PRE-LAB
1. Jelaskan mengapa tanin dapat menurunkan daya cerna protein?
Tanin merupakan senyawa polifenolik dan zat antigizi. Zat antigizi ini dapat
menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun
(Ismail, 2012). Tanin berasal dari tanaman dan memiliki rasa pahit (sepat) yang larut
dalam air. Sebagai senyawa polifenol, tanin merupakan senyawa yang mengandung
cukup hidroksil dan kelompok lain (seperti karboksil) untuk menganggu aktivitas enzim-
enzim pencernaan (Cheeke, 2006).
Tanin mengendapkan protein, alkaloid, dan polisakarida tertentu serta mengandung
gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat dari larutannya kemudian bersenyawa
dengan protein tersebut, sehingga membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan
makromolekul lain dan tidak dipengaruhi oleh enzim proteolitik. Akibatnya akan
menurunkan bioavaialabilitas zat gizi dan akan menghambat pertumbuhan. Tanin juga
mengikat mineral sehingga dapat menurunkan ketersediaan mineral bagi tubuh. Tanin
bersifat stabil terhadap pemanasan, tetapi sangat larut dalam air, sehingga dapat
dihilangkan dengan cara pencucian. Tanin juga dapat mempengaruhi penyerapan zat besi
dari makanan terutama yang masuk kategori heme non-iron, misalnya padi-padian, sayur-
sayuran, dan kacang-kacangan (Cheeke, 2006). Dalam air tanin membentuk larutan
koloidal yang bereaksi asam dan sepat, mengendapkan larutan gelatin dan larutan
alkaloid, serta tidak dapat mengkristal, sehingga konsumsi tanin secara berlebihan dapat
menyebabkan gangguan penyerapan protein. Selain itu konsumsi tanin yang bersamaan
dengan konsumsi sumber zat besi juga akan menghambat penyerapan zat besi tersebut
(Widyanti, 2009).
Tanggal Nilai
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat dan Kerugian Tanin Bagi Tubuh
Tannin tergolong senyawa polifenol yang dapat membentuk senyawa kompleks
dengan protein dan makromolekul lainnya. Kemampuan tannin untuk membentuk
kompleks dengan protein berpengaruh negative terhadap daya cerna protein. Tannin
dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme pada usus dan dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Tannin memiliki sifat mampu
menghalangi absorpsi besi dan merusak kerja enzim akibat pembentukan kompleks
protein-tanin (Almatsier, 2006).
Selain itu, tannin juga memiliki peran positive sebagai antioksidan yang baik
untuk kesehatan. Mampu menetralisir radikal bebas, yaitu suatu produk sampingan
dari proses kimiawi dalam tubuh yang mengganggu. Tannin memiliki peranan bilogis
yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tannin yang sangat kompleks mulai dari
pengendap protein hingga pengkelat logam. Umunya tani digunakan untuk aplikasi
dibidang pengobatan, misalnya untuk pengobatan diare, hemostatik (menghentikan
pendarahan), dan wasir. Selain itu tannin juga berkhasiat sebagai antibakteri,
astringen (Winarno, 2007).
Kandungan Tanin Sampel Kacang Kedelai
Kedelai atau kacang kedelai merupakan salah satu pangan fungsional yang
mengandung asam amino esensial, vitamin E, saponin, kaya akan antioksidan
misalnya flavonoid, isoflavon dan antosianin. Kedelai juga merupakan bahan pangan
sumber protein nabati utama dengan kandungan protein sebesar 35% bahkan pada
varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Kacang kedelai mempunyai
kandungan tanin paling kecil diantara kacang lain yaitu 0,147 gram setiap 100 gram
biji kering. Pada kedelai kuning, tanin yang terkandung berkisar antara 0.63%-0.70%
sedangkan pada kedelai hitam berkisar 4.10%-4.27% (Mulyani, 2009).
Fungsi Reagen
1. Metanol
Metanol dikenal sebagai metal alcohol adalah senyawa kimia dengan rumus
kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana dan berperan
sebagai pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik baik
polar maupun non polar, sehingga metanol mempunyai sifat mudah menguap.
Pada keadaan atmosfer metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap,
tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau
lebih ringan daripada etanol). Pada penentuan kadar tanin metanol berfungsi
untuk mengekstrak tanin dan pembilas pada sampel kedelai. Metanol mampu
mengekstrak tanin yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya (Anwar,
2009).
2. Asam tanat standart
Asam tanat merupakan polifenol larut air serta mudah terhidrolisis atau
terpecah oleh asam, basa, atau enzim hidrolase menjadi monomer asam galat
dan asam elegat serta gula sederhana. Penggunaan asam tanat sebagai larutan
standar adalah karena asam tanat (tanic acid) merupakan salah satu senyawa
polifenol alami yang mengandung gugus hidroksi fenolik dan gugus karboksil
serta asam tanat banyak ditemukan pada tanaman. Asam Tanat standard
berfungsi untuk perbandingan saat perhitungan nilai absorbansi sampel (Zenta,
2009).
Asam tanat merupakan salah satu jenis tanin pada teh. Asam tanat akan
menyebabkan koagulasi protein dan akan membentuk kompleks tanin-protein yang
sulit dicerna, sehingga protein dari makanan yang kita konsumsi tidak dapat
digunakan oleh tubuh. Sedangkan pada teh hijau, terdapat tanin dan tanin bersatu
akan membentuk asam tanat yang berfungsi untuk membekukan protein yang dapat
menipiskan mukosa lambung karena mengalami perubahan atrofi (Cheeke, 2005).
3. Larutan Folin Denis
Merupakan larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam
fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air,
natrium tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan
bromin. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), mereduksi asam
heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya
terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak
stabil pada kondisi basa. Selama reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil
bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstat-
fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui dan dapat
dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan semakin
pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin
besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang
akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan
semakin pekat. Pada pengujian kadar tanin reagen ini digunakan untuk mengukur
kadar tanin pada sampel (DeMann, 2009).
4. Larutan Na2CO3 20%
Natrium carbonat (Na2CO3) adalah bahan lunak yang larut dalam air dingin
dan kelarutan dalam air kira-kira 30% berat larutan, dalam industri kimia dikenal
dengan soda ash. Pada analisa kadar tannin, Na2CO3 berfungsi untuk
memaksimalkan ekstraksi tanin pada sampel yang diuji serta memberikan
suasana basa agar terjadi reaksi reduksi reagen Folin-Denis oleh gugus hidroksil
dari fenolik di dalam sampel (Mangunwardoyo, 2008).
5. Aquades
Aquades adalah air hasil destilasi atau penyulingan yang bebas dari zat
pengotor sehingga bersiat murni dan tidak ada kandungan mineral-mineral lain.
Aquades berwarna bening, tidak berbau dan tidak berasa. Air destilasi ini memiliki
rumus H2O yang berarti dalam 1 molekul terdapat 2 atom hidrogen kovalen dan
atom oksigen tunggal. Molekul pada H2O berbentuk asimetris sehingga memiliki
elektronegativitas lebih tinggi dari atom hidrogen. Fungsi aquades pada praktikum
kali ini adalah sebagai pelarut larutan sampel dengan natrium karbonat (Anwar,
2009).
DAFTAR PUSTAKA
Ekstraksi sampel
0,1 gr sampel
5 ml metanol
Dipindahkan ke tube
Filtrat Endapan
5 ml metanol
Filtrat
Hasil
ANALISA PROSEDUR
Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan seperti tabung reaksi, rak tabung reaksi, bulb, pipet ukur ukuran 1, 5 dan 10 ml,
erlenmeyer 250 ml, sentrifuse, kertas saring, kertas aluminium foil, timbangan analitik,
mortar, spatula dan spektrofotometer. Timbangan analitik untuk mengetahui berat
sampel/reagen secara akurat, tabung reaksi sebagai tempat mereaksikan sampel dengan
reagen, pipet ukur untuk memindahkan sampel yang berbentuk cair, mortar untuk
menghaluskan bahan, vortex untuk menghomogenkan sampel, sentrifuse untuk
mengendapkan larutan, dan spektrofotometer untuk mengukur absorbansi larutan/sampel.
Bahan yang digunakan yaitu metanol, asam tanat standar, larutan folin denis, larutan Na2CO3
35% dan larutan blanko. Adapun sampel yang digunakan yaitu kedelai mentah, kedelai
rendam, kedelai rebus, kedelai sangrai berupa bubuk, kecambah kedelai dan tempe kedelai.
Kemudian dilakukan preparasi bahan.
a. Persiapan sampel
Sampel pertama adalah kedelai rendam. Kedelai diambil lalu ditimbang sebanyak 5
gram dan kedelai dimasukkan dalam erlenmeyer dengan ditambahkan 100 ml air yang
telah diukur dengan gelas ukur. Kemudian direndam selama 12 jam lalu ditiriskan. Tujuan
perendaman adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman terhadap kadar tannin.
Selanjutnya kedelai ditumbuk sampai halus menggunakan mortar dan sampel siap
digunakan.
Sampel kedua adalah kedelai rebus, preparasi yang dilakukan yaitu kedelai
ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan kedalam air mendidih 100 ml dan
direbus selama 20 menit lalu ditiriskan. Tujuan perebusan adalah untuk mengetahui
pengaruh perebusan terhadap kadar tannin. Selanjutnya kedelai ditumbuk menggunakan
mortar dan sampel siap digunakan.
Sampel ketiga adalah kedelai sangrai. Kedelai ditimbang sebanyak 5 gram.
Selanjutnya kedelai disangrai dalam wajan yang sudah dipanaskan pada suhu 100 C
selama 5 menit. Tujuan penyangraian adalah untuk mengetahui pengaruh penyangraian
terhadap kadar tanin. Kemudian kedelai dihaluskan dengan blender dan sampel siap
digunakan.
Sampel keempat adalah kecambah kedelai. Kedelai diambil lalu ditimbang 5 gram
kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer ditambahkan dengan 50 ml air yang telah
diukur dengan gelas ukur. Kemudian direndam selama 12 jam lalu ditiriskan, diletakkan
diatas kapas basah dan dibiarkan berkecambah selama 2 hari kemudian didapatkan
hasil. Setelah menjadi kecambah kedelai diambil 5 gram untuk ditumbuk hingga halus
menggunakan mortar dan sampel siap digunakan.
Sampel kelima dan keenam adalah kedelai mentah dan tempe kedelai. Dimana
masing-masing sampel ditimbang sebanyak 5 gram kemudian ditumbuk menggunakan
mortar hingga benar-benar halus dan sampel siap digunakan.
b. Ekstraksi Sampel
Untuk analisa kadar asam tanin, diperlukan filtrat yang merupkan hasil ekstraksi dari
masing masing sampel. Masing masing sampel sebanyak 100 mg yang telah ditimbang
menggunakan timbangan analitik dimasukkan dalam tube lalu masing-masing
ditambahkan 5 ml metanol. Penambahan metanol ini bertujuan untuk mengekstrak
senyawa tanin pada sampel, karena metanol berfungsi sebagai pelarut senyawa organik.
Kemudian campuran dalam tube ditimbang dan dicatat beratnya. Berat tersebut
digunakan untuk menimbang aquades. Aquades dalam tube yang beratnya sama dengan
campuran berfungsi untuk menyeimbangkan pada saat dilakukan sentrifugasi.
Selanjutnya campuran tersebut divortex selama 2 menit sehingga didapatkan larutan
yang homogen dan kerja metanol dapat lebih optimum untuk mengekstrak tanin.
Kemudian tube disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit utuk
mempercepat proses ekstraksi dan memisahkan antara filtrat dan endapan sampel.
Setelah 15 menit, filtrat yang telah terpisah dipisahkan dalam tabung reaksi, sedangkan
untuk endapannya dibilas kembali menggunakan 5 ml metanol. Tujuan dari pembilasan
ini adalah untuk melarutkan sisa sisa tanin yang kemungkinan masih ada dalam
endapan, sehingga dapat diperoleh ekstrat tanin yang lebih banyak. Setelah dibilas
larutan tersebut divortex agar homogen lalu disentrifugasi kembali untuk memisahkan
endapan dan filtrat. Filtrat yang didapatkan dimasukkan kedalam tabung reaksi,
sedangkan residu dibuang. Campuran kedua filtrat dalam tabung reaksi diveotex, agar
homogen.
C=
C=
= 916, 43 g/g
2. Kadar tanin kedelai mentah
Y = 0,0131 x + 0,0151
0,524 = 0,0131 x + 0,0151
0,5089 = 0,0131 x
x = 38,85
C=
C=
= 3651,31 g/g
3. Kadar tanin kedelai rebus
Y = 0,0131 x + 0,0151
0,221 = 0,0131 x + 0,0151
0,2059 = 0,0131 x
x = 15,72
C=
C=
= 1295,96 g/g
4. Kadar tanin kedelai sangrai
Y = 0,0131 x + 0,0151
0,503 = 0,0131 x + 0,0151
x = 37,244
C=
C=
= 3724,4 g/g
5. Kadar tanin kedelai sangrai
Y = 0,0131 x + 0,0151
0,822 = 0,0131 x + 0,0151
x = 61,595
C=
C=
= 6159,5 g/g
6. Kadar tanin tepe kedelai
Y = 0,0131 x + 0,0151
0,716 = 0,0131 x + 0,0151
x = 53,503
C=
C=
= 5350,3 g/g
8. Apakah terjadi perubahan kadar tanin akibat dibuat tempe? Jelaskan penyebabnya!
Ya. Hasil praktikum yang telah dilakukan menunjukkan jika pengolahan kedelai
menjadi tempe mengakibatkan kenaikan kadar tanin, karena kadar tanin kedelai mentah
adalah 3651,31 sedangkan kadar tanin pada kedelai tempe adalah 5350,3 g/g. Hasil
tersebut tidak sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa pemasakan dan
fermentasi akan merusak enzyme tannin dan kompleks protein-tannin dan menghasilkan
tanin bebas yang kemudian larut keluar dari produk. Kombinasi pemasakan dan
fermentasi dapat meningkatkan kualitas gizi dan mengurangi faktor-faktor anti-nutrisi yang
melekat pada produk sereal, ke tingkat yang jauh lebih aman besar daripada metode
pengolahan lainnya diuji (Shimelis, 2007). Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena
perbedan varietas antara kedelai mentah dan kedelai tempe yang digunakan.
KESIMPULAN
Prinsip uji kadar tanin adalah mengekstraksi tanin dengan menggunakan metanol,
kemudian diukur kadarnya menggunakan reagen folin denis membentuk warna (biru hijau
gelap) yang berbeda dan intensitas warna yang terbentuk diukur dengan menggunakan
spektrofotometer. Konsentrasi tanin dengan membandingkan sampel dengan kurva standar
asam tanat. Tujuan praktikum penentuan kadar tanin adalah mengetahui pengaruh
pengolahan terhadap kadar tanin.
Proses pengolahan sangat mempengaruhi kadar tanin dalam bahan. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dihasilkan kadar tanin kedelai mentah adalah 3651,3g/g,
kedelai rendam 916,43 g/g, kedelai rebus 1295,96 g/g, kedelai sangrai 3724,4 g/g,
kedelai tempe 5350,3 g/g, kedelai kecambah 6159,5 g/g.
Kadar tanin berpengaruh terhadap daya cerna protein karena dapat menghambat
aktivitas enzim protease. Ikatan tanin protein menginaktifkan enzim, menurunkan degradasi
protein, berikatan dengan dinding sel, tanin menekan kerja enzim protease dalam memecah
protein menjadi asam-asam amin. Dengan demikian komponen protein lebih sukar dicerna
oleh enzim protease.
DAFTAR PUSTAKA
Diniatik, S. 2007. Perbandingan Kadar Flavonoid Total dan Tanin Total Pada Kedelai. Jurnal
Farmasi Indonesia Vol:6 No:3 (143-152). Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Hangerman A.E. 2009. Chemistry of Tanin-Protein Complexation Chemistry and
Signifacance of Condensed Tanin. New York: Plenum Press.
Khandelwal, S., Udipi, S.A. and Ghugre, P. 2010. Polyphenols and Tannins in Indian Pulses:
Effect of Soaking, Germination and Pressure Cooking. Food Research International 43:
526-530.
Omodara,O. 2015. Effect of Boiling and Roasting On The Nutrient Composition of Kidney
Beans Seed Flour. Sky Journal of Food Science Vol. 4(2), pp. 024 029
Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Shimelis, E.A. and Rakshit, S.K. 2007. Effect of Processing on Antinutrients and In Vitro
Protein Digestibility of Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.) Varieties Grown in East
Africa. Food Chemistry 103: 161-172.
Soetan,K,O. 2009. The Need for Adequate Processing to Reduce the Antinutritional Factors
in Plants Used as Human Foods and Animal Feeds: A review. African Journal of Food
Science Vol. 3 (9), pp. 223-232.
Urooj, Asna. 2011. Influence of Processing on Dietary Fiber, Tannin and in Vitro Protein
Digestibility of Pearl Millet. Food and Nutrition Sciences, 2, 895-900.
Ugwu, F. 2006. Effects of Some Processing Methods On The Toxic Components of African
breadfruit (Treculia africana). African Journal of Biotechnology Vol. 5 (22), pp. 2329-233.
Paraf Nilai
Asisten