Perbankan Syariah
Analisa :
Pelaku :
1. Kepala Cabang Utama BSM Bogor : M. Agustinus Masrie
2. Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor : Chaerulli Hermawan
3. Accounting Officer BSM Bogor : John Lopulisa
4. Debitur : Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky Adiansyah
5. Notaris : Sri Dewi
Jenis Pelanggaran :
Terjadinya pemalsuan dokumen identitas 197 nasabah dalam kasus
penggelapan dana bermodus kredit fiktif senilai Rp.102 miliar di Kantor
Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor.
Dampak :
Rusaknya reputasi bank yang berakibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder antara lain regulator, nasabah, masyarakat, manajemen bank dan
pegawai terhadap bank, akibat persepsi negatif yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan usaha bank.
Solusi :
Bank syariah harus menambah / mengetatkan pengawasan. Apalagi Bank
Syariah Mandiri adalah bank berbasis syariah, internal audit harus benar-
benar dipastikan berjalan. Bank juga harus melakukan perbaikan terus
menerus.
Pihak BSM seharusnya menindak lanjuti permasalahan di dalam
perusahaannya agar tidak ada lagi yang merasa dirugikan apalagi jumlah
kerugian yg masih ada. Dan masalah seharusnya jangan ditutupi, masalah
tersebut harus segera diselesaikan.
Kesimpulannya :
Menurut kami kasus kredit fiktif pada Bank Syariah Mandiri cabang Bogor ini
terdapat pelanggaran kode etik profesi. Seperti prinsip tanggung jawab,
kepentingan publik, integritas, dan obyektifitas. Di karenakan adanya
pelanggaran internal perusahaan yang terjadi, adanya kerjasama antara pihak
bank dengan pihak eksternal untuk melakukan kecurangan dengan modus
pengajuan kredit oleh 197 nasabah yang di ajukan oleh Iyan Permana selaku
debitur, yang ternyata dari 113 nasabah tersebut menggunakan data-data palsu
untuk memperoleh keuntungan pribadi. Yang mana pada awalnya dilakukan
pengajuan kredit untuk pengerjaan proyek pembangunan perumahan
sebagaimana yang diajukan oleh debitur namun pada kenyataannya tidak
demikian. Dalam kasus ini tersangka dapat menampung uang hasil kejahatannya
senilai Rp.102 miliar.
Dari kasus yang terjadi merupakan bukti bahwa fungsi pengawasan internal
bank dan regulator masih lemah karena masih bisa dibobol. Baik itu karena
standard operating procedure (SOP) tidak benar-benar berjalan, atau karena ada
bagian-bagian tertentu yang tidak dijalani. Bisa juga karena tidak adanya
evaluasi dan monitoring yang rutin dan kuat dari pihak BSM pusat ketika SOP
berjalan. Tetapi apabila melihat modus pembobolan yang terjadi di KCP BSM
Bogor, seharusnya tidak perlu terjadi abila manajemen peka dan mulai bisa
mendeteksi sedini mungkin, sehingga kerugian tidak membesar.
Dampak yang terjadi dari kasus ini selain menyebabkan kerugian dan
rusaknya reputasi bank syariah mandiri, berakibat pula pada hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada bank yang berbasis syariah tersebut.
http://www.viva.co.id/berita/nasional/453908-kronologi-kasus-kredit-fiktif-
rp102-m-di-bank-syariah-mandiri-bogor
http://www.viva.co.id/berita/nasional/457762-kredit-fiktif-di-bank-syariah-
mandiri-bogor-polisi-sita-mobil-mewah
https://www.detik.com/news/berita/d-2406544/polisi-tangkap-notaris-bsm-
bogor-dalam-kasus-kredit-fiktif
http://www.liputan6.com/news/read/728860/kredit-fiktif-bank-syariah-mandiri-
bogor-tercium-sejak-2012
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/11/08/modus-kredit-fiktif-bsm-
bogor-hampir-sempurna-ini-peran-ketujuh-tersangka-pembobolan-rp-102-m