PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Patogenesis
3
kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.1,2
4
Penelitian yang dilakukan oleh Cullen et al memperlihatkan kemampuan
endotoksin dalam menyebabkan nekrosis, perdarahan, penimbunan fibrin yang
luas, dan hilangnya mukosa secara ekstensif, sesuai dengan iskemia akut yang
menyertai. Endotoksin juga menghilangkan respons kontraktilitas terhadap
kolesistokinin (CCK) sehingga menyebabkan stasis kandung empedu.5
2.3 Diagnosis
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen bagian
atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka mencari
pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien kolesistitis akut
juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan adanya demam.
Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada beberapa pasien
menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang nyeri bermula dari
regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di kuadran kanan atas (RUQ).
Meskipun nyeri awal dideskripsikan sebagai nyeri kolik, nyeri ini kemudian akan
menetap pada semua kasus kolesistitis. Pada kolesistitis akalkulus, riwayat
penyakit yang didapatkan sangat terbatas. Seringkali, banyak pasien sangat
kesakitan (kemungkinan akibat ventilasi mekanik) dan tidak bisa menceritakan
riwayat atau gejala yang muncul.6,7
5
Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan nyeri tekan di kuadran kanan
atas abdomen, dan seringkali teraba massa atau teraba penuh. Palpasi kuadran
kanan atas saat inspirasi seringkali menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat
yang menyebabkan pasien berhenti menghirup napas, hal ini disebut sebagai tanda
Murphy positif. Terdapat tanda-tanda peritonitis lokal dan demam.6,7
6
tidak terlihat dengan pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu
mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99m Tc6 Iminodiacetic acid
mempunyai kepekaan dan ketepatan yang lebih rendah daripada USG dan juga
lebih rumit untuk dikerjakan. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau
skintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.1,3
7
Gambar 2.4 Gambaran 99mTc-HIDA scan yang memperlihatkan tidak adanya
pengisian kandung empedu akibat obstruksi duktus sitikus9
Diagnosis kolesistitis jika 1 tanda lokal, disertai 1 tanda sistemik dan hasil USG
atau skintigrafi yang mendukung.10
8
2.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kolesistitis diantaranya adalah:
Aneurisma aorta abdominal
Iskemia messenterium akut
Apendisitis
Kolik bilier
Kolangiokarsinoma
Kolangitis
Koledokolitiasis
Kolelitiasis
Mukokel kandung empedu
Ulkus gaster
Gastritis akut
Pielonefritis akut3
2.5 Komplikasi
Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang
tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin
dan ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya
empiema kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara
laparoskopik menjadi kolesistektomi terbuka.
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di
ileum terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.
Kolesistitis emfisematous, terjadi pada 1% kasus dan ditandai dengan
adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme
penghasil gas seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan
Klebsiella sp. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan
diabetes, lebih sering pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%).
Karena tingginya insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan
kolesitektomi darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis. 3
2.6 Penatalaksanaan
9
rawat jalan, sedangkan pada pasien dengan komplikasi membutuhkan tatalaksana
pembedahan. Antibiotik dapat diberikan untuk mengendalikan infeksi. Untuk
kolesistitis akut, terapi awal yang diberikan meliputi mengistirahatkan usus, diet
rendah lemak, pemberian hidrasi secara intravena, koreksi abnormalitas elektrolit,
pemberian analgesik, dan antibiotik intravena. Untuk kolesistitis akut yang ringan,
cukup diberikan terapi antibiotik tunggal spektrum luas. Pilihan terapi yang dapat
diberikan:3
10
Gambar 2.5 Algoritma penatalaksanaan kolesistitis akut8
11
Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan
koagulopati yang berat.3
Selain itu, dapat juga dilakukan terapi dengan metode endoskopi. Metode
endoskopi dapat berfungsi untuk diagnosis dan terapi. Pemeriksaan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography dapat memperlihatkan anatomi kandung
empedu secara jelas dan sekaligus terapi dengan mengeluarkan batu dari duktus
biliaris. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy adalah
metode yang aman dan cukup baik dalam terapi pasien kolesistitis akut yang
memiliki resiko tinggi pembedahan. Pada penelitian tentang endoscopic
gallbladder drainage yang dilakukan oleh Mutignani et al, pada 35 pasien
kolesistitis akut, menunjukkan keberhasilan terapi ini secara teknis pada 29 pasien
dan secara klinis setelah 3 hari pada 24 pasien.3
2.7 Prognosis
12
BAB III
3.1 Simpulan
1. Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
13
2. Berdasarkan penyebabnya, kolesistitis terbagi menjadi kolesititis
kalkulus dan akalkulus. Berdasarkan onsetnya, terbagi menjadi
kolesistitis akut dan kronik.
3. Diagnosis kriteria untuk kolesititis dapat digunakan berdasarkan
Tokyo guidelines.
4. Terapi kolesistitis meliputi istirahat saluran cerna, diet rendah lemak,
pemberian analgesik, pemberian antibiotik profilaksis, dan terapi
pembedahan berupa kolesistektomi.
5. Pemberian terapi lebih awal dan adekuat berperan dalam mencegah
terjadinya komplikasi kolesistitis seperti gangren, empiema,
emfisema, perforasi kandung empedu, abses hati, peritonitis, dan
sepsis.
3.2 Saran
1. Perlunya pengenalan dan pemahaman tanda dan gejala kolesistitis
yang lebih baik sehingga diagnosis kolesistitis dapat ditegakkan lebih
cepat dan tepat.
2. Perlunya pemberian terapi yang adekuat dan tepat sesuai dengan
kondisi pasien sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi dan
mencegah terjadinya komplikasi kolesistitis.
DAFTAR PUSTAKA
14
3. Bloom AA, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis. [Diakses pada: 1 Juni
2011]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/171886-
overview.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit vol 1. Edisi keempat. Jakarta: EGC, 1994.
5. Shojamanesh H, Roy PK, Patti MG. Acalculous Cholecystitis. [Diakses
pada: 1 Juni 2011]. http://emedicine.medscape.com/article/187645-
overview.
6. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M et
al. Background: Tokyo guidelines for the management of acute cholangitis
and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14; 2007. p. 1-10.
7. Vogt DP. Gallbladder disease:An update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine vol. 69 (12); 2002.
8. Miura F, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Wada K, Hirota M, et al.
Flowchart for the diagnosis and treatment of acute cholangitis and
cholecystitis: Tokyo Guidelinex. J Hepatobiliary Pancreat Surgery 14;
2007. p. 27-34.
9. Khan AN, Karani J, Patankar TA. Acute Cholecystitis Imaging. [Diakses
pada: 1 Juni 2011]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/365698-overview.
10. Strasberg SM. Acute Calculous Cholecystitis. N Engl J Med 358 (26);
2008.
15