Anda di halaman 1dari 35

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumber Daya Air


Air merupakan sumberdaya vital yang sekaligus paling berlimpah di muka
bumi. Sekitar 71 % dari permukaan bumi tertutupi oleh air. Dari seluruh air yang
ada di bumi, 97,2 % nya adalah air laut. Dan hanya 2,8 % yang berupa air baku
(fresh water). Sebanyak 70 % dari air baku tersebut berbentuk benua dan gunung
es di kutub bumi. Sisa yang 30 % dari air baku tersebut berada di tanah sebagai
kelengasan tanah dan sebagian lagi berada jauh di dalam akifer di perut bumi. Air
baku yang siap untuk didayagunakan manusia hanya tersedia kurang dari 1 %
(0,01 % dari seluruh air yang ada di bumi). Air itu tersedia di danau, sungai, dan
di sumur dangkal. Ini menunjukkan bahwa air merupakan sumberdaya yang
melimpah di muka bumi sekaligus sangat terbatas untuk dapat dimanfaatkan oleh
manusia.
Sumberdaya air baku di permukaan bumi tersedia dalam distribusi yang tidak
merata. Ditinjau dari curah hujan, maka distribusinya bervariasi dari kondisi
sangat berlimpah sampai tidak ada hujan, seperti di daerah gersang dan padang
pasir. Luas wilayah dengan iklim kering dan setengah gersang meliputi 40 %
permukaan bumi. Namun wilayah ini hanya memperoleh 2 % dari total air baku.
Curah hujan yang turun di daratan sekitar 110.000 km3, sebagian besar akan
menguap lagi ke udara, sebagian lagi terserap oleh tanaman dan masuk ke dalam
tanah. Curah hujan yang terserap ke dalam tanah mengalir menjadi sungai dan
danau jumlahnya sekitar 42.700 km3. Ketimpangan distribusi air ini juga dapat
dilihat dari jumlah aliran di sungai-sungai dunia. Sungai Amazon misalnya,
mengangkangi tidak kurang dari 16 % aliran dunia.
Lebih dari 98 % dari semua air di daratan berada di bawah permukaan tanah
dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat
sebagai air di sungai, danau, dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan
di reservoir buatan dan 98% dari air di bawah permukaan disebut airtanah dan
digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka
airtanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah.

4
Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah
wujud dan tempatnya. Tabel 1 berikut menyajikan perkiraan jumlah sumberdaya
air di bumi.
Tabel 1. Perkiraan Jumlah Sumberdaya Air di Bumi
Lokasi Volume Air
3
(km ) Persentase
Air di daratan 37800.00 2.8000
Danau air tawar 125.00 0.0090
Danau air asin dan laut daratan 104.00 0.0080
Sungai 1.25 0.0001
Kelembaban tanah dan air vadose 67.00 0.0050
Airtanah sampai kedalaman 4000 m 8350.00 0.6100
Es dan glaciers 29200.00 2.1400
Air di atmosfir 13.00 0.0010
Air di Lautan 1320000.00 97.200
Total Air di Dunia 1360000.00 100.000
Sumber : Fetter, 1994
Ketersediaan air baku di muka bumi rata-rata sebesar 7.300 m3/kapita/tahun
pada tahun 1995. Dibanding tahun 1970, kondisi ini merosot sebesar 37 %.
Kondisi terjadi sebagai akibat terus meningkatnya jumlah penduduk. Ketersediaan
diprediksi akan merosot lagi pada 2025 menjadi antara 40 % sampai 60 %. Pada
saat itu diperkirakan bahwa 35 % penduduk dunia akan mengalami krisis air.
Meningkatnya jumlah penduduk, meskipun Benua Asia memiliki sumberdaya
air baku yang terbesar dibanding benua lain, tetapi ketersediaan air per kapitanya
tergolong yang terendah. Secara keseluruhan, Indonesia termasuk wilayah yang
kaya sumberdaya air. Distribusi sumberdaya air Indonesia per kapita per tahun
tidak kurang dari 15.000 m3. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, maka kita akan
dikejutkan oleh ketimpangan distribusi ini. Seperti halnya dengan Benua Asia,
maka Pulau Jawa misalnya, meskipun mendapat karunia hujan yang berlimpah
tetapi ketersediaannya per kapita sangatlah rendah.
Penduduk Jabotabek yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung, hanya
memperoleh distribusi 200 m3/kapita/tahun. Suatu angka yang sangat rendah.
Bertambahnya kebutuhan air untuk kegiatan manusia dan juga peningkatan
jumlah penduduk yang semakin pesat, kelangkaan air merupakan masalah yang
sangat penting. Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi

5
air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di
permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke
tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke laut.

2.2. Siklus Hidrologi


Membahas tentang daerah resapan air, sumber daya air, maka tidak akan lepas
dari siklus hidrologi. Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah
berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh
sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju
(sleet), hujan gerimis atau kabut.

Sumber : Todd, 1995


Gambar 1. Siklus Hidrologi
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali
ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum
mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara
kontinu dalam tiga cara yang berbeda :
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di
tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu

6
akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun
(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah
melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak
secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air
tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan
aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-
pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan
tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai
bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai
menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk,
rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang merupakan bagian dari daerah resapan air dan zona
resapan air. Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah
adalah wujud dan tempatnya. Akan tetapi sangat banyak manusia tidak menyadari
bahwa bumi ini memiliki air, kurang lebih 1.4 Milyar Km3, tetapi 97.5% dari
seluruh air di bumi adalah air asin, dan hanya 2.5% berupa air tawar.
Sebagian besar air tawar terdistribusi berupa es. Es terdistribusi sebanyak
68.9% berupa es di kutub utara dan selatan serta di puncak-puncak pegunungan
tinggi es abadi sehingga tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia.
Sebanyak 29.9% adalah air tawar lainnya tersimpan di bawah permukaan tanah
hingga 5 Km. sisanya 0.9% berupa air tawar yang tidak dapat langsung
dimanfaatkan oleh manusia karena berada di tanaman, uap air dan awan. Menurut
penelitian hanya 0.3% air tawar saja yang langsung dapat dimanfaatkan oleh
manusia karena berada di permukaan bumi seperti danau, telaga, waduk, dan
sungai. Sehingga penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan akan

7
mengakibatkan permasalahan yang sangat serius karena menyangkut kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.

2.3. Zona Hidrologi dan Zona Hidrogeologi


Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air bumi, yang meliputi
proses terjadinya air bumi, peredaran, distribusi, sifat-sifat kimia maupun sifat
fisiknya, serta reaksi antara air dengan lingkungan sekitarnya, termasuk
hubungannya dengan makhluk hidup. Sosrodarsono dan Takeda (1999)
menggambarkan hidrologi sebagai ilmu yang digunakan untuk mempelajari
presipitasi, evaporasi, transpirasi, aliran permukaan dan airtanah.
Hidrogeologi dapat diartikan sebagai geologi air (the geology of water), adalah
suatu studi mengenai interaksi antara kerangka batuan dan airtanah. Studi ini
menyangkut aspek-aspek fisika dan kimia yang terjadi di dekat atau di bawah
permukaan tanah, termasuk transportasi massa, material, reaksi kimia, perubahan
temperature dan lain sebagainya (Kodotie, 1996)
Kajian airtanah pada suatu wilayah mengenal adanya zona hidrologi dan zona
hidrogeologi. Suatu wilayah kajian dapat dibatasi secara hidrologi dengan
menelaah keseragaman karakteristik hidrologi yang dimilikinya. Zona hidrologi
yang digunakan dalam kajian airtanah adalah Daerah Aliran Sungai (DAS).
Pembatasan wilayah kajian secara hidrogeologi dilakukan dengan menelaah
keseragaman dari karektiristik hidrogeologi suatu wilayah. Pada awal abad ke 20,
ahli hidrogeologi menetapkan struktur geologi sebagai dasar dari pembentukan
zona hidrogeologi. Perkembangan bidang hidrogeologi menjadikan struktur
geologi hanya sebagian kecil dari banyak karakteristik hidrogeologi dari suatu
wilayah, seperti fluktuasi muka airtanah, konduktivitas hidrolik dan lain
sebagainya.
Pendekatan hidrologi yang digunakan dalam kajian-kajian hidrogeologi,
menjadikan proses pengembalian air ke dalam tanah (resapan) sebagai factor
penting dalam pembentukan zona hidrogeologi. Faktor resapan ini melahirkan
suatu konsep daerah tangkapan (recharge area) dan daerah buangan (discharge
area) dalam kajian hidrogeologi suatu wilayah.
Ahli geologi mendapati bahwa kajian airtanah lebih mudah dilakukan pada
suatu wilayah yang dibatasi secara hidrologi (zona hidrologi). Pada zona ini,

8
persamaan neraca air yang merupakan konsep dasar dari kajian-kajian mengenai
siklus air dapat dijelaskan secara spesifik. Hal ini sulit dilakukan pada zona
hidrogeologi yang banyak memilki masukan (inlet) dan keluaran outlet (outlet)
dipermukaan dan di bawah permukaan tanah.

2.4. Daerah Aliran Sungai


DAS diberi batasan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat
alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak sungainya, dengan fungsi untuk menampung air yang bersal dari curah hujan
dan sumber lainnya. Sifat dan karakteristik respon dari setiap DAS akan berbeda-
beda. Karakteristik respon suatu DAS dicerminkan oleh sifat dan aliran sungai
dan fluktuasi muka airtanah (groundwater table). Hal ini tergantung dari sifat fisik
dari DAS, antara lain penggunaan lahan, sifat fisik tanah, iklim dan topografi dari
setiap DAS.
Linsley dan Franzini (1991) mendefenisikan DAS sebagai suatu wilayah dari
suatu titik tertentu pada sutau sungai yang dipisahkan dari DAS-DAS
disebelahnya oleh pembagi atau punggung /gunung. Wilayah ini dapat ditelusuri
pada peta topografi. Semua air permukaan yang berasal dari dari wilayah yang
dikelilingi oleh pembagi tersebut dalirkan melalui titikk terendah pembagi, yaitu
tepat dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan. DAS dan amosfer
diatasnya, menjadi tempat kelansungan daur hidrologi. Hubungan antara tata air
dan tubuh bumi dapat berjalan secara lansung melalui peranan DAS.
Pendekatan hidrologi dalam studi airtanah suatu DAS melahirkan konsep
dareah tangkapan dan daerah buangan. Daerah tangkapan didefenisikan sebagai
suatu daerah aliran, dimana aliran airtanah (yang jenuh) bergerak menjahui muka
airtanah. Daerah buangan didefenisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran.
Aliran tersebut bergerak mendekati muka airtanah. Pada umumnya muka airtanah
pada daerah tangkapan terletak pada kedalaman tertentu, sedangkan pada daerah
buangan mendekati permukaan tanah. Daerah buangan dapat berupa pantai atau
lembah dengan system aliran sungai (Kodoatie, 1996).
Sebagai tempat pendauran air, DAS merupakan satuan fisik yang cocok bagi
penelahaan proses-proses hidrologi. Di dalam suatu DAS, besara iklim dapat
diukur dan bentuk lahan, penggunaan serta pengololaannya dapat dipelajari.

9
Pemasukan dan pemgeluaran yang terjadi daur hidrologi dapat dihitung dan
dipelajari dengan lebih muda dengan batasan DAS. Proses-proses yang
berlansung pada DAS dapat dikaji berdasarkan interaksi antara komponen-
komponen yang terdapat dalam DAS.
2.4.1. Interaksi Komponen-Komponen DAS
Di dalam sustu system hidrologi DAS dijumpai komponen-komponen system
(subsistem) yang berperan dalam neraca air. Komponen tersebut adalah tanah,
Vegetasi, sungai dan iklim sebagai infrastruktur.
Identifikasi sebagai komponen DAS merupakan kunci dalam pengelolaan
aliran DAS, yaitu dalam upaya menghimpun informasi dari sifat masing-masing
DAS. Komponen-komponen DAS tersebut adalah topografi, tanah, iklim, dan
vegetasi.
Unsur seperti iklim, curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban udara dan
kecepatan angin merupakan unsur-unsur masukan bagi suatu DAS yang
berpangaruh terhadap keluaran air dari ekosistem DAS tersebut. Unsur-unsur
iklim dan tanah berpengaruh terhadap penyebaran vegetasi yang tumbuh pada
DAS, mulai dari jenis tumbuhan hutan, rumput, semak belukar dan tumbuhan-
tumbuhan yang dibudidayakan manusia.
Sifat-sifat iklim, topografi wilayah, jenis tanah dan sifat tanaman yang tumbuh,
mempengaruhi jumlah air hujan yang jatuh sampai ke permukaan tanah dan air
yang tersimpan di dalam tanah, jumlah air yang lansung mengalir di atas
permukaan tanah sebagai limpasan permukaan dan masuk ke sungai, jumlah air
yang dialirkan secara perlahan-lahan dari simpanan di bawah tanah berupa mata
air, serta jumlah air yang diuapkan kembali melalui proses evapotranspirasi.
Linsley, et al. (1991) menjelaskan peranan geologi pada suatu DAS, yaitu
sebagai pengendali relief, pematangan tanah dan penentu keadaan air dalam tanah
dan aliran permukaan. Kondisi geologi atau material tanah akan menentukan
besarnya laju infiltras, kelembaban tanah, drainase dan aliran permukaan. Kondisi
geologi juga mempengaruhi bagian limpasan yang menjadi limpasan di bawah
tanah, kondisi airtanah, dan berperan dalam proses terjadinya sungai.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa iklim, tanah, geologi, topografi, dan
tumbuhan mempengaruhi keseimbangan air atau neraca air pada suatu DAS.

10
Semua komponen DAS tersususun dalam suatu daur yang dinamakan daur
hidrologi. Karakteristik DAS yang berkaitan dengan neraca air disebut
karakteristik hidrologi DAS.
Manusia sebagai subjek pelaku pendayagunaan komponen-komponen DAS,
tidak hanya memandang DAS sebagai bertempat tinggal, tetapi juga sebagai
tempat untuk memenuhi kebutuhannya. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan
tata guna lahan dan pengelolaan suatu DAS sering mengakibatkan terjadinya
berbagai perubahan karakteristik hidrologi DAS tersebut, baik perubahan positif
maupun negatif.

2.4.2. Bentuk dan ukuran (morfometri) DAS


Semakin besar ukuran suatu DAS maka semakin besar air limpasan yang
dihasilkannya. Tetapi, baik laju maupun volume air limpasan per satuan wilayah
dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchment area)
bertambah besar. Semakin besar luas DAS, ada kecenderungan semakin besar
jumlah curah hujan yang diterima. Tetapi beda waktu (time lag) antara puncak
curah hujan dan puncak hidrograf aliran menjadi lebih lama. Demikian pula waktu
yang diperlukan untuk mencapai puncak hidrograf dan lama waktu untuk
keseluruhan hidrograf aliran juga menjadi lebih panjang.
Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air
limpasan daripada DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari kedua
DAS tersebut sama. Adapun kerapatan drainase, yaitu jumlah dari panjang seluruh
aliran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2), sangat berpengaruh terhadap
kecepatan air limpasan. Semakin tinggi kerapatan drainase maka semakin besar
kecepatan air limpasan untuk curah hujan yang sama, sehingga debit puncak akan
tercapai dalam waktu yang lebih cepat.
2.4.3. Topografi dan Jenis Tanah DAS
Bentuk topografi seperti kemiringan lereng, keadaan parit dan bentuk-bentuk
cekungan permukaan tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan volume air
limpasan. Kemiringan lereng DAS mempengaruhi perilaku hidrograf dalam hal
timing. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS maka semakin cepat laju air
limpasan, dan mempercepat respon DAS oleh adanya hujan. DAS dengan
sebagian besar bentang lahan datar atau pada daerah dengan cekungan-cekungan

11
tanah tanpa saluran pembuangan (outlet) akan menghasilkan air limpasan yang
lebih kecil dibandingkan suatu DAS yang lerengnya lebih curam serta pola
pengairan yang dirancang dengan baik.
Karakteristik limpasan suatu DAS sangat dipengaruhi oleh jenis tanahnya,
dikarenakan bentuk butir-butir tanah, coraknya dan cara mengendapnya
merupakan faktor-faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi. Bahan-bahan
koloidal juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi karena bahan-bahan ini
mengembang dan menyusut sesuai dengan variasi kadar kelembaban tanah.
2.4.4. Tata guna lahan (land use)
Hidrograf sebuah sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan
dalam DAS tersebut. Vegetasi dapat memperlambat jalannya air limpasan dan
memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah (surface
detention) sehingga menurunkan laju air limpasan. Jika areal hutan dibuka dan
dijadikan kawasan budidaya (pembangunan) maka kapasitas infiltrasi akan turun
karena pemampatan permukaan tanah. Air hujan akan mudah terkumpul ke
sungai-sungai dengan kecepatan tinggi sehingga debit puncak akan tercapai dalam
waktu yang lebih cepat.
Besarnya laju air limpasan dapat didekati dengan persamaan rasional (Arsyad,
S., 2000), secara matematis dapat dituliskan sebagai barikut:
Q = C.I.A
Dimana, Q = laju air limpasan ( m3/detik)
I = Intensitas hujan rata-rata (m/detik)
A = luas daerah limpasan (m2)
C = koefisien limpasan

2.5. Airtanah
2.5.1. Pengertian Airtanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-
ruang antara butir-butir tanah yang membentuknya dan di dalam retak-retak
batuan dasar. Yang pertama disebut air lapisan dan terakhir disebut air celah
(fissure water). Dengan kata lain, airtanah adalah air yang berada di wilayah jenuh
di bawah permukaan tanah yang merupakan bagian dari air bawah permukaan.
Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di planet bumi, lebih dari 97

12
% terdiri atas air bawah permukaan. Sembilan puluh delapan persen dari air di
bawah permukaan (98 dari 100 persen air total) disebut airtanah dan digambarkan
sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka airtanah. Dua
persen sisanya adalah berupa lengas tanah pada zona tidak jenuh di atas muka
airtanah.
Airtanah dapat dijumpai di hampir semua tempat di bumi. Airtanah dapat
ditemukan di bawah gurun pasir yang paling kering sekalipun, demikian juga di
bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es. Sumbangan
airtanah berasal dari daerah arid dan semi-arid serta daerah lain yang mempunyai
formasi geologi yang paling sesuai untuk penampungan airtanah.
Pengetahuan yang menyeluruh tentang sistem penampungan air (water
storage) dan gerakan airtanah dianggap penting untuk suatu pemahaman yang
lebih baik tentang proses dan mekanisme daur hirologi. Air permukaan (aliran air
sungai, air danau/waduk dan genangan permukaan air yang lainnya) dan airtanah
pada prinsipnya mempunyai keterkaitan yang erat serta keduanya mengalami
proses pertukaran yang terus menerus. Selama musim kemarau (tidak ada hujan)
kebanyakan sungai masih mengalirkan air. Air sungai tersebut sebagian besar
berasal dari dalam tanah, terutama dari daerah hulu sungai yang umunya
merupakan daerah resapan yang didominasi oleh daerah bervegetasi (hutan).
Selain faktor-faktor di atas permukaan tanah, proses terbentuknya airtanah juga
sangat dipengaruhi oleh faktor formasi geologi. Berkaitan dengan hal ini, terdapat
beberapa istilah penting, yakni:
a) Akuifer (akuifer), adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi
satuan geologi yang permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya
lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh
air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidrolik (K) yang
berfungsi menyimpan airtanah dalam jumlah besar sehingga dapat
membawa air (air dapat diambil) dalam jumlah yang ekonomis. Dengan
demikian, akuifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam
tanah.
b) Aquiclude (impermeable layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi, atau
kelompok formasi satuan geologi yang impermeabel dengan nilai

13
konduktivitas hidrolik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air
melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan
bawah suatu confined akuifer.
c) Aquitard (semi impervious layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi,
atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan nilai
konduktivitas hidrolik yang kecil. Namun, masih memungkinkan air
melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan yang lambat. Dapat
dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi
confined akuifer.
d) Confined Akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh
lapisan atas dan bawahnya merupakan aquilude dan tekanan airnya lebih
besar dari tekanan atmosfer. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang
mengalir (non-flux).
e) Semi Confined (leaky) Akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang
dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya
merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas dibagian atasnya. Karena
bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx)
walaupun hidrolik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidrolik
konduktivitas akuifer. Tekanan air pada akuifer lebih besar dari tekanan
atmosfer.
f) Unconfined Akuifer, merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan
pembatasnya merupakan aquitard. Namun hanya pada bagian bawahnya,
sedangkan pada lapisan atasnya tidak ada pembatas aquitard. Batas di
lapisan atas merupakan muka airtanah. Dengan kata lain merupakan
akuifer yang mempunyai muka airtanah.
g) Semi Unconfined akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air (saturated)
yang lapisan bawahnya dibatasi merupakan aquitard. Pada bagian atasnya
ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil
daripada konduktivitas hidrolik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai
muka airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.
h) Artesian Akuifer, merupakan confined akuifer di mana ketinggian
hidroliknya (potentiometric surface) lebih tinggi daripada muka tanah.

14
Oleh karena itu, apabila pada akuifer ini dilakukan pengeboran, maka akan
timbul pancaran air (spring) karena air yang keluar dari pengeboran ini
berusaha mencapai ketinggian hidrolik tersebut.
2.5.2. Asal Mula Airtanah
Jumlah airtanah yang besar yang disimpan di bawah permukaan bumi dapat
digambarkan oleh penaksiran Shimer (1968) yang menggambarkan bahwa jika
semua airtanah di Amerika Utara dibawa ke permukaan, ia akan menutupi lahan
sampai kedalaman 2,5 m lebih, yang setara dengan beberapa kali presipitasi
tahunan. Air ini tentunya harus berasal dari suatu tempat. Secara praktis semua air
bawah permukaan berasal dari presipitasi. Akan tetapi, jumlah airtanah yang
secara relatif kecil, berasal dari sumber-sumber lain. Waktu rata-rata yang
diperkirakan oleh suatu tetes hujan untuk berjalan dari hujan ke laut kurang lebih
adalah sekitar 400 tahun (Gelhar, 1972).
Asal muasal airtanah juga dipergunakan sebagai konsep dalam menggolongkan
airtanah ke dalam 4 tipe yang jelas (Todd, 1995), yaitu:
1) Air meteorik: air ini berasal dari atmosfer dan mencapai zona kejenuhan baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan: (a) secara langsung oleh
infiltrasi pada permukaan tanah (b) secara tidak langsung oleh perembesan
influen (dimana kemiringan muka airtanah menyusup di bawah aras air
permukaan kebalikan dari efluen) dari danau, sungai, saluran buatan, dan
lautan (c) secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan).
2) Air juvenil: air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada zona kejenuhan
dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya, air ini dibagi lagi menurut sumber
spesifikasinya ke dalam: (a) air magmatic (b) air gunung api dan air kosmik
(yang dibawa oleh meteor).
3) Air diremajakan (rejuvenated): air yang untuk sementara waktu telah
dikeluarkan dari siklus hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab
lain, kembali ke siklus lagi dengan proses-proses metamorfisme, pemadatan,
atau proses-proses yang serupa
4) Air konat: air yang dijebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada
asal mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai
salinitas yang lebih tinggi dari pada air laut.

15
Untuk lebih memahami proses terbentuknya airtanah, pertama kali harus
diketahui tentang gaya-gaya yang mengakibatkan terjadinya gerakan air di dalam
tanah. Uraian tentang infiltrasi telah secara lengkap menunjukkan proses dan
mekanisme perjalanan air dalam tanah. Juga telah disebutkan bahwa semakin
dalam, jumlah dan ukuran pori-pori tanah menjadi semakin kecil. Lebih lanjut,
ketika air tersebut mencapai tempat yang lebih dalam, air tersebut sudah tidak
berperan dalam proses evaporasi atau transpirasi. Keadaan tersebut menyebabkan
terbentuknya wilayah jenuh di bawah permukaan tanah yang kemudian dikenal
sebagai airtanah.

2.5.3. Distribusi Vertikal Airtanah


Untuk usaha-usaha pengisian kembali airtanah melaui peningkatan proses
infiltrasi tanah serta usaha-usaha reklamasi air airtanah, maka kedudukan akuifer
dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda:
1. Zona akuifer tidak jenuh: adalah suatu zona penampung air di dalam tanah
yang terletak di atas permukaan airtanah (water table) baik dalam keadaan
alamiah (permanen) atau sesaat setelah berlangsungnya periode
pengambilan airtanah.
2. Zona akuifer jenuh: adalah suatu zona penampung airtanah yang terletak
di bawah permukaan airtanah kecuali zona penampung airtanah yang
sementara jenuh dan berada di bawah daerah yang sedang mengalami
pengisian airtanah.
Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpan airtanah yang paling
berperan dalam mengurangi kadar pencemaran airtanah. Oleh karena itu, zona ini
sangat penting untuk usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali
airtanah. Sedang kan zona akuifer jenuh seperti telah diuraikan di muka lebih
berfungsi sebagai pemasok airtanah yang memiliki keunggulan dibandingkan
dengan zona akuifer tidak jenuh. Dalam hal akuifer yang pertama tersebut mampu
memasok airtanah dalam jumlah yang lebih besar serta mempunyai kualitas air
yang lebih baik.
Akuifer ini dibedakan menjadi akuifer bebas (unconfined akuifer) dan akuifer
tertekan (confined akuifer). Akuifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan
airtanah (water table) menjadi batas antara zona tanah jenuh. Tinggi permukaan

16
airtanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke
dalam tanah, pengambilan airtanah, dan permeabilitas tanah. Akuifer tertekan juga
dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika airtanah dalam dibatasi oleh lapisan
kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar
daripada tekanan atmosfer.
Penyebaran airtanah dapat dibedakan berdasarkan daerah penyebarannya
menjadi zona aerasi (zona akuifer tidak jenuh) dan zona jenuh (zona akuifer
jenuh). Pada zona akuifer jenuh, semua pori-pori tanah terisi oleh air di bawah
tekanan hidrostatik. zona ini dikenal sebagai zona airtanah. Zona aerasi dapat
dibagi menjadi beberapa bagian wilayah penampung airtanah seperti tersebut di
bawah ini (Todd, 1995):
1) Zona airtanah (soil water zone). zona airtanah bermula dari
permukaan tanah dan berkembang ke dalam tanah melalui akar
tanaman. Kedalaman yang dicapai airtanah ini bervariasi tergantung
pada tipe tanah dan vegetasi. zona airtanah ini dapat diklasifikasikan
menjadi: zona air higroskopis, yaitu air yang diserap langsung dari
udara di atas permukaan tanah; air kapiler; dan air gravitasi, yaitu air
yang bergerak ke dalam tanah karena gaya gravitasi bumi.
2) Zona pertengahan (intermediate zone). zona ini umumnya terletak
antara permukaan tanah dan permukaan airtanah dan merupakan
daerah infiltrasi.
3) Zona kapiler (capilary zone). zona kapiler terbentang dari
permukaan airtanah ke atas sampai ketinggian yang dapat dicapai
oleh gerakan air kapiler.
4) Zona jenuh (saturated zone). Pada zona jenuh ini semua pori-pori
tanah terisi oleh air.

2.5.4. Keadaan Airtanah


2.5.4.1.Lapisan Permeabel dan Lapisan Impermeabel
Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh airtanah seperti lapisan pasir
atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui airtanah
seperti lapisan lempung atau lapisan silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan
lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock) disebut lapisan kebal air

17
(aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan
permeabel yang jenuh dengan airtanah disebut juga akuifer (lapisan pengandung
air).
2.5.4.2.Air Bebas dan Air Tertekan
Airtanah dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel mendapat
tekanan dan disebut air tertekan. Airtanah dalam akuifer yang tidak tertutup
dengan lapisan impermeabel disebut airtanah bebas atau air tak tertekan.
Permukaan airtanah di sumur dari airtanah bebas adalah permukaan air bebas dan
permukaan airtanah dari akuifer adalah permukaan air tertekan. Jadi permukaaan
air bebas adalah batas antara zona yang jenuh dengan airtanah dan zona aerasi (tak
jenuh) dari atas zona yang jenuh.
Air bebas mempunyai suatu keadaan yang pelik di dalam tanah yang
disebabkan oleh kapilaritas. Sebaliknya, permukaan airtanah tertekan itu
ditentukan oleh gradien antara titik pemasukan dan titik pengeluaran dan oleh
karakteristik dari akuifer. Karakteristik-karakteristik air bebas dan air tertekan
dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik air bebas dan air tertekan
Zona Air Air Bebas Air Tertekan
Akuifer Mempunyai hubungan Ditutup dengan lapisan
dengan zona aerasi impermeabel
Permukaan Batas antara zona aerasi dan Permukaan air tertekan
airtanah zona jenuh adalah (dengan tekanan)
permukaan airtanah bebas.
Permukaan air di Permukaan air bebas Variasi permukaan air
sumur berubah-ubah perlahan- tertekan menyebar
lahan oleh pemompaan atau secepat kecepatan suara.
berhenti. Permukaan itu Permukaan itu berubah
dipengaruhi dengan pekak sedikit peka terhadap
oleh curah hujan dan tekanan udara dan pasang
kondisi aliran sungai, tetapi surut. Akan tetapi,
tidak dipengaruhi oleh dipengaruhi banyak oleh
tekanan udara dan pasang curah hujan dan kondisi
surut. aliran sungai.
Jari-jari pengaruh 150-500 m, terbesar 1.000 500-1000 m, untuk jari-
m. jari beberapa km.
Sumber : Todd, 1995

18
2.5.4.3.Karakteristik air lapisan dan air celah
Karakteristik air lapisan dan air celah disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Air Lapisan dan Air Celah
Keterdapatan
Air Lapisan Air Celah
Air
Kondisi kadar Air terdapat dalam ruang Air terdapat dalam ruang
air antara butir-butir tanah celah sekunder atau zona
dari lapisan. retakan.
Theori airtanah Umumnya dapat Dalam banyak hal tidak
diekplorasi dapat diekplorasi
Keadaan akuifer Akuifer dibentuk dan Akuifer khusus tidak
didistribusi secara teratur dibentuk dan didistribusi
menurut kondisi secara tidak teratur. Air diisi
sedimentasi. Air diisi terutama melaui zona celah
terutama melalui akuifer dan retakan
Jenis akuifer Pasir, kerikil, lapisan- Zona retakan yang
lapisan pasir, dan kerikil terbentuk dalam batuan
dalam alluvium atau daras (dalam lapisan
dilluvium sebelum tersier atau batuan
fragmen gunung api)
Daerah tempat Dataran, terras Daerah bergunung-gunung,
terjadinya kaki gunung api
Cara Sumur, kolam pengumpul, Pemboran horizontal,
pengambilan air saluran pengumpul terowongan
Sumber : Todd, 1995

2.5.5. Jenis Kondisi Airtanah


Airtanah berpengaruh pada pengembangan air. Pengembangan airtanah
diklasifikasikan dalam lima jenis keadaan sesuai dengan kondisi airtanah yaitu
airtanah dalam dataran alluvial, airtanah dalam kipas detrital, airtanah dalam
terras dilluvial, airtanah di kaki gunung api, dan airtanah dalam zona batuan retak.
2.5.5.1.Airtanah Dataran Alluvial
Volume airtanah dataran alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran, dan
permeabilitas dari akuifer yang terbentuk dalam alluvium dan dilluvium yang
mengendap dalam dataran. Air susupan, airtanah yang dalam, dan airtanah
sepanjang pantai mempunyai sfat-sifat sebagai berikut:
(1) Air susupan (influent water)
Airtanah dalam lapisan yang mengendap di dataran banjir ditambah langsung
dari peresapan air sungai disebut air susupan. Titik permulaan peresapan air
sungai dapat diperkirakan dari garis kontur permukaan airtanah. Makin panjang
jarak dari titik asal, maka makin kecil tahanan listriknya. Karena makin panjang

19
penyusupan, makin banyak bahan-bahan listrik yang larut dalam airtanah. Jadi
kondisi air susupan dapat diketahui dengan garis tahanan iso-listrik dari airtanah.
Koefisien permeabilitas dari lapisan yang diendapkan di dataran alluvial yang
sebagian besar terdiri dari pasir dan kerikil adalah kira-kira 10-1 cm/det.
Mengingat gradien hidroliknya hampir sama dengan gradien sungai, maka
kecepatan alirannya juga besar. Jadi suhu air dan kualitasnya adalah lebih
menyamai suhu dan kualitas air sungai dari pada airtanah.
Dalam periode kurang air, volume air susupan sangat berkurang. Arah aliran
air berubah dan airtanahpun keluar ke sungai, sehingga memerlukan penyelidikan
yang cukup untuk menentukan cara pengambilan air. Untuk meningkatkan
efisiensi pengambilan air, maka arah letak drainase pengumpul harus tegak lurus
pada garis kontur permukaan air.
(2) Airtanah di lapisan yang dalam
Alluvium dan dilluvium yang diendapkan setebal seratus sampai beberapa m di
dataran alluvium terdiri dari lapisan pasir dan lapisan kerikil, lapisan loam dan
lapisan lempung. Airtanah di lapisan yang dalam selalu tertekan dan seringkali
permukaan air yang tertekan itu terdapat di dekat permukaan tanah.
a. Permeabilitas dari akuifer adalah kira-kira 10-2 sampai 10-3 cm/det
dan mengingat permukaan air hidrolik itu dalam, maka
pengambilan air dilakukan dengan sumur dalam.
b. Untuk pipa 300 mm, kapasitas pompa 1000 sampai 3000 m3/hari.
c. Penurunan permukaan airtanah dapat terjadi oleh konsolidasi
lapisan lempung yang disebabkan oleh penurunan permukaan
airtanah.
d. Jika pemompaan diadakan pada lapisan yang dalam, maka
penurunan permukaan air tertekan itu besar dan jari-jari lingkaran
pengaruh dapat mencapai beberapa kilom.
(3) Airtanah sepanjang pantai
Mengingat sumur di tepi pantai itu tidak dapat dipergunakan kembali setelah
dimasuki air asin, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk airtanah bebas: Jika batas antara air asin dan air tawar
berada dalam keseimbangan yang statis, maka untuk zona

20
airtanah bebas di pantai dengan permeabilitas yang kira-kira
merata, berlaku (Todd, 1995):
= ( + )

=

dimana:
0 : kerapatan air tawar
: kerapatan air asin
h : tinggi dari permukaan air asin ke permukaan air tawar
H : dalam dari permukaan air laut ke batas (antara air asin dan air tawar).
Untuk 0 = 1000, = 1.024 didapat H = 42 h
Hubungan di atas disebut hukum Herzberg. Percampuran air asin dan air tawar
dalam sebuah sumur dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
Dasar sumur terletak di bawah perbatasan antara air asin
dan air tawar.
Permukaan air dalam sumur selama pemompaan menjadi
lebih rendah dari permukaan air laut, sehingga daerah
pengaruhnya mencapai tepi pantai.
Keseimbangan perbatasan antara air asin dan air tawar
tidak dapat dipertahankan. Perbatasan itu dapat naik secara
abnormal yang disebabkan oleh penurunan permukaan air
di dalam sumur selama pemompaan.
b. Untuk airtanah tertekan : Perbatasan antara air asin dan air tawar
dalam akuifer tertekan ditentukan oleh dalamnya akuifer,
permeabilitas, besar tekanan, dan lain-lain. Jadi terkadang,
meskipun sumur dalam dan di tepi pantai, tidak akan terdapat
percampuran air asin. Tetapi kadang-kadang percampuran itu
akan terjadi walaupun sumur dangkal dan cukup jauh dari tepi
pantai.
c. Alluvium di atas lembah yang tenggelam : Jika lapisan pasir dan
kerikil dengan permeabilitas yang tinggi diendapkan di atas dasar
lembah yang tenggelam dan mempunyai daerah pengaliran yang

21
kecil dibandingkan dengan luas lembah, maka sering juga air asin
dapat menyusup agak jauh ke dalam daratan melalui pasir dan
kerikil.
2.5.5.2.Airtanah di Dalam Kipas Detrital
Endapan kipas detrital dibagi atas endapan di atas kipas, dan endapan di bagian
ujung bawah kipas. Kesemuanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Endapan di atas kipas terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tidak
terpilih. Zona penambahan dimana airtanah sulit ditampung, terbentuk
pada bagian hulu endapan. Permeabilitas endapan pada bagian atas kipas
adalah sekitar 10-1 sampai 10-2 cm/det.
2. Endapan dibagian tengah kipas terdiri dari lapisan pasir dan
permeabilitasnya 10-2 sampai 10-3 cm/det. Permukaan airtanah bebas
umunya dalam.
3. Endapan loam pada ujung bawah kipas umumnya berbentuk lensa.
Akuifer yang terdapat di bawah endapan ini adalah airtanah tertekan.
4. Makin dekat ke ujung batas kipas, permukaan airtanah makin dangkal
dan seringkali akan keluar di ujung bawah kipas. Tetapi pada bagian ini
dapat terbentuk juga zona airtanah tertekan yang dangkal mengingat
bagian ini tertutup dengan lapisan lempung
2.5.5.3. Airtanah di Dalam Terras Diluvial
Airtanah terras diluvial yang tertutup dengan endapan terras yang agak tebal
ditentukan oleh keadaan bahan dasar dan daerah pengaliran dari terras. Kondisi-
kondisinya adalah sebagai berikut:
1. Airtanah pada lembah, bagian dari batuan dasar terdapat akuifer yang
tebal dan mata air akan keluar pada bagian dimana batuan dasar itu
letaknya dangkal.
2. Terras bersambungan dengan kaki gunung api dan endapan lapisannya
juga bersambungan dengan endapan kasar gunung api, maka pengisian
airtanah akan menjadi besar meskipun daerah aliran terras itu kecil.
2.5.5.4. Airtanah di Kaki Gunung Api
Mengingat kaki dari gunung api mempunyai topografi yang aneh, maka
airtanahnya mempunyai karakteristik sebagai berikut:

22
1. Kaki gunung api mempunyai latar belakang yang tinggi, sehingga bagian
ini mempunyai curah hujan yang lebih banyak dari pada daerah
sekelilingnya. Pengisian airtanah tentu lebih banyak.
2. Fragmen-fragmen gunung api mempunyai ruang-ruang yang banyak dn
dapat dengan mudah menyalurkan airtanah. Pada ujung terras akan
terbentuk akuifer yang besar dengan mata air yang banyak.
3. Mengingat pada bagian dasar aliran lava itu terdapat banyak retakan dan
ruang-ruang, maka airtanah dengan mudah dapat melalui dasar sepanjang
lembah itu. Airtanah mempunyai sifat seperi air celah.
2.5.5.5. Airtanah di zona Retakan
Mengingat lapisan-lapisasn di zaman Tersier mempunyai kepadatan yang
besar, porositas efektif antara butir tanah adalah kecil. Koefisien permeabilitasnya
10-4 sampai 10-6 cm/det dan tidak terbentuk akuifer. Akan tetapi jika terdapat zona
retakan yang memotong lapisan-lapisan ini, maka di dalamnya terisi air celah.
Sesar tegak (ortho-fault) dengan lapisan teratas yang turun mempunyai banyak
ruan-ruang (rongga-rongga), dan dapat dengan mudah mengandung air celah.
Selanjutnya, mengingat airtanah yang terkumpul pada zona sesar sedemikian
malampaui topografi dan geologi daerah aliran, maka dapat diambil berlimpah-
limpah airtanah yang kualitasnya baik secara terus menerus jika pengambilannya
dilakukan dengan penggalian terowongan pada titik yang cukup dalam.
Sebaliknya, sesar balik dimana lapisan bawahnya yang turun, kebanyakan
mempunyai ruang-ruang yang sedikit yang disebabkan oleh pembentukan sesar
airtanah liat. Airtanah itu terbendung oleh dasar, sehingga permukaan airtanah
naik. Pengambilan airtanah dapat diusahakan dengan penggalian sumur
horisontal.
2.5.6. Sistem Akuifer dan Geologi
2.5.6.1. Lithologi, Stratigraphi, dan Struktur
Kondisi alami dan distribusi akuifer, aquiclude, dan aquitard dalam sistem
geologi dikendalikan oleh lithologi, stratigraphi, dan struktur dari material
simpanan geologi dan formasi (Freeze dan Cheery, 1979). Selanjutnya dijelaskan
bahwa geologi merupakan susunan fisik dari simpanan geologi. Susunan ini
termasuk komposisi mineral, ukuran butiran dan kumpulan butiran (grain

23
packing) yang terbentuk dari sedimentasi atau batuan yang menampilkan sistem
geologi. Stratigraphi menjelaskan hubungan geometris dan umur antara macam-
macam lensa, dasar, dan formasi dalam geologi sistem dari asal terjadinya
sedimentasi. Bentuk struktur seperti: pecahan (cleavages), retakan (fractures),
lipatan (folds), dan patahan (faults), merupakan sifat-sifat geometrik dari sistem
geologi yang dihasilkan oleh perubahan bentuk (deformation) akibat adanya
proses penyimpanan (deposition) dan proses kristalisasi (crytallization) dari
batuan. Pada simpanan yang belum terkonsolidasi (unconsolidated deposits),
lithologi dan stratigraphi merupakan pengendali yang paling penting.

Sumber : Todd, 1995


Gambar 2. Kondisi Cekungan dan Akuifer Airtanah

2.5.6.2. Beberapa Macam Akuifer Tak-Tertekan


Akuifer tak-tertekan merupakan akuifer dengan hanya satu lapisan pembatas
yang kedap air (di bagian bawahnya). Ketinggian hidrolik sama dengan ketinggian
muka airnya. Dari sistem terbentuknya dan lokasinya jenis akuifer ini ada
beberapa macam yaitu:
(a) Akuifer Lembah (Valley Akuifer)
Akuifer lembah merupakan akuifer yang ada pada suatu lembah dengan sungai
sebagai batas (inlet atau outletnya). Jenis ini dapat dibedakan berdasarkan
lokasinya yaitu, di daerah yang banyak curah hujannya (humid zona) seperti di
Indonesia. Pengisian air terjadi pada seluruh areal dari akuifer melalui infiltrasi.
24
Sungai-sungai yang ada di akuifer, airnya diisi (recharge) melalui daerah-daerah
yang mempunyai ketinggian yang sama dengan ketinggian sungai. Pada ilmu
hidrologi, pengisian yang menimbulkan aliran ini dikenal dengan sebutan aliran
dasar (base flow). Hal ini merupakan indikator bahwa walupun dalam keadaan
tidak ada hujan (musim kemarau), pada sungai-sungai tertentu masih ada aliran
airnya. Disamping itu akibat adanya recharge juga merupakan salah satu penyebab
suatu sungai berkembang dari penampang yang kecil disebelah hulunya menjadi
penampang yang besar disebelah hilirnya (mendekati laut).
Airtanah di daerah gersang (arid zona), curah hujannya sedikit (kurang dari
500 mm/tahun) dan lebih kecil dari penguapan/evapotranspirasi, fenomenanya
merupakan kebalikan dari daerah humid. Karena pengisian (infliltrasi) ke akuifer
tidak ada akibat dari sedikitnya curah hujan, maka pengisian adalah dari sungai ke
akuifer. Pada umumnya, aliran pada akuifer adalah pada arah yang sama dengan
aliran sungai. Masalah yang terjadi umumnya antara lain:
Permeabilitas besar dari sungai terutama di bagian dasarnya, semakin
besar permeabilitasnya aliran sungai semakin kecil karena aliran akan
meresap ke dalam tanah.
Pada daerah rendah timbul masalah salinitas yang cukup besar, karena
aliran airtanah mengubah komposisi kimia makin ke hilir mendekati
unsur kimia air laut (NaCI).
(b) Perched Akuifers
Merupakan akuifer yang terletak di atas suatu lapisan formasi geologi kedap
air. Biasanya terletak bebas di suatu struktur tanah dan tidak berhubungan dengan
sungai. Kadang-kadang bilamana lapisan di bawahnya tidak murni kedap air
namun berupa aquitard bisa memberikan distribusi air pada akuifer di bawahnya.
Kapasitasnya tergantung dari pengisian air dari sekitarnya dan juga luasnya
lapisan geologi yang kedap air tersebut.
(c) Alluvial Akuifers
Alluvial deposits merupakan material yang terjadi akibat proses fisik di
sepanjang daerah aliran sungai atau daerah genangan (flood plains). Akibat
pergeseran sungai dan perubahan kecepatan penyimpanan yang sebelumnya
pernah terjadi, maka simpanan ini berisi material tanah yang beragam dan

25
heterogen dalam distribusi sifat-sifat hidroliknya. Dalam klasifikasi tanah sering
disebut well graded. Akibatnya kapasitas air di akuifer ini menjadi besar dan pada
umunya volume airtanahnya seimbang (aquillibrium) dengan air yang ada di
sungai. Akuifer ini membantu pengaturan rezim aliran sungai. Sehingga boleh
dikatakan di setiap daerah dengan akuifer jenis ini, akuifer ini merupakan sumber
yang penting untuk suplai air. Di daerah hulu aliran sungai umumnya air sungai
meresap ke tanah (infiltrasi) dan mengisi akuifer (recharge) ini. Hal ini terjadi
karena ketinggian dasar sungai relatif di atas ketinggian muka airtanah pada
akuifer. Namun semakin ke hilir aliran sungai, akuifer memberikan pengisian ke
aliran sungai (recharge). Karena muka airtanah di akuifer relatif lebih tinggi di
bandingkan dengan dasar sungai. Pengisian ini menimbulkan aliran dasar (base
flow) di sungai sepanjang tahun, walaupun pada musim kemarau tidak terjadi
hujan di daerah aliran sungai (DAS). Ditinjau dari kuantitas dan kandungan air
yang dimilikinya, maka akuifer ini merupakan akuifer yang paling baik
dibandingkan dengan akuifer jenis lain.
Menurut Freeze dan Cherry (1979), dilihat dari terbentuknya sedimen, maka
ada dua jenis sungai, yaitu sungai-sungai berbentuk selampit (braided rivers) dan
sungai-sungai bermeander. Sengai-sungai berbentuk selampit umumnya terjadi di
bagian hulu daerah aliran sungai, dimana sedimen yang terbawa aliran air berupa
butiran pasir kasar dan kerikil serta kecepatan arusnya tinggi karena kemiringan
dasar sungainya yang curam. Pergeseran posisi saluran dan perubahah kecepatan
sungai mengakibatkan simpanan material dasar sungai (bed load) berupa pasir dan
kerikil dengan lanau dan lempung yang relatif sedikit. Sedangkan sungai-sungai
yang bermeander yaitu sungai yang berlekuk-lekuk, yang biasanya terletak di
bagian hilir daerah aliran sungai juga mempunyai simpanan pasir halus dan
kerikil, tetapi kuantitasnya jauh lebih sedikit. Pada tipe sungai-sungai ini
kandungan sedimennya didominasi oleh lanau dan lempung. Kemiringan dasarnya
relatif datar dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan sungai-
sungai berselampit. Kadang-kadang karena lambatnya kecepatan di suatu tempat
aliran sungai terjadi perpotongan sungai (cut-off channel).

26
2.5.7. Param-Param Aliran Airtanah
2.5.7.1.Konduktivitas Hidrolik dan Permeabilitas
Nilai konduktivitas hidrolik K merujuk pada sifat-sifat fluida dan batuan, atau
dengan kata lain K merupakan fungsi dari sifat fluida dan tanah dan dinyatakan
dengan bentuk matematis K = f (fluida dan sifat-sifat tanah) dengan persamaan
(Fetter, 1994):
cd 2 g kg
K

dimana:
k = cd2 merupakan permeabilitas dengan dimensi m2
= centipoise = 10-3 Pascal.detik = 10-3 Newton/m2 detik
1 N = 1 kg m/detik2
= kg/m3
g = m/detik2
K = m/detik
Sedangkan param permeabilitas K (the specific or intrinsic permeability)
merujuk hanya pada sifat-sifat batuan dan merupakan param yang menunjukkan
berapa besar luas area batuan yang dilalui oleh fluida. Param ini umumnya
digunakan untuk kepentingan geologi perminyakan karena keberadaan gas,
minyak, dan air di dalam sistem aliran yang berdimensi multiphase membuat
param fluida bebas konduksi (hantaran) lebih atraktif. Dimensi dari k seperti
sudah disebutkan di atas adalah L2 dan ini bisa cm2 atau m2. karena bila dipakai
dimensi cm2 atau m2 nilai k adalah sangat kecil maka umumnya dalam geologi
perminyakan memakai satuan Darcy yang didefinisikan sebagai permeabilitas
yang akan menghasilkan debit spesifik sebesar satu cm/detik untuk suatu fluida
dengan viskositas satu centipoise dengan gradien hidrolik yang membuat
terminologi g dh/dl sama dengan satu atm/cm.
Nilai k dan K mempunyai beda jangkauan (range) yang cukup besar, misal
untuk jenis tanah pasir nilai k berkisar dari 10-1 sampai dengan 10-3 Darcy,
sedangkan nilai K berkisar antara 10-4 sampai 1 cm/detik. Angka desimal ketiga
dan seterusnya baik untuk k maupun K tidak berpengaruh banyak terhadap hasil
analisis perhitungannya, karena analisis ini pada prinsipnya merupakan konsep

27
pemilahan dari pemisahan antara nilai yang berdekatan dengan nilainilai yang
sangat berbeda dari param-param yang mempengaruhi perhitungan. Dengan
mengetahui nilai-nilai yang berdekatan dan penting (signifikan), param lainnya
yang nilainya jauh berbeda dapat diabaikan dan tidak perlu diperhitungkan
sehingga analisisnya menjadi jauh lebih mudah.

Tabel 4. Nilai Konduktivitas Batuan


Material Hydraulic Type of
Conductivity, Measurement
m/day
Gravel, coarse 150.00000 R
Gravel, medium 270.00000 R
Gravel, fine 450.00000 R
Sand, coarse 45.00000 R
Sand, medium 12.00000 R
Sand, fine 2.50000 R
Silt 0.08000 H
Clay 0.00020 H
Sandstone, fine-grained 0.20000 V
Sandstone, medium-grained 3.10000 V
Limestone 0.94000 V
Dolomite 0.00100 V
Dune Sand 20.00000 V
Loess 0.08000 V
Peat 5.70000 V
Schist 0.20000 V
Slate 0.00008 V
Till, predominantly sand 0.49000 R
Till, predominantly gravel 30.00000 R
Tuff 0.20000 V
Basalt 0.01000 V
Gabbro, weathered 0.20000 V
Granite, weathered 1.40000 V
Sumber : Todd, 1995

2.5.7.2. Tampungan Spesifik (Specific Storage, So)


Definisi tampungan spesifik So (specific storage) ialah isi (volume) air yang
keluar dari tampungan oleh satuan isi akuifer akibat satu unit penurunan dari
ketinggian hidrolik (hydraulic head). Dalam hal ini diasumsikan akuifer

28
merupakan suatu tampungan yang elatis. Bila tidak ada pemadatan (compaction)
akuifer, maka penambahan air akan menyebabkan aliran air masuk ke akuifer.
Tampungan spesifik So merupakan kumulatif dari perubahan isi air akibat
kompresibilitas dari akuifer () dan kompresibilitas akibat dari air itu sendiri ().
Dengan adanya pemompaan sebesar Q terhadap isi air akuifer, maka akan
mengurangi pori dari butiran tanah di dalam akuifer dan hal ini akan menurunkan
potentiometric surface yaitu tingginya kemampuan air di dalam akuifer yang
terletak di luar batas akuifer. Karena akuifernya merupakan lapisan yang dibatasi
oleh dua permukaan (layer) yang impermeabel.
Pada kondisi ini akuifer (diasumsikan) elastis sehingga dengan adanya
pemompaan akan memadatkan akuifer (akuifer compaction) tersebut (fetter,
1995).
2.5.7.3. Storativitas (S)
Storativitas diformulasikan sebagai:
S = gb ( + n)
Storativitas merupakan angka tak berdimensi dengan melihat bahwa umumnya
tebal akuifer antara 5 sampai 100 m, maka nilai storativitas berkisar antara 0,005
sampai 0,00005.
2.5.7.4. Transmisivitas (T)
Transmisivitas didefinisikan sebagai besarnya konduktivitas hidrolik K
dikalikan dengan tebal akuifer b, sehingga rumusnya ditulis:
T = K b
Dimensi dari T adalah L2/T. Bila untuk pasir K = 10-3 m/detik dengan tebal
akuifer 50 m, maka besarnya T = 0,05 m2/detik.
2.5.7.5. Difusivitas
Formula untuk difusifitas D adalah:
T K
D
S So
Transmisivitas T dan storativitas S khususnya dipakai untuk analisis aliran
airtanah 2 dimensi pada akuifer tertekan. Bila persoalan airtanah lebih dominan
dalam bentuk 3 dimensi, maka disarankan untuk memakai hidrolik konduktivitas

29
K, tampungan spesifik So atau pemakaian param porositas n, permeabilitas k, dan
kompresibilitas akuifer .
2.5.7.6. Specific Yield (Sy)
Param tampungan spesifik So digunakan untuk akuifer yang dibatasi oleh dua
lapisan kedap air, seperti yang terjadi pada akuifer tertekan. Pada kondisi dimana
lapisan kedap airnya hanya satu, yaitu pada akuifer tidak tertekan, param
tampungan dikenal dengan sebutan specific yield (Sy). Definisinya ialah isi
(volume ) air yang keluar dari tampungan oleh satuan luas dari akuifer tak
tertekan akibat satu unit penurunan dari muka air (water table).
Pengertian specific yield dapat juga dijelaskan seperti berikut ini. Pada akuifer
tak tertekan, muka airtanah berfungsi sebagai batas daerah jenuh air dan daerah
tak jenuh air. Di daerah tak jenuh air, kadar air merupakan perbandingan isi air
dengan total isi material tanah dan selalu lebih kecil dari porositas n ( n). Pada
muka airtanah dan di daerah jenuh air besarnya = n.
Nilai Sy jauh lebih besar dibandingkan S yaitu berkisar antara 0,01 0,03. nilai
Sy yang besar menunjukkan bahwa keluarnya air dari tampungan di akuifer tak
tertekan merupakan dewatering langsung dari pori-pori tanah, sedangkan
keluarnya air dari tampungan di akuifer tertekan merupakan efek sekunder dari
ekspansi air dan pemadatan akuifer yang disebabkan karena adanya perubahan
tekanan fluida (g). Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa akuifer
tak tertekan lebih efisien sebagai sumber air dibandingkan dengan akuifer
tertekan. Untuk nilai debit yang sama, hanya dibutuhkan ketinggian hidrolik yang
lebih kecil.

Tabel 5. Nilai Spesific Yield Batuan


Spesific Yield (Sy)
Material
%
Kerikil kasar 23
Kerikil sedang 24
Kerikil halus 25
Pasir kasar 27
Pasir sedang 28
Pasir halus 23
debu 8
lempung 3
Batu pasir halus 21
Batupasir sedang 27

30
Batu gamping 14
Gemuk pasir 38
gambut 26
sekis 26
Batu debu 12
Tuf 21
Sumber : Todd, 1995
2.5.7.7. Gerakan Airtanah
Sebagai hasil dari cara bahan-bahan diendapkan semula, sistem-sistem akuifer
hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidroliknya. Bahkan bila struktur
geologi sistem akuifer diketahui, maka detil gerakan air di dalamnya sulit untuk
diketahui. Banyak detil gerakan airtanah masih belum dipahami dengan jelas.
Tetapi, proses umum gerakan airtanah sangatlah sederhana. Suatu gerakan yang
didorong oleh gaya berat dan ditahan oleh gesekan cairan pada medium yang
porous. Bila kita bawa prinsip yang sederhana itu pada perlakuan matematis dari
aliran airtanah, maka asumsi-asumsi dan generalisasi tertentu harus dilakukan.
Beberapa dari asumsi-asumsi itu (Dam, 1966) adalah:
1. Akuifer haruslah homogen dan isotropik (permeabilitas dalam arah x,
y, dan z adalah sama).
2. Lapisan-lapisan semi-tembus mempunyai ketahanan hidrolik yang
seragam.
3. Koefisien permeabilitas merupakan invarian waktu (tak tergantung
waktu).
4. Transmisibilitas suatu akuifer bebas adalah konstan.
5. Koefisien cadangan/simpanan adalah konstan.
6. Pelepasan air dari cadangan adalah seketika.
7. Zona kapiler dapat diabaikan.
Dengan menggunakan kriteria ini, aliran airtanah untuk keadaan lunak (nilai-
nilai konstan dengan waktu pada titik yang berbeda pada akuifer-stasioner) tak
tertekan (kerapatan air tetap konstan) diperlakukan secara matematik. Persamaan-
persamaan dasar yang menjelaskan perlakuan ini didasarkan atas 2 hukum, yaitu
hukum Darcy dan hukum Kontinuitas.
Hukum Darcy
Kombinasi gaya gravitasi bumi (Z) dengan tekanan potensial (P) disebut
tinggi-energi hidrolik (hydraulic head). Perbedaan tinggi energi hidrolik H antara
31
dua tempat sering disebut dH. Apabila nilai perbedaan tersebut diwujudkan dalam
satuan panjang, maka ia akan ditulis dH/L dan disebut gradien hidrolik (hydraulic
gradient). Gradien hidrolik merupakan tenaga pendorong gerakan air dalam tanah.
Jika permukaan airtanah bebas itu mempunyai gradien, maka airtanah akan
bergerak ke arah tersebut.
Oleh adanya hujan yang terputus, evaporasi, dan buangan air di lapangan,
maka akan selalu ada tenaga pendorong gerakan airtanah. Untuk dapat
memperkirakan laju gerakan air dalam tanah, diperlukan tambahan informasi luas
penampang melintang (A) daerah yang akan dilalui airtanah serta faktor
konduktivitas hidrolik (K) yang merupakan karakteristik airtanah.
Menurut hukum Darcy, kecepatan semu aliran adalah sebanding dengan
gradien hidrolik (h/l) adalah :

=

K adalah konduktivitas hidrolik (L/T). Bila kedua sisi persamaan masing-


masing dikalikan luas penampang melintang A, maka volume per satuan waktu
(q) menjadi:
=

=

Dimensi q adalah L3/T dan persamaan di atas berlaku untuk tanah jenuh.
Hukum Darcy dapat juga digunakan untuk menghitung besarnya aliran air dalam
tanah tidak jenuh. Proses perhitungan aliran air pada tanah tidak jenuh lebih rumit
karena nilai K tidak hanya tergantung pada ukuran pori-pori tanah, tapi juga pada
keadaan kelembaban tanah.
nilai K (0v) bervariasi dari 50 cm/hari pada tanah basah sampai 0,001 cm/hari
pada keadaan permanent wilting point (PWP). Tabel 6 berikut ini memperlihatkan
kecepatan aliran airtanah yang diukur di lapangan.

32
Tabel 6. Kecepatan Airtanah di Berbagai Jenis Batuan
Kecepatan Rata-Rata Aliran
(m/hari)
Karakteristik Tanah Dalam
Ukuran Butir (mm) Gradien Gradien
Akuifer
Hidrolik 1 % Hidrolik 100
%
Silt, pasir halus 0,005-0,25 0.02 2.0
Pasir sedang 0,25-0,5 0.35 35.0
Pasir kasar, kerikil halus 0,5-2,0 1.92 192.0
Kerikil 2,0-10,0 9.09 909.0
Kecepatan maksimum dalam 18,5 (ukuran butir 33.33 3,333.0
kerikil efektif)
Sumber : Todd, 1995
Porositas yang lebih besar tidak selalu disertai oleh permeabilitas yang lebih
baik (porositas adalah kadar ruang antara butir-butir yang membentuk lapisan-
lapisan). Sebagai contoh adalah lempung. Porositas lapisan lempung adalah sangat
besar, tetapi permeabilitasnya adalah kecil karena ruang-ruangnya sangat kecil.
Permeabilitas ditentukan oleh porositas efektif. Tabel 7 memperlihatkan porositas
efektif dan koefisien permeabilitas dari suatu lapisan.
Tabel 7. Porositas dan Permeabilitas Lapisan
Porositas Porositas Koefisien
Jenis Lapisan
(%) Efektif (%) Permeabilitas
Alluvium Lapisan lempung 45-50 5-10 10-4-10-5
Lapisan silt 35-45 5-8
Lapisan pasir 30-35 20-25 10-1-10-2
Lapisan pasir dan 25-30 15-20
kerikil
Dilluvium Lapisan lempung 50-60 3-5 10-5-10-6
Lapisan silt 40-50 5-10
Lapisan pasir 35-40 15-20 10-2-10-3
Lapisan pasir dan 30-35 10-20
kerikil
Neo- Lapisan lumpur 55-65 3-5 10-5-10-6
Tersier Lapisan batu pasir 40-50 5-10 10-3-10-4
Lapisan tufa 30-65 3-10 10-3-10-6
Sumber : Todd, 1995
Keterbatasan umum Hukum Darcy adalah (Seyhan, 1990):
1. Berlaku untuk aliran laminer pada media porous, yang berarti
bahwa ini berlaku untuk bilangan Reynolds hingga 10.
2. Untuk maksud-maksud rekayasa, hukum ini mempunyai
ketelitian dengan kesalahan 1 2 %.

33
Hukum Kontinuitas
Hukum ini yang digunakan bersama-sama hukum Darcy dalam memecahkan
permasalahan airtanah yang dapat dituliskan untuk keadaan lunak (invarian
waktu) dan tak dapat ditekan (kerapatan air yang konstan) sebagai:
qx qy qz
0
x y z
yang hanya mendefinisikan kenyataan bahwa air yang meninggalkan suatu
tubuh harus berasal dari suatu tempat. Untuk akuifer semi tertekan, persamaan ini
menjadi sama dengan kebocoran dari akuifer. Sehingga,
qx qy qz 1 2

x y z C 1H C2H
dimana:
C1 = ketahanan hidrolik lapisan semi tembus yang membatasi di bagian atas
= d1 / k1
C2 = ketahanan hidrolik lapisan semi tembus yang membatasi di bagian
bawah
= d2 / k2
H = ketebalan akuifer.
Dengan menggunakan 2 hukum ini, dalam batas-batas asumsi yang disajikan
pada awal sub-bahasan ini banyak permasalahan airtanah dapat dipecahkan secara
matematik.
2.5.8. Sifat-Sifat Akuifer dan Batuan Dasar
Dalam hal-hal tertentu, corak batuan dasar dan akuifer dapat diketahui dari
corak airtanah. Jika lapisan akuifer yang permeabel terletak di atas batuan dasar
yang mempunyai titik perubahan gradien yang besar, maka gradien airtanah juga
berubah menjadi curam pada titik perubahan tersebut di atas. Akan tetapi, jika
batuan dasar mempunyai gradien yang berlawanan terhadap gradien airtanah,
maka aliran airtanah pada bagian batuan dasar akan menjadi tidak normal dan
permukaan airtanah seolah-olah akan berbentuk garis lurus. Jadi dalam hal ini,
bentuk batuan dasar yang cekung tidak tercermin pada gradien airtanah.
Juga keadaan permukaan airtanah dapat berubah karena variasi sifat akuifer
tersebut. Airtanah yang datang dari bagian-bagian butir kasar dinaikkan oleh

34
airtanah yang datang dari bagian butir halus, sehingga gradien permukaan airtanah
diperkecil, lalu pada batas antara bagian-bagian butir halus dan bagian-bagian
butir kasar gradiennya menjadi curam.
2.5.9. Gradien Permukaan Air Tertekan
Jika penampang permeabel melintang adalah sama, maka meskipun keadaan
akuifer itu berubah-ubah, gradien permukaan air tertekan akan berhimpitan
dengan gradien dari penampang antara titik pemasukan airtanah dengan titik
akhirnya. Sebaliknya, jika penampang permeabel berubah-ubah, maka permukaan
air tertekan juga berubah pada titik perubahan tersebut. Perubahan permukaan air
disebabkan oleh perubahan kelapisan butir-butir kasar dengan porositas efektif
yang besar dan kelapisan butir-butir halus dengan porositas efektif yang kecil.
Perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan tebalnya akuifer.
2.5.10. Hubungan Airtanah dan Air Sungai
Hubungan airtanah dan air sungai dapat ditentukan dengan garis kontur
permukaan airtanah. Airtanah dapat bertambah karena adanya peresapan air
sungai. Airtanah juga dapat mengalir ke sungai atau airtanah dan air sungai sama-
sama netral. Selanjutnya terdapat juga keadaan dimana pada sisi yang satu air
sungai bertambah oleh airtanah dan pada sisi yang lain air sungi itu meresap ke
dalam tanah, sehingga arah aliran berbalik dan tergantung dari musim. Keadaan-
keadaan ini terdapat antara airtanah dan air sungai dalam bekas sungai yang lama
atau di dataran banjir (flood plain).

2.6. Kajian Geolistrik


Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat
aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan
bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke
dalam bumi.
2.6.1. Konfigurasi Tahanan Jenis Schlumberger
Konfigurasi metode geolistrik (resistivity) Schlumberger bertujuan untuk
mengidentifikasi diskontinuitas lateral (anomali konduktif lokal). Arus
diinjeksikan melalui elektroda AB, dan pengukuran beda potensial dilakukan pada
elektroda MN, dimana jarak elektroda arus (AB) jauh lebih besar dari jarak
35
elektroda tegangan (MN). Persamaan yang digunakan dalam konfigurasi ini
adalah :

2 2
=

Dimana

= Tahanan jenis (Ohm-M)
AB = Spasi antara dua elektroda arus
MN = Spasi antara dua elektroda tegangan
V = Tegangan listrik (Volt)
I = Kuat aru listrik (ampere)
Skema Pemasangan elektroda arus dan potensial konfigurasi Schlumberger disajikan
pada Gambar 3.

Gambar 3. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Schlumberger

2.6.2. Konfigurasi Tahanan Jenis Wenner


Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan
seperti pada Gambar 4.

36
Gambar 4. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Wenner

2.6.3. Konfigurasi Tahanan Jenis Dipole Sounding


Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat
digunakan adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi
Pole-pole, hanya digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk
potensial. Sedangkan elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi
penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan
pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi Pole-dipole digunakan satu elektrode
arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada
sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1.
Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan adalah
konfigurasi Dipole-dipole.
Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial
ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode
a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu
penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus
pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang
lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di
lintasan. Konfigurasi Dipole-dipole disajikan pada Gambar 5.

37
Gambar 5. Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole Sounding

2.6.4. Penelitan Potensi Airtanah


Penelitian airtanah telah banyak dilakukan. Setyawan Purnama, Suyono, dan
Budi Sulaswono (2007), menganilisis sistem akuifer dan potensi airtanah di DAS
Opak. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan metode statis dan metode
dinamis.

38

Anda mungkin juga menyukai