Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Implementasi Nilai nilai Pancasila
dalam Kehidupan Sehari- hari di Masyarakat.
Makalah ini dibuat dengan metode wawancara tentang implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat dengan mengambil sampel beberapa warga yang
merupakan bagian dari masyarakat Indonesia. Makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang membangun
untuk penyempurnaan makalah kedepannya.
Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat
memberikan contoh tentang implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 4
2. Rumusan Masalah . 4
3. Tujuan . 4
4. Manfaat .. 5
Bab II. ISI
1. Pengertian Pancasila 6
2. Sejarah Terbentuknya Pancasila . 7
3. Dasar Hukum Pancasila . 16
4. Pancasila sebagai Ideologi Negara . 17
5. Hasil Wawancara .. 22
6. Pembahasan . 40
Bab III. PENUTUP
1. Simpulan . 49
2. Saran . 49
DAFTAR PUSTAKA 50
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila adalah pandangan
hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Sebagai pandangan
hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan
menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejarah telah mengungkapkan
bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada
bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di
dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan
secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga
kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada latar belakang, rumusan masalah dari
makalah ini adalah :
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Pancasila?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat?
3. Tujuan
Makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui sejarah terbentuknya Pancasila.
2. Mengetahui penerapan / implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat.
3. Manfaat
Makalah ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang sejarah terbentuknya Pancasila.
2. Memberi contoh penerapan / implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari yang telah diterapkan oleh masyarakat di masa sekarang.
BAB II
ISI
1. Pengertian Pancasila
2. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa
Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : paca berarti lima dan
la berarti prinsip, asas, batu sendi, alas, dasar, peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari Pancasila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang
memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam
ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui Samadhi dan setiap
golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila,
Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasila lahir sebagai produk kebudayaan Indonesia dan bukan penarikan atau sublimasi dari
negara lain. Istilah Pancasila pertama kali dapat ditemukan dalam buku Sutasoma karya Mpu
Tantular yang ditulis pada zaman Majapahit (abad ke-14). Dalam buku itu istilah Pancasila diartikan
sebagai perintah kesusilaan yang jumlahnya lima (Pancasila karma) dan berisi lima larangan untuk :
1) Melakukan kekerasan;
2) Mencuri;
3) Berjiwa dengki;
4) Berbohong; dan
5) Mabuk akibat minuman keras.
Selanjutnya, istilah sila itu sendiri dapat diartikan sebagai :
1) Aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa;
2) Kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun);
3) Dasar adab;
4) Akhlak; dan
5) Moral.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila
sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968.
1. Sejarah Terbentuknya Pancasila
Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana
Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada
tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia,
yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura).
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada
tanggal 29 Mei 1945 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai
calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang
berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing
mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul
mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal,
yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno
mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan
bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk
sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya
serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan
usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia
kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya
sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan
orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan
berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Piagam Jakarta.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan
rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat
kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan
PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan
preambule-nya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul,
Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat
setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di
belakang kata ketuhanan yang berbunyi dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik
memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta
disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara
lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta
berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia
baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di belakang kata Ketuhanan dan diganti
dengan Yang Maha Esa.
Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
(Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan de-ngan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadil-an sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-
rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila pada saat Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesia semakin kecil
dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI
Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial
Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian
saja.
Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta,
namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil
permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat
dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949
oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
Rumusan kalimat
, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan
dan keadilan sosial.
Rumusan dengan penomoran (utuh):
1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial
Rumusan VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan
bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta.
Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT, dan NST.
Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT
dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS
menjadi UUD Sementara.
Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan
Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN
RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar
negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD
Sementara Tahun 1950.
Rumusan kalimat
, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan
dan keadilan sosial,
Rumusan dengan penomoran (utuh) :
1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial

Rumusan Pancasila dari UUD 1945


Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara
yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5
Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala
Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada
18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara.
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan. Rumusan ini pula yang diterima
oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat
antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan.
Rumusan kalimat
dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Rumusan dengan penomoran (utuh) :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak
sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan :
1.Ketuhanan Yang Maha Esa,

2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,


3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan sosial.
Rumusan Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas
oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan
secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama
dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata dan serta frasa serta dengan
mewujudkan suatu pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila menurut Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968
Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung
dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran
individual yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-
nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13
April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RINo.12 Tahun 1968 yang
menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
1. Dasar Hukum Pancasila
Pancasila mulai dibicarakan sebagai dasar negara mulai tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI
oleh Ir. Soekarno dan pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila resmi dan sah menurut hukum
menjadi dasar negara Republik Indonesia. Kemudian mulai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 berhubungan dengan Ketetapan No. I/MPR/1988 No.
I/MPR/1993, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah Negara Indonesia hingga sekarang. Akibat
hukum dari disahkannya Pancasila sebagai dasar negara, maka seluruh kehidupan bernegara dan
bermasyarakat haruslah didasari oleh Pancasila. Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara
memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan negara dari bangsa ini haruslah berpedoman
kepada Pancasila.
Falsafah Pancasila sebagi Dasar Negara merupakan nilai dasar spiritual keagamaan, kemanusiaan,
dan kesatuan bangsa yang menjadi landasan dasar dalam pembangunan bangsa baik pembangunan
sumber daya manusia maupun pembangunan fisik. Pancasila kita jadikan sebagai sumber dari
segala sumber hukum. Nilai-nilai Pancasila harus mewarnai secara dominan setiap produk hukum,
baik pada tataran pembentukan, pelaksanaan maupun penegakannya. Konsep Negara hukum
Pancasila itu harus mampu menjadi sarana dan tempat yang nyaman bagi kehidupan bangsa
Indonesia.

1. Pancasila sebagai Ideologi Negara


Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu eidos dan logos. Eidos berarti gagasan
dan logos berarti berbicara. Maka secara etimologis ideologi adalah berbicara tentang
gagasan / ilmu yang mempelajari tentang gagasan. Gagasan yang dimaksud disini adalah
gagasan yang murni ada dan menjadi landasan atau pedoman dalam kehidupan masyarakat yang
ada atau berdomisili dalam wilayah negara di mana mereka berada. Ideologi adalah kumpulan ide
atau gagasan.
Kata ideologi sendiri diciptakan oleh destutt de trascky pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan
sains tentang ide. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara
memandang segala sesuatu, sebagai akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai
serangkaian ide yang dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota
masyarakat (definisi ideologi Marxisme). Pancasila sebagaimana kita yakini merupakan jiwa,
kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Disamping itu juga telah dibuktikan dengan
kenyataan sejarah bahawa Pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan karena
menjadikan bangsa Indonesia bersatu. Karena Pancasila merupakan ideologi dari negeri kita.
Dengan adanya persatuan dan kesatuan tersebut jelas mendorong usaha dalam menegakkan dan
memperjuangkan kemerdekaan. Ini membuktikan dan meyakinkan tentang Pancasila sebagai suatu
yang harus kita yakini karena cocok bagi bangsa Indonesia.
Dalam beberapa kamus atau referensi, dapat terlihat bahwa definisi idelogi ada beberapa macam.
Keanekaragaman definisi ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang keahlian dan fungsi lembaga
yang memberi definisi tersebut. Keanekaragaman dimaksud antara lain terlihat pada definisi yang
berikut :
1. Definisi idelogi menurut BP-7 Pusat (kini telah dilikuidasi) adalah ajaran, doktrin, teori
yang diyakini kebenarannya yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaan
dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam masyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. Definisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Maswadi Rauf, ahli ilmu Politik Universitas
Indonesia :
Ideologi adalah rangkaian (kumpulan) nilai yang disepakati bersama untuk menjadi landasan atau
pedoman dalam mencapai tujuan atau kesejahteraan bersama.
Berdasarkan definisi Ideologi Pancasila di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah
kumpulan nilai/norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, alinea IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA :
1) Pengertian Ideologi :
Berbicara tentang ilmu yang mempelajari tentang gagasan.
2) Ideologi adalah rangkaian nilai yang disepakati bersama untuk menjadi landasan atau pedoman
dalam mencapai tujuan atau kesejahteraan bersama.
3) Pancasila sebagai Ideologi terbuka diartikan sebagai ideologi yang dapat mengikuti
perkembangan ideologi negara lain yang berbeda.
4) Nilai Pancasila :
Nilai dasar (representasi norma masyarakat),
Nilai Instrumental (mengikuti perkembangan jaman),
Nilai Praktis.
Pengertian sifat dasar Pancasila sebagai ideologi negara diperoleh dari sifat dasarnya yang pertama
dan utama (pokok), yakni dasar negara yang dioperasionalkan secara individual maupun sosial
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita kemerdekaan
Indonesia yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai cita-cita
itulah Pancasila berperanan sebagai ideologi negara. Sedemikian pentingnya Pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi negara dijelaskan melalui Ketetapan MPR No.XX/MPRS/1966 (dan
berbagai penegasannya hingga kini) sebagai berikut: Pembukaan UUD 1945 sebagai Pernyataan
Kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dan yang memuat Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan satu rangkaian dengan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh sebab itu tidak dapat diubah oleh siapa pun
juga, termasuk MPR hasil pemilihan umum, yang berdasarkan pasal 3 UUD berwenang menetapkan
dan mengubah UUD, karena mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran negara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pancasila hanya berperanan sebagai ideologi negara
jika segala tindakan individual maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, yang mencakup aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain,
dilaksanakan secara rasional berdasarkan Pancasila.
Ideologi juga diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan
dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun
dalam kehidupan bernegara. Eksistensi Pancasila sebagai dasar negara, simbol pemersatu dan
identitas nasional yang bisa diterima berbagai kalangan, harus terus dijaga kesinambungannya.
Tidak ada pilihan lain, Pancasila dan pilar-pilar kehidupan bernegara lainnya harus terus
dimasyarakatkan. terjadinya berbagai konflik kekerasan dan gerakan separatis di sejumlah daerah di
Indonesia adalah cermin belum meresapnya kesadaran nasional di kalangan masyarakat.
Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka :
Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam
ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak
berubah. Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat
berinteraksi dengan ideologi yang lain. Artinya, ideologi Pancasila dapat mengikuti
perkembangan yang terjadi pada negara lain yang memiliki ideologi yang berbeda dengan Pancasila
dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena ideologi Pancasila
memiliki nilai-nilai yang meliputi:
1) Nilai Dasar :
Nilai dasar adalah nilai yang ada dalam ideologi Pancasila yang merupakan representasi dari nilai
atau norma dalam masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Nilai dasar merupakan nilai yang
tidak bisa berubah-ubah sepanjangbangsa Indonesia berpedoman pada nilai tersebut. Contoh nilai
dasar adalah sila-sila Pancasila yang ada dalam alinea IV, UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal
18 Agustus 1945.
2) Nilai Instrumental :
Nilai instrumental adalah nilai yang merupakan pendukung utama dari nilai dasar (Pancasila). Nilai
ini dapat mengikuti setiap perkembangan zaman, baik dalam negeri maupun dari luar negeri. Nilai
ini ini dapat berupa TAP MPR, UU, PP dan peraturan perundangan yang ada untuk menjadi tatanan
dalam pelaksanaan ideologi Pancasila sebagai pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nilai dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
3) Nilai Praktis :
Nilai ini adalah nilai yang harus ada dalam bentuk praktik penyelenggaraan negara. Sifat ini adalah
abstrak. Artinya berupa semangat para penyelenggara negara dari pusat hingga ke tingkat
yang terbawah dalam struktur sistem pemerintahan negara Indonesia. Semangat yang dimaksud
adalah semangat para penyelenggara negara untuk membangun sila-sila dalam Pancasila secara
konsekuen dan istiqomah. Contoh, memberi teladan untuk tidak KKN, dan lain-lain.
Ciri khas ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar,
melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya sendiri.
Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam
masyarakatnya sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat dan
masyarakat dapat menemukan dirinya di dalamnya. Ideologi terbuka bukan hanya dapat dibenarkan
melainkan dibutuhkan. Nilai-nilai dasar menurut pandangan negara modern bahwa negara modern
hidup dari nilai-nilai dan sikap-sikap dasarnya.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya
dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu sebenarnya terdapat dalam
Penjelasan Umum UUD 1945. Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa,
sehingga memenuhi prasyarat sebagai suatu ideologi terbuka. Sekalipun suatu ideologi itu bersifat
terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan
atau meniadakan ideologi itu sendiri, yang merupakan suatu yang tidak logis.
Fungsi dan Peranan Pancasila :
Fungsi dan Peranan Pancasila meliputi :
1) Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia;
2) Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
3) Pancasila sebagai dasar negara RI;
4) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia;
5) Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia;
6) Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia;
7) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia;
8) Pancasila sebagai moral pembangunan;
9) Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

1. Pembahasan
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari di Masyarakat :
Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat,
karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan
kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme,
serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir
masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem
nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Implementasi pancasila dalam kehidupam bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu
realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut di rinci dalam
berbagai macam bidang antara lain POLEKSOSBUDHANKAM.
1. Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia.
Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh
karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat
manusia. Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus
mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya,
sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.
2. Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga lazimnya
pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang mementingkan moralitas
kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan,
yaitu ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara
luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi
kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia
mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.
3. Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam
rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks
proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam
masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi
berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis,
bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah
politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila
itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai
pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya.
4. Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga
negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur
ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
Implementasi / penerapan nilai-nilai dari sila-sila Pancasila adalah sebagai berikut :
Implementasi / penerapan Sila Ke-1 :
1) Beriman, dan bertakwa yaitu secara sadar patuh melaksanakan perintah Tuhan. Setiap umat
harus mempelajari agama dan mengamalkannya;
2) Walaupun berbeda agama, rakyat Indonesia harus dapat bekerjasama dalam bidang sosial,
perekonomian, dan keamanan lingkungan;
3) Setiap pemeluk agama tidak boleh menghalangi ibadah agama lain;
4) Mengembangkan toleransi agama sejak dini;
5) Tidak menyebarkan agama kepada manusia yang sudah ber-Tuhan.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu :
1. Kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha
Esa;
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk
beribadah menurut agama dan kepercayaannnya;
3. Negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran
kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia;
4. Negara Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah :
Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh
penciptanya. Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib melaksanakan perintah Tuhan dan
menjauhi larangan-Nya.
Implementasi / penerapan Sila Ke-2 :
1) Sesama manusia tidak boleh saling melecehkan;
2) Sesama manusia punya rasa memiliki (mau berkorban);
3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban;
4) Tidak semena-mena terhadap orang lain;
5) Mengakui adanya masyarakat majemuk; melakukan musyawarah dan kompromi;
mempertimbangkan moral; berbuat jujur; tidak curang;
6) Gemar kegiatan kemanusiaan: donor darah, menyantuni anak yatim dll ;
7) Mentaati hukum dan tidak diskriminatif.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain
:
1. Pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri;
2. Negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak memeperlakukan sesama manusia
dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi sifat bangsa yang berbudaya tinggi;
3. Pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan sederajat bagi setiap manusia;
4. Jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta kewajiban
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan yang ada bagi setiap warga negara.
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah :
Manusia ditempatkan sesuai dengan harkatnya.
Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum.
Implementasi / penerapan Sila Ke-3 :
1) Menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan ;
2) Berkorban demi negara: bekerja keras, taat membayar pajak, tidak KKN;
3) Cinta tanah air: meningkatkan prestasi di segala bidang ;
4) Bangga sebagai bangsa Indonesia: percaya diri sebagai Orang Indonesia.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu :
1. Perlindungan negara terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
3. Negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan, serta
pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa Indonesia dan kehidupannya.
Implementasi / penerapan Sila Ke-4 :
1) Aktif dalam musyawarah, memberikan hak suara, dan mengawasi wakil rakyat ;
2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
3) Mengutamakan musyawarah dengan menggunakan akal sehat;
4) Menerima hasil musyawarah apapun hasilnya dan melaksanakan dengan tanggungjawab;
5) Mempunyai itikad baik dalam melakukan sesuatu.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu :
1. Penerapan kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan
oleh MPR;
2. Penerapan asas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan dalam
negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila hal tersebut tidak dapat
dilaksanakan;
3. Jaminan bahwa seluruh warga negara dapat memperoleh keadilan yang sama sebagai
formulasi negara hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan
kehidupan bernegara yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan adalah :
Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara
bulat.
Kebijaksaan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi
kepentingan rakyat banyak.
Implementasi / penerapan Sila Ke-5 :
1) Mengembangkan perbuatan luhur: saling membantu dan gotong royong;
2) Berbuat adil: tidak pilih kasih ;
3) Menghormati orang lain: tidak menghalangi orang lain hidup lebih baik ;
4) Suka memberi pertolongan: tidak egois dan individualistis;
5) Bekerja keras: tidak pasrah kepada takdir Tuhan;
6) Menghargai karya orang lain: tidak membajak dan membeli produk bajakan;
7) Tidak merusak prasarana umum dan menjaga kebersihan ditempat umum.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
antara lain :
1. Negara menghendaki agar perekonomian Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan;
2. Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup
orang banyak oleh negara, negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di
dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak;
3. Negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di
segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual;
4. Negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara
maksimal;
5. Negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang pelaksanaannya diatur berdasarkan Undang-Undang;
6. Pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati seluruh warga negara
Indonesia menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga;
7. Negara berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah :
Keadilan berarti adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain.
Jadi seseorang bertindak adil apabila dia memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan
haknya.
Implementasi atau penerapan nilai-nilai dari sila-sila Pancasila menurut hasil dari
wawancara terhadap beberapa warga negara Indonesia sebagai sampel :
Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila dari dulu sampai sekarang tidak berubah. Nilai tersebut
mengantarkan kita untuk melakukan segala sesuatunya dalam rangka menjalankan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia. Nilai tersebut akan bermanfaat apabila nilai itu diterapkan atau diimplementasikan secara
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi tersebut dapat diwujudkan dengan perilaku kita
sebagai masyarakat selaku subyek pelaku implementasi.
Implementasi nilai-nilai Pancasila dapat dijabarkan melalui sila-silanya. Contohnya adalah
penerapan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu dengan shalat berjamaah, toleransi antar
umat beragama, dan membina kerukunan antar umat beragama. Contoh penerapan sila kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yaitu tolong menolong dalam masyarakat. Contoh
penerapan sila ketiga Persatuan Indonesia yaitu tidak membuat kerusuhan atau perang antar suku.
Contoh sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan adalah ikut serta dalam Pemilu. Contoh penerapan sila kelima
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah berlaku adil dalam semua aspek dalam
kehidupan.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa satu kegiatan dapat mencerminkan implementasi
dari semua sila Pancasila. Seperti contoh membantu sesama itu dapat mencerminkan penerapan sila
1,2,3,4, dan 5 dari Pancasila, karena antar sila-sila dalam Pancasila itu terdapat suatu keterkaitan
yang kuat yang tak terpisahkan dimana apabila salah satu nilai dari sila tersebut diamalkan, maka
nilai-nilai sila yang lainpun akan teramalkan pula.
Indonesia kini berada di era globalisasi yang memungkinkan segala sesuatunya dapat diakses
dengan begitu mudahnya, dimanapun, kapanpun, oleh siapapun. Hal tersebut menyebabkan banyak
informasi dam budaya dari luar Imdonesia dapat masuk dengan mudah. Tentu masuknya hal
tersebut memiliki dampak positif dan dampak negatif sebagai konsekuensi yang harus diterima oleh
semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Apabila produk
globalisasi tersebut membawa dampak yang baik dalam artian positif, kita bisa menerima dan
menyambut baik serta menyesuaikan hal tersebut untuk dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Akan tetapi apabila itu membawa dampak yang tidak baik dalam artian dapat
menimbulkan pengaruh negatif, kita sebagai warga negara Indonesia tidak boleh langsung
menerimanya begitu saja. Kita harus melakukan penyaringan secara selektif agar dampak
negatifnya tidak masuk ke dalam masyarakat Indonesia. Filter yang dapat kita gunakan adalah
Pancasila. Apabila hal tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maka hal tersebut boleh
diterapkan.
Walaupun sudah ada Pancasila yang berfungsi sebagai filter, tetapi kenyataan bahwa nilai-nilai dari
sila-sila Pancasila yang sudah mulai tidak diterapkan atau dalam artian sudah banyak terjadi
penyimpangan terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini
terjadi kebanyakan pada kalangan muda. Banyak generasi muda yang terkena dampak negatif dari
globalisasi yang akhirnya melakukan tindakan negatif seperti minum-minuman keras, mengonsumsi
narkoba, seks bebas, kurang santun dalam bertindak, dan lain sebagainya. Di kalangan masyarakat
umum juga tejadi banyaktindak kriminal, korupsi, dekadensi moral, dan hal negatif lain yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Implementasi dari nilai-nilai Pancasila akan dapat terlaksana dengan baik dengan adanya kemauan
kita untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut untuk perbaikan kehidupan di masyarakat dan
menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup. Penanaman akan pentingnya implementasi nilai-nilai
Pancasila yang baik harus ditanamkan sejak dini. Penanaman itu dapat dimulai dengan pemberian
contoh perilaku yang sesuai dengan nilai Pancasila di lingkungan keluarga, lalu diterapkan di
masyarakat. Penanaman akan pentingnya Pancasila juga dapat dilakukan baik melalui pendidikan
formal maupun non formal, contohnya adalah dengan adanya pelajaran PKn (Pendidikan
Kewarganegaraan) di tingkat sekolah dan mata kuliah Pendidikan Pancasila di tingkat perguruan
tinggi.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Nilai-nilai luhur dari sila-sila Pancasila dari dulu hingga sekarang tidak pernah berubah, yang
mewakili kepribadian bangsa Indonesia. Akan tetapi dewasa ini penerapan atau implementasi nilai-
nilai Pancasila sudah mulai luntur, yang diakibatkan semakin pesatnya arus globalisasi, dekadensi
moral, dan sebagainya. Sebenarnya akan dapa tercipta kehidupan masyarakat Indonesia yang baik
apabila nilai-nilai Pancasila tersebut diamalkan sebgan baik pula. Apabila salah satu sila Pancasila
diterapkan, maka nilai dari sila yang lain akan terlaksana juga karena antar sila yang satu dengan
sila yang lain dalam Pancasila memiliki keterkaitan yang kuat. Pancasila dapat berfungsi sebagai
filter untuk menyaring pengaruh buruk dari luar agar tidak masuk kedalam masyaraka Indonesia.
Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah penanaman nilai-nilai Pancasila sejak dini, bisa melalui
keluarga dan masyarakat, ataupun melalui pelajaran PKn dan kuliah Pendidikan Pancasila

Daftar Pustaka
1.http://sampaiujungpelangi.blogspot.com/2016/03/makalah-implementasi-nilai-nilai.html

Anda mungkin juga menyukai