Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PRE-LAB
1. Mengapa asam fitat disebut zat antinutrisi?
Asam fitat disebut sebagai zat anti-nutrisi karena membentuk ikatan dengan mineral (Ca,
Mg, Fe) maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral
dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah (Ninda, 2010).
Asam fitat merupakan chelat (senyawa pengikat mineral) yang dapat mengikat divalent
membentruk fitat kompleks. Dengan adanya fitat kompleks mengakibatkan fitat tidak dapat
diserap oleh tubuh. Senyawa mineral yang diikat oleh asam fitat adalah kalsium, zink, kalium,
mangnesium, dan besi. Sehingga menyebabkan ketersediaan mineral-mineral dalam tubuh
menurun. Asam Fitat menghambat aktivitas enzim tripsin, sehingga metabolisme akan
terhambat, kofaktor akan hilang, dan enzim tidak dapat bekerja secara maksima. Asam fitat
juga dapat mengikat protein dan membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Aktivitas
enzim protease dalam memecah protein akan menurun karena adanya protein yang terikat
fitat. Selain itu, adanya asam fitat pada produk pangan yang berasal dari tumbuhan dapat
mengakibatkan menurunnya daya cerna asam amino dan protein. Konsumsi asam fitat
dalam konsentrasi tinggi dapat berakibat pada penurunan bioavabilitas mineral dan protein
(Widowati, 2006).
Tanggal Nilai
TINJAUAN PUSTAKA
- HNO3
HNO3 memiliki nama lain yaitu aqua fortis atau asam nitrat. HNO3 memiliki sifat dan
karakteristik tidak berwarna, asam kuat, oksidator kuat, sangat korosif sehingga HNO 3
termasuk dalam bahan kimia yang berbahaya. Reaksi dengan amonia menghasilkan
amonium nitrat dan reaksi dengan nikel sulfida menghasilkan garam nikel nitrat, nitrogen
monoksida, belerang, dan air. Asam nitrat berfungsi sebagai sebagai bahan baku
pembuatan berbagai bahan peledak, diantaranya trinitrotoluena atau TNT, digunakan
dalam proses pemurnian logam. Larutan HNO3 pada praktikum ini berfungsi sebagai
pelarut yang dapat melarutkan asam fitat pada bahan atau sampel.Adanya pengadukan
setelah penambahan HNO3 bertujuan agar HNO3 dengan sampel akan tercampur secara
merata, selain itu pengadukan menyebabkan sampel menjadi pecah, sehingga luas
permukaan kontak dengan HNO3 menjadi lebih besar (Setyono, 2007).
- FeCl3
FeCl3 memiliki nama lain feri klorida atau Besi (III) klorida. FeCl3 memiliki sifat dan
karakteristik sebagai berikut: berat molekul 162,2 gr/mol, titik didih pada suhu 315,
mempunyai sifat asam, korosif, magnet yang tinggi, feri klorida bersifat berbuih diudara
lembab, mengalami hidrolisis jika dilarutkan dalam air (reaksi eksotermis). Termasuk
senyawa kimia yang digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum, sebagai
katalis, dalam industri maupun laboratorium. FeCl3 berfungsi sebagai pengikat antara asam
fitat dari sampel dengan Fe yang kemudian membentuk Fe-fitat. FeCl3 juga berperan dalam
pembentukan warna sampel setelah bereaksi dengan amil alkohol sehingga warna sampel
tersebut dapat terbaca oleh spektrofotometer (Ismi, 2009).
- Ammonium Tiosianat
Ammonium tiosianat memiliki karakteristik berwarna bening, berbentuk kristal, larut
dalam air, larut dalam alkohol, larut dalam aseton, memiliki titik leleh 149,6 C. Ammonium
tiosianat berfungsi sebagai bahan pembuatan herbisida, menentukan kandungan zat besi
dalam produk minuman, sebagai agen stabilitas fotografi. Pada praktikum kali ini,
Ammonium tiosianat berfungsi sebagai reagen untuk mengukur kadar asam fitat dengan
membentuk senyawa kompleks berwarna merah (Ninda, 2010).
- Amil Alkohol
Amil alkohol merupakan salah satu dari kelompok alkohol komersial, yang memiliki
senyawa utama 1-pentanol dan 2-metil-1-butanol. Amil alkohol memiliki sifat dan
karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan alkohol. Amil alkohol memiliki sifat larut dalam
air dengan baik dibandingkan dengan alkohol lainnya. Fungsi Amil alkohol adalah sebagai
pelarut nitroselulosa, resin, lesin, ester yang berjenis lebih tinggi, dan getah alam. Pada
praktikum kali ini amil alkohol berfungsi sebagai pelarut sampel yang telah diekstraksi,
dimana ketika larutan telah membentuk dua lapis, lapisan amil alkohol yang diambil untuk
dilakukan pengukuran kadar asam fitat. Itulah mengapa amil alkohol disebut sebagai
pelarut yang baik (Makkar, 2007).
- Sampel Kedelai
Kedelai adalah jenis kacang-kacangan yang memilki nilai gizi yang sangat tinggi.
Secara umum kedelai merupakan sumber vitamin B, karena kandungan vitamin B1, B2,
niasin, piridoksin dan golongan vitamin B lainya banyak terdapat di dalamnya. Kedelai
mengandung kadar protein lebih dari 40% dan lemak 10-15%. Kandungan mineral yang
dimiliki kedelai sebagian besar zat besi, mangan, fosfor, tembaga, kalium, magnesium,
zinc, selenium, dan kalsium. Di samping mengandung senyawa yang berguna, pada
kedelai terdapat juga senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off flavor. Senyawa anti gizi
yang sangat mempengaruhi mutu produk olahan kedelai ialah antitripsin, hemaglutinin,
asam fitat, oligosakarida penyebab flatulensi (Karyadi, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Baker N. 2008. High Dietry Phytase do nit Protein Utilizition in chicks fed phosphorus or Amino
Acid-Deficien Diets. Poults .Sci. 82:1100-1107.
Ismi C. 2009. Biokimia Pangan. Jakarta: Erlangga.
Karyadi, Darwin. 2007. Prospek Pengembangan Tempe dalam Upaya Peningkatan Status
Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam Simposium Pemanfaatan Tempe dalam
Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi. Departemen Kesehatan RI.
Makkar, H.P.S., 2007. Anti Nutritional Factors in Food Livestock. British: In Occasional
Publication.
Maragaretha, Arinanti. 2009. Aktivitas Antioksidan Komponen Fenolik dan Asam Fitat Pada
Berbagai Jenis Kacang. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ninda C. 2010. Efektifitas Asam Asetat dalam Ekstraksi Asam Fitat Pollard. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Setyono A. 2007. Perilaku Asam Fitat dalam Kedelai pada Waktu Diolah. Yogyakarta:
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Widowati, S., D. Andriani, E. I. Riyanti, P. Raharto dan L. Sukarno. 2006. Karakterisasi
Fitase dari Bacillus coagulans. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan
Bioteknologi Tanaman, Bogor.
a) Kedelai Rebus
Kedelai
Ditimbang 5 gram
Ditiriskan
Air rebusan
Dihaluskan
Kedelai rebus
b) Kedelai Sangrai
Kedelai
Ditimbang 5 gram
Dihaluskan
Kedelai sangrai
3. Penentuan Kadar Asam Fitat
Filtrat
Diambil 0,5 ml
Didinginkan
1 ml Amonium
5 ml Amil Alkohol
Tiosianat
Hasil
ANALISA PROSEDUR
Pada percobaan penentuan kadar fitat digunakan sampel kedelai mentah, kedelai
rendam, kedelai rebus, kedelai sangrai, kedelai kecambah dan tempe kedelai. Sedangkan alat
yang digunakan meliputi tabung reaksi yang berfungsi untuk mereaksikan senyawa, rak
tabung reaksi sebagai tempat tabung reaksi agar dapat berdiri, bola hisap berfungsi untuk
menarik cairan dari dalam pipet ukur, pipet ukur 1 dan 5 ml yang berfungsi untuk mengambil
larutan dengan teliti, vortex digunakan untuk menghomogenisasikan campuran larutan,
sentrifuse berfungsi untuk mempercepat proses pemisahan antara dua campuran sehingga
didapatkan dua fase yakni endapan dan filtrat dengan adanya kecepatan, spektrofotometer
berfungsi untuk mengukur absorbansi dari suatu campuran yang telah diberikan indikator
warna sehingga dapat ditera oleh spektrofotometer. Dimana nilai absorbansi ini dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi dari suatu sampel dibandingkan dengan kurva
standar.
1. Preparasi Sampel
Kedelai mentah ditimbang sebanyak 5 gram menggunakan timbangan analitik.
Setelah itu dihaluskan menggunakan mortar. Penghalusan ini berfungsi untuk
memaksimalkan proses ektraksi sampel.
Dalam pembuatan kedelai rendam, maka kedelai mentah ditimbang sebanyak 5 gram
menggunakan timbangan analitik. Setelah itu ditambahkan 100 ml air dan direndam
selama 12 jam. Pada proses perendaman ini biji kedelai akan semakin mengembang
karena terjadi penetrasi air kedalam biji. Setelah itu ditirisakan dan dihaluskan
menggunakan mortar. Proses penghalusan ini berfungsi untuk memaksimalkan proses
ektraksi sampel.
Untuk membuat kedelai rebus, diperlukan kedelai sebanyak 5 gram dan direbus
selama 20 menit dalam 100 ml air. Pada proses perebusan ini, kedelai mengalami
perubahan fisik menjadi mengembang dan lunak karena terjadi masuknya air kedalam biji
dan adanya panas. Setelah itu ditiriskan dan kedelai yang sudah direbus dihaluskan
menggunakan mortar. Penghalusan ini berfungsi untuk memaksimalkan proses ektraksi
sampel.
Proses pembuatan kedelai sangrai dilakukan dengan menimbang kedelai sabanyak
5 gram. Kemudian disangrai pada wajan tanpa minyak selama 20 menit pada suhu 1000C.
Setelah itu kedelai sangrai dihaluskan sehingga menyerupai bubuk kedelai.
Kecambah kedelai diperoleh dengan menimbang kedelai sebanyak 5 gram.
Kemudian direndam selama 12 jam dalam 50 ml air agar proses imbibisi berlangsung.
Setelah itu, ditiriskan dan kedelai tadi dikecambahkan diatas kapas basah selama 2 hari
sampai terbentuk bakal tanaman. Selanjutnya, kecambah kedelai yang terbentuk
dihaluskan menggunakan mortar. Penghalusan ini berfungsi untuk memaksimalkan
proses ektraksi sampel.
Pada sampel tempe kedelai, tempe tidak dibuat terlebih dahulu tetapi beli yang sudah
jadi. Tempe ditimbang sebanyak 5 gram dan dihaluskan menggunakan mortar.
Penghalusan ini berfungsi untuk memaksimalkan proses ektraksi sampel.
2. Ekstraksi Sampel
Sampel yang telah dihaluskan pada preparasi sampel, kemudian ditimbang sebanyak
0,5 gram dan dimasukkan kedalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 25 ml HNO3 0,5
M kedalam erlenmeyer tersebut. Penambahan HNO3 berfungsi untuk mengektraksi asam
fitat yang terdapat pada sampel. Kemudian ditutup dengan alumunium foil untuk
menghindari terjadinya proses penguapan reagen sehingga proses ekstraksi dapat
berjalan dengan optimal.
Langkah selanjutnya adalah diaduk menggunakan shaker selama 1 jam pada suhu
ruang. Pengadukan secara berkala menggunakan shaker ini membantu proses ekstraksi
pada sampel agar kadar asam fitat yang terekstrak dari sampel dapat maksimal.
Kemudian, disaring menggunkan kertas saring untuk memisahkan antara residu dan
filtrat. Residu dibuang dan filtrat yang diperoleh digunakan untuk menentukan kadar asam
fitat pada sampel.
0.025 0.656
0.050 0.630
0.075 0.575
0.100 0.525
0.125 0.500
0.150 0.430
0.175 0.400
0.200 0.350
0.6
0.5
Absorbansi
0.4
y = -1.7867x + 0.7093
R = 0.9935 Absorbansi Sampel
0.3
Linear (Absorbansi Sampel)
0.2
0.1
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Kadar Asam Fitat
8. Apakah terjadi perubahan kadar asam fitat akibat dibuat tempe? Jelaskan
penyebabnya!
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kadar asam fitat kedelai
mentah sebesar 0,317 mg/ml sedangkan kadar asam fitat pada tempe kedelai sebesar
0,319 mg/ml. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa kadar asam fitat pada tempe
kedelai mengalami peningkatan dibandingkan pada kedelai mentah.
Perubahan kadar asam fitat pada tempe kedelai (kedelai yang difermentasi) dapat
disebabkan karena pada saat proses fermentasi rizhopus menghasilkan enzim fitase.
Enzim fitase akan memecah asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi inositol
dan fosfat. Fermentasi pada tempe kedelai pada suhu 30C selama 30 jam menurunkan
kadar asam fitat sebesar 70% (Arief, 2011).
Tempe bukan saja sebagai sumber protein tetapi juga mengandung mineral. Dengan
terurainya asam fitat, maka mineral mineral tertentu (magnesium, besi, kalsium, seng)
menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Selama fermentasi tempe, asam fitat
dapat berkurang menjadi setengahnya dan pengurangan terjadi lagi setelah penyimpanan
dan penggorengan, yaitu menjadi kurang dari 10% dari asam fitat yang terdapat pada
kedelai mentahnya. Penurunan ini disebabkan adanya tahap-tahap pada proses
pembuatan tempe yaitu perendaman, perebusan, dan fermentasi seperti yang telah
diuraikan di atas (Pangastuti, 2006).
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan yang telah
dilakukan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dikarenakan semakin besar fitat yang
didegradasi oleh fitase maka fitase akan terhambat oleh fosfat yang dilepaskan (Widowati,
2006). Sehingga kenaikan kadar asam fitat pada sampel dapat dikarenakan enzim fitase
yang terdapat dalam biji terhambat oleh fosfat sehingga fitase tidak dapat mendegradasi
asam fitat. Perbedaan varietas kedelai juga mempengaruhi kandungan asam fitat. Apabila
kedelai yang digunakan dalam uji memiliki perbedaan varietas, maka akan terjadi
ketidaksesuaian hasil yang menyebabkan hasil analisa mengalami kesalahan positif atau
negatif dalam perbedaan perlakuan yang diberikan.
Kesimpulan
Prinsip dari praktikum penentuan kadar fitat adalah asam fitat akan diekstraksi
dengan menggunakan FeCl3 dan amonium tiosianat. Ion-ion ferri yang membentuk
kompleks dengan fitat tidak dapat lagi bereaksi dengan ion-ion tiosianat untuk membentuk
suatu kompleks berwarna merah dan intensitas warna tersebut akan diukur dengan
menggunakan spektrofotometer, dan konsentrasi asam fitat akan diketahui dengan
menggunakan kurva standar Na-Fitat.Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengenalkan
dan mempraktekkan metode serta prosedur dari penentuan kadar serat pangan pada
sampel serta gar dapat mengetahui pengaruh pengolahan terhadap kadar asam fitat dan
hubungan kadar asam fitatdengan daya cerna protein.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh kadar asam fitat kedelai
mentah sebesar 0,317 mg/ml, kedelai rendam 0,326 mg/ml, kedelai rebus 0,338 mg/ml,
kedelai sangria 0,313 mg/ml, kecambah kedelai 0,325 mg/ml dan pada tempe kedelai 0,319
mg/ml. Penurunan kadar asam fitat hanya terjadi pada perlakuan penyangraian.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, R. W., I. Irawati, dan Yusmasari. 2011. Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung Jagung
Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. Seminar Nasional Serealia: 590-
597.
Diniatik, S. 2007. Perbandingan Kadar Flavonoid Total dan Tanin Total Pada Kedelai. Jurnal
Farmasi Indonesia Vol:6 No:3 (143-152). Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Karyadi, Darwin. 2005. Prospek Pengembangan Tempe dalam Upaya Peningkatan Status
Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam Simposium Pemanfaatan Tempe dalam
Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi. Departemen Kesehatan RI.
Kurniawati, Y.R. dan L. Yuanita. 2014. Pengaruh Asam Sitrat dan Fitase Bacillus subtilis HG
pada Jagung (Zea Mays L) Terhadap Bioavailibilitas Mineral Ca (in vitro). UNESA
Journal of Chemistry Vol 3 (1)
Miswar. 2006. Isolasi dan Purifikasi Fitase dari Kotiledon Kedelai (Glycine max L Merr) Hasil
Perkecambahan. Pusat Penelitian Biologi Molekul dan Fakultas Pertanian, Universitas
Jember
Narsih., Yunianta., dan Harijono. 2008. Studi Lama Perendaman dan Lama Perkecambahan
Sorgum 9Sorghum bicolour L. Moench) untuk Menghasilkan Tepung Rendah Tanin
dan Fitat. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 9 (3) : 173-180
Pangastuti, H.P., dan S. Triwibowo. 2006. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kandungan
Asam Fitat dalam Tempe Kedelai. Publikasi Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Pramita, D. Sri. 2008. Pengaruh Teknik Pemanasan Terhadap Kadar Asam Fitat dan Aktivitas
Antioksidan Koro Benguk (Mucuna pruriens), Koro Glinding (Phaseolus lunatus), dan
Koro Pedang (Canavalia ensiformis). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta
Riyadina, Woro. 2007. Aktivitas Enzim Fitase pada Perkembangan Kacang Hijau (Phaseolus
radiates L). Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Litbag Kesehatan Depkes
RI
Ugwu, F.M. dan Oranye, N.A. 2006. Effects of Some Processing Methids on the Toxic
Components of African Breadfruit (Treculia Africana). African Journal of Biotechnology
Vol 5 (22) : 2329-2333
Widowati, S., D. Andriani, E. I. Riyanti, P. Raharto dan L. Sukarno. 2006. Karakterisasi
Fitase dari Bacillus coagulans. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan
Bioteknologi Tanaman, Bogor.