Anda di halaman 1dari 11

Definisi Karies

Karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan oleh

mikroorganisme pada karbohidrat yang diragikan. Karies ditandai dengan adanya

demineralisasi mineral-mineral enamel dan dentin, diikuti dengan kerusakan bahan-bahan

organiknya.

Ketika makin mendekati ruang pulpa, karies menimbulkan perubahan-perubahan

dalam bentuk dentun reaksional dan pulpitis. Hal ini bisa berakibat terjadinya invasi bakteri

dan kematian pulpa. Jaringan pulpa mati yang terinfeksi ini selanjutnya dapat menyebabkan

perubahan di jaringan periapikal.

II.1.2. Etiologi dan Proses Terjadinya Karies

1. Karies juga disebut sebagai penyakit multifaktorial karena disebabkan oleh beberapa

faktor. Terdapat empat factor utama yang berperan dalam proses terjadinya karies,

yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Karies hanya akan terjadi bila

keempat factor tersebut berinteraksi dan saling mempengaruhi (Kidd &Bechal,

1992). Kidd, EA, Sally J. 1991. Dasar-dasar Karies Penyakit dan

Penanggulangannya. Penterjemah: Sumawinata, Narlandkk, Jakarta : EGC


2. Faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain. Bakteri plak

akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam,

sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 13 menit sampai pH 4,5-

5,0 (Suwelo, 1992). Suwelo, IS. 1992. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai

Faktor Etiologi.

Kemudian pH akankembali normal pada pH sekitar 7 dalam 3060 menit, dan jika

penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi

pada permukaangigi. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcusmutans dan

Lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses

terjadinyakaries (Kusumaningsih, 1999).


Kurvastephan; Setelah berkumur dengan karbohidat (sukrosa) pH plak akan turun

sampai pH 4,5-5,0, pH akan kembali normal dalam 3060 menit(Kidd, 2008)

1. Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi,

sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan

karies . Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel kemudian

proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan

dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai

kematian odontoblast (Kidd &Bechal, 1992). Kidd, EA, Sally J. 1991. Dasar-dasar

Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Penterjemah: Sumawinata,

Narlandkk, Jakarta : EGC

Proses kimia yang terjadi pada permukaan email setelah gigi erupsi adalah peristiwa

demineralisasi dan remineralisasi. Ion kalsium (Ca+) merupakan factor utama yang berperan
dalam peristiwa tersebut. Pada keadaan normal (pH normal) kalsium ini berada dalam suatu

keseimbangan dinamik antara email, air liur dan plak. Reaksi kimia dari siklus demineralisasi

dan remineralisasi sebagai berikut.

Skema reaksi kimia siklus demineralisasi dan remineralisasi (Kanzil&Santoso, 1999)

1. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan kearah dentin melalui lubang

focus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukanlubang). Kavitas baru timbul bila

dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral

hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang

menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat (Schuurs, 1993). Schurs, AH.

1992. Patologi Gigi-geligi Kelainan-kelainan Jaringan Keras Gigi. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press


Proses DemineralisasipadaKaries Gigi (Kidd, 2008)

3. Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan

transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan

terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak

tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala

degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan

menembus enamel gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-

lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin

partibulardiserang), lapisanempatdanlapisanlima (Schuurs, 1993). Schurs, AH. 1992.

Patologi Gigi-geligi Kelainan-kela inan Jaringan Keras Gigi. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press

Penatalaksanaan Gigi Berlubang

II.3.1. Diagnosis
Diagnosis adalah identifikasi sifat-sifat penyakit atau kondisi atau membedakan satu

penyakit atau kondisi dari yang lainnya. Penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan

merupakan aktivitas yang memisahkan dan membedakan dokter gigi dari paramedik.

Dokter gigi dengan oengetahuan yang dimilikinya sadar akan indikasi dan

kontraindikasi suatu kasus dan harus dapat meramalkan keberhasilan atau kegagalan

berlandaskan temuan itu. Ringkasnya, para lulusan harus lancar dalam menegakkan diagnosis

dan menentukan perencanaan perawatan serta melaksanakan perawatan kasus-kasus rutin dan

merujuk kasus yang lebih sukar

Berikut ini merupakan terminology diagnostic pada jaringan pulpa:

1. Normal: Tidak ada gejala yang signifikan, tidak ada kelainan pada gambaran

radiografik, pada tes pulpa memberikan respons, tidak sensitif terhadap tes periapeks.

2. Pulpitis Reversibel: Mungkin menimbulkan gejala ringan terhadap stimulus termal

atau mungkin pula tidak, tidak ada kelainan pada gambaran radiografik, pada tes pulpa

memberikan respons, tidak sensitive terhadap tes periapeks.

3. Pulpitis Irreversibel: Mungkin terdapat nyeri spontan atau nyeri parah terhadap

stimulus termal, tidak ada perubahan radiolusensi di periapeks kecuali condensing

osteitis, pada tes pulpa biasanya terjadi nyeri ekstrim, pada tes periapeks mungkin

member respons nyeri atau mungkin juga tidak terhadap perkusi atau palpasi.

4. Nekrosis: Tidak ada reaksi terhadap stimulus termal, mungkin ada atau tidap

kelainan/radiolusensi pada periapeks, pada tes pulpa tidak memberikan respons, pada

tes periapeks bergantung pada status periapeks.

Diagnosis yang baik dan tepat akan diperoleh setelah seorang dokter gigi mendapatkan info-

info sebagai berikut:


Keluhan Utama

Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang dapat diperoleh.

Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang diutarakan pasien dengan bahasanya

sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang membuatnya cepat-cepat datang mencari

perawatan.

Riwayat Kesehatan Umum

Ini termasuk riwayat medis dan riwayat dental. Riwayat medis yang lengkap dan teliti

tidak hanya membantu penegakan diagnosis, tetapi juga menyediakan informasi

mengenai kerentanan dan reaksi pasien terhadap infeksi, hal-hal mengenai pendarahan,

obat-obat yang telah diberikan, dan status emosionalnya. Sedangkan riwayat dental

merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah dan sedang diderita. Riwayat

ini memberi informasi yang sangat berharga mengenai sikap pasien terhadap kesehatan

gigi, pemeliharaan serta perawatannya. Riwayat dental ini merupakan langkah awal

teramat penting dalam menentukan diagnosis yang spesifik.

Pemeriksaan Subyektif dan Obyektif

Pemeriksaan subyektif berkaitan dengan penyakit yang sedang diderita, dalam hal ini

intensitas nyeri yang sedang dialami. Pemeriksaan obyektif adalah tahap pemeriksaan

jaringan ekstraoral dan intraoral yang dilakukan dan dibandingkan secara bilateral.

Pemeriksaan ekstraoral meliputi penampilan umum, tonus kulit, asimetri wajah,

pembengkakan, perubahan warna, kemerahan, jaringan parut ekstraoral atau saluran

sinus, dan kepekaan atau membesarnya modus limfe servikal atau fasial. Sedangkan

pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan jaringan lunak dan gigi geligi secara

menyeluruh, disini akan dilakukan tes vitalitas jaringan pulpa.

Pemeriksaan Radiografis
Memungkinkan evaluasi masalah yang disebabkan oleh gigi (misalnya lesi karies,

kerusakan restorasi, dan perawatan saluran akar), tampilan pulpa dan periradikuler yang

abnormal, gigi malposisi, hubungan antara bundle neurovaskuler terhadap apeks, pola

umum tulang dan adanya penyakit periodontium.

II.3.2. Rencana Perawatan

Jika sifat penyakitnya telah ditentukan, buatlah keputusan mengenai formulasi

perawatannya. Hendaknya pembahasan dilakukan bersama pasien sehingga pasien akan

memahami masalah dan cara penanggulangannya. Pada tahap perencanaan perawatan

sebaiknya seorang dokter gigi sudah memutuskan jumlah kunjungan untuk disampaikan

kepada pasien. Termasuk mengenai pilihan perawatan dan modifikasi perawatan.

II.3.3. Prognosis

Pasien berhak memperoleh perawatan gigi yang paling baik. Sayangnya, hal ini tidak

selalu dapat dilakukan atau tidak terungkap ketika membahas rencana perawatannya. Para

dokter gigi harus memperhitungkan prognosis setiap kasus, termasuk perubahan prognosis di

tengah perawatan nanti dijumpai berbagai masalah.

II.3.4. Tahap Preparasi Kavitas

1. Akses

Ada tiga aspek ynag bersangkutan dengan akses, yakni: operator dapat dengan mudah

memeriksa luas karies, bur mudah mencapai dentin karies di daerah pertautan email-

dentin, dan air pendingin mudah mencapai kepala bur.

2. Pembuangan Karies Permukaan


Email karies harus dibuang dan tak sedikitpun boleh tersisa di tepi kavitas dengan

kemungkinan pengecualian pada lesi bukal dari pasien yang hygiene oralnya baik.

Dentin karies tampak lebih tua dan selalu lebih lunak daripada dentin sehat.

3. Pembuatan Bentuk Resistensi

Semua restorasi merupakan sasaran beban yang dapat menyebabkan restorasi

terganggu. Permukaan oklusal merupakan daerah yang menerima beban yang paling

parah. Oleh karena itu, kavitas harus dibentuk sedemikian rupa sehingga restorasi tidak

pecah atau bergerak ketika terkena tekanan penyikatan yang besar.

4. Pembuatan Bentuk Retensi

Retensi adalah kemampuan restorasi untuk tidak terlepas dari kavitas melalui jalan

masuknya. Bagi sebagian besar restorasi plastis kavitas dibuat lebih luas di bagian

dalam dari pada di permukaan dan ini dicapai dengan membuat dinding tegak

konvergen (menyudut) ke oklusal.

5. Pembuatan Bentuk Konvenien

Perluasan kavitas agar memudahkan kerja operator kini tidak dilakukan lagi, akan

tetapi, jika email sehatu harus dibuang karena menutupi dentin yang karies, maka

pembuangan awalnya akan menciptakan jalan masuk yang lebih baik ke daerah lesi

dentin sehingga memungkinkan operator melihat dan menggunakan instrumennya lebih

tepat.

6. Pengecekan Tepi Kavitas

Pemmbuatan tepi kavitas sangat erat kaitannya dengan jenis restorasi yang akan

digunakan.

7. Pembuangan Karies Dalam

Dentin karies yang letaknya dalam harus dibuang dengan sangat berhati-hati.

8. Pembersihan Kavitas
Setelah preparasi telah dilakukan makan sebelum dilakukan penumpatan/restorasi,

maka kavitas harus dibersihkan dari segala debris yang tersisa.

2. a b c Dental Cavities, Medline Plus Medical Encyclopedia, page accessed August 14, 2006

3. a b c Dental Cavities, Medline Plus Medical Encyclopedia, page accessed August 14, 2006

4. Bots CP, Brand HS, Veerman EC, van Amerongen BM, NieuwAmerongen AV.

Preferences and saliva stimulation of eight different chewing gums. Int Dent J. 2004

Jun;54(3):143-8

5. Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta

6. Edna K. Huffman, 1994. Health Information Management, Physician

RecordCompany Bernoyn Ielinois, USA

7. Hendrik. 2013. Etika & Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta

8. Hidayat Sofari, 2007. Dokter, Pasien, dan Hukum, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta

9. http://www.webmd.com/oral-health/guide/smoking-oral-health

10. http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=935

11. Jacobalis, 2005. Etik Hukum Kesehatan Kedokteran, Bagian Ilmu Kedokteran

Forensik & Medikolegal Fakultas kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

12. Kidd, EA, Sally J. 1991. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.

Penterjemah: Sumawinata, Narlandkk, Jakarta : EGC

13. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Manual Persetujuan Tindakan Medis. Edisi

I.Jakarta : Konsil kedokteran Indonesia.

14. Machfoedz, I. dkk. 2005. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut anak-anak dan Ibu

Hamil. Yogyakarta: Fitramaya


15. Sanjoyo , 2006. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Prestasi Pustaka,

Jakarta

16. Schurs, AH. 1992. Patologi Gigi-geligi Kelainan-kelainan Jaringan Keras Gigi.

Yogyakarta : Gajah Mada University Press

17. Srigupta, AA. 2004. Panduan Singkat Perawatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Prestasi

Pustaka

Suwelo, IS. 1992. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi.

18. Walton & Torabinejad. 2008. Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta

19. W.Danny, Inge Rusli, DS. Hartati. 2011. Alternatif Penyelesaian Sengketa Medik. Sagung

Seto: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai