orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi
masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat
yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah
firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang
ummi.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di
Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat
memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh
sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi
bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT.
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapihan
susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang
luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya
bahasa yang demikian itulah Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal
surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah,
sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi.

4. BUKTI KEOTENTIKAN AL-QURAN

Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di
antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah
kitab yang selalu dipelihara. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun
(Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS
15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar
Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-
makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa
apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang
pernah dibaca oleh Rasulullah saw, dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.
Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-
bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan jaminan Allah di atas?
Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis oleh almarhum 'Abdul-
Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: "Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha
menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya.
Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti kesejarahan yang mengantarkan mereka kepada kesimpulan
tersebut.
Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan pendapat
seorang ulama besar Syi'ah kontemporer, Muhammad Husain Al-Thabathaba'iy, yang menyatakan
bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan terbuka, sejak turunnya sampai masa kini. Ia dibaca
oleh kaum Muslim sejak dahulu sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya Al-Quran tidak
membutuhkan sejarah untuk membuktikan keotentikannya. Kitab Suci tersebut lanjut
Thabathaba'iy memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan membuktikan hal
tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya. Ini sudah cukup
menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah satu bukti bahwa Al-Quran yang
berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada Nabi saw. tanpa pergantian
atau perubahan -tulis Thabathaba'iy lebih jauh-- adalah berkaitan dengan sifat dan ciri-ciri yang
diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap dapat ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan bahwa
dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya. Huruf-huruf
hija'iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Quran adalah jaminan keutuhan Al-
Quran sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf
pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan
jumlah huruf-huruf yang terdapat di dalam bacaan Basmalah yaitu sebanyak 19 huruf.
a). Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau
3 X 19.
b). Huruf-huruf kaf, ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali atau
42 X 19.
c). Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19.
d). Huruf (ya') dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau
15 X 19.
e). Huruf (tha') dan (ha') pada surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 atau
19 X 18.
Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh
Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran. Karena, seandainya ada ayat yang
berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang lain, maka
tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau. Angka 19 di atas, yang merupakan
perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran
sendiri.Demikianlah sebagian bukti keotentikan yang terdapat di celah-celah Kitab Suci tersebut.
Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam rangka pembicaraan
kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran:

(1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak
mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan,
orang Arab bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.

(2) Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran dikenal sebagai masyarakat
sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang
cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.

(3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan
melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.

(4) Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan
bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa
tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-
ayat Al-Quran yang dibaca oleh kaum Muslim. Kaum Muslim, disamping mengagumi keindahan
bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran
adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

(5) Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim untuk
memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan
yang hangat.
(6) Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-
peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu,
ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya
dan proses penghafalannya.

(7) Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang
mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita
--lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya.

Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat Al-Quran.


Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat
Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang terjadi
beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang
penghafal Al-Quran.
Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun guna
menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi
juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu
memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru
saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat
tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian
sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan
alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya.

5. METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QURAN

Tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf yang berarti
menjelaskan dan menyingkap sesuatu. Sedangkan Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil
oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah
SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya,
menyimpulkan hikmah dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Maka yang dimaksud
dengan metodologi penafsiran dalam hal ini ialah cara-cara menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang
dilakukan dengan cara tertentu.
Adapun Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam yaitu metode tahlili, metode
ijmali, metode muqarin dan metode maudlui.

1. Metode Tahlili
Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Quran yang berusaha menjelaskan Al-
Qur'an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-
Qur'an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal
hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan
arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur Ijaz, balaghah,
dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih,
dalil syari, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nas, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini
adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur'an,
sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu
perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka
ragam dan terpisah-pisah .
Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak
sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat
mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk
setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu mengikat generasi berikutnya.

2. Metode Ijmali
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan
menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah
dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal
penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan
dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya
yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat
menyelesaikan masalah secara tuntas.

3. Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan
hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu
dari obyek yang diperbandingkan itu.

4. Metode Maudhui
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas
topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-
sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil
hukum-hukum darinya.
Sedangkan bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
macam:

1. Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan)
karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu
dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang
berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-
Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan perkataan sahabat
karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-
tokoh besar tabiin karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.

2. Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena
tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan
ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa
Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain
seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.

3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat
yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang
terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari
limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.

6. PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN HASAN

1. Pengertian Hadits
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits
juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal
tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainnya adalah Segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah Segala apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik itu hadits marfu(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang
disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu (yang disandarkan kepada tabiin).

2. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa, sunnah adalah Kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang jelek.
menurut batasan lain, sunnah berarti Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau yang tercela
ataupun jalan yang lurus atau tuntutan yang tetap (konsisten).
Sedangkan arti sunnah menurut istilah, ulama terbagi menjadi tiga golongan: ahli hadits,
ahli ushul, dan ahli fiqih.
Ahli hadits berpendapat bahwa sunnah adalah Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelulm menjadi
Rasul maupun sesudahnya.
Pendapat di atas didasarkan pada QS. Al-Ahzab: 21 dan QS. Asy-Syura: 52-53. Dalam
hadits riwayat Al-Hakim dari Abu Hurairah disebutkan: Aku tinggalkan pada kalian dua pusaka
yang kalian tidak akan tersesat setelah kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan
Sunnahku.
Ahli ushul membatasi pengertian sunnah hanya pada sesuatu yang bersumber dari Nabi,
baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang berkaitan dengan syara yang terjadi setelah
Nabi diutus menjadi Rasul.
Mereka beragumentasi pada QS. Al-Hasyr: 7 dan QS. An-Nahl: 44.
Sedangkan Ahli fiqih mengartikan sunnah sebagai Segala ketetapan yang berasal dari
Nabi selain yang difardhukan dan diwajibkan. Menurut mereka, Sunnah merupakan salah satu
hukum yang lima (wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah), dan yang tidak termasuk kelima
hukum ini disebut bidah.

3. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa adalah Semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada
orang lain. Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai untuk
sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi,
sahabat, dan tabiin.

4. Pengertian Atsar
Atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah. Adapun pengertian
atsar menurut istilah terdapat di antara para ulama. Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama
dengan khabar, yaitu Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi, sahabat, dan tabiin. Sedangkan
menurut ulama Khurasan bahwa atsar ditujukan untuk yang mauquf, sedangkan khabar ditujukan
untuk yang marfu.

7. KEDUDUKAN HADITS DALAM AL-QURAN


Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua setelah
Al-Quran, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu
merupakan salah satu sumber hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk
mengikuti Rasulullah SAW dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi
menjauhi segala larangannya sebagaimana firman Allah:
Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati ( Ali Imron: 132)
Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya:
Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya), bahwa
mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa azab yang pedih (An-Nuur : 63)
Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa orang yang beriman tidak hanya harus berpedoman dan
mengikuti ajaran-ajaran Al-Quran, tetapi ia juga harus berpedoman dan mengikuti apa yang
diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Dan menjauhi apa yang dilarang olehnya.
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hukum islam yang kedua menurut
pan dangan ulama ada tiga, yaitu :
Pertama, hadits berfungsi memperkuat AL-Quran. Kandungannya sejajar dengan AL-
Quran dalam hal Mujmal dan Tafshilnya. Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya
mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Quran, tanpa menambah atau
menjelaskan apapun.
Kedua, hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh AL-
Quran, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang
dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan
haji.
Ketiga, hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara eksplisit
di dalam Al-Quran. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan
bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan
(dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).
Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-Quran. Yang ada dalam
AL-Quran hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si
istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana disebutkan dalam firman Allah:
dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi
pada masa lalu. (Q.S An-Nisa : 23)

Anda mungkin juga menyukai