4.kti Burn

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Penanganan Pyometra Pada
Anjing Dengan Flushing Kalium Permanganat, Terapi Antibiotik Dan Hormon
Prostaglandin yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari
alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan dari berbagai pihak dan dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. drh. Dasrul, M.Si sebagai pembimbing
yang telah memberikan nasehat dan motivasi. Ucapan terima kasih juga penulis
ucapkan kepada drh. Fakhrurrazi, M.P selaku dosen wali dan juga sebagai dosen
penguji serta drh. Razali Daud, MP selaku penguji atas masukan yang sangat
berarti dan membangun demi perbaikan penulisan karya ilmiah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala Dr. drh. Muhammad Hambal dan drh. Rusli, MS selaku
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan, serta kepada seluruh
dosen dan staf administrasi yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu di
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.
Ucapan terima kasih dengan penuh ketulusan dan rasa hormat untuk
Ayahanda Antong Dg M dan Ibunda Indorappe, yang telah memberikan kasih
sayang, perhatian, dukungan, dan doa yang tak henti, juga kepada saudara penulis
Ernawati Dg M, Rosna Dg M, Sulaeman Dg M, dan Zainudin beserta seluruh
keluarga besar penulis. Terkhusus dan tersayang buat Vilzah Fatimah yang sudah
menemani dan memberikan perhatiannya kepada penulis.
Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Kelompok PPDH on Going drh
Ihwal, drh Al khosim, drh Alfisyahri, drh Baidillah, drh, Ihwan, drh Wahyuni, drh
Kuntum, drh Sri pebrianti, drh Feby, drh Dila, drh Yuli, drh Reski, drh Risma,

v
drh Mahdalena, drh Arkam, drh Amrul, drh Erwanda, drh Arif, drh Rifki, drh
Arkam, atas semangat, bantuan, dan kebersamaan yang diberikan. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada anak rantau Makassar Ari,Irwan,eka,awi,
tading, aksar, mute, naya, suci, hera, fatma, dan lain lain yang tidak sempat
disebutkan namanya.
Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penulis harapkan.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan lindungan-Nya kepada kita
semua. Amin ya Rabbalalamin.

Banda Aceh, 11 Juli 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM.............................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................... v
DAFTAR ISI.............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................. viii

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1 Anatomi Organ Reproduksi Hewan Betina ............................................ 4
2.2 Pyometra ................................................................................................. 6
BAB 3 MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 11
3.2 Alat............................................................................................................. 11
3.3 Bahan ......................................................................................................... 11
3.4 Prosedur kegiatan ...................................................................................... 11
3.5 Alur pemeriksaan ....................................................................................... 13
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Anamnesa............................................................................................. 14
4.1.2 Signalemen........................................................................................... 14
4.1.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................ 15
4.1.4 Pemeriksaan Laboratorium .................................................................. 16
4.1.5 Diagnosa............................................................................................... 17
4.1.6 Penanganan ......................................................................................... 17
4.1.7 Hasil Pemeriksaan Klinis selama Perawatan ....................................... 18
4.2 Pembahasan................................................................................................ 19

vii
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 21
5.2 Saran....................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 22
LAMPIRAN............................................................................................... 23
BIODATA .................................................................................................. 124

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Organ reproduksi betina ....................................................................4

Gambar 2. Anjing Syfa .......................................................................................14

Gambar 3. Discharge purulent dari vagina.........................................................17

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto-foto kegiatan........................................................................ 23

Lampiran 2. Biodata......................................................................................... 24

x
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organ genetalia pada hewan betina terbagi atas alat kelamin primer dan
sekunder. Alat kelamin primer terdiri atas ovarium yang berfungsi membentuk
sel telur dan hormon-hormon betina, alat kelamin sekunder terdiri dari oviduck,
uterus, cervix, vagina dan vulva. Ambing juga sering disebut alat kelamin
tambahan karena alat tubuh ini sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan
anak (Ressang,1984).
Uterus dalam keadaan fisiologi dapat memperlihatkan gambaran yang
berlainan seperti pada uterus yang bunting akan memperlihatkan mukosa yang
merah, karena pada keadaan tersebut uterus memerlukan banyak zat-zat makanan
untuk kehidupan foetus. Sesudah partus perubahan-perubahan pada mukosa
uterus sulit dibedakan antara radang kataral dan perubahan pasca melahirkan.
Anjing betina sering menderita endometritis sesudah partus atau sesudah birahi,
peradangan pada penggantung uterus terjadi karena kontaminasi mikroorganisme
pasca melahirkan atau pasca kopulasi dan gangguan lainnya seperti pyometra.
Pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh
bakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan tertentu
menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal. Pyometra terjadi sebagai salah
satu konsekuensi dari perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi
perubahan pada lapisan uterus. Pyometra merupakan kondisi yang sangat serius
pada hewan mamalia betina, keadaan ini dapat menyebabkan hewan infertil
bahkan dapat menyebabkan kematian (Ressang, 1984).
Hewan-hewan yang terserang pyometra memperlihatkan bermacam-macam
gejala patologis dan klinis yang berhungan erat dengan genitalia dan penyakit-
penyakit sistemik. Meskipun penyakit ini sudah lama ditemukan, namun
patogenesanya belum sepenuhnya dipahami, tetapi secara umum hormon
progesteron dan estrogen sangat berperan penting sebagai penyebab pyometra
walaupun tidak terlepas dari keterlibatan infeksi bakteri atau mikroorganisme
lainnya.

1
2

Secara umum pyometra dibagi dua yaitu: pyometra terbuka (open pyometra)
dan pyometra tertutup (closed pyometra). Pyometra terbuka mudah didiagnosa
secara klinis, hal ini terlihat dari nanah yang keluar dari uterus melalui vulva.
Sedangkan pyometra tertutup sangat sulit untuk didiagnosa, karena yang terlihat
hanya pembengkakan pada daerah abdomen, namun tidak terlihat nanah yang
keluar dari uterus dan biasanya hewan kelihatan lebih sakit daripada pyometra
terbuka karena penimbunan toksin di uterus, karena jumlah toksin yang tidak
dapat dikeluarkan tubuh meningkat akan membuat ginjal bekerja lebih keras, jika
tanpa perawatan yang baik hewan akan mati karena gagal ginjal. Diagnosa
terbaik kasus pyometra adalah dengan menggunakan USG atau X-Ray (Lopate,
2010). Pada kondisi keterbatasan peralatan seperti USG dan X-Ray menjadi
kendala dalam mendiagnosa pyometra sehingga dibutuhkan diagnosa secara
gejala klinis.
Penanganan terbaik pyometra adalah dengan ovariohisterectomi. Teknik
ovariohisterectomi umumnya dilakukan pada kasus pyometra tertutup dan
pyometra terbuka karena untuk mencegah terjadinya kejadian pyometra berulang
(Indrawati, 2015). Tindakan ovariohisterectomi mengakibatkan hewan tidak
dapat bereproduksi lagi. Sehingga tindakan ovariohisterectomi lebih tepat untuk
kasus pyometra dengan kondisi organ reproduksi yang sudah rusak. Pada kondisi
kasus pyometra yang ringan, dimana organ reproduksi hewan belum mengalami
kerusakan lebih tepat ditangani dengan terapy obat-obatan dan hormon sehingga
diharapkan ketika hewan sembuh masih bisa bereproduksi lagi.
Penggunaan Kalium Permanganat (PK) sebagai antiseptik untuk
membersihkan uterus pada kasus gangguan reproduksi seperti pyometra,
metritis, prolapsus uteri sudah sering digunakan pada ternak besar seperti sapi.
Sedangkan pada kasus pyometra pada hewan kesayangan seperti anjing masih
jarang dilakukan. Konsentrasi larutan Kalium Permanganat (PK) yang
digunakan adalah 1: 1000 (Bhattacharyya et al., 2012). Terapi antibiotik juga
diperlukan untuk membantu kesembuhan. Selain itu pada beberapa kasus
pyometra juga sering dibarengi dengan kasus corpus luteum persisten sehingga
dibutuhkan terapi hormon prostaglandin untuk melisiskan korpus luteum.
Kombinasi antibiotik dan prostaglandin pernah digunakan oleh Sayuti et al.,
3

(2012) pada sapi yang mengalami pyometra. Kombinasi prostaglandin dan


antibiotik menyebabkan pengeluaran leleran yang lebih cepat dan banyak
dibandingkan dengan sapi yang diterapi hanya dengan antibiotik saja. Hal inilah
yang melatarbelakangi penulis memilih judul Penanganan Pyoetra Pada Anjing
Dengan Flushing Kalium Permanganat, Terapy Antibiotik Dan Hormon
Prostaglandin .

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah flusing uterus dengan larutan kalium permanganat efektif untuk
penanganan pyometra pada anjing?
b. Apakah terapy antibiotik dan hormon prostaglandin efektif untuk terapi
pyometra pada anjing ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui efektifitas flusing uterus dengan kalium permanganat pada
kasus pyometra pada anjing.
b. Untuk mengetahui efektifitas terapy antibiotik dan hormon prostaglandin
pada kasus pyometra pada anjing.

1.4 Manfaat
a. Manfaat pengembangan ilmu
Sebagai bahan pengkajian lebih lanjut tentang penanganan pyometra
pada anjing dengan flusing kalium permanganat, terapi antibiotik dan
hormon prostaglandin.
Untuk memperkaya khazanah keilmuan khususnya dibidang
Kedokteran Hewan.

b. Manfaat aplikatif
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak dari
pyometra.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Organ Reproduksi Hewan Betina


Organ reproduksi hewan betina terbagi atas alat kelamin primer dan
sekunder. Alat kelamin primer yaitu ovarium yang berfungsi membentuk sel-sel
telur dan hormon-hormon betina sedangkan alat kelamin sekunder terdiri dari
oviduck, uterus, cervix, vagina dan vulva (Ressang,1984). Anatomi organ
reproduksi hewan betina dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Organ reproduksi betina


a. Ovarium
Ovarium atau gonad merupakan bagian alat kelamin yang utama, ovarium
menghasilkan telur dan hormon seperti estrogen dan progesteron
(Partodihardjo,1980).
b. Oviduk
Oviduct berbentuk tabung yang berkelok-kelok yang berfungsi sebagai
tempat terjadinya pembuahan atau tempat bertemunya spermaozoa dan sel telur
(Wodzicka et al., 1991). Partodihardjo (1980) menambahkan bahwa oviduk

4
5

merupakan saluran yang menghubungkan ovarium dan uterus. Bentuknya


bulat, kecil, panjang dan berkelok-kelok. Ukuran panjang dan kelok-keloknya
berbeda setiap hewan. Fungsi oviduk adalah menerima telur yang diovulasikan
oleh ovarium, menerima spermatozoa dari uterus, mempertemukan ovum dan
spermatozoa, serta menyalurkan ovum yang telah dibuahi ke dalam uterus.
c. Uterus
Uterus adalah organ yang bentuknya bervariasi dari satu spesies ke
spesies lain. Uterus merupakan tempat implantasi dan perkembangan foetus
yang terdiri dari 2 kornua, korpus dan serviks. Uterus pada hewan kebanyakan
terdiri atas sebuah korpus uteri dan 2 buah kornua uteri. Kornua umumnya
berbentuk panjang lancip, hanya pada jenis kera dan manusia berbentuk
pendek sekali atau beberapa pendapat mengatakan kornua pada bangsa primata
tidak ada (Partodihardjo, 1980).
d. Serviks
Serviks merupakan suatu struktur yang memisahkan rongga uterus
dengan rongga vagina. Serviks berfungsi untuk menutup uterus dari masuknya
benda- benda asing dan menutup saat terjadi kebuntingan. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Toelihere (1981) yang mengatakan fungsi serviks adalah
mencegah benda-benda asing atau mikroorganisme masuk ke lumen uterus.
Serviks menutup pada saat ternak mengalami kebuntingan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Blakley dan Bade (1994) yang menyatakan bahwa suatu
struktur yang menyerupai sphincter yang memisahkan rongga uterin dengan
rongga vagina disebut serviks. Fungsi pokok serviks adalah untuk menutup
uterus guna melindungi masuknya bakteri maupun masuknya bahan- bahan
asing. Selama birahi dan kopulasi serviks berperan sebagai jalan masuknya
sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan, saluran uterin itu tertutup dengan
sempurna guna melindungi fetus.
e. Vagina
Vagina alat reproduksi paling luar yang berfungsi sebagai alat kopulasi
pada organ reproduksi betina dan tempet keluarnya fetus pada saat partus atau
saat terjadinya kelahiran. Menurut Blakley dan Bade (1994) menyatakan
bahwa struktur reproduksi internal yang paling bawah (paling luar) adalah
6

vagina yang berperan sebagai organ kopulasi pada betina. Semen ditumpahkan
oleh penis pejantan di dalam vagina. Seperti halnya serviks, vagina juga
mengembang agar fetus dan membran dapat lewat pada waktunya. Toelihere
(1981) yang mengatakan bahwa vagina berfungsi sebagai alat kopulatoris dan
sebagai tempat berlalu bagi foetus sewaktu partus.
f. Vulva
Vulva adalah kelamin terluar dari alat reproduksi. Fungsi vulva adalah
sebagai pelindung, tempat keluarnya lendir dan hormon pheromon untuk
menarik pejantan. Vulva berasal dari intoderm sinus urogenitalis dan ektoderm
embrional. Vulva terdiri atas labia mayora (luar) dan labia minora (dalam). Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Toelihere (1981) yang menyatakan, bahwa
vulva terdiri dari labia majora, labia minora, commisura dorsalis, dan ventralis
dan clitoris. Vulva dan vestibulum tidak timbul dari saluran paramesonephrik
primitif tetapi berasal dari intoderm sinus urogenitalis dan ektoderm embrional.
Labia vulva ditutupi oleh bulu-bulu yang jarang dan menjaga lubang luar
saluran reproduksi.

2.2 Pyometra
Pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh
bakteri-bakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan
tertentu menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal yang disebut dengan
endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari
perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada lapisan uterus.
Pada hewan pasca estrus progesteron meningkat selama 8-10 minggu dan
menebalkan lapisan uterus untuk mempersiapkan lingkungan uterus yang sesuai
untuk kehidupan foetus. Jika kehamilan tidak terjadi karena beberapa hal, lapisan
tersebut akan terus menebal dalam bentuk nodul-nodul yang mengeluarkan cairan
kental sehingga menciptakan suasana lingkungan yang ideal di dalam uterus untuk
pertumbuhan bakteri (Ressang,1984). Bakteri yang menginfeksi biasanya adalah
E.Coli, Stapylococus, Streptococus, Pseudomonas, Proteus Spp dan lain-lain
(Aiello,2000).
7

Patogenesis
Penyakit ini biasanya terjadi setelah hewan birahi dan apabila hewan tidak
pernah kawin maka infeksi-infeksi sekunder dari mikroorganisme yang secara
normal hidup dalam uterus bisa dianggap sebagai penyebab pyometra. Serviks
uterus merupakan pintu masuknya mikroorganisme ke dalam uterus yang
selamanya tertutup, kecuali pada saat estrus. Bakteri yang normalnya ditemukan
di dalam vagina dapat dengan mudah masuk ke dalam uterus saat terjadi estrus, jika
kondisi uterus normal bakteri yang masuk tidak akan bisa bertahan hidup, akan
tetapi jika kondisi dalam uterus tidak normal akibat adanya cystik maka uterus
merupakan tempat yang sempurna untuk perkembangan bakteri. Adanya gangguan
hormonal di dalam endometrium seperti pengulangan antara jumlah/konsentrasi
yang tinggi antara hormon progesteron dan estrogen secara bersamaan tanpa
disertai dengan adanya kebuntingan inilah yang menjadi penyebab cystic
endometrium ( Lary dan Tiley, 2011).
Kejadian pyometra sangat sering terjadi pada anjing sesudah birahi, bila dari
anamnesa anjing diketahui tidak pernah kawin, maka infeksi-infeksi sekunder dari
mikroorganisme yang secara normal hidup dalam uterus dianggap sebagai causa
penyebab pyometra. Mikroorganisme ini menyebabkan proses radang, kemungkinan
pyometra juga terjadi karena anjing yang estrus tidak terjadi konsepsi. Gangguan ini
menghasilkan kadar estrogen dalam darah anjing yang berlebihan (hyperestrogen),
dalam keadaan ini hanya sedikit leukosit yang menuju ke dalam mukosa vagina dan
mungkin inilah yang menyebabkan infeksi dalam uterus mudah terjadi. Nanah dan
hasil sekresi dari kelenjar-kelenjar uterina menimbun di dalam uterus karena
kontraksi uterus berkurang bahkan tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan
hormon progesteron yang mengganggu fungsi bagian posterior kelenjar pituitarian
(Ressang, 1984).
Pyometra merupakan bentuk khusus dari endometritis kronis, ditandai dengan
pengumpulan eksudat purulen (nanah) dalam lumen uterus, serviks tidak berdilatasi
sehingga leleran nanah tidak keluar. Menurut Sayuti et al., (2012) uterus berada di
bawah pengaruh hormon progesteron yang menekan aktivitas fagositosis oleh sel-sel
leukosit, sehingga serviks tertutup dan membuat nanah berakumulasi dan terhambat
pengeluarannya.
8

Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis pyometra ada 2 macam tergantung dari kondisi
serviks yang terbuka atau yang sering disebut open pyometra dan tertutup atau
closed pyometra. Pada pyometra terbuka gejala yang bisa diamati secara kasat
mata adalah munculnya leleran vagina yang berbau amis dan sering disertai
dengan nanah yang berwarna kekuningan, kecoklatan dan bahkan kemerahan.
Selain itu hewan juga mengalami lethargi (kelesuan), anorexia (tidak mau
makan) tapi banyak minum, dan pucat. Pada beberapa kasus terkadang pemilik
hewan tidak bisa mengamati gejala seperti leleran/ discharge vagina ini dikarenakan
anjing sering menjilat-jilat vaginanya sendiri. Sedangkan untuk kasus pyometra
tertutup (closed pyometra) gejala seperti munculnya leleran di kelamin hewan
tidak akan terlihat. Hewan akan terlihat lemes, tidak mau makan, demam, muntah
(vomit) dan terkadang terlihat perut (abdomen) membesar seperti hewan bunting
tetapi hewan kesakitan. Pada kondisi yang seperti ini justru sangat
membahayakan hewan karena bisa menimbulkan kematian (Indrawati, 2015).

Diagnosa
Diagnosa pyometra dapat dilakukan secara gejala klinis dan paling terbaik
untuk membuktikan terjadi atau tidaknya pyometra adalah dengan melakukan
ultasonografi dan radiografi. Apabila dilakukan ultrasonografi, maka akan terlihat
adanya cairan di dalam uterus, disertai dengan terlihatnya dinding uterus yang
menebal. Sedangkan penampakan radiografi yang terlihat adalah adanya bentukan
tubular yang terisi oleh cairan, dan terletak diantara colon decenden dan vesica
urinaria (Lopate, 2010).
Diagnosa pyometra kadang sulit dibedakan dengan metritis dan endometritis.
Metritis adalah peradangan pada dinding selaput mukosa uterus(endometrium)
hingga otot polos uterus (miometrium), sedangkan endometritis adalah peradangan
pada dinding selaput mukosa uterus (endometrium) . Pyometra merupakan bentuk
khusus dari endometritis kronis, ditandai dengan pengumpulan eksudat purulen
(nanah) dalam lumen uterus (Manspeaker, 1996).
9

Penanganan
Penaganan pyometra dapat dilakukan secara pembedahan dan tanpa
pembedahan. Penanganan secara pembedahan dapat dilakukan dengan
ovariohisterektomi, sedangkan tanpa pembedahan dapat dilakukan dengan terapi
antibiotik dan hormon seperti prostaglandin dan oxitosin (Fadillah,2017). Selain itu
tindakan flushing uterus dengan Kalium Permanganat (PK) juga sering digunakan
pada ternak besar seperti sapi (Bhattacharyya et al.,2012).

Tindakan Flushing dengan Kalium Permanganat


Kalium permanganat (PK) memiliki daya oksidatif yang tinggi
tergantung pada kadar larutannya. Kalium Permanganat (PK) bersifat bakterisid,
mengerutkan jaringan, mengiritasi.Larutan Kalium Permanganat (PK)
meninggalkan warna violet pada kulit maupun alat (Subronto dan djahajati.,
2004). Kalium permanganat digunakan sebagai antiseptik dengan melarutkannya
pada air dengan konsentrasi 0,1%. Sebagai antiseptik PK biasa digunakan
untuk membilas luka infeksi pada selaput lendir seperti rongga mulut,
tenggorokan termasuk alat reproduksi seperti vagina. Bhattacharyya et al.,(2012)
juga menambahkan bahwa konsentrasi larutan Kalium Permanganat (PK) yang
digunakan adalah 1: 1000.

Terapi Antibiotik dan Hormon


Pengobatan pyometra dengan terapi obat-obatan adalah dengan
pemberian antibiotik dan terapi hormonal dengan preparat prostaglandin.
Antibiotik seperti oxitetrasiclin dapat digunakan dalam pengobatan gangguan
reproduksi seperti endometritis. Oxitetrasiclin adalah antibiotik yang bersifat
spectrum luas yang aktif dalam lingkungan abnormal (mucopurulen dan
anaerobic) dan dapat menstimulasi reaksi defensi dari uterus serta infiltrasi
polimorfonuklear (PMN) kelumen uterus sehingga sangat bermanfaat bagi
pengobatan endometritis terutama kornis endometritis (Ekramil et al., 2008).
Pemberian prostaglandin berfungsi untuk kontraksi myometrium, luteolisis,
dan relaksasi serviks. Prostaglandin juga menyebabkan regresi corpus luteum
yang akan mencegah proliferasi bakteri di uterus. Terapi dengan prostaglandin
10

diberikan selama 5-10 hari hingga uterus kembali normal (pus telah keluar
semua). Namun pemberian terapi dengan hormon prostaglandin banyak
menimbulkan efek samping diantaranya gelisah, hipersalivasi, panting,
vomiting, sakit pada abdominal, tachycardia, demam, defekasi, dan prolapsus
uteri (Blendinger,2010). Dosis prostaglandin pada anjing 0.050.25 mg/kg SC
q24h selama 27 hari sampai uterus kembali keukuran normal (The 5-Minute
veterinary consult).
Sayuti et al., (2012) juga menegaskan bahwa berdasarkan hasil
pengamatan pada sapi pyometra dapat disimpulkan bahwa gambaran klinis dan
USG sapi yang diterapi dengan antibiotik dan prostaglandin menyebabkan
pengeluaran leleran yang lebih cepat dan banyak dibandingkan dengan sapi yang
diterapi hanya dengan antibiotik saja.
BAB 3
METODE KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan ini dilaksanakan di Poliklinik Interna Rumah Sakit Pendidikan DR.
Noerjanto Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala pada tanggal 8
November 2016.

3.2 Alat
Alat yang digunakan yang digunakan antara lain stetoskop, termometer,
Hematologi analizer, sentrifus, urinalisis strip test, syring 1 CC, syring 3 CC,
selang infus dan syring 10 CC .

3.3 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain darah dan urin, larutan kalium
permanganat 0,1%, prostaglandin dan oxitetracyclin.

3.4 Prosedur Kegiatan


1. Pasien suspect pyometra dilakukan recording anamnesa dan sinyalemen.
2. Dilakukan pemeriksaan fisik dan laboartorium. Pemeriksaan fisik meliputi
semua sistem organ pada pasien sperti sistem urogenital, sistem pencernaan
dan sistem pernafasaan dan lain-lain. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
meliputi pemeriksaan hematologi dan urinalisis.
3. Diagnosis berdasarkan gejala klinis yang ditemukan pada pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosa pasien adalah Pyometra.
4. Dilakukan penanganan pada pasien pyometra dengan flusing kalium
permanganat, terapi antibiotik dan hormon prostaglandin.

a. Flushing dengan Kalium Permanganat


Dibuat larutan kalium permanganat 0,1% dengan cara melarutkan 1
gram kalium permanganat (PK) dengan 1000 mL air.

11
12

Dilakukan pemasangan kateter buatan menggunakan selang infus.


Kateter dipasang ke dalam organ reproduksi pasien sampai ke organ
uterus.
Dilakukan flusing uterus dengan kalium permanganat (PK) dengan
cara memasukkan larutan Kalium Permanganat kedalam uterus
melalui selang infus menggunakan syring 10 CC. Larutan Kalium
Permanganat yang dimasukkan 50 CC setelah itu larutan disedot
kembali. Flushing dilakukan sampai tidak terlihat lagi leleran yang
ikut keluar saat disedot kembali. Dilakukan pengulangan sebanyak 3
kali. Selanjutnya diberikan antibiotik oxitetracyclin 3 CC secara intra
uterin.

b. Terapi Antibiotik dan Hormon Prostaglandin


Dilakukan terapi hormon prostaglandin dengan dosis 0,1 mg/kg BB
secara intra muskular 1 kali sehari selama 3 hari.
Dilakukan terapi antibiotik oxitetracylclin dengan dosis 10 mg/kg BB
secara intra muskular 1 kali sehari selama 3 hari
13

3.5 Alur Pemeriksaan

Anjing Suspect Pyometra

Anamnesa
dan
Sinyalemen

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Suhu,Pulsus,Inspeksi,Palpasi,
Perkusi, dan Auskultasi darah dan urin

Diagnosa
Penanganan
Flushing uterus
terapi antibiotik
terapi hormon
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Anamnesa
Anjing domestik bernama syifa kurang nafsu makan (anorexia). Selama
3 hari terlihat ada leleran berwarna kuning kemerahan keluar dari vagina.
selanjutnya beberapa hari kemudian leleran berubah berwarna putih kental
kekuningan dan berbau busuk. Anjing tersebut tidak sedang menyusui ataupun
bunting dan belum pernah diberikan penanganan dari dokter hewan.

4.1.2 Signalement
Nama Hewan : Syfa
Jenis Hewan : Anjing
Ras Hewan : Domestik
Jenis Kelamin : Betina
Warna Rambut : Merah bata
Berat Badan : 12 kg
Umur : 1,5 tahun-2 Tahun

Gambar 2. Anjing Syfa (sumber: dokumen pribadi)

14
15

4.1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Hasil

1. Keadaan Umum
a. Gizi Baik
b. Temperamen Jinak
c. Habitus Normal
2. Frekuensi nafas 28x/ menit
Frekuensi pulsus 64/menit
Suhu tubuh 38,9oC
3. Kulit dan bulu Kulit Kering, bulu kusam dan turgor
kulit baik

4. Selaput Lendir
a. Mata Normal
b. Hidung Normal
c. Mulut (Gusi) Anemis (CRT > 2 detik)
d. Anus Normal
5. Kelenjar Limfe
a. Limfoglandlua Axillaris Normal
b. Limfoglandlua Prescapularis Normal
c. Limfoglandlua Poplitea Normal
d.Limfoglandlua Normal
Submandibularis Tidak teraba
e. Limfoglandlua Mesenterika
6. Alat Pernafasan
a. Rongga Hidung Normal
b. Trachea Normal
c. Paru-paru Normal
7. Alat Peredaran Darah
a. Jantung Normal
b. Buluh Darah Normal
8. Alat Pencernaan
a. Rongga mulut Normal
b. Lambung Normal
c. Usus Normal
9. Alat Kelamin/Perkencingan
a. Ovarium Tidak teraba
b. Oviduct Tidak teraba
c. Uterus Tidak teraba ( merasa sakit saat
dipalpasi)
d. Vagina Ada discharge purulent
e. Vulva Ada discharge purulent
f. Ginjal Normal
g. Vesika urinaria Normal
10. Urat saraf Normal
16

11. Anggota Gerak Normal

Keterangan: Pada saat dilakukan palpasi uterus, hewan merasa


kesakitan dan ada respon perlawanan dari pasien sehingga organ
uterus sulit untuk diraba. Selain itu ada distensi abdomen.

4.1.4 Laboratorium
Hematology Standar Urinalysis
Hct 39,8 % 37-55 Warna Kuning
Hb 12,0 L g/dl 12-18 Bau Khas
RBC 5,34 L X 10 6/ l 5,5-8,5 Uji gula Negatif
MCV 74,7 Fl 60-75 Uji protein Positif
MCH 22,4 Pg 19,25-26 Uji sedimentasi Negatif
MCHC 30,1 % 32-36
PLT 215 X 10 3/l 200-900
WBC 19,2 H X 10 3/l 6-18
Neutrofil 12,8 H X 10 3/l 2,7-9,4
Eusinofil 0,19 X 10 3/l 0,1-1,3
Basofil 0,57 H X 10 3/l 0-0,1
Limfosit 2,88 X 10 3/l 0,9-4,7
Monosit 2,68 H X 10 3/l 0,1-1,3

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan darah dan urin anjing Syfa


menunjukkan adanya :
Anemia, Penurunan jumlah sel darah merah diikuti dengan penurunan jumlah
Hemoglobin (Hb). Pada kasus ini anemia di duga terjadi karena terjadi
pendarahan pada mukosa uterus sehingga diduga anemia regeneratif, ini
dibuktikan dengan ditemukan adanya leleran bercampur darah yang keluar
dari vagina
Leukositosis, peningkatan jumlah sel darah putih. pada kasus ini peningkatan
sel darah putih diakibatkan oleh meningkatnya Neutrofil ( Neutrofilia),
Basofil (Basofilia), dan Monosit( Monositosis).
Neutrofilia, mengindikasikan terjadinya infeksi dan inflamasi atau
peradangan. Infeksi dan peradangan diduga sudah berlangsung lama atau
Kronis karena disertai peningkatan jumlah monosit (Monositosis). Basofilia
mengindikasikan adanya reaksi alergi pada hewan.
Pemeriksaan urin menggunakan urinalisis strip test menunjukkan hasil
protein positif didalam urin (Proteinuria),hal ini diduga terjadi akibat
17

kontaminasi leleran divagina sehingga leleran yang mengandung protein


bercampur dengan urin pada saat urinasi.

4.1.5 Diagnosa
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan hematologi anjing Syfa
didiagnosa mengalami infeksi uterus. Infeksi uterus terbagi atas metritis,
endometritis dan pyometra. Diagnosa yang ditetapkan adalah pyometra.
Diagnosa ini didukung dengan gejala patognomonis yaitu adanya
Discharge purulent yang keluar dari vagina yang berasal dari uterus.
Selain itu infeksi yang bersifat kronis juga mendukung diagnosa ke arah
pyometra. Karena Pyometra adalah bentuk khusus dari endometritis
kronis.

Gambar 3. Discharge purulent dari vagina (sumber: dokumen pribadi)

4.1.6 Penanganan
Tindakan Flushing Uterus dengan Kalium Permanganat
Flusing uterus dilakukan menggunakan larutan Kalium Permanganat
0,1%. Larutan tersebut dapat dibuat dengan cara melarutkan 1 gram kalium
permanganat dengan 1000 mL air. Selanjutnya dilakukan pemasangan kateter
buatan menggunakan selang infus. Kateter dipasang kedalam organ
reproduksi pasien sampai ke organ uterus. Flusing uterus dilkakukan dengan
18

cara memasukkan larutan Kalium Permanganat kedalam uterus melalui


selang infus menggunakan syring 10 CC. Larutan kalium permanganat yang
dimasukkan 50 CC setelah itu larutan disedot kembali. Flushing dilakukan
sampai tidak terlihat lagi leleran yang ikut keluar saat disedot kembali.
Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Selanjutnya diberikan antibiotik
oxitetracyclin 3 CC secara intra uterin.

Terapi Antibiotik dan Hormon


R/
Injeksi prostaglandin 0,1 mg/kg BB Secara Intra muskular 1 kali sehari
selama 3 hari.
Sedian yang digunakan adalah Capriglandin dengan konsentrasi
5,5mg/mL. Sehingga volume yang di injeksikan adalah

Injeksi Oxitetracyklin 10 mg/kg BB Secara Intra muskular 1 kali sehari


selama 3 hari. Sehingga volume yang di injeksikan adalah

4.1.7 Hasil Pemeriksaan Klinis selama Perawatan

Tanggal Temuan Klinis Treatment


08/11/16 Leleran kuning kemerahan
keluar dari vagina
Suhu : 38,9 o C
Frekuensi Nafas 28x/menit
Frekuensi Pulsus 64x/ menit
Anorexia
09/11/16 Leleran kental kekuningan Flushing uterus
keluar dari vagina dan dengan kalium
berbau busuk permanganat
Suhu 39o C Injekai
Frekuensi nafas 30x/menit oxitetraciclin 3 CC
Frekuensi Pulsus 60x menit intrauterin
Anorexia
10/11/16 Leleran kental keluar dari vagina Injeksi
Suhu 38,7o C prostaglandin 0,1
Frekuensi nafas 30x/menit mg/kg bb IM
Frekuensi Pulsus 64x/ menit Injeksi
Oxitetraciclin
19

10mg/kgbb IM
11/11/16 Leleran kental keluar dari vagina Injeksi
Suhu 38,5o C prostaglandin 0,1
Frekuensi nafas 28x/menit mg/kg bb IM
Frekuensi Pulsus 64x/ menit Injeksi
Nafsu makan baik Oxitetraciclin
10mg/kgbb IM
12/11/16 Tidak ada leleran Injeksi
Suhu 38,2o C prostaglandin 0,1
Nafsu makan baik mg/kg bb IM
Hewan sangat aktif Injeksi
Oxitetraciclin
10mg/kgbb IM
13/11/16 Tidak ada leleran Injeksi
Suhu 38,5 o C Oxitetraciclin
Frekuensi nafas 30x/menit 10mg/kgbb IM
Pulsus 60x menit
Palpasi Organ reproduksi hewan
sudah tidak merasa kesakitan.

4.2 Pembahasan
Hasil pemeriksaan klinis selama perawatan menunjukkan hasil yang baik.
Anjing Syfa tidak lagi merasakan kesakitan saat dipalpasi pada organ
reproduksinya dan tidak ditemukannya Discharge purulent setelah penanganan
dengan flushing Kalium Permanganat, Antibiotik dan Prostaglandin. Kalium
permanganat dengan konsentrasi 0,1% dapat digunakan sebagai antiseptik untuk
digunakan pada flusing uterus anjing yang mengalami pyometra. Hal ini
dikarenakan kalium permanganat bersifat peroksidan yang dapat membunuh
bakteri (bacterisid).
Selain itu antibiotik (oxitetracyclin) dan hormon prostaglandin juga
efektif digunakan untuk terapi pyometra pada anjing. Oxitetracyclin yang bersifat
spektrum luas dan dapat aktif dalam kondisi lingkungan yang purulen dan anaerob
seperti pada kasus pyometra. Oxitetracycline bekerja dengan cara menghambat
sintesis protein bakteri. Oxitetracyclin juga membantu defensi uterus dengan
infiltrasi leukosit ke uterus khususnya polimorfonuklear (PMN). Hal ini
diperlukan karena pada saat pyometra leukosit ditekan oleh hormon reproduksi
sehingga jumlahnya diuterus sangat sedikit. Akibatnya bakteri dengan sangat
mudah berkembang didalam uterus. Infiltrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) ke
20

dalam lumen uterus dapat membantu eliminasi bakteri penyebap pyometra.


Eliminasi bakteri dilakukan dengan proses fagositosis oleh leukosit.
Hormon prostaglandin juga efektif digunakan dalam terapi pyometra.
injeksi prostaglandin menyebabkan relaksasi serviks sehingga leleran dari uterus
dapat keluar dengan maksimal. Sayuti et al., (2012) juga menegaskan bahwa
terapi antibiotik dan prostaglandin menyebabkan pengeluaran leleran yang lebih
cepat dan banyak dibandingkan dengan sapi yang diterapi hanya dengan antibiotik
saja. Selain itu prostaglandin juga bersifat luteolisis. Hal ini diperlukan karena
pada kasus pyometra sering diiringi dengan kasus corpus luteum persisten.
Pemberian prostaglandin dapat melisiskan corpus luteum sehingga kadar
progesteron menurun. Penurunan kadar progesteron sangat penting karena hormon
ini menekan infiltrasi leukosit ke uterus. Injeksi prostaglandin diberiakan selama 3
hari bertujuan untuk relaksasi serviks tetap bertahan sehingga leleran keluar
sampai habis. Injeksi prostaglandin dihentikan jika tidak ditemukan lagi leleran
yang keluar dari organ kelamin.
Efektifitas Kalium Permanganat (PK), terapi antibiotik dan hormon
prostaglandin dapat dilihat dari perubahan-perubahan klinis yang ditemukan pada
setiap hari pemeriksaan setelah penanganan dengan Kalium Permanganat (PK)
dan terapi antibiotik dan hormon prostaglandin. Perubahan gejala klinis terlihat
dari berkurangnya leleran yang keluar dari vagina sampai tidak ditemukan lagi
leleran yang keluar dari vagina. Selain itu, warna dan bau leleran juga berubah.
Hal ini dikarenakan bakteri didalam uterus sudah mulai berkurang akibat kalium
permanganat dan antibiotik yang bersifat membunuh bakteri ( bakterisid). Injeksi
prostaglandin juga membantu relaksasi serviks sehingga leleran dari uterus dapat
keluar dengan maksimal.
Perilaku hewan yang kembali aktif dan nafsu makan yang baik juga
menunjukkan bahwa penaganan flusing Kalium Permanganat (PK), terapi
antibiotik dan hormon prostaglandin sangat efektif pada kasus pyometra pada
anjing. Selain itu respon hewan saat palpasi pada organ reproduksi sudah tidak
merasakan kesakitan. Sehingga diduga infeksi yang terjadi pada uterus sudah
mulai sembuh.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Flushing uterus dengan Kalium Permanganat (PK) 0,1 %, terapi
antibiotik (Oxitetracyclin) dosis 10 mg/kg BB secara intramuskular dan
hormon prostaglandin dosis 0,1 mg/kg BB secara intramuskular efektif
digunakan pada kasus pyometra pada anjing.

5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada bagian abdomen sebagai
penunjang diagnosa agar diagnosa lebih akurat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aiello, S.E. (2000) The Merck Veterinary Manual. 8th Ed. Merck&Co. inc whitehouse
station N. J.USA.
Blakely, J. dan H. Bade (1994) Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Blendinger, K. (2010)Medical Treatment of the Canine Pyometra. www.blendivet.de


[ 12 januari 2017]

Fadilah, D, (2017) Diagnosa dan pengobatan Pyometra. http://ilmuveteriner.com [ 11


juli 2017]
Hiranya K. Bhattacharyya, Mujeeb R. Fazili, Bashir A. Buchoo, and Afzal H. Akand .
Genital prolapse in crossbred cows: prevalence, clinical picture and Genital
prolapse in crossbred cows: prevalence, clinical picture and management by a
modied Bhners technique using infusion (drip) management by a modied
Bhners technique using infusion (drip) set tubing as suture material. Vet. arhiv
82, 11-24, 2012.

Lopate, C. (2010 Pyometra in the Bitch. www.reproductiverevolutions.com. [ 12


januari 2017]

Manspeaker, J.E. (1996) Metritis and Endometritis. Dairy Integrated Reproductive


Management IRM-22

Ressang. (1984) Patologi khusus veteriner. Bali-Press, Bali.


Sayuti, A., J. Melia, Amrozi, Syafruddin, Roslizawaty dan Y. Fahrimal (2012)
Gambaran Klinis Sapi Piometra Sebelum dan Setelah Terapi dengan Antibiotik
dan Prostaglandin Secara Intra Uteri. Jurnal Kedokteran Hewan 6(2).

Subronto dan djahajati I, (2004) Ilmu Penyakit Ternak II. Jogyakarta : Gadjah Mada
University press

Tilley P, Larry dan Francis W.K Smith. (2011) Five Minute Veterinary Consult
Canine and Feline. Wiley Blackwell, USA
Toelihere M. (1981) Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa Bandung.

Vivi Indrawati, (2015) Pyometra pada anjing. Artikel 004 - Vitapet Animal Clinic.
Jakarta

22
FOTO-FOTO KEGIATAN

23
BIODATA

Nama : Zainal
Tempat/Tanggal Lahir : Kayowa /30 september1992
Nomor Induk Mahasiswa : 1502101020123
Agama : Islam
Alamat/No. telp : Jl. Askopma Unsyiah/ 082188350907
Email : fkhzainal@yahoo.co.id
Nama Orang Tua
Ayah : Antong
Ibu : Indorappe
Pekerjaan orang tua
Ayah : Petani
Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat Orang Tua :Desa kayowa kecamatan Batui Kabupaten Banggai
Provinsi Sulawesi Tengah
Pendidikan Yang ditempuh
: 1. SDN Inpres Kayowa tamat tahun 2004
: 2. SMP N 1 Batui tamat tahun 2007
: 3.SMAN 1 Batui tamat tahun 2010
: 4. PSKH UNIVERSITAS HASANUDDIN tamat tahun 2014

Karya Tulis Ilmiah : Penanganan Pyoetra Pada Anjing Dengan Flushing Kalium
Permanganat, Terapy Antibiotik Dan Hormon Prostaglandin

24

Anda mungkin juga menyukai