Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner

ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

1. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas

oleh orang lain.

Universitas Sumatera Utara


2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek,

yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.1.2 Domain Perilaku

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu di

dalam tiga domain (ranah/kawasan), yang terdiri dari ranah pengetahuan (knowlegde),

ranah sikap (attitude), dan ranah tindakan (practice).

1. Pengetahuan (Knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak

mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap

masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau

orang lain yang sampai kepada seseorang (Notoatmodjo, 2003)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

1. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,

kondisi fisik.

2. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan

(Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau

ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari

orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau

menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi

terhadap objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan faktor

penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada

pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap

positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan

kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir

seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo,

2007).

Universitas Sumatera Utara


3. Praktik atau tindakan (practice)

5. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas

dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3 Perilaku Kesehatan

Menurut sebagian psikolog perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada

dalam diri manusia dan dorongan ini merupakan salah satu usaha untuk memenuhi

kebutuhan yang ada dalam diri manusia dan dengan adanya dorongan tersebut

menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang

mengarah pada tujuan (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku kesehatan yaitu suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus

atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Dari definisi tersebut kemudian dirumuskan bahwa perilaku kesehatan terkait

dengan :

1. Perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan.

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman).

Menurut Karl dan Cobb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) membuat

perbedaan di antara tiga tipe yang berkaitan dengan perilaku kesehatan, yaitu :

1. Perilaku kesehatan yaitu suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu yang

meyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendektesinya

dalam tahap asimptomatik.

Universitas Sumatera Utara


2. Perilaku sakit yaitu aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu yang merasa

sakit, untuk mendefinisikan keadaan kesehatannya dan untuk menemukan

pengobatan mandiri yang tepat.

3. Perilaku peran-sakit yaitu aktivitas yang dilakukan untuk tujuan mendapatkan

kesejahteraan oleh individu yang mempertimbangkan diri mereka sendiri sakit,

hal ini mencakup mendapatkan pengobatan dari ahli terapi yang tepat.

2.2 Persepsi Tentang Sehat-Sakit dan Perilaku Sakit

2.2.1 Konsep Sehat-Sakit

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk

dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefenisikan

kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian, kebanyakan sumber ilmiah

setuju bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen

biomedis, personal dan sosiokultural (Sari, 2008).

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah selalu

objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan kondisi

tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi

oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya

petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang

objektif berdasarkan simptom yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik

seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan

inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan.

Namun pengertian sehat yang sering digunakan adalah definisi sehat menurut WHO

yakni sehat adalah Keadaan sejahtera fisik, mental, dan spiritual tidak hanya bebas

sakit, cacat dan kelemahan tetapi juga harus berproduktifitas (Sarwono, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Elwes dan Sinmett (1994) gagasan orang tentang sehat dan sakit

sangatlah bervariasi. Gagasan ini dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan

harapan-harapan, di samping juga pandangan mereka tentang apa yang akan

mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan

untuk menjalankan peran mereka (Sari, 2008).

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat

dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai

kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional

menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu personalistik dan naturalistik.

Personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari

suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau

dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat)

maupun manusia (tukang sihir atau tukang tenung) (Anderson, 2009).

Berlawanan dengan personalistik, naturalistik menjelaskan tentang penyakit

dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, di sini agen yang aktif tidak

menjalankan peranannya. Dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan model

keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh humor, yin dan yang,

serta dosha dalam Ayurveda berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan

kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat. Apabila keseimbangan ini

terganggu dari luar maupun dalam oleh kekuatan-kekuatan alam seperti panas,

dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka terjadilah penyakit (Anderson,

2009).

Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (2005), mengatakan bahwa

persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa

Universitas Sumatera Utara


lalu, di samping unsur sosial budaya. Pada penelitian penggunaan pelayanan

kesehatan di propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1990,

hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan

sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur,

rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah

tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas-dingin, pusing, lemas,

kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa

Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan

tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek,

mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut

bengkak (Syafrina, 2007).

Menurut Sudarti dalam Sarwono (2005) menggambarkan secara deskriptif

persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit;

masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami

serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit

ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak ada nafsu makan.

Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu

makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat

menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia

2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.

3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).

Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua,

dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan

Universitas Sumatera Utara


bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus

dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya

penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab

sakit. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan

mereka terhadap penyebab sakit (Syafrina, 2007).

2.2.2 Perilaku Sakit

Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis

dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi

penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah penilaian individu

terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Von Mering, studi yang

benar mengenai makhluk manusia yang sakit berpendapat bahwa setiap individu

hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik,

mental, medikal dan sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, si

sakit terlibat dalam serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal

maupun eksternal baik spesifik maupun non spesifik (Anderson, 2009).

Tingkah laku sakit, yakni istilah yang paling umum, didefinisikan sebagai

cara-cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi, dan diperankan oleh seorang

individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi

tubuh yang kurang baik (Anderson, 2009).

Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa adanya peranan sakit. Misalnya seorang

dewasa yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, ia

harus memutuskan, apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan,

atau memanggil dokter. Namun hal ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya

apabila penyakit itu telah didefenisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


seseorang tidak dapat melakukan sebagian atau seluruh peranan normalnya, yang

berarti mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan

orang-orang di sekelilingnya, maka barulah dikatakan bahwa seseorang itu

melakukan peranan sakit. Sebagaimana dikatakan Jaco, ketika tingkah laku yang

berhubungan dengan penyakit disusun dalam suatu peranan sosial, maka peranan

sakit menjadi suatu cara yang berarti untuk bereaksi dan untuk mengatasi

eksistensi dan bahaya-bahaya potensial penyakit oleh suatu masyarakat (Anderson,

2009).

Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh

individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Dalam hal ini bila

seseorang sakit maka ia akan mengalami beberapa tahapan yang dimulai dari

timbulnya gejala-gejala yang menunjukkan suatu kondisi sakit hingga si sakit

mencari pengobatan. Sedangkan perilaku sehat adalah segala tindakan yang

dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk

pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui

olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat ini dipertunjukkan oleh individu-

individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka

betul-betul sehat (Sarwono, 2005).

Menurut Mechanic yang dijabarkan oleh Sarwono (2005), m enjelaskan bahwa

terjadi proses dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya

pengobatan. Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit,

antara lain :

a) Dikenalinya atau dirasakannnya gejala-gejala atau tanda-tanda ang

menyimpang dari keadaan biasa

Universitas Sumatera Utara


b) Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya.

c) Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan

dalam kegiatan sosial lainnya.

d) Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.

e) Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu atau kemungkinan individu

untuk diserang penyakit itu.

f) Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakit itu.

g) Perbedaan interperetasi terhadap gejala yang dikenalnya.

h) Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku untuk mengatasi gejala sakit

tersebut.

i) Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai Sarana tersebut,

tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial

(rasa malu, takut, dan sebagainya).

2.3 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009).

Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis

pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini

ditentukan oleh :

1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara

bersama-sama dalam suatu organisasi.

Universitas Sumatera Utara


2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan

atau kombinasi dari padanya.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum

dapat dibedakan atas dua, yaitu :

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran

(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat

sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan

utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta

sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat

(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya

secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta

sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

2.3.1 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki berbagai persyaratan pokok.

Syarat pokok yang dimaksud adalah :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat

berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang

Universitas Sumatera Utara


dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam

masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan harus dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta

bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan harus mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat.

Pengertian ketercapaian yang dimaksud di sini terutama dari sudut lokasi.

Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik,

maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

4. Mudah dijangkau

Pelayanan kesehatan harus mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat.

Pengertian keterjangkauan dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk

dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya

kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Pelayanan kesehatan harus bermutu (quality), pengertian mutu yang dimaksud

di sini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan

yang diselenggarakan dimana di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode

etik serta standar yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun

secara umum dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan

dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi

kesehatan). Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah

pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat

dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umunya pelayanan

kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out

patient services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas,

Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)

Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan

yang lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan

rawat inap (in patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan

kesehatan primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk

pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)

Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan

kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah

tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih

komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis.

Universitas Sumatera Utara


Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Rumah Sakit tipe A dan B (Azwar,

1996).

2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan

kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah,

mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan

masyarakat (Ilyas, 2003)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan

kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku

pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk

untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di

masyarakat terutama di negara sedang berkembang sangat bervariasi (Ilyas, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan

alasan antara lain :

a. Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja

mereka sehari-hari.

b. Bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan

lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum

merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

c. Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugasnya tidak

simpatik, judes dan tidak ramah.

d. Takut dokter, takut disuntik jarum dan karena biaya mahal.

Universitas Sumatera Utara


2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti

telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau

masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa

berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dpat

mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar tidak

diperlukan.

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional

remedy), seperti dukun.

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat

(chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh

pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke

dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarkan oleh

dokter praktek (private medicine). (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Anderson (2009), ada tiga faktor-faktor penting dalam mencari

pelayanan kesehatan yaitu :

1. Mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia

2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada

3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan.

2.4.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Andersen (1975) mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan suatu

model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan

pelayanan kesehatan (behaviour model of health service utilization). Andersen

Universitas Sumatera Utara


mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke

dalam tiga kategori utama, yaitu :

1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu

mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-

beda yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke

dalam tiga kelompok :

a. Ciri-ciri demografi, seperti : jenis kelamin, umur, dan status perkawinan.

b. Struktur sosial, seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan

sebagainya.

c. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan

penyakit.

2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics

Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat

seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya

terhadap pelayanan kesehatan. Andersen (1975) membaginya ke dalam 2

golongan, yaitu :

a. Sumber daya keluarga, seperti : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam

asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang

informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

b. Sumber daya masyarakat, seperti : jumlah sarana pelayanan kesehatan yang

ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio

penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk.

Menurut Andersen semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan

Universitas Sumatera Utara


maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan

semakin bertambah.

3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics)

Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung

berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Andersen (1975)

menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan.

Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan. Penilaian

individu ini dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu :

a. Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan

yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit

dan hebatnya rasa sakit yang diderita.

b. Penilaian klinik (Evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit

dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil

pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter (Ilyas, 2003)

Ilustrasi Model Andersen

Predisposing Enabling Need Health


Services
Use
Demography Family resources Perceived

Social structure Community resources Evaluated

Health belief

(Andersen, 1975)

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Telah dilakukan beberapa penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan antara lain sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Di dalam menggunakan pelayanan kesehatan, seseorang dipengaruhi oleh

perilakunya yang terbentuk dari pengetahuannya. Seseorang cenderung untuk

bersikap tidak menggunakan jasa pelayanan kesehatan disebabkan karena

adanya kepercayaan dan keyakinan bahwa jasa pelayanan kesehatan tidak dapat

menyembuhkan penyakitnya, demikian juga sebaliknya. Wibowo juga

menyebutkan bahwa pengetahuan ibu tentang pelayanan antenatal berhubungan

dengan pemanfaatan antenatal pada bidan (Silitonga, 2001).

2. Jarak

Andersen berasumsi bahwa semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan,

semakin kecil jarak jangkau masyarakat terhadap tempat pelayanan kesehatan

seharusnya tingkat penggunaan pelayanan kesehatan akan bertambah. Smith

(1983) membuktikan bahwa menempatkan fasilitas pelayanan kesehatan lebih

dekat kepada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah secara langsung

menyebabkan pelayanan tersebut diterima oleh masyarakat. Hasil penelitiannya

menyebutkan bahwa masyarakat segan berpergian jauh ke sarana pengobatan

hanya untuk pengobatan ringan. Lama berpergian dan jarak juga mempengaruhi

pencarian pengobatan (Hediyati, 2001). Hal serupa juga dijelaskan oleh

Mechanic (1996) bahwa dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan faktor

Universitas Sumatera Utara


sumber pengobatan yang tersedia (jarak, waktu dan tenaga) menjadi bahan

pertimbangan (Silitonga, 2000).

3. Persepsi Sakit

Rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit

dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain juga disebabkan persepsi dan

konsep masyarakat sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2003). Persepsi sakit

merupakan pengalaman yang dihasilkan melalui pancaindra. Setiap orang

mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama.

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa persepsi

berhubungan dengan motivasi individu untuk melakukan kegiatan, bila persepsi

seseorang telah benar tentang sakit maka ia cenderung memanfaatkan

pelayanan kesehtan bila mengalami sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wibowo (1992) menunjukkan bahwa makin banyak ibu yang mempunyai

keluhan/gangguan kesehatan sebelum hamil akan makin sering memanfaatkan

pelayanan antenatal. (Hediyati, 2001).

4. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal

ini dibuktikan dengan hasil penelitian Fachran (1998) tentang pemanfaatan

laboratorium di RSUD Budhi Asih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa kualitas fisik, kualitas pelayanan, dan kualitas informasi yang diberikan

oleh petugas laboratorium berhubungan dengan pemanfaatan laboratorium

tersebut. Hasil penelitian Bintang (1989) menyebutkan bahwa sikap petugas

berpengaruh terhadap pemanfaatan poliklinik Depkeu RI (Hediyati, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (1995) dan Budjiantio (2000)

pada masyarakat kurang mampu di Wonokromo dan Pelabuhan Tanjung Perak,

ditemukan bahwa kurang berkenannya responden dalam memanfaatkan Puskesmas

karena merasa kurang dihargai, sulit menemui dokter, dan kurang bebas

berkomunikasi (Sebayang, 2006).

2.5 Poliklinik USU

Poliklinik USU adalah salah satu tempat pelayanan kesehatan yang

menyediakan beberapa jenis pelayanan. Poliklinik USU menyediakan sarana

pelaksana pelayanan kesehatan bagi civitas akademika Universitas Sumatera Utara

terutama mahasiswa, staf pengajar serta pegawai di lingkungan USU.

Jenis pelayanan yang disediakan oleh Poliklinik sampai saat ini berupa

pelayanan berobat jalan oleh dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis Mata, THT,

Kulit dan kelamin juga Anak, Laboratorium klinik, dan apotik dan juga berbagai

kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kesehatan (Poliklinik, 2011).

Pemanfaatan pelayanan di Poliklinik Universitas Sumatera Utara disesuaikan

dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak poliklinik. Jadwal tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Jadwal Pelayanan Kesehatan di Poliklinik USU
No Jenis Pelayanan Jadwal
1 Dokter Umum Senin s/d Kamis, Pukul 08.00-14.00
Jumat, Pukul 08.00-12.00
Sabtu, Pukul 08.00-13.00
2 Dokter Gigi Senin s/d Kamis, Pukul 08.00-12.30
Jumat, Pukul 08.00-11.30
Sabtu, Pukul 08.00-12.00
3 Spesialis Mata Selasa, Kamis, dan Sabtu,
Pukul 09.00-13.00
4 Spesialis THT Senin dan Rabu, Pukul 09.00-13.00
Jum,at, Pukul 09.00-12.00
5 Spesialis Anak Rabu dan Sabtu, Pukul 09.00-12.00
6 Spesialis Kulit dan Senin dan Rabu, Pukul 09.00-13.00
Kelamin Jumat, Pukul 09.00-12.00
7 Laboratorium Senin s/d Kamis, Pukul 08.30-14.00
Jumat, Pukul 08.30-12.00
Sabtu, Pukul 08.30-13.00
(Sumber : Poliklinik USU, 2011)

Ketujuh pelayanan tersebut, dapat dimanfaatkan oleh setiap pengunjung dengan

biaya yang relatif terjangkau dan lebih murah dibanding pelayanan kesehatan di luar

Poliklinik USU.

Universitas Sumatera Utara


2.6. Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi
- Jenis Kelamin
- Umur
- Pengetahuan tentang Poliklinik USU
- Sikap terhadap Poliklinik USU
-
Faktor Kemampuan
- Jarak fakultas dengan Poliklinik USU Pemanfaatan
- Persepsi tentang tindakan petugas kesehatan
Poliklinik USU
- Sumber informasi
- Kelompok referensi

Faktor Kebutuhan
Persepsi Sakit

Kerangka konsep yang tertera di atas sesuai dengan teori Andersen (1975) yang

menggambarkan bahwa faktor predisposisi (jenis kelamin, umur, pengetahuan

tentang Poliklinik USU, dan sikap terhadap poliklinik), faktor kemampuan (jarak

fakultas dengan Poliklinik USU, persepsi tentang tindakan petugas kesehatan, sumber

informasi dan kelompok referensi), faktor kebutuhan (persepsi sakit), dapat

memengaruhi pemanfaatan Poliklinik USU.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai