Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

STUDI ANALISIS PENGARUH INTERFERENSI CO-CHANNEL BCCH


(BROADCAST CONTROL CHANNEL) TERHADAP KUALITAS SEL
SISTEM JARINGAN DCS (DIGITAL CELLULAR SYSTEM) 1800

Setyo Budiyanto1,Mariesa Aldila2


1,2
Jurusan Elektro, Universitas Mercu Buana
Jl. Meruya Selatan, Kebun Jeruk - Jakarta Barat.
Telepon: 021-5857722 (hunting), 5840816 ext.2600 Fax: 021-5857733
Email : budiys1@gmail.com

Abstrak - Jumlah pelanggan TCH drop yang tinggi. Untuk


telekomunikasi seluler yang terus mengatasi masalah tersebut kita
mengalami perkembangan membuat menggunakan metode penelitian dari
berbagai operator mendirikan banyak hasil drive test di lapangan dan
BTS (Base Transceiver System) baru selanjutnya dilakukan optimasi
agar dapat melayani pelanggannya jaringan dengan cara frequency retune
yang tersebar luas dimana-mana. dan tilting antenna.
Namun penambahan BTS bukanlah Setelah dilakukan optimasi jaringan,
solusi total untuk mengimbangi dari hasil drive test after di lokasi
jumlah pelanggan, masalah baru interferensi dan juga dari KPI
muncul akibat keterbatasan kanal monitoring kita mendapatkan hasil
frekuensi yang dimiliki oleh jaringan semua indicator sudah mencapai KPI
DCS 1800 sendiri. Karenanya target.
digunakan konsep pengulangan Kata kunci : DCS 1800, Interferensi
frekuensi yang juga memungkinkan Co-BCCH, Frekuensi, Optimasi.
terjadinya interferensi co-BCCH
sehingga target KPI yang dimiliki PENDAHULUAN
operator tidak tercapai. Telekomunikasi seluler mengalami
Pada penelitian ini dibahas mengenai perkembangan yang sangat pesat, hal
kualitas sel di lokasi terjadi ini dapat dilihat dari perkembangan
interferensi co-BCCH, hal ini jumlah pelanggan, perkembangan
menyebabkan kualitas sel tidak teknologi dan layanan yang
mencapai target KPI, ditemukan disediakan oleh berbagai operator.
beberapa lokasi low level signal, dan Dari segi perkembangan pelanggan,

Vol.4 No.2 Mei 2013 54


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

pertumbuhan pelanggan telepon Karenanya digunakanlah


seluler mengalami peningkatan yang konsep frequency reuse, yaitu
menakjubkan dibanding pertumbuhan penggunaan frekuensi yang sama
dari industri-industri lainnya. pada sel yang berbeda pada waktu
Perkembangan pelanggan harus pula yang bersamaan oleh beberapa
disertai dengan kualitas pelayanan pengguna. Karena begitu besarnya
yang baik. Dengan jumlah pelanggan kebutuhan akan frekuensi ini,
yang begitu banyak dan tersebar luas menyebabkan terjadinya beberapa
dimana-mana, banyak operator yang kasus interferensi dari kanal yang
mendirikan sejumlah BTS baru untuk bersamaan (co-channel) yang sangat
mengimbangi bertambahnya jumlah berpengaruh terhadap kualitas sel
pelanggan. Namun penambahan BTS tersebut. Faktanya, kualitas sel
ternyata bukanlah penyelesaian total berbanding terbalik dengan tingkat
untuk mengimbangi penambahan interferensi, yakni semakin tinggi
jumlah pelanggan, masalah baru tingkat interferensi, semakin jelek
muncul akibat keterbatasan kanal kualitas sel nya, begitupun
frekuensi yang dimiliki oleh jaringan sebaliknya.
DCS 1800 sendiri. Alokasi frekuensi Sehingga diperlukan sebuah
untuk sistem DCS 1800 (Digital strategi frequency planning untuk
Cellular System) adalah 1710-1880 meminimalisasi interferensi akibat
MHz, dengan frekuensi uplink 1710- penggunaan kanal yang bersamaan,
1785 MHz, dan downlink 1805-1880 sehingga dapat memaksimalkan
MHz, bandwidth uplink dan downlink kualitas sel.
masing-masing 75 MHz, dan guard Teori Interferensi
band antara uplink-downlink sebesar Interferensi merupakan
20 MHz. Alokasi frekuensi tersebut masalah utama yang membatasi
terbagi-bagi lagi untuk setiap operator kinerja dari sistem radio selular.
yang bekerja di sistem DCS 1800, hal Sumber-sumber interferensi dapat
ini menjadi kendala setiap operator berupa pengguna lain yang terdapat
dalam rangka peningkatan kualitas dalam satu sel, panggilan yang sedang
jaringannya. dilakukan pada sel tetangga, base
station lain yang sedang beroperasi

Vol.4 No.2 Mei 2013 55


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

pada band frekuensi yang sama, atau


kebocoran energi yang diakibatkan
oleh kebocoran sistem non selular
yang masuk dalam band frekuensi
selular. Interferensi pada kanal suara
akan menyebabkan cross talk, yaitu
pelanggan akan mendengar Gambar 2.1 Interferensi dari kanal sel
interferensi background dari transmisi lain
yang tidak diinginkan. Interferensi Interferensi Kanal Bersebelahan
pada sistem komunikasi seluler (Adjacent-Channel Interference)
merupakan gangguan pada jaringan Interferensi kanal
komunikasi yang disebabkan ikut bersebelahan terjadi akibat dua buah
diterimanya sinyal frekuensi yang lain sel yang bersebelahan menggunakan
dari yang dikehendaki. Interferensi dua spektrum frekuensi yang
akan sangat mempengaruhi Key berdekatan. Interferensi kanal
Performance Indicator (KPI) jaringan bersebelahan terjadi karena ketidak
tersebut, terutama pada kualitas suara sempurnaan filter.
(voice quality). Ukuran yang Kanal radio bergerak dibentuk
digunakan untuk menentukan nilai dengan membagi-bagi spektrum yang
kualitas sinyal terhadap gangguan tersedia menjadi gelombang carrier
interferensi dinyatakan dengan C/I dengan jarak tereentu. Pemisahan ini
(dB). Tujuan dari menganalisa dilakukan dengan menggunakan
pengaruh interferensi ini adalah untuk bandpass filter. Untuk menanggulangi
meningkatkan C/I, banyaknya faktor pengaruh interferensi kanal
interferensi dapat mempengaruhi bersebelahan dapat dilakukan dengan
performansi system. Faktor mempertajam respons frekuensi filter
interferensi yang paling besar dan dengan memisahkan kanal-kanal
pengaruhnya terhadap performansi bertetangga pada sel-sel yang
sistem seluler adalah reduksi berjauhan. Interferferensi ini juga
interferensi co-channel. dapat dikurangi dengan menggunakan
sektorisasi sel. [6]

Vol.4 No.2 Mei 2013 56


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

Interferensi Kanal Sama (Co- frekuensi tersebut di-review,


Channel Interference) dipertimbangkan apakah diganti atau
Interferensi kanal sama terjadi tetap dipertahankan, dalam
karena penggunaan kanal bersamaan, keterkaitannya dengan frekuensi-
dimana f1=f2 yaitu frekuensi yang frekuensi lain yang memancar dari
dipancarkan tepat sama. Oleh karena BTS-BTS di sekitarnya.
itu pemakaian frekuensi digunakan Beberapa alasan perlu
berulang untuk mengatasi masalah dilakukannya frequency retune
ini. Penggunaan ulang frekuensi dapat diantaranya faktor teknologi, faktor
mengakibatkan adanya interferensi, site deployment (pembangunan site-
dimana kanal frekuensi dalam satu sel site baru), faktor strategis. Alasan
yang digunakan untuk melayani pertama, frekuensi harus di-retune
sebuah area, bertemu dengan pada jika operator mengadopsi teknologi
kanal frekuensi yang sama di sel yang baru, misalnya jika sebelumnya
berbeda. Ada berbagai cara yang operator menggunakan teknologi
dapat dijadikan patokan untuk baseband hopping kemudian beralih
meminimalisasi interferensi akibat ke teknologi synthesiser hopping
keterbatasan frekuensi yang ada, (SFH) maka harus ada retune
diperlukan perhitungan dan frekuensi. Ada perbedaan mendasar
pertimbangan untuk melakukan antara kedua teknologi ini yang
optimasi tersebut. Adapun kerusakan mengharuskan frekuensinya di-retune
yang diakibatkan oleh interferensi secara total. Sedemikian mendasarnya
dapat diminimalisasi dengan perubahan itu, sebenarnya lebih tepat
melakukan optimasi sebagai berikut: perubahan frekuensi ini disebut
- Frequency retune frequency reengineering sebaliknya
Berbicara tentang retune frekuensi, daripada frequency retune saja.
berarti bukan hanya pada beberapa Retune jenis ini biasanya hanya
BTS (Base Transceiver Station, dilakukan sekali.
menara pemancar radio) saja, Alasan kedua, frekuensi harus di-
melainkan pada suatu area jaringan retune karena masuknya site baru
radio tertentu dalam skala area global. pada suatu area yang sudah padat.
Ketika frekuensi TRX di-retune, Site baru ini, dengan frekuensinya

Vol.4 No.2 Mei 2013 57


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

sendiri, akan sangat mempengaruhi Optimasi antenna di BTS, berarti


tingkat interferensi pada site-site di mengoptimalkan fungsi dari antenna
sekitarnya. Satu saja BTS baru existing di BTS, disini parameter dari
dibangun di tengah-tengah suatu area sel ini tidak di-tuning, hanya
yang sudah tinggi densitas BTS-nya, perangkat fisiknya saja yang
semakin sulit untuk mengalokasikan dioptimasi, terdapat dua cara untuk
frekuensi pada BTS tersebut tanpa optimasi antena yaitu optimasi
menimbulkan interferensi dengan azimuthnya, atau tilt-nya, atau
BTS-BTS tetangganya. keduanya. Optimasi azimuth antena,
Semakin banyak site-site baru pada berarti mengatur arah orientasi main
satu area maka dampak site-site ini beam antena suatu sel sedemikian
terhadap level interferensi pada area rupa agar sel tersebut tidak
ini akan semakin tinggi, sehingga menginterferen sel lainnya.
mutlak dilakukan retune frekuensi Melakukan reazimuth berarti harus
secara keseluruhan untuk area mempertimbangkan area yang
tersebut. Kesimpulan: wajib, dilayani oleh sel tersebut, jangan
dilakukan retune frekuensi secara sampai area yang seharusnya dilayani
berkala untuk area-area yang masih oleh sel tersebut malah tidak
mengalami pertumbuhan site. Inti dari mendapatkan sinyal setelah dilakukan
penggunaan frequency retune berarti reazimuth. Berarti selain
melakukan tuning frekuensi kembali mempertimbangkan faktor
dengan memperhatikan kondisi di interferensi, melakukan reazimuth
sekitarnya agar tidak terjadi perlu memperhatikan traffic nya pula,
interferensi co-channel lagi. traffic sel tersebut minimal harus
- Power control tetap ketika telah dilakukan
Power Control merupakan suatu reazimuth, bila traffic menurun berarti
upaya untuk mengontrol daya pancar reazimuth antenna tersebut malah
dari BTS ke MS agar mendapatkan mengorientasikan antenna pada
kualitas komunikasi yang baik, daerah yang sepi dari customer.
pemakaian daya yang baik maka akan Optimasi antena lainnya yaitu
mengurangi terjadinya interferensi. dengan mengatur tilting antenna di
- Optimasi antenna BTS. Mengatur tilting antenna berarti

Vol.4 No.2 Mei 2013 58


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

mengatur kemiringan antena, untuk rendah, tinggi antenna biasanya diatas


mengatur cakupan sinyal sel 40 meter, hal ini dilakukan untuk
bersangkutan, apakah perlu dilakukan membuat coverage seluas-luasnya
uptilt atau downtilt, sesuai dengan sehingga customer yang berada jauh
kebutuhan. Dilakukan uptilt apabila dari BTS masih dapat melakukan
coverage sel tersebut terlalu kecil, panggilan
sehingga tidak mencapai daerah- Signal Strength
daerah di tepi sel, sebaliknya Kuat sinyal yang diterima oleh
dilakukan downtilt apabila daerah- MS merupakan penjumlahan nilai
daerah di sekitar BTS tidak mendapat EIRP dari suatu antena dengan nilai
sinyal yang baik, juga untuk Path Loss dan dikurangi rugi-rugi
menghindari agar coverage-nya tidak yang terjadi saat perjalanan sinyal
melebar ke sel lainnya. dari BTS menuju MS. Rugi-rugi yang
- Merubah ketinggian antenna terjadi antara lain nilai redaman yang
Hal ini dilakukan untuk terjadi pada lintasan sinyal saat
mengoptimasi coverage sel tersebut, perjalanan sinyal dari antenna
apakah terlalu luas, atau terlalu transmitter di BTS dengan antenna
sempit. Semakin tinggi antenna, maka receiver di MS. Rumus mencari nilai
radiasi sel tersebut akan semakin kuat sinyal adalah:
meluas, begitupun sebaliknya, SS (dBm) = EIRP (dBm) (Path Loss
semakin pendek tinggi antenna, maka (dB) + r) (2.2)
radiasi selnya akan semakin sempit. Dimana r = rugi-rugi tambahan
Untuk daerah perkotaan umumnya (media hambatan yang terletak antara
tinggi antenna hanya sekitar 25-40 antenna dengan titik yang akan
meter, ini karena traffic di daerah dihitung kuat sinyalnya). [4]
perkotaan lebih padat, sehingga Tabel 2.2 Besaran rugi-rugi redaman
membutuhkan kapasitas yang lebih suatu elemen bangunan [4]
banyak pula, untuk menanganinya Media Besar Redaman (dB)

didirikan lebih banyak BTS dengan Beton 20


Gypsum 5
tinggi sekitar 25-40 meter agar tidak
Kayu 3
terjadi overshoot ke sel lain. Dan
Logam / Kaca 0
untuk daerah rural dengan traffic yang
Effective Isotropic Radiated Power

Vol.4 No.2 Mei 2013 59


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

Antena yang terhubung di BTS akan EIRP = 40 dBm 7.5 dB + 18 dBi =


menghasilkan Effective Isotropic 50.5 dBm
Radiated Power (EIRP) menjadi Perhitungan Path Loss
jumlah pertambahan antara output Path loss merupakan fenomena yang
power BTS ditambah dengan gain terjadi dimana sinyal yang diterima
antenna pada BTS tersebut, dikurangi menjadi semakin melemah
feeder loss. Feeder loss dan gain dari disebabkan bertambahnya jarak antara
antena diekspresikan dalam dB, BTS MS dan BTS. Dalam hal ini tidak ada
output power dalam dBm, dan gain penghalang antara pemancar (Tx) dan
antenna dalam dBi sehingga power- penerima (Rx). Standard propagation
nya dinyatakan dalam dBm. model merupakan model propagasi
Adapun rumus untuk menghitung yang banyak digunakan karena sangat
besarnya nilai EIRP adalah: fleksibel sehingga dapat
EIRP (dBm) = BTS output power mengakomodasi keperluan
(dBm) Loss Equipment (dB) + perhitungan dengan berbagai macam
Antenna gain (dBi) (2.3) kondisi frekuensi kerja dan tidak
Dimana : dibatasi oleh range frekuensi tertentu,
1.Loss Equipment terdiri dari dua begitu pula untuk tipe area (clutter)
macam loss, yaitu: yang demikian fleksibel, sehingga
a. Feeder Loss = 1.5 dB tidak dibatasi oleh suatu jenis clutter
b. Loss Total Connector = 6 dB type saja.
Total Loss Equipment = 7.5 dB Dalam menghitung dan
2.BTS output power menganalisa coverage gelombang
BTS output power mempunyai range untuk penggunaan pada sistem
40 dBm 48 dBm komunikasi seluler diperlukan
3.Antena Gain bantuan dari analisa statistik dari hasil
Untuk Antena tipe Kathrein 739495 pengukuran. Dengan menggunakan
(K739495) dan Andrew statistik dari hasil pengukuran yang
932DG65T6EKL = 18 dBi mempunyai kondisi lingkungan yang
Jadi nilai EIRP untuk site yang serupa atau mirip, dapat dipakai juga
menggunakan antenna K739495 dan untuk menentukan perhitungan path
932DG65T6EKL adalah: loss agar daerah yang ditargetkan

Vol.4 No.2 Mei 2013 60


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

untuk diteliti tidak meleset dari yang Untuk mengindikasikan


diinginkan. terjadinya co-BCCH, digunakan
Adapun data yang diperlukan planning software bantuan yaitu
untuk menentukan coverage area dan MapInfo Professional, beserta
perencanaan lainnya adalah aplikasi NECTO, yaitu aplikasi
ketinggian efektif dari antenna tambahan untuk perangkat
penerima di MS, jarak antara SIEMENS, disini peneliti mengambil
pemancar dan penerima, ketinggian contoh untuk jaringan operator
efektif dari antenna pemancar di BTS. Hutchison CP Telecom (HCPT) untuk
Perhitungan path loss dapat area Jawa Barat. Aplikasi NECTO ini
dibedakan untuk masing-masing akan memetakan BSC database, data
clutter type, menggunakan yang diperoleh dari OSS.
perhitungan sebagai berikut: Dari gambar 3.1 terlihat
Urban area, pemetaan site HCPT di kota
Lp = 69.55+ 26.16log(f ) 13.82log(hb ) a(hm ) + (44.9 6.55log(hb ))*log(d)
Bandung, pemetaan ini diperoleh dari
(2.4)
BSC database Jawa Barat
Dimana
menggunakan NECTO. terlihat
Lp = Path Loss (dB)
bahwa sel 100500-1 co-BCCH
f = frekuensi (MHz)
dengan sel 100494-2, keduanya
hb = tinggi antenna efektif base
menggunakan BCCH 837, terlebih
stasion diatas permukaan tanah (m)
kedua sel tersebut saling berhadapan
hm= tinggi antenna efektif mobile
(head to head).
stasion diatas permukaan tanah (m)
d = jarak (km)
adapun untuk sub urban area,
Lps = Lp (UrbanArea) 2 * (log(f / 28))2 5.4
(2.5)
dan untuk open area,
Lpo = Lp (UrbanAre)a 4.78(log(f ))2 +18.33log(f ) 40.94
(2.6)
Metode Penelitian
Gambar 3.1 Co-BCCH site 100500-
Mengindikasi Terjadinya Co-
1 dengan 100494-2
BCCH

Vol.4 No.2 Mei 2013 61


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

Kasus ini menyebabkan -105 <= -89


terjadinya low level signal, sehingga dBm
menyebabkan TCH drop yang tinggi
akibat radio link failure di lokasi Untuk mengetahui kualitas sinyal
sekitar area site-site tersebut. Hal ini sebenarnya di lokasi, perlu dilakukan
harus dibuktikan dari hasil drive test drive test. Pelaksanaan drive test
pada lokasi tersebut. Pada tabel 3.1 dilakukan di dalam mobil dengan
diperlihatkan KPI target untuk menyusuri jalan atau wilayah yang
RxLevel kota Bandung, besarnya telah ditentukan sebelumnya. Setelah
RxLevel dikatakan baik bila dapat melakukan drive test maka akan
mencapai target KPI yang diberikan diperoleh log file dimana didalamnya
oleh HCPT, besarnya target ini berisi seluruh parameter, event
berbeda-beda untuk tiap clutter, kota selama perjalanan drive test melewati
Bandung merupakan area urban, suatu wilayah tertentu. Dari log file
sehingga target yang dicapainya tersebut kemudian data di-export
cukup tinggi, yaitu RxLevel >-80 untuk kemudian diolah dan
dBm harus mencapai 90%. dioptimasi.
Tabel 3.1 KPI target untuk RxLevel ANALISA DAN PEMBAHASAN
kota Bandung Hasil Drive test di Lokasi
-66 <= x dBm Interferensi
-68 <= -66 Untuk mengetahui keadaan sinyal di
dBm lokasi, perlu dilakukan drive test,
-72 <= -68 KPI yang dilakukan dalam mobil.
dBm Target
-76 <= -72 90%
dBm
-80 <= -76
dBm
-84 <= -80
dBm
Bad
-89 <= -84 L k i1
Gambar 4.1 RxLevel hasil drive
dBm test Bandung area

Vol.4 No.2 Mei 2013 62


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

Setelah melakukan drive test, Tabel 4.1 Tabel statistik hasil drive
maka akan diperoleh log file yang test cluster Bandung
berisi semua data, event selama Item Value

perjalanan mengelilingi site. Gambar RXLEVELMIN -98 dBm


RXLEVMAX -36 dBm
4.1 diatas merupakan plot dari
RXLEVMEAN -69.98
RxLevel hasil drive test di Bandung
(Average) dBm
Area dimana terdapat beberapa sel co- RXLEVEL>-80dBm 87.94%
BCCH. Dengan menggunakan spider RXLEVEL<=-80dBm 12.06%
graph, aplikasi bawaan dari MapInfo Besar RxLev > -80dBm yang
Professional, plot RxLevel tersebut dicapai pada cluster tersebut hanya
dapat dihubungkan dengan tiap-tiap sebesar 87,94%, sedangkan target
sel yang melayani MS selama KPI yang dicapai harus >=90%, perlu
perjalanan. dilakukan optimasi agar persentase
Sinyal yang diterima MS berada RxLev dapat mencapai target KPI.
di range -86 - -90 dBm, padahal
lokasinya tidak terlalu jauh dari site
100500, yaitu sejauh 0,8 Km, hal ini
dikarenakan adanya interferensi co-
BCCH dari site 100494 yang sama
menggunakan BCCH 837 pada jarak
1,77 Km dari lokasi. Kejadian ini Gambar 4.3 KPI monitoring
diperburuk dengan terjadinya co- menunjukkan adanya interferensi
BCCH head to head, kedua site saling co-BCCH
berhadapan dimana MS berada Pada KPI monitoring diperlihatkan
diantara lokasi serving site tersebut. TCH drop pada site yang
Gambar 4.1 diatas merupakan terinterferensi sangat besar, pada
gambar plot dari RxLev, yaitu level SiteID 100502 - 1 mencapai 3,77%,
sinyal yang diterima oleh MS hasil SiteID 100500 1 mencapai 5,93%,
drive test pada cluster area Bandung. dan SiteID 100523 2 mencapai
Dari data tersebut kemudian diperoleh 3,84%, sedangkan KPI yang harus
statistik seperti pada tabel 4.1 dicapai untuk TCH drop adalah <1%.
dibawah. Kondisi seperti ini sangat jauh dari

Vol.4 No.2 Mei 2013 63


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

target yang diharapkan, pada KPI


monitoring juga diperlihatkan
distribusi penyebab drop paling tinggi
adalah NRFLTCH:CDHOFAIL dan
NRFLTCH:CFRLFAIL, NRFLTCH
SiteID 100500
(Number of Lost Radio Links while
Site 100500 menggunakan
using a TCH) akibat CDHOFAIL
BCCH ARFCN 837, berarti kanal ini
yaitu drop distribution due to
menggunakan frekuensi 1870,2 MHz.
handover failure, dan CFRLFAIL
Antena pada site ini berada pada
yaitu drop distribution due to radio
ketinggian 30 m, maka nilai path loss
link failure. Kegagalan handover
untuk site 100500 dapat dihitung
karena MS mendeteksi 2 kanal yang
menggunakan rumus sebagai berikut:
sama dengan level yang jauh berbeda,
L p = 69.55 + 26.16 log( f ) 13.82 log(hb ) a(hm ) + (44.9 6.55 log(hb )) * log(d )
hal ini membuat MS harus memilih L p = 69.55 + 26.16log(1870.2) 13.82log(30) a(1.5) + (44.9 6.55log(30)) * log(0.8)

L p = 126 , 2706646
kemana harus handover, sehingga
Karena antena 932DG65T6EKL yang
terkadang MS handover pada kanal
digunakan site 100500 memiliki nilai
dengan level yang lebih rendah,
EIRP 50.5 dBm. Maka besarnya
sedangkan kanal tersebut tidak siap
signal strength pada daerah yang
melayani traffic, sehingga terjadi
berjarak 0.8 Km dari site 100500
handover failure. Adapun penyebab
dapat dihitung dengan mengurangi
radio link failure adalah interferensi,
nilai EIRP dan loss yaitu:
adanya interferensi akan
Signal strength : EIRP Path
mengakibatkan tingginya TCH drop.
loss
Tabel 4.2 menunjukkan site data
: 50.5 dBm 126.2706646 dB
antenna, yang berisi siteID, longitude,
= - 75.7707 dBm
latitude, antenna type, antenna height,
SiteID 100494
azimuth, MDT (mechanical downtilt),
Perhitungan untuk site 100494
EDT (electrical downtilt).
2, perhitungan dilakukan sepanjang
Tabel 4.2 Tabel site data antenna
site 100494 sektor 2 ke arah yang
interferensi co-BCCH yang berjarak
1,77 Km. Site 100494 menggunakan
BCCH ARFCN 837, berarti kanal ini

Vol.4 No.2 Mei 2013 64


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

menggunakan frekuensi 1870,2 MHz. frequency retune, perlu diperhatikan


Antena pada site ini berada pada kondisi sel di sekitarnya, agar tidak
ketinggian 40 m, berdasarkan terjadi kasus co-BCCH lainnya.
parameter berikut, maka nilai path Setelah melihat kondisi BCCH di
loss untuk site 100494 dapat dihitung sekitar lokasi, maka BCCH yang
menggunakan rumus sebagai berikut: memungkinkan untuk mengganti
L p = 69.55 + 26.16 log( f ) 13.82 log(hb ) a(hm ) + (44.9 6.55 log(hb )) * log(d )
BCCH 837 adalah 858, dapat dilihat
L p = 69.55 + 26.16log(1870.2) 13.82log(40) a(1.5) + (44.9 6.55log(40)) * log(0.8)

L p = 136 , 4895464 pada gambar 4.8, sel yang berwarna


Karena antena K739495 yang merah adalah sel yang juga
digunakan site 100494 memiliki nilai menggunakan BCCH 858, yang
Effective Isotropic Radiated Power berwarna hijau menggunakan 859,
(EIRP) 50.5 dBm. Maka besarnya dan berwarna biru menggunakan 857.
signal strength pada daerah yang Dengan menggunakan BCCH
berjarak 0.8 Km dari site 100494 858, maka besarnya signal strength di
dapat dihitung dengan mengurangi lokasi yang berada 0,8 Km dari site
nilai EIRP dan loss yaitu: 100500 dapat dihitung sebesar:
Signal strength : EIRP Path loss EIRP (dBm) = BTS output power
: 50.5 dBm 136.4895464 dB (dBm) Loss Equipment (dB) +
= - 85.9895 dBm Antena gain (dBi)
MS di lokasi 1 seharusnya EIRP = 40 dBm 7.5 dB + 18 dBi =
mendapat sinyal dari site 100500 50.5 dBm
sebesar -75.7707 dBm, bukan dari dengan besar path loss:
L p = 69.55 + 26.16 log( f ) 13.82 log(hb ) a(hm ) + (44.9 6.55 log(hb )) * log(d )
site 100494 sebesar -85.9895 dBm,
sehingga perlu dilakukan optimasi.
L p = 69.55 + 26.16log(1874.4) 13.82log(30) a(1.5) + (44.9 6.55log(30)) * log(0.8)

4.2. Optimasi Jaringan


Kasus pada lokasi 1 yaitu sel L p = 126 , 2960626

100500 - 1 berinterferensi dengan sel maka besarnya signal strength pada


100494 2 yang sama-sama lokasi tersebut adalah:
menggunakan BCCH 837. Pada kasus Signal strength : EIRP Path
ini MS yang berada pada coverage sel loss
100500 1 malah menerima sinyal : 50.5 dBm 131.2960626 dB
dari 100494 2. Untuk melakukan = - 75.7961 dBm

Vol.4 No.2 Mei 2013 65


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

Dari perhitungan diatas, maka RXLEVMAX -40 dBm


RXLEVMEAN (Average) -69.61 dBm
MS pada lokasi 0.8 Km dari site RXLEVEL>-80dBm 90.70%

100500 akan mendapat sinyal sebesar RXLEVEL<=-80dBm 9.30%

-75.7961 dBm, dan tidak akan Besar RxLev > - 80dBm yang

terinterferen dengan site 100494 dicapai untuk cluster tersebut sebesar

karena kanal yang digunakan sudah meningkat dari 87,94% menjadi

berbeda. 90,70% sehingga sudah mencapai

Hasil Drive test Setelah Dilakukan target KPI yang harus dicapai. Hasil

Optimasi plot RxLev di lokasi 1 setelah

Setelah melakukan optimasi di melakukan optimasi menunjukkan

lokasi interferensi, dilakukan drive perubahan yang baik, lokasi tersebut

test after untuk melihat perbaikan sudah di-cover oleh site 100500, dari

sinyal di lokasi tersebut, Gambar 4.16 aplikasi spider graph dilihat tidak ada

berikut merupakan plot RxLev setelah garis yang menghubungkan antara

melakukan optimasi. lokasi 1 dengan site 100494, hal ini


menunjukkan tidak terjadi interferensi
co-BCCH. Dari hasil drive test ini, di
lokasi 1 MS mendapat sinyal sebesar
-73 hingga -76 dBm .

Gambar 4.17 Plot RxLevel hasil drive


test Bandung Area
Dari plot RxLev tersebut, sinyal
di lokasi interferensi sudah mencapai
KPI target, dari hasil drive test after Gambar 4.23 KPI monitoring setelah

tersebut kemudian diperoleh statistik dilakukan optimasi

seperti pada tabel dibawah. Dapat dilihat dari KPI

Tabel 4.4 Tabel statistik hasil drive monitoring, besarnya


test after Bandung NRFLTCH:CDHOFAIL dan
Item Value
RXLEVELMIN -92 dBm NRFLTCH:CFRLFAIL tidak seperti

Vol.4 No.2 Mei 2013 66


Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : 20869479

ketika masih terjadi interferensi, hal semua indicator sudah mencapai


ini menunjukkan site-site yang KPI target.
terinterferensi sebelumnya sudah SARAN
bebas dari interferensi, dapat dilihat Teknik analisis dan optimasi
dari TCH drop rate nya sudah < 1%, untuk interferensi co-BCCH yang
tidak ada yang melebihi dari target dipaparkan pada penelitian ini masih
KPI nya. berada pada tahap permukaan teknik
KESIMPULAN DAN SARAN analisis dan optimasi, sehingga masih
KESIMPULAN bisa dilanjutkan untuk penelitian lebih
Kesimpulan yang dapat mendalam terhadap tiap-tiap kasus.
diambil dari penelitian penelitian ini
adalah: DAFTAR PUSTAKA
1. Drive test perlu dilakukan untuk [1]Sunomo. 2004. Pengantar Sistem
memperoleh data actual keadaan Telekomunikasi Nirkabel. PT
sinyal di lokasi, sehingga dapat Gramedia Widiasarana Indonesia :
diketahui daerah mana yang Jakarta.
terinterferensi, agar selanjutnya [2]Siemens Communication, GSM
bisa dilakukan optimasi. Introduction.
2. Frequency retune sangat perlu [3]Siemens. 2006. SBS Counters.
dilakukan untuk menghindari [4]Siemens. 2006. SBS Key
interferensi co-BCCH dari sel lain. Performance Indicator.
3. Scanning TRX perlu diperhatikan [5] Spectrum Planning Team. 2001.
untuk menghindari terjadinya Investigation of Modified Hatta
overshoot. Antenna downtilt Propagation Model.
dilakukan agar coverage sel tidak [6] Yenisyiska, Sari. 2007. Teknik
melebar, sehingga tidak akan Meminimalisasi Interferensi Terhadap
terjadi overshoot yang dapat meng- Penggunaan Kanal Frekuensi Pada
interferen sel lainnya. Jaringan GSM: Jakarta.
4. Setelah dilakukan optimasi, [7] Lingga, Wardhana. 2011. 2G/3G
RxLevel >-80 dBm mencapai RF Planning and Optimization for
90,70%, dan TCH drop rate di KPI Consultant. www.nulisbuku.com:
monitoring sudah <1%, sehingga Jakarta.

Vol.4 No.2 Mei 2013 67

Anda mungkin juga menyukai