BAB II Tinjauan Pustaka - 4
BAB II Tinjauan Pustaka - 4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah
wujud dan tempatnya. Tabel 1 berikut menyajikan perkiraan jumlah sumberdaya
air di bumi.
Tabel 1. Perkiraan Jumlah Sumberdaya Air di Bumi
Lokasi Volume Air
3
(km ) Persentase
Air di daratan 37800.00 2.8000
Danau air tawar 125.00 0.0090
Danau air asin dan laut daratan 104.00 0.0080
Sungai 1.25 0.0001
Kelembaban tanah dan air vadose 67.00 0.0050
Airtanah sampai kedalaman 4000 m 8350.00 0.6100
Es dan glaciers 29200.00 2.1400
Air di atmosfir 13.00 0.0010
Air di Lautan 1320000.00 97.200
Total Air di Dunia 1360000.00 100.000
Sumber : Fetter, 1994
Ketersediaan air baku di muka bumi rata-rata sebesar 7.300 m3/kapita/tahun
pada tahun 1995. Dibanding tahun 1970, kondisi ini merosot sebesar 37 %.
Kondisi terjadi sebagai akibat terus meningkatnya jumlah penduduk. Ketersediaan
diprediksi akan merosot lagi pada 2025 menjadi antara 40 % sampai 60 %. Pada
saat itu diperkirakan bahwa 35 % penduduk dunia akan mengalami krisis air.
Meningkatnya jumlah penduduk, meskipun Benua Asia memiliki sumberdaya
air baku yang terbesar dibanding benua lain, tetapi ketersediaan air per kapitanya
tergolong yang terendah. Secara keseluruhan, Indonesia termasuk wilayah yang
kaya sumberdaya air. Distribusi sumberdaya air Indonesia per kapita per tahun
tidak kurang dari 15.000 m3. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, maka kita akan
dikejutkan oleh ketimpangan distribusi ini. Seperti halnya dengan Benua Asia,
maka Pulau Jawa misalnya, meskipun mendapat karunia hujan yang berlimpah
tetapi ketersediaannya per kapita sangatlah rendah.
Penduduk Jabotabek yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung, hanya
memperoleh distribusi 200 m3/kapita/tahun. Suatu angka yang sangat rendah.
Bertambahnya kebutuhan air untuk kegiatan manusia dan juga peningkatan
jumlah penduduk yang semakin pesat, kelangkaan air merupakan masalah yang
sangat penting. Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi
5
air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di
permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke
tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke laut.
6
akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun
(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah
melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak
secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air
tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan
aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-
pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan
tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai
bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai
menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk,
rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang merupakan bagian dari daerah resapan air dan zona
resapan air. Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah
adalah wujud dan tempatnya. Akan tetapi sangat banyak manusia tidak menyadari
bahwa bumi ini memiliki air, kurang lebih 1.4 Milyar Km3, tetapi 97.5% dari
seluruh air di bumi adalah air asin, dan hanya 2.5% berupa air tawar.
Sebagian besar air tawar terdistribusi berupa es. Es terdistribusi sebanyak
68.9% berupa es di kutub utara dan selatan serta di puncak-puncak pegunungan
tinggi es abadi sehingga tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia.
Sebanyak 29.9% adalah air tawar lainnya tersimpan di bawah permukaan tanah
hingga 5 Km. sisanya 0.9% berupa air tawar yang tidak dapat langsung
dimanfaatkan oleh manusia karena berada di tanaman, uap air dan awan. Menurut
penelitian hanya 0.3% air tawar saja yang langsung dapat dimanfaatkan oleh
manusia karena berada di permukaan bumi seperti danau, telaga, waduk, dan
sungai. Sehingga penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan akan
7
mengakibatkan permasalahan yang sangat serius karena menyangkut kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
8
persamaan neraca air yang merupakan konsep dasar dari kajian-kajian mengenai
siklus air dapat dijelaskan secara spesifik. Hal ini sulit dilakukan pada zona
hidrogeologi yang banyak memilki masukan (inlet) dan keluaran outlet (outlet)
dipermukaan dan di bawah permukaan tanah.
9
Pemasukan dan pemgeluaran yang terjadi daur hidrologi dapat dihitung dan
dipelajari dengan lebih muda dengan batasan DAS. Proses-proses yang
berlansung pada DAS dapat dikaji berdasarkan interaksi antara komponen-
komponen yang terdapat dalam DAS.
2.4.1. Interaksi Komponen-Komponen DAS
Di dalam sustu system hidrologi DAS dijumpai komponen-komponen system
(subsistem) yang berperan dalam neraca air. Komponen tersebut adalah tanah,
Vegetasi, sungai dan iklim sebagai infrastruktur.
Identifikasi sebagai komponen DAS merupakan kunci dalam pengelolaan
aliran DAS, yaitu dalam upaya menghimpun informasi dari sifat masing-masing
DAS. Komponen-komponen DAS tersebut adalah topografi, tanah, iklim, dan
vegetasi.
Unsur seperti iklim, curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban udara dan
kecepatan angin merupakan unsur-unsur masukan bagi suatu DAS yang
berpangaruh terhadap keluaran air dari ekosistem DAS tersebut. Unsur-unsur
iklim dan tanah berpengaruh terhadap penyebaran vegetasi yang tumbuh pada
DAS, mulai dari jenis tumbuhan hutan, rumput, semak belukar dan tumbuhan-
tumbuhan yang dibudidayakan manusia.
Sifat-sifat iklim, topografi wilayah, jenis tanah dan sifat tanaman yang tumbuh,
mempengaruhi jumlah air hujan yang jatuh sampai ke permukaan tanah dan air
yang tersimpan di dalam tanah, jumlah air yang lansung mengalir di atas
permukaan tanah sebagai limpasan permukaan dan masuk ke sungai, jumlah air
yang dialirkan secara perlahan-lahan dari simpanan di bawah tanah berupa mata
air, serta jumlah air yang diuapkan kembali melalui proses evapotranspirasi.
Linsley, et al. (1991) menjelaskan peranan geologi pada suatu DAS, yaitu
sebagai pengendali relief, pematangan tanah dan penentu keadaan air dalam tanah
dan aliran permukaan. Kondisi geologi atau material tanah akan menentukan
besarnya laju infiltras, kelembaban tanah, drainase dan aliran permukaan. Kondisi
geologi juga mempengaruhi bagian limpasan yang menjadi limpasan di bawah
tanah, kondisi airtanah, dan berperan dalam proses terjadinya sungai.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa iklim, tanah, geologi, topografi, dan
tumbuhan mempengaruhi keseimbangan air atau neraca air pada suatu DAS.
10
Semua komponen DAS tersususun dalam suatu daur yang dinamakan daur
hidrologi. Karakteristik DAS yang berkaitan dengan neraca air disebut
karakteristik hidrologi DAS.
Manusia sebagai subjek pelaku pendayagunaan komponen-komponen DAS,
tidak hanya memandang DAS sebagai bertempat tinggal, tetapi juga sebagai
tempat untuk memenuhi kebutuhannya. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan
tata guna lahan dan pengelolaan suatu DAS sering mengakibatkan terjadinya
berbagai perubahan karakteristik hidrologi DAS tersebut, baik perubahan positif
maupun negatif.
11
tanah tanpa saluran pembuangan (outlet) akan menghasilkan air limpasan yang
lebih kecil dibandingkan suatu DAS yang lerengnya lebih curam serta pola
pengairan yang dirancang dengan baik.
Karakteristik limpasan suatu DAS sangat dipengaruhi oleh jenis tanahnya,
dikarenakan bentuk butir-butir tanah, coraknya dan cara mengendapnya
merupakan faktor-faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi. Bahan-bahan
koloidal juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi karena bahan-bahan ini
mengembang dan menyusut sesuai dengan variasi kadar kelembaban tanah.
2.4.4. Tata guna lahan (land use)
Hidrograf sebuah sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan
dalam DAS tersebut. Vegetasi dapat memperlambat jalannya air limpasan dan
memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah (surface
detention) sehingga menurunkan laju air limpasan. Jika areal hutan dibuka dan
dijadikan kawasan budidaya (pembangunan) maka kapasitas infiltrasi akan turun
karena pemampatan permukaan tanah. Air hujan akan mudah terkumpul ke
sungai-sungai dengan kecepatan tinggi sehingga debit puncak akan tercapai dalam
waktu yang lebih cepat.
Besarnya laju air limpasan dapat didekati dengan persamaan rasional (Arsyad,
S., 2000), secara matematis dapat dituliskan sebagai barikut:
Q = C.I.A
Dimana, Q = laju air limpasan ( m3/detik)
I = Intensitas hujan rata-rata (m/detik)
A = luas daerah limpasan (m2)
C = koefisien limpasan
2.5. Airtanah
2.5.1. Pengertian Airtanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-
ruang antara butir-butir tanah yang membentuknya dan di dalam retak-retak
batuan dasar. Yang pertama disebut air lapisan dan terakhir disebut air celah
(fissure water). Dengan kata lain, airtanah adalah air yang berada di wilayah jenuh
di bawah permukaan tanah yang merupakan bagian dari air bawah permukaan.
Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di planet bumi, lebih dari 97
12
% terdiri atas air bawah permukaan. Sembilan puluh delapan persen dari air di
bawah permukaan (98 dari 100 persen air total) disebut airtanah dan digambarkan
sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka airtanah. Dua
persen sisanya adalah berupa lengas tanah pada zona tidak jenuh di atas muka
airtanah.
Airtanah dapat dijumpai di hampir semua tempat di bumi. Airtanah dapat
ditemukan di bawah gurun pasir yang paling kering sekalipun, demikian juga di
bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es. Sumbangan
airtanah berasal dari daerah arid dan semi-arid serta daerah lain yang mempunyai
formasi geologi yang paling sesuai untuk penampungan airtanah.
Pengetahuan yang menyeluruh tentang sistem penampungan air (water
storage) dan gerakan airtanah dianggap penting untuk suatu pemahaman yang
lebih baik tentang proses dan mekanisme daur hirologi. Air permukaan (aliran air
sungai, air danau/waduk dan genangan permukaan air yang lainnya) dan airtanah
pada prinsipnya mempunyai keterkaitan yang erat serta keduanya mengalami
proses pertukaran yang terus menerus. Selama musim kemarau (tidak ada hujan)
kebanyakan sungai masih mengalirkan air. Air sungai tersebut sebagian besar
berasal dari dalam tanah, terutama dari daerah hulu sungai yang umunya
merupakan daerah resapan yang didominasi oleh daerah bervegetasi (hutan).
Selain faktor-faktor di atas permukaan tanah, proses terbentuknya airtanah juga
sangat dipengaruhi oleh faktor formasi geologi. Berkaitan dengan hal ini, terdapat
beberapa istilah penting, yakni:
a) Akuifer (akuifer), adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi
satuan geologi yang permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya
lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh
air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidrolik (K) yang
berfungsi menyimpan airtanah dalam jumlah besar sehingga dapat
membawa air (air dapat diambil) dalam jumlah yang ekonomis. Dengan
demikian, akuifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam
tanah.
b) Aquiclude (impermeable layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi, atau
kelompok formasi satuan geologi yang impermeabel dengan nilai
13
konduktivitas hidrolik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air
melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan
bawah suatu confined akuifer.
c) Aquitard (semi impervious layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi,
atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan nilai
konduktivitas hidrolik yang kecil. Namun, masih memungkinkan air
melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan yang lambat. Dapat
dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi
confined akuifer.
d) Confined Akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh
lapisan atas dan bawahnya merupakan aquilude dan tekanan airnya lebih
besar dari tekanan atmosfer. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang
mengalir (non-flux).
e) Semi Confined (leaky) Akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang
dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya
merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas dibagian atasnya. Karena
bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx)
walaupun hidrolik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidrolik
konduktivitas akuifer. Tekanan air pada akuifer lebih besar dari tekanan
atmosfer.
f) Unconfined Akuifer, merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan
pembatasnya merupakan aquitard. Namun hanya pada bagian bawahnya,
sedangkan pada lapisan atasnya tidak ada pembatas aquitard. Batas di
lapisan atas merupakan muka airtanah. Dengan kata lain merupakan
akuifer yang mempunyai muka airtanah.
g) Semi Unconfined akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air (saturated)
yang lapisan bawahnya dibatasi merupakan aquitard. Pada bagian atasnya
ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil
daripada konduktivitas hidrolik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai
muka airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut.
h) Artesian Akuifer, merupakan confined akuifer di mana ketinggian
hidroliknya (potentiometric surface) lebih tinggi daripada muka tanah.
14
Oleh karena itu, apabila pada akuifer ini dilakukan pengeboran, maka akan
timbul pancaran air (spring) karena air yang keluar dari pengeboran ini
berusaha mencapai ketinggian hidrolik tersebut.
2.5.2. Asal Mula Airtanah
Jumlah airtanah yang besar yang disimpan di bawah permukaan bumi dapat
digambarkan oleh penaksiran Shimer (1968) yang menggambarkan bahwa jika
semua airtanah di Amerika Utara dibawa ke permukaan, ia akan menutupi lahan
sampai kedalaman 2,5 m lebih, yang setara dengan beberapa kali presipitasi
tahunan. Air ini tentunya harus berasal dari suatu tempat. Secara praktis semua air
bawah permukaan berasal dari presipitasi. Akan tetapi, jumlah airtanah yang
secara relatif kecil, berasal dari sumber-sumber lain. Waktu rata-rata yang
diperkirakan oleh suatu tetes hujan untuk berjalan dari hujan ke laut kurang lebih
adalah sekitar 400 tahun (Gelhar, 1972).
Asal muasal airtanah juga dipergunakan sebagai konsep dalam menggolongkan
airtanah ke dalam 4 tipe yang jelas (Todd, 1995), yaitu:
1) Air meteorik: air ini berasal dari atmosfer dan mencapai zona kejenuhan baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan: (a) secara langsung oleh
infiltrasi pada permukaan tanah (b) secara tidak langsung oleh perembesan
influen (dimana kemiringan muka airtanah menyusup di bawah aras air
permukaan kebalikan dari efluen) dari danau, sungai, saluran buatan, dan
lautan (c) secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan).
2) Air juvenil: air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada zona kejenuhan
dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya, air ini dibagi lagi menurut sumber
spesifikasinya ke dalam: (a) air magmatic (b) air gunung api dan air kosmik
(yang dibawa oleh meteor).
3) Air diremajakan (rejuvenated): air yang untuk sementara waktu telah
dikeluarkan dari siklus hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab
lain, kembali ke siklus lagi dengan proses-proses metamorfisme, pemadatan,
atau proses-proses yang serupa
4) Air konat: air yang dijebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada
asal mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai
salinitas yang lebih tinggi dari pada air laut.
15
Untuk lebih memahami proses terbentuknya airtanah, pertama kali harus
diketahui tentang gaya-gaya yang mengakibatkan terjadinya gerakan air di dalam
tanah. Uraian tentang infiltrasi telah secara lengkap menunjukkan proses dan
mekanisme perjalanan air dalam tanah. Juga telah disebutkan bahwa semakin
dalam, jumlah dan ukuran pori-pori tanah menjadi semakin kecil. Lebih lanjut,
ketika air tersebut mencapai tempat yang lebih dalam, air tersebut sudah tidak
berperan dalam proses evaporasi atau transpirasi. Keadaan tersebut menyebabkan
terbentuknya wilayah jenuh di bawah permukaan tanah yang kemudian dikenal
sebagai airtanah.
16
airtanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke
dalam tanah, pengambilan airtanah, dan permeabilitas tanah. Akuifer tertekan juga
dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika airtanah dalam dibatasi oleh lapisan
kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar
daripada tekanan atmosfer.
Penyebaran airtanah dapat dibedakan berdasarkan daerah penyebarannya
menjadi zona aerasi (zona akuifer tidak jenuh) dan zona jenuh (zona akuifer
jenuh). Pada zona akuifer jenuh, semua pori-pori tanah terisi oleh air di bawah
tekanan hidrostatik. zona ini dikenal sebagai zona airtanah. Zona aerasi dapat
dibagi menjadi beberapa bagian wilayah penampung airtanah seperti tersebut di
bawah ini (Todd, 1995):
1) Zona airtanah (soil water zone). zona airtanah bermula dari
permukaan tanah dan berkembang ke dalam tanah melalui akar
tanaman. Kedalaman yang dicapai airtanah ini bervariasi tergantung
pada tipe tanah dan vegetasi. zona airtanah ini dapat diklasifikasikan
menjadi: zona air higroskopis, yaitu air yang diserap langsung dari
udara di atas permukaan tanah; air kapiler; dan air gravitasi, yaitu air
yang bergerak ke dalam tanah karena gaya gravitasi bumi.
2) Zona pertengahan (intermediate zone). zona ini umumnya terletak
antara permukaan tanah dan permukaan airtanah dan merupakan
daerah infiltrasi.
3) Zona kapiler (capilary zone). zona kapiler terbentang dari
permukaan airtanah ke atas sampai ketinggian yang dapat dicapai
oleh gerakan air kapiler.
4) Zona jenuh (saturated zone). Pada zona jenuh ini semua pori-pori
tanah terisi oleh air.
17
(aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan
permeabel yang jenuh dengan airtanah disebut juga akuifer (lapisan pengandung
air).
2.5.4.2.Air Bebas dan Air Tertekan
Airtanah dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel mendapat
tekanan dan disebut air tertekan. Airtanah dalam akuifer yang tidak tertutup
dengan lapisan impermeabel disebut airtanah bebas atau air tak tertekan.
Permukaan airtanah di sumur dari airtanah bebas adalah permukaan air bebas dan
permukaan airtanah dari akuifer adalah permukaan air tertekan. Jadi permukaaan
air bebas adalah batas antara zona yang jenuh dengan airtanah dan zona aerasi (tak
jenuh) dari atas zona yang jenuh.
Air bebas mempunyai suatu keadaan yang pelik di dalam tanah yang
disebabkan oleh kapilaritas. Sebaliknya, permukaan airtanah tertekan itu
ditentukan oleh gradien antara titik pemasukan dan titik pengeluaran dan oleh
karakteristik dari akuifer. Karakteristik-karakteristik air bebas dan air tertekan
dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik air bebas dan air tertekan
Zona Air Air Bebas Air Tertekan
Akuifer Mempunyai hubungan Ditutup dengan lapisan
dengan zona aerasi impermeabel
Permukaan Batas antara zona aerasi dan Permukaan air tertekan
airtanah zona jenuh adalah (dengan tekanan)
permukaan airtanah bebas.
Permukaan air di Permukaan air bebas Variasi permukaan air
sumur berubah-ubah perlahan- tertekan menyebar
lahan oleh pemompaan atau secepat kecepatan suara.
berhenti. Permukaan itu Permukaan itu berubah
dipengaruhi dengan pekak sedikit peka terhadap
oleh curah hujan dan tekanan udara dan pasang
kondisi aliran sungai, tetapi surut. Akan tetapi,
tidak dipengaruhi oleh dipengaruhi banyak oleh
tekanan udara dan pasang curah hujan dan kondisi
surut. aliran sungai.
Jari-jari pengaruh 150-500 m, terbesar 1.000 500-1000 m, untuk jari-
m. jari beberapa km.
Sumber : Todd, 1995
18
2.5.4.3.Karakteristik air lapisan dan air celah
Karakteristik air lapisan dan air celah disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Air Lapisan dan Air Celah
Keterdapatan
Air Lapisan Air Celah
Air
Kondisi kadar Air terdapat dalam ruang Air terdapat dalam ruang
air antara butir-butir tanah celah sekunder atau zona
dari lapisan. retakan.
Theori airtanah Umumnya dapat Dalam banyak hal tidak
diekplorasi dapat diekplorasi
Keadaan akuifer Akuifer dibentuk dan Akuifer khusus tidak
didistribusi secara teratur dibentuk dan didistribusi
menurut kondisi secara tidak teratur. Air diisi
sedimentasi. Air diisi terutama melaui zona celah
terutama melalui akuifer dan retakan
Jenis akuifer Pasir, kerikil, lapisan- Zona retakan yang
lapisan pasir, dan kerikil terbentuk dalam batuan
dalam alluvium atau daras (dalam lapisan
dilluvium sebelum tersier atau batuan
fragmen gunung api)
Daerah tempat Dataran, terras Daerah bergunung-gunung,
terjadinya kaki gunung api
Cara Sumur, kolam pengumpul, Pemboran horizontal,
pengambilan air saluran pengumpul terowongan
Sumber : Todd, 1995
19
penyusupan, makin banyak bahan-bahan listrik yang larut dalam airtanah. Jadi
kondisi air susupan dapat diketahui dengan garis tahanan iso-listrik dari airtanah.
Koefisien permeabilitas dari lapisan yang diendapkan di dataran alluvial yang
sebagian besar terdiri dari pasir dan kerikil adalah kira-kira 10-1 cm/det.
Mengingat gradien hidroliknya hampir sama dengan gradien sungai, maka
kecepatan alirannya juga besar. Jadi suhu air dan kualitasnya adalah lebih
menyamai suhu dan kualitas air sungai dari pada airtanah.
Dalam periode kurang air, volume air susupan sangat berkurang. Arah aliran
air berubah dan airtanahpun keluar ke sungai, sehingga memerlukan penyelidikan
yang cukup untuk menentukan cara pengambilan air. Untuk meningkatkan
efisiensi pengambilan air, maka arah letak drainase pengumpul harus tegak lurus
pada garis kontur permukaan air.
(2) Airtanah di lapisan yang dalam
Alluvium dan dilluvium yang diendapkan setebal seratus sampai beberapa m di
dataran alluvium terdiri dari lapisan pasir dan lapisan kerikil, lapisan loam dan
lapisan lempung. Airtanah di lapisan yang dalam selalu tertekan dan seringkali
permukaan air yang tertekan itu terdapat di dekat permukaan tanah.
a. Permeabilitas dari akuifer adalah kira-kira 10-2 sampai 10-3 cm/det
dan mengingat permukaan air hidrolik itu dalam, maka
pengambilan air dilakukan dengan sumur dalam.
b. Untuk pipa 300 mm, kapasitas pompa 1000 sampai 3000 m3/hari.
c. Penurunan permukaan airtanah dapat terjadi oleh konsolidasi
lapisan lempung yang disebabkan oleh penurunan permukaan
airtanah.
d. Jika pemompaan diadakan pada lapisan yang dalam, maka
penurunan permukaan air tertekan itu besar dan jari-jari lingkaran
pengaruh dapat mencapai beberapa kilom.
(3) Airtanah sepanjang pantai
Mengingat sumur di tepi pantai itu tidak dapat dipergunakan kembali setelah
dimasuki air asin, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk airtanah bebas: Jika batas antara air asin dan air tawar
berada dalam keseimbangan yang statis, maka untuk zona
20
airtanah bebas di pantai dengan permeabilitas yang kira-kira
merata, berlaku (Todd, 1995):
= ( + )
=
dimana:
0 : kerapatan air tawar
: kerapatan air asin
h : tinggi dari permukaan air asin ke permukaan air tawar
H : dalam dari permukaan air laut ke batas (antara air asin dan air tawar).
Untuk 0 = 1000, = 1.024 didapat H = 42 h
Hubungan di atas disebut hukum Herzberg. Percampuran air asin dan air tawar
dalam sebuah sumur dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
Dasar sumur terletak di bawah perbatasan antara air asin
dan air tawar.
Permukaan air dalam sumur selama pemompaan menjadi
lebih rendah dari permukaan air laut, sehingga daerah
pengaruhnya mencapai tepi pantai.
Keseimbangan perbatasan antara air asin dan air tawar
tidak dapat dipertahankan. Perbatasan itu dapat naik secara
abnormal yang disebabkan oleh penurunan permukaan air
di dalam sumur selama pemompaan.
b. Untuk airtanah tertekan : Perbatasan antara air asin dan air tawar
dalam akuifer tertekan ditentukan oleh dalamnya akuifer,
permeabilitas, besar tekanan, dan lain-lain. Jadi terkadang,
meskipun sumur dalam dan di tepi pantai, tidak akan terdapat
percampuran air asin. Tetapi kadang-kadang percampuran itu
akan terjadi walaupun sumur dangkal dan cukup jauh dari tepi
pantai.
c. Alluvium di atas lembah yang tenggelam : Jika lapisan pasir dan
kerikil dengan permeabilitas yang tinggi diendapkan di atas dasar
lembah yang tenggelam dan mempunyai daerah pengaliran yang
21
kecil dibandingkan dengan luas lembah, maka sering juga air asin
dapat menyusup agak jauh ke dalam daratan melalui pasir dan
kerikil.
2.5.5.2.Airtanah di Dalam Kipas Detrital
Endapan kipas detrital dibagi atas endapan di atas kipas, dan endapan di bagian
ujung bawah kipas. Kesemuanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Endapan di atas kipas terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tidak
terpilih. Zona penambahan dimana airtanah sulit ditampung, terbentuk
pada bagian hulu endapan. Permeabilitas endapan pada bagian atas kipas
adalah sekitar 10-1 sampai 10-2 cm/det.
2. Endapan dibagian tengah kipas terdiri dari lapisan pasir dan
permeabilitasnya 10-2 sampai 10-3 cm/det. Permukaan airtanah bebas
umunya dalam.
3. Endapan loam pada ujung bawah kipas umumnya berbentuk lensa.
Akuifer yang terdapat di bawah endapan ini adalah airtanah tertekan.
4. Makin dekat ke ujung batas kipas, permukaan airtanah makin dangkal
dan seringkali akan keluar di ujung bawah kipas. Tetapi pada bagian ini
dapat terbentuk juga zona airtanah tertekan yang dangkal mengingat
bagian ini tertutup dengan lapisan lempung
2.5.5.3. Airtanah di Dalam Terras Diluvial
Airtanah terras diluvial yang tertutup dengan endapan terras yang agak tebal
ditentukan oleh keadaan bahan dasar dan daerah pengaliran dari terras. Kondisi-
kondisinya adalah sebagai berikut:
1. Airtanah pada lembah, bagian dari batuan dasar terdapat akuifer yang
tebal dan mata air akan keluar pada bagian dimana batuan dasar itu
letaknya dangkal.
2. Terras bersambungan dengan kaki gunung api dan endapan lapisannya
juga bersambungan dengan endapan kasar gunung api, maka pengisian
airtanah akan menjadi besar meskipun daerah aliran terras itu kecil.
2.5.5.4. Airtanah di Kaki Gunung Api
Mengingat kaki dari gunung api mempunyai topografi yang aneh, maka
airtanahnya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
22
1. Kaki gunung api mempunyai latar belakang yang tinggi, sehingga bagian
ini mempunyai curah hujan yang lebih banyak dari pada daerah
sekelilingnya. Pengisian airtanah tentu lebih banyak.
2. Fragmen-fragmen gunung api mempunyai ruang-ruang yang banyak dn
dapat dengan mudah menyalurkan airtanah. Pada ujung terras akan
terbentuk akuifer yang besar dengan mata air yang banyak.
3. Mengingat pada bagian dasar aliran lava itu terdapat banyak retakan dan
ruang-ruang, maka airtanah dengan mudah dapat melalui dasar sepanjang
lembah itu. Airtanah mempunyai sifat seperi air celah.
2.5.5.5. Airtanah di zona Retakan
Mengingat lapisan-lapisasn di zaman Tersier mempunyai kepadatan yang
besar, porositas efektif antara butir tanah adalah kecil. Koefisien permeabilitasnya
10-4 sampai 10-6 cm/det dan tidak terbentuk akuifer. Akan tetapi jika terdapat zona
retakan yang memotong lapisan-lapisan ini, maka di dalamnya terisi air celah.
Sesar tegak (ortho-fault) dengan lapisan teratas yang turun mempunyai banyak
ruan-ruang (rongga-rongga), dan dapat dengan mudah mengandung air celah.
Selanjutnya, mengingat airtanah yang terkumpul pada zona sesar sedemikian
malampaui topografi dan geologi daerah aliran, maka dapat diambil berlimpah-
limpah airtanah yang kualitasnya baik secara terus menerus jika pengambilannya
dilakukan dengan penggalian terowongan pada titik yang cukup dalam.
Sebaliknya, sesar balik dimana lapisan bawahnya yang turun, kebanyakan
mempunyai ruang-ruang yang sedikit yang disebabkan oleh pembentukan sesar
airtanah liat. Airtanah itu terbendung oleh dasar, sehingga permukaan airtanah
naik. Pengambilan airtanah dapat diusahakan dengan penggalian sumur
horisontal.
2.5.6. Sistem Akuifer dan Geologi
2.5.6.1. Lithologi, Stratigraphi, dan Struktur
Kondisi alami dan distribusi akuifer, aquiclude, dan aquitard dalam sistem
geologi dikendalikan oleh lithologi, stratigraphi, dan struktur dari material
simpanan geologi dan formasi (Freeze dan Cheery, 1979). Selanjutnya dijelaskan
bahwa geologi merupakan susunan fisik dari simpanan geologi. Susunan ini
termasuk komposisi mineral, ukuran butiran dan kumpulan butiran (grain
23
packing) yang terbentuk dari sedimentasi atau batuan yang menampilkan sistem
geologi. Stratigraphi menjelaskan hubungan geometris dan umur antara macam-
macam lensa, dasar, dan formasi dalam geologi sistem dari asal terjadinya
sedimentasi. Bentuk struktur seperti: pecahan (cleavages), retakan (fractures),
lipatan (folds), dan patahan (faults), merupakan sifat-sifat geometrik dari sistem
geologi yang dihasilkan oleh perubahan bentuk (deformation) akibat adanya
proses penyimpanan (deposition) dan proses kristalisasi (crytallization) dari
batuan. Pada simpanan yang belum terkonsolidasi (unconsolidated deposits),
lithologi dan stratigraphi merupakan pengendali yang paling penting.
25
heterogen dalam distribusi sifat-sifat hidroliknya. Dalam klasifikasi tanah sering
disebut well graded. Akibatnya kapasitas air di akuifer ini menjadi besar dan pada
umunya volume airtanahnya seimbang (aquillibrium) dengan air yang ada di
sungai. Akuifer ini membantu pengaturan rezim aliran sungai. Sehingga boleh
dikatakan di setiap daerah dengan akuifer jenis ini, akuifer ini merupakan sumber
yang penting untuk suplai air. Di daerah hulu aliran sungai umumnya air sungai
meresap ke tanah (infiltrasi) dan mengisi akuifer (recharge) ini. Hal ini terjadi
karena ketinggian dasar sungai relatif di atas ketinggian muka airtanah pada
akuifer. Namun semakin ke hilir aliran sungai, akuifer memberikan pengisian ke
aliran sungai (recharge). Karena muka airtanah di akuifer relatif lebih tinggi di
bandingkan dengan dasar sungai. Pengisian ini menimbulkan aliran dasar (base
flow) di sungai sepanjang tahun, walaupun pada musim kemarau tidak terjadi
hujan di daerah aliran sungai (DAS). Ditinjau dari kuantitas dan kandungan air
yang dimilikinya, maka akuifer ini merupakan akuifer yang paling baik
dibandingkan dengan akuifer jenis lain.
Menurut Freeze dan Cherry (1979), dilihat dari terbentuknya sedimen, maka
ada dua jenis sungai, yaitu sungai-sungai berbentuk selampit (braided rivers) dan
sungai-sungai bermeander. Sengai-sungai berbentuk selampit umumnya terjadi di
bagian hulu daerah aliran sungai, dimana sedimen yang terbawa aliran air berupa
butiran pasir kasar dan kerikil serta kecepatan arusnya tinggi karena kemiringan
dasar sungainya yang curam. Pergeseran posisi saluran dan perubahah kecepatan
sungai mengakibatkan simpanan material dasar sungai (bed load) berupa pasir dan
kerikil dengan lanau dan lempung yang relatif sedikit. Sedangkan sungai-sungai
yang bermeander yaitu sungai yang berlekuk-lekuk, yang biasanya terletak di
bagian hilir daerah aliran sungai juga mempunyai simpanan pasir halus dan
kerikil, tetapi kuantitasnya jauh lebih sedikit. Pada tipe sungai-sungai ini
kandungan sedimennya didominasi oleh lanau dan lempung. Kemiringan dasarnya
relatif datar dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan sungai-
sungai berselampit. Kadang-kadang karena lambatnya kecepatan di suatu tempat
aliran sungai terjadi perpotongan sungai (cut-off channel).
26
2.5.7. Param-Param Aliran Airtanah
2.5.7.1.Konduktivitas Hidrolik dan Permeabilitas
Nilai konduktivitas hidrolik K merujuk pada sifat-sifat fluida dan batuan, atau
dengan kata lain K merupakan fungsi dari sifat fluida dan tanah dan dinyatakan
dengan bentuk matematis K = f (fluida dan sifat-sifat tanah) dengan persamaan
(Fetter, 1994):
cd 2 g kg
K
dimana:
k = cd2 merupakan permeabilitas dengan dimensi m2
= centipoise = 10-3 Pascal.detik = 10-3 Newton/m2 detik
1 N = 1 kg m/detik2
= kg/m3
g = m/detik2
K = m/detik
Sedangkan param permeabilitas K (the specific or intrinsic permeability)
merujuk hanya pada sifat-sifat batuan dan merupakan param yang menunjukkan
berapa besar luas area batuan yang dilalui oleh fluida. Param ini umumnya
digunakan untuk kepentingan geologi perminyakan karena keberadaan gas,
minyak, dan air di dalam sistem aliran yang berdimensi multiphase membuat
param fluida bebas konduksi (hantaran) lebih atraktif. Dimensi dari k seperti
sudah disebutkan di atas adalah L2 dan ini bisa cm2 atau m2. karena bila dipakai
dimensi cm2 atau m2 nilai k adalah sangat kecil maka umumnya dalam geologi
perminyakan memakai satuan Darcy yang didefinisikan sebagai permeabilitas
yang akan menghasilkan debit spesifik sebesar satu cm/detik untuk suatu fluida
dengan viskositas satu centipoise dengan gradien hidrolik yang membuat
terminologi g dh/dl sama dengan satu atm/cm.
Nilai k dan K mempunyai beda jangkauan (range) yang cukup besar, misal
untuk jenis tanah pasir nilai k berkisar dari 10-1 sampai dengan 10-3 Darcy,
sedangkan nilai K berkisar antara 10-4 sampai 1 cm/detik. Angka desimal ketiga
dan seterusnya baik untuk k maupun K tidak berpengaruh banyak terhadap hasil
analisis perhitungannya, karena analisis ini pada prinsipnya merupakan konsep
27
pemilahan dari pemisahan antara nilai yang berdekatan dengan nilainilai yang
sangat berbeda dari param-param yang mempengaruhi perhitungan. Dengan
mengetahui nilai-nilai yang berdekatan dan penting (signifikan), param lainnya
yang nilainya jauh berbeda dapat diabaikan dan tidak perlu diperhitungkan
sehingga analisisnya menjadi jauh lebih mudah.
28
merupakan suatu tampungan yang elatis. Bila tidak ada pemadatan (compaction)
akuifer, maka penambahan air akan menyebabkan aliran air masuk ke akuifer.
Tampungan spesifik So merupakan kumulatif dari perubahan isi air akibat
kompresibilitas dari akuifer () dan kompresibilitas akibat dari air itu sendiri ().
Dengan adanya pemompaan sebesar Q terhadap isi air akuifer, maka akan
mengurangi pori dari butiran tanah di dalam akuifer dan hal ini akan menurunkan
potentiometric surface yaitu tingginya kemampuan air di dalam akuifer yang
terletak di luar batas akuifer. Karena akuifernya merupakan lapisan yang dibatasi
oleh dua permukaan (layer) yang impermeabel.
Pada kondisi ini akuifer (diasumsikan) elastis sehingga dengan adanya
pemompaan akan memadatkan akuifer (akuifer compaction) tersebut (fetter,
1995).
2.5.7.3. Storativitas (S)
Storativitas diformulasikan sebagai:
S = gb ( + n)
Storativitas merupakan angka tak berdimensi dengan melihat bahwa umumnya
tebal akuifer antara 5 sampai 100 m, maka nilai storativitas berkisar antara 0,005
sampai 0,00005.
2.5.7.4. Transmisivitas (T)
Transmisivitas didefinisikan sebagai besarnya konduktivitas hidrolik K
dikalikan dengan tebal akuifer b, sehingga rumusnya ditulis:
T = K b
Dimensi dari T adalah L2/T. Bila untuk pasir K = 10-3 m/detik dengan tebal
akuifer 50 m, maka besarnya T = 0,05 m2/detik.
2.5.7.5. Difusivitas
Formula untuk difusifitas D adalah:
T K
D
S So
Transmisivitas T dan storativitas S khususnya dipakai untuk analisis aliran
airtanah 2 dimensi pada akuifer tertekan. Bila persoalan airtanah lebih dominan
dalam bentuk 3 dimensi, maka disarankan untuk memakai hidrolik konduktivitas
29
K, tampungan spesifik So atau pemakaian param porositas n, permeabilitas k, dan
kompresibilitas akuifer .
2.5.7.6. Specific Yield (Sy)
Param tampungan spesifik So digunakan untuk akuifer yang dibatasi oleh dua
lapisan kedap air, seperti yang terjadi pada akuifer tertekan. Pada kondisi dimana
lapisan kedap airnya hanya satu, yaitu pada akuifer tidak tertekan, param
tampungan dikenal dengan sebutan specific yield (Sy). Definisinya ialah isi
(volume ) air yang keluar dari tampungan oleh satuan luas dari akuifer tak
tertekan akibat satu unit penurunan dari muka air (water table).
Pengertian specific yield dapat juga dijelaskan seperti berikut ini. Pada akuifer
tak tertekan, muka airtanah berfungsi sebagai batas daerah jenuh air dan daerah
tak jenuh air. Di daerah tak jenuh air, kadar air merupakan perbandingan isi air
dengan total isi material tanah dan selalu lebih kecil dari porositas n ( n). Pada
muka airtanah dan di daerah jenuh air besarnya = n.
Nilai Sy jauh lebih besar dibandingkan S yaitu berkisar antara 0,01 0,03. nilai
Sy yang besar menunjukkan bahwa keluarnya air dari tampungan di akuifer tak
tertekan merupakan dewatering langsung dari pori-pori tanah, sedangkan
keluarnya air dari tampungan di akuifer tertekan merupakan efek sekunder dari
ekspansi air dan pemadatan akuifer yang disebabkan karena adanya perubahan
tekanan fluida (g). Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa akuifer
tak tertekan lebih efisien sebagai sumber air dibandingkan dengan akuifer
tertekan. Untuk nilai debit yang sama, hanya dibutuhkan ketinggian hidrolik yang
lebih kecil.
30
Batu gamping 14
Gemuk pasir 38
gambut 26
sekis 26
Batu debu 12
Tuf 21
Sumber : Todd, 1995
2.5.7.7. Gerakan Airtanah
Sebagai hasil dari cara bahan-bahan diendapkan semula, sistem-sistem akuifer
hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidroliknya. Bahkan bila struktur
geologi sistem akuifer diketahui, maka detil gerakan air di dalamnya sulit untuk
diketahui. Banyak detil gerakan airtanah masih belum dipahami dengan jelas.
Tetapi, proses umum gerakan airtanah sangatlah sederhana. Suatu gerakan yang
didorong oleh gaya berat dan ditahan oleh gesekan cairan pada medium yang
porous. Bila kita bawa prinsip yang sederhana itu pada perlakuan matematis dari
aliran airtanah, maka asumsi-asumsi dan generalisasi tertentu harus dilakukan.
Beberapa dari asumsi-asumsi itu (Dam, 1966) adalah:
1. Akuifer haruslah homogen dan isotropik (permeabilitas dalam arah x,
y, dan z adalah sama).
2. Lapisan-lapisan semi-tembus mempunyai ketahanan hidrolik yang
seragam.
3. Koefisien permeabilitas merupakan invarian waktu (tak tergantung
waktu).
4. Transmisibilitas suatu akuifer bebas adalah konstan.
5. Koefisien cadangan/simpanan adalah konstan.
6. Pelepasan air dari cadangan adalah seketika.
7. Zona kapiler dapat diabaikan.
Dengan menggunakan kriteria ini, aliran airtanah untuk keadaan lunak (nilai-
nilai konstan dengan waktu pada titik yang berbeda pada akuifer-stasioner) tak
tertekan (kerapatan air tetap konstan) diperlakukan secara matematik. Persamaan-
persamaan dasar yang menjelaskan perlakuan ini didasarkan atas 2 hukum, yaitu
hukum Darcy dan hukum Kontinuitas.
Hukum Darcy
Kombinasi gaya gravitasi bumi (Z) dengan tekanan potensial (P) disebut
tinggi-energi hidrolik (hydraulic head). Perbedaan tinggi energi hidrolik H antara
31
dua tempat sering disebut dH. Apabila nilai perbedaan tersebut diwujudkan dalam
satuan panjang, maka ia akan ditulis dH/L dan disebut gradien hidrolik (hydraulic
gradient). Gradien hidrolik merupakan tenaga pendorong gerakan air dalam tanah.
Jika permukaan airtanah bebas itu mempunyai gradien, maka airtanah akan
bergerak ke arah tersebut.
Oleh adanya hujan yang terputus, evaporasi, dan buangan air di lapangan,
maka akan selalu ada tenaga pendorong gerakan airtanah. Untuk dapat
memperkirakan laju gerakan air dalam tanah, diperlukan tambahan informasi luas
penampang melintang (A) daerah yang akan dilalui airtanah serta faktor
konduktivitas hidrolik (K) yang merupakan karakteristik airtanah.
Menurut hukum Darcy, kecepatan semu aliran adalah sebanding dengan
gradien hidrolik (h/l) adalah :
=
Dimensi q adalah L3/T dan persamaan di atas berlaku untuk tanah jenuh.
Hukum Darcy dapat juga digunakan untuk menghitung besarnya aliran air dalam
tanah tidak jenuh. Proses perhitungan aliran air pada tanah tidak jenuh lebih rumit
karena nilai K tidak hanya tergantung pada ukuran pori-pori tanah, tapi juga pada
keadaan kelembaban tanah.
nilai K (0v) bervariasi dari 50 cm/hari pada tanah basah sampai 0,001 cm/hari
pada keadaan permanent wilting point (PWP). Tabel 6 berikut ini memperlihatkan
kecepatan aliran airtanah yang diukur di lapangan.
32
Tabel 6. Kecepatan Airtanah di Berbagai Jenis Batuan
Kecepatan Rata-Rata Aliran
(m/hari)
Karakteristik Tanah Dalam
Ukuran Butir (mm) Gradien Gradien
Akuifer
Hidrolik 1 % Hidrolik 100
%
Silt, pasir halus 0,005-0,25 0.02 2.0
Pasir sedang 0,25-0,5 0.35 35.0
Pasir kasar, kerikil halus 0,5-2,0 1.92 192.0
Kerikil 2,0-10,0 9.09 909.0
Kecepatan maksimum dalam 18,5 (ukuran butir 33.33 3,333.0
kerikil efektif)
Sumber : Todd, 1995
Porositas yang lebih besar tidak selalu disertai oleh permeabilitas yang lebih
baik (porositas adalah kadar ruang antara butir-butir yang membentuk lapisan-
lapisan). Sebagai contoh adalah lempung. Porositas lapisan lempung adalah sangat
besar, tetapi permeabilitasnya adalah kecil karena ruang-ruangnya sangat kecil.
Permeabilitas ditentukan oleh porositas efektif. Tabel 7 memperlihatkan porositas
efektif dan koefisien permeabilitas dari suatu lapisan.
Tabel 7. Porositas dan Permeabilitas Lapisan
Porositas Porositas Koefisien
Jenis Lapisan
(%) Efektif (%) Permeabilitas
Alluvium Lapisan lempung 45-50 5-10 10-4-10-5
Lapisan silt 35-45 5-8
Lapisan pasir 30-35 20-25 10-1-10-2
Lapisan pasir dan 25-30 15-20
kerikil
Dilluvium Lapisan lempung 50-60 3-5 10-5-10-6
Lapisan silt 40-50 5-10
Lapisan pasir 35-40 15-20 10-2-10-3
Lapisan pasir dan 30-35 10-20
kerikil
Neo- Lapisan lumpur 55-65 3-5 10-5-10-6
Tersier Lapisan batu pasir 40-50 5-10 10-3-10-4
Lapisan tufa 30-65 3-10 10-3-10-6
Sumber : Todd, 1995
Keterbatasan umum Hukum Darcy adalah (Seyhan, 1990):
1. Berlaku untuk aliran laminer pada media porous, yang berarti
bahwa ini berlaku untuk bilangan Reynolds hingga 10.
2. Untuk maksud-maksud rekayasa, hukum ini mempunyai
ketelitian dengan kesalahan 1 2 %.
33
Hukum Kontinuitas
Hukum ini yang digunakan bersama-sama hukum Darcy dalam memecahkan
permasalahan airtanah yang dapat dituliskan untuk keadaan lunak (invarian
waktu) dan tak dapat ditekan (kerapatan air yang konstan) sebagai:
qx qy qz
0
x y z
yang hanya mendefinisikan kenyataan bahwa air yang meninggalkan suatu
tubuh harus berasal dari suatu tempat. Untuk akuifer semi tertekan, persamaan ini
menjadi sama dengan kebocoran dari akuifer. Sehingga,
qx qy qz 1 2
x y z C 1H C2H
dimana:
C1 = ketahanan hidrolik lapisan semi tembus yang membatasi di bagian atas
= d1 / k1
C2 = ketahanan hidrolik lapisan semi tembus yang membatasi di bagian
bawah
= d2 / k2
H = ketebalan akuifer.
Dengan menggunakan 2 hukum ini, dalam batas-batas asumsi yang disajikan
pada awal sub-bahasan ini banyak permasalahan airtanah dapat dipecahkan secara
matematik.
2.5.8. Sifat-Sifat Akuifer dan Batuan Dasar
Dalam hal-hal tertentu, corak batuan dasar dan akuifer dapat diketahui dari
corak airtanah. Jika lapisan akuifer yang permeabel terletak di atas batuan dasar
yang mempunyai titik perubahan gradien yang besar, maka gradien airtanah juga
berubah menjadi curam pada titik perubahan tersebut di atas. Akan tetapi, jika
batuan dasar mempunyai gradien yang berlawanan terhadap gradien airtanah,
maka aliran airtanah pada bagian batuan dasar akan menjadi tidak normal dan
permukaan airtanah seolah-olah akan berbentuk garis lurus. Jadi dalam hal ini,
bentuk batuan dasar yang cekung tidak tercermin pada gradien airtanah.
Juga keadaan permukaan airtanah dapat berubah karena variasi sifat akuifer
tersebut. Airtanah yang datang dari bagian-bagian butir kasar dinaikkan oleh
34
airtanah yang datang dari bagian butir halus, sehingga gradien permukaan airtanah
diperkecil, lalu pada batas antara bagian-bagian butir halus dan bagian-bagian
butir kasar gradiennya menjadi curam.
2.5.9. Gradien Permukaan Air Tertekan
Jika penampang permeabel melintang adalah sama, maka meskipun keadaan
akuifer itu berubah-ubah, gradien permukaan air tertekan akan berhimpitan
dengan gradien dari penampang antara titik pemasukan airtanah dengan titik
akhirnya. Sebaliknya, jika penampang permeabel berubah-ubah, maka permukaan
air tertekan juga berubah pada titik perubahan tersebut. Perubahan permukaan air
disebabkan oleh perubahan kelapisan butir-butir kasar dengan porositas efektif
yang besar dan kelapisan butir-butir halus dengan porositas efektif yang kecil.
Perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan tebalnya akuifer.
2.5.10. Hubungan Airtanah dan Air Sungai
Hubungan airtanah dan air sungai dapat ditentukan dengan garis kontur
permukaan airtanah. Airtanah dapat bertambah karena adanya peresapan air
sungai. Airtanah juga dapat mengalir ke sungai atau airtanah dan air sungai sama-
sama netral. Selanjutnya terdapat juga keadaan dimana pada sisi yang satu air
sungai bertambah oleh airtanah dan pada sisi yang lain air sungi itu meresap ke
dalam tanah, sehingga arah aliran berbalik dan tergantung dari musim. Keadaan-
keadaan ini terdapat antara airtanah dan air sungai dalam bekas sungai yang lama
atau di dataran banjir (flood plain).
2 2
=
Dimana
= Tahanan jenis (Ohm-M)
AB = Spasi antara dua elektroda arus
MN = Spasi antara dua elektroda tegangan
V = Tegangan listrik (Volt)
I = Kuat aru listrik (ampere)
Skema Pemasangan elektroda arus dan potensial konfigurasi Schlumberger disajikan
pada Gambar 3.
36
Gambar 4. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Wenner
37
Gambar 5. Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole Sounding
38