Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi dan

berkembangnya kegiatan industri, selain membawa dampak positif juga

membawa dampak negatif untuk lingkungan. Dengan adanya pertumbuhan

industri yang pesat berarti juga semakin banyak limbah yang dikeluarkan dan

mengakibatkan permasalahan yang kompleks bagi lingkungan. Diantara limbah-

limbah yang ada, limbah yang sangat berbahaya dan memiliki daya racun

tinggi umumnya berasal dari buangan industri, terutama industri kimia,

termasuk industri logam serta industri pertambangan sehingga proses

penanganan limbah menjadi bagian yang sangat penting dalam suatu industri.

Salah satunya adalah limbah cair dari industri penyamakan kulit di PT. Adi Satria

Abadi, Piyungan, Bantul, DI. Yogyakarta. Hal ini harus dianggap serius

karena keberadaan limbah logam dapat menyebabkan penurunan kualitas

sumber daya alam kita seperti air sungai, air laut, tanah, dan lain-lain yang dapat

berdampak buruk bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, khususnya manusia.

Industri ini menghasilkan limbah cair yang mengandung sisa bahan

penyamak kimia seperti sodium sulfide , krom , kapur , dan amoniak dalam

jumlah besar. Air buangan limbah industri penyamakan kulit umumnya

mengandung kromium. Senyawa dalam limbah cair penyamakan kulit berasal dari

proses penyamakan kulit , dimana dalam proses penyamakan kulit menggunakan

senyawa kromium sulfat anatara 60-70%.


2

Berdasarkan penggunaan kromium sulfat sebanyak itu tidak semua

larutan kromium sulfat terserap oleh kulit (hides) pada saat proses penyamakan

kulit , sehingga sisanya dikeluarkan dalam bentuk cairan sebagai limbah cair.

Keberadaan kromium dalam limbah cair penyamakan kulit dengan kadar yang

tinggi dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan (Wahyuningtyas,

2001).

Ada beberapa cara mengatasi limbah logam Cr di lingkungan kita, yaitu

dengan ekstraksi, pertukaran ion, presipitasi kimia, dan proses pemisahan dengan

menggunakan membran. Akan tetapi metode-metode yang ada tersebut memiliki

beberapa kelemahan, seperti biaya operasi yang tinggi (mahal), selektivitas yang

rendah, dan proses-proses tersebut dapat berpotensi menimbulkan limbah kimia

lainnya sehingga pemindahan logam berat dengan cara-cara tersebut dianggap

tidak optimal. Cara efektif yang harus dikembangkan adalah bagaimana membuat

bahan penyerap limbah logam yang bisa dimanfaatkan untuk

meminimalisir keberadaan limbah logam di lingkungan tanpa menimbulkan

limbah lagi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian pembuatan adsorben dari

limbah kulit pisang sebagai adsorben limbah logam Cr. Cara ini dinilai lebih

efektif dan aman karena tidak ada efek samping pencemaran yang muncul

kembali.

Salah satu limbah biomassa hasil kegiatan pertanian yang melimpah di

Indonesia adalah limbah kulit pisang sebagai hasil samping komoditas

buah pisang. Di Indonesia sendiri, produksi pisang cukup besar. Di Asia,

Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar, karena 50% dari produksi


3

pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia, Dan setiap tahun produksinya

makin meningkat. (Sunarjono, 2002). Potensi ketersediaan Pisang yang

cukup melimpah inilah yang turut menghasilkan limbah. Kulit pisang yang

merupakan bagian dari buah pisang umumnya hanya dibuang sebagai sampah.

Peraturan pemerintah No.18 tahun 1999 tentang kegiatan memperoleh kembali

atau menggunakan kembali atau daur ulang bertujuan untuk mengubah suatu

limbah menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan juga aman bagi

lingkungan dan kesehatan manusia. (Sutrasno, et al, 2008).

Pemilihan kulit pisang sebagai bahan dasar adsorben ini disebabkan

karena selama ini pemanfaatan terhadap kulit pisang kurang begitu maksimal.

Selain itu, disebabkan karena ketersediannya di pasar yang mudah untuk

didapatkan dan juga nantinya diharapkan dapat menjadi bioadsorben yang murah.

Kulit pisang yang mengandung selulosa (crude fiber) yang cukup tinggi inilah

yang kemudian juga dijadikan pertimbangan untuk menggunakannya

sebagai adsorben logam-logam berat. Pada penelitian ini kulit pisang

akan digunakan sebagai adsorben untuk menyerap logam Krom (Cr).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas , maka dapat dirumuskan

beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apakah adsorben kulit pisang dapat menurunkan kadar Cr ?

2. Apakah variasi varietas kulit pisang berpengaruh terhadap penurnan kadar

Cr?
4

3. Manakah kulit pisang yang paling baik sebagai adsorben untuk

menurunkan krom(Cr) limbah cair penyamakan kulit ?

1.3 Batasan Masalah

Agar pokok masalah yang dihadapi tidak terlalu melebar dan untuk

memahami masalah, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut :

1. Limbah penyamakan kulit PT Adi Satria Abadi , Piyungan , Bantul , DI

Yogyakarta yang mengandung Krom (Cr)

2. Kulit Pisang Raja (Musa sapientum ) ,Pisang Kepok (Musa acuminat a

balbisiana Colla), dan Pisang Ambon (Musa accuminata colla) yang

digunakan sebagai adsorben

3. Pengaktifan adsorben kulit pisang menggnakan aktivatur H2SO4

4. Dosis yang digunakan dalam penelitian 5gr

5. Ukuran adsorben 40 mesh

6. Lama pengadukan 10 menit dengan kecepatan 80 rpm

7. Penelitian sistem batch dengan menggunakan jar test

8. Parameter yang direduksi krom (Cr)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui adsorben dari kulit pisang dapat menurunkan kadar Cr

2. Untuk mengetahui apakah variasi varietas kulit pisang berpengaruh

terhadap penurnan kadar Cr.


5

3. Untuk mengetahui kulit pisang yang paling baik sebagai adsorben untuk

menurunkan krom (Cr ).

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat

menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan.

2. Memberikan informasi kepada pembaca dan masyarakat bahwa limbah

industri penyamakan kulit dapat diolah dan dibuang ke lingkungan sesuai

dengan baku mutu.

3. Diperolehnya sistem pengolahan air limbah krom industri penyamakan

kulit yang sederhana , mudah dilakukan , biaya yang murah dan

mempunyai efisiensi yang tinggi.

4. Bagi akademik sebagai satu sumber informasi yang dapat dijadikan

refrensi dalam penelitian selanjtnya.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit

Menurut Dirjen industri aneka (1995) industri penyamakan kulit adalah

industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit

merupakan salah satu industri yang didorang perkembangannya sebagai penghasil

devisa non migas (Zaenab, 2008).

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah

(hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan

menggunkaan bahan penyamak. Pada proses penyamakan , semua bagaian kulit

mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat

penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat fisis ,

maupun kimiawi (Zaenab,2008).

2.1.1 Karakteristik Air limbah Industri Penyamakan Kulit

Kualitas air limbah dibedakan atas 3 (tiga) karakteristik : arakteristik

fisiki adalah zat padat , temperatur , warna dan bau : karakteristik kimia

meliputi kandugan bahan-bahan organik seperti protein , karbohidrat , lemak

dan minyak, disamping itu juga kandungan detergen , phenol , logam berat

dan metana. Sifat biologi limbah cair antara lain bakteri , virus , fungsi , dan

ganggang (Sugiharto,1987).

Sumber dan jenis buangan industri penyamakan kulit berasal dari

larutan yang digunakan oleh unit pemrosesan yaitu perendaman air ,


7

penghilang bulu pemberian bubuk kapur , perendaman ammonia ,

pengasaman , penyamakan ,pemucatan , pemberian warna coklat dan

perwarnaan , bekas cuci tetesan atau tumpahan penghilang bulu dengan

kapur dan sulfida merupakan penyumbangan utama beban pencemaran

dalam industri.

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pada Tiap Proses Penyamakan Kulit

Proses Bahan Kimia Kandugan Limbah


Perendaman NaCl,detergen Air,NaCl,detergen
Pembuangan bulu CaO,Na2S Air ,Ca(OH)2,Na2S,bulu
Penghilangan Kapur Enzim , garam ammonium Air bersifat basa , limbah
gas amonia
Pencucian Air Air bersifat basa
Pengasaman NaCl , H2SO4.HCOOH, Air bersifat asam , NaCl ,
anti bakteri 0,01% H2SO4.HCOOH, anti
bakteri
Chrome tanning Cr2O3 sodium bikarbonat , Air , Cr2O3 ,Na2HCO3 ,
sodiumacetat,asam amoniak , NaCl , minyak
formiat , amoniak ,
pewarna,NaCl,minyak
pelemas
Formalin tanning Formalin , sodium sulfat Air , NaHCO3,
anhydrous , sodium HCOO,minyak , sisa
karbonat , amoniak ,
pewarna , formalin
pewarna m NaCl , minyak
pekemas ,amoniak , NaCl
Sumber : PT.Adi Satria Abadi, Piyungan, Yogyakarta

2.1.2. Sumber Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit


8

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit

mentah (hides atau skins ) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather)

dangan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan , semua

bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan

rekasi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit

mentah dalam sifat organeoleptis , fisis , maupun kimiawi.

Dalam industri penyamakan kulit , ada tiga pokok tahapan

penyamakan ulit , yaitu :

1. Proses Pengerjaan Basah (beam house ).

Terdiri dari perendaman (soaking), pengapuran (liming) , oembelahan

(splitting), pembuangan kapur (deliming), pengkisisan protein(bating),

pengasaman (pickling).

2. Proses penyamakan (tanning)

Terdiri dari penyamakan , pengetaman (shaving), pemucatan (bleacing) ,

penetralan (neutralizing), pengeceta dasar (dyeing), peminyakan (fat

liguoring), pelumasan (oiling), pengeringan , kelembaban , peregangan dan

pementangan.

3. Penyelesain akhir (Finishing).

Penyelesaian akhir betujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya,

memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan

rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.
9

Masing-masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses,

setiap prose memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya

memerlukan banyak air , tergantung jenis kulit mentah yang digunakan.

2.2 Logam Berat

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat

digradasi maupun dihancurkan. Disebut logam berat berbahaya karena umumnya

memliki rapat massa tinggi (5 g/cm3) dan sejumlah konsentrasi kecil dapat

bersifat racun dan berbahaya (Subowo dkk , 1999). Logam logam berat

diketahui dapat mengumpul didalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal

dalam tubuh untuk jangka waktu lama sebagai racun yan terakumulasi

(Saeni,1997).

Menurut Vouk (1986)terdapat 80 jenisdari 109 unsur kimia di muka

bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut

pandang toksikologi , logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama

adalah logam berat esensial , dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat

dibutuhkan oleh organisme hidup , namun dalam jumlah berlebihan dapat

menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu,Fe , Co , Mn dan

lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esesnsial atau

beracun, dimana keberadaannnya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya

dan dapatbersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.


10

2.3 Kromium

Salah satu logam yang termasuk dalam golongan transisi adalah

kromium. Kata kromium berasala dari bahasa Yunani (Chroma) yang berarti

warna. Dalam struktur kmia , kromium dilambangkan denga smbol Cr.

Kromium adalah logam non ferro yan dalam tabel periodik termasuk grup VIB

dan lebih mulia dari besi. Mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Berat atom : 52,01 amu

2. Nomor atom : 24

3. Titik cair : 19200 C

4. Valensi :2;3;6;

5. Titik didih 2260 C

6. Koef.Muai panas : 6,20 in/C

7. Daya hantar panas : 38,5 Cal/m jam

Logam Cr murni tidakdapat ditentukan di alam. Logam ini di alam

ditemukan dakam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur

lain. Sebagai bahan mineral Cr paling banyak ditemukan dalam bentuk Kromite

(FeOCr2O3. Kromium (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat bereaksi

dengan basa membentuk kromat. Jika larutan ion kromat diasamkan aka

dihasilkan ion dikromat yang berwarna jingga. Dalam larutan asam , ion kromat

atau ion dikromat adalah oksidator kuat.

Sesuai dengan tingkat valensi yang dimiliki ion-ion kromium yang telah

membentuk senyawa memounyai sifat yang terbentuk dari Cr(II) akan bersifat

bsa, Cr (III) bersifat amfoter , dan senyawa yang terbentuk dari Cr(VI) bersifat
11

asam. Senyawa Kromium umumnya dapat berbentuk padatan (CrO3.Cr2O3) ,

larutan , dan gas (uap dikromat). Kromium dalam larutan biasanya berbentuk

trivalen Cr(III) dan ion hexavalet Cr(VI). Dalam larutan yang bersifat basa dengan

pH 8 sampai pH 10 terjadi pengendapan , Cr dalam bentuk Cr(OH)3. Sebenarnya

kromium dalam bentuk trivalen tidak begitu berbahaya dibandingkan dengan

bentuk hexavalen, akan tetapi apabila bertemu dengan oksidator dan konsdisinya

memungkinkan untuk Cr(III) tersebut akan berubah menjadi sama bahaya dengan

Cr(VI) (Asmadi,2009).Kromium divalen bersifat kurang stabil dan bersifat

pereduksi kuat , kroimum trivalen suatu penyusun yang stabil dan bersifat amofer,

sedangkan kromium heksavalen sebagai bahan kimia yang banyak digunakan di

bidang industri (Bastarache,2002).

Kromium telah dimanfaatkan secara luas dalam kehidupan manusi.

Logam berat ini banyak digunakan sebagai bahan pelapis pada bermacam-macam

peralatan , mulai dari peralatan rumah tangga sampai mobil. Senyawa-senyawa

kromat dan dikromat sangat banyak digunakan oleh perindustrian. Kegunaan yang

umum dikenal dari senyawa-senyawa kromat dan dikromat ini adlah dalam bidang

penyamakan kulit , tekstil, pencelupan , fotografi , zat warna , sebagai bahan

pelekat dan sebagai bahan geretan korekan api , serta masih banyak lagi kegunaan

yang lain.

Sebagai logam berat , krom termasuk logam yang mempunyai daya racun

tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam krom ditentukan oleh valensi ionnya.

Ion Cr (VI) merupakan bentuk logam kromyang paling dipelajari sifat racunnya ,

bila dibandingkan dengan ion-ion Cr(II) dan Cr(III). Sifat racun yang dibawa oleh
12

logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan

kronis.

Keracunan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa ion krom pada

manusia ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati.

Tingkat keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom

urine , kristal asam kromat yang sering digunakan sebagai obat untuk kulit. Akan

tetapi penggunaan senyawa tersebut seringkali mengakibatkan keracunan yang

fatal. Kegiatan industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

ternyata mempunyai dampak samping berupa pencemarab lingkugan perairan dan

udara. Limbah cair yang dibuang keperairan umumnya mengotori badan

limbah(Tandjung , 1994).

Dalam badan perairan , krom dapat masuk melalui dua cara , yaitu secara

alamiah dan non alamiah. Masuknya krom secara alamiah dapat terjadi

disebabkan oleh beberapa faktor fisika , seperti erosi atau pengkisan yang terjadi

pada batuan mineral. Disampig itu debu0debu dan partikel-partikel krom yang

diudara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya krom yang terjadi secara non

alamiah lebih merupakan dampak atau efektivitas yang dilakukan manusia.

Sumber-sumber krom yang berkaitan dengan aktivsi manusiadapat berupa limbah

atu buangan industri sampai buangan rumah tangga (Heryando, Palar , 2004).
13

2.4 JENIS PISANG


2.4.1 Pisang Raja (Musa sapientum)

Gambar 2.1 Pisang Raja dan Kulit Pisang Raja Sumber, (Wikipedia, 2007).

Pisang adalah Buah-buahan tropis yang berasal dari Asia Tenggara,

terutama Indonesia. Hampir setiap pekarangan rumah di Indonesia terdapat

tanaman pisang. Hal ini dikarenakan tanaman cepat menghasilkan, dapat

berlangsung lama, mudah ditanam, dan mudah dipelihara (Sunarjono,

2002).

Pisang raja (Musa sapientum) merupakan tanaman yang banyak

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya,

bagian tanaman lainpun bisa dimanfaatkan, mulai dari bonggol sampai

daun. Termasuk kulit buah pisang juga dapat digunakan sebagai bahan

pakan ternak (repository.usu.ac.id).

Pisang raja termasuk buah pisang yang memiliki nilai ekonomi tinggi,

dapat digunakan sebagai buah meja dan bahan baku prodak olahan. Selain

pisang meja, juga dapat diolah menjadi pisang goreng, pisang bakar, sari
14

buah, dodol, olahan tradisional lainnya dan campuran dalam buat kue

(repository.usu.ac.id). Tumbuhan ini berdasarkan klasifikasi ilmiahnya

tergolong dalam keluarga besar Musacecea, sebagaimana penggolongan dari

tingkat kingdom hingga spesies berikut ini :

Kingdom :Plantae

Divisi :Magnoliopyta

Kelas :Liliopsida

Ordo :Musales

Famili :Musacecea

Genus :Musa

Species :Musa sapientum

Varietas pisang yang tersebar di Indonesia begitu banyak jumlahnya

kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang beraroma tajam seperti

halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna

kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit tipis

berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sere) yang sangat cocok sekali

dimanfaatkan.

2.4.2 Pisang Kepok (Musa acuminat a balbisiana colla)

Tanaman pisang kepok (Musa acuminat a balbisiana colla)

merupakan tanaman dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk

pohon yang tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan

tumpukan pelepah daun yang tersusun secara rapat dan teratur.


15

Percabangan tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung

memanjang dan membentuk bunga lalu buah. Bagian bawah batang pisang

menggembung berupa umbi yang disebut bonggol. Pucuk lateral (sucker)

muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh menjadi

tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji atau bersifat

partenokarpi (Anonim b, 2009). Daun pisang letaknya tersebar, helaian

daun berbentuk lanset memanjang yang panjangnya antara 30-40 cm.

Daun yang paling muda terbentuk di bagian tengah tanaman,

keluarnya menggulung dan terus tumbuh memanjang. Kemudian secara

progesif membuka. Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah

koyak, panjang1,5-3m, lebar 30-70 cm, permukaan bawah daun berlilin,

tulang tengah penopang jelas disertai tulang daun yang nyata, tersusun

sejajar dan menyirip (Suyanti dan Satuhu, 1992).

Pisang mempunyai bunga majemuk yang tiap kuncup bunga

dibungkus oleh seludang berwarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas

dan jatuh ke tanah jika bunga telah membuka. Bunga betina akan

berkembang secara normal, sedang bunga jantan yang berada diujung

tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan disebut

sebagai jantung pisang. Tiap kelompok bunga disebut sisir, yang tersusun

dalam tandan. Jumlah sisir betina 5-15 buah, buahnya merupakan buah

buni, bulat memanjang dan membengkok, tersusun seperti sisir dua baris,

dengan kulit berwarna hijau, kuning, dan coklat. Tiap kelompok buah atau

sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa biji, bijinya kecil,
16

bulat, dan warna hitam Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan

bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng.

Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80-120 g.

Kulit buahnya segar tebal dengan warna kuning kehijauan dan

kadang bernoda cokelat (Suhardiman, 1997). Tanaman pisang dapat

ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah,

baik tanah datar ataupun tanah miring. Produktivitas pisang yang optimum

akan dihasilkan pisang yang ditanam pada tanah datar pada ketinggian di

bawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan keasaman tanah pada pH

4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 25 o - 27 o C dengan curah hujan 2000-

3000 mm/tahun (Anonim c, 2009).

Gambar 2.2 Buah Pisang Kepo Sumber, (Wikipedia, 2007).

Tumbuhan ini berdasarkan klasifikasi ilmiahnya tergolong dalam

keluarga besar Musacecea, sebagaimana penggolongan dari tingkat

kingdom hingga spesies berikut ini :


17

Kingdom :Plantae

Subkingdom :Trachebionta

Super divisi :Spermatophyta

Divisi :Magno liophyta

Kelas :Liliopsida

Sub kelas :Commelinidae

Ordo :Zingiberales

Famili :Musaceae

Genus :Musa acuminat a balbisiana colla)

2.4.3 Pisang Ambon (Musa accuminata colla)

Gambar 2.3 buah pisang ambon Sumber, (Wikipedia, 2007).

Pisang adalah nama umum yang di berikan pada tumbuhan terna

raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musacea. Pisang ambon

menurut ahli sejarah berasal dari daerah Asia Tenggara termasuk juga
18

Indonesia. (Roedyarto, 1997).Pisang dapat ditanam didatarn rendah hangat

bersuhu 21-32 derajat celcius dan beriklim lembab. Topografi yang di

hendaki tanaman pisang berupa lahan datar dengan kemiringan 8 derajat.

Lahan itu terletak didaerah tropis antara 16 derajat LU 12 derajat LS.

Apabila suhu udara kurang dari 13 derajat celcius atau lebih dari 38 derajat

celcius maka pisang akan berhenti tumbuh dan akhirnya mati (Suyanti dan

Ahmad supriyadi, 2008).

Kulit pisang ambon adalah bagian luar untuk melindungi bagian

dalam buah, kulit pisang ambon bisa juga digunakan untuk melihat tingkat

kematangan buah. Jika kulit pisang ambon masih muda akan berwarna hijau

dan jika kulit pisang ambon sudah tua akan berwarna kuning. Kulit pisang

ambon memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak

yang cukup.

Klasifikasi Pisang Ambon adalah sebagai berikut:

Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Liliopsida
Ordo :Zingiberales
Famili :Musaceae

Genus :Musa
Spesies :Musa accuminata colla
19

Buah pisang memiliki bentuk ukuran, warna kulit, warna daging buah,

rasa dan aroma yang beragam, tergantung pada varietasnya. Bentuk buah

pisang ambon bulat panjang, bulat pendek, bulat agak persegi dan

sebagainya.

2.5 Kandungan Kulit Pisang


Kulit pisang merupakan salah satu satu bagian dari tanaman pisang yang

selama ini keberadaannya terabaikan. Kulit pisang merupakan bahan buangan

(limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira 1/3 dari buah

pisang yang belum dikupas. Kulit pisang mengandung vitamin C, vitamin B,

kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan

bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90% dan

karbohidrat sebesar 18,50%. Salah satu senyawa pemecahan dari karbohidrat

adalah pektin.

Menurut (Suhartini, 2013 b), komponen penyusun utama dari kulit pisang

adalah polisakarida yang merupakan suatu senyawa karbohidrat kompleks dan

terdiri atas amilosa, amilopektin dan selulosa.Kandungan selulosa dan

hemiselulosa dalam kulit pisang muda lebih tinggi dibandingkan dengan pisang

yang telah tua. Bobot daging buah makin tua makin bertambah, sedangkan kulit

pisang makin tua makin berkurang bobotnya. Hal ini dikarenakan kandungan

selulosa dan hemiselulosa dalam kulit pisang akan diubah menjadi pati (Rosyana,

1995).
20

Polisakarida merupakan komposisi utama kulit pisang. Polisakarida yang

terdapat pada bubuk kulit pisang sebagian besar terdiri atas amilosa, amilopektin

dan selulosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari polimer rantai

lurus yang dibangun oleh ikatan -(1,4)-glikosidik dan pada setiap rantai terdapat

500 hingga 2000 unit D-glukosa. Struktur amilosa seperti terlihat pada gambar

dibawah ini.

Gambar 2.4. Stuktur Amilosa (Suhartini, 2013 a)

Amilopektin adalah polisakarida terdiri dari polimer berantai cabang

dengan ikatan -(1,4)-glikosidik dan ikatan -(1,6)-glikosidik ditempat

percabangannya, setiap cabang terdiri atas 25 hingga 30 unit D-glukosa.

Amilopektin merupakan molekul paling dominan dalam pati, dalam granula pati

rantai amilopektin mempunyai keteraturan susunan. Stuktur amilopektin seperti

terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.5. Struktur Amilopektin (Suhartini, 2013 a)


21

Selulosa merupakan -1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat

besar. Polimer selulosa memiliki unit ulangan yang terikat melalui ikatan

glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Struktur selulosa yang

teratur tersebut menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul.

Struktur selulosa seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.6. Struktur Selulosa (Suhartini, 2013 a)

Molekul selulosa akan membentuk mikrofibril dengan diameter 2-20 nm

dan panjang 100-40000 nm yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan

diselingi daerah amorf yang kurang teratur. Mikrofibril selulosa akan membentuk

fibril yang akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang

tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut, hal ini berkaitan dengan struktur

serat dan kuatnya ikatan hidrogen (Pertiwi, 2013).

Kulit pisang dimanfaatkan sebagai bahan bakar sumber energi yang bisa

menangkap krom dan perunggu dalam air. Kulit pisang dapat menurunkan logam

hingga 97% pada penelitian yang dilakukan oleh M.A. Hossain, T.V. Nguyen

pada tahun 2012 di Universitas teknologi Sydney Auatralia (Hossain dan Nguyen,

2012). Pada penelitian Gustave Castro(2001) menyebutkan jika kulit pisang dapat

digunakan sebanyak 11 kali penjernihan logam. Kulit pisang terdiri dari sejumlah

nitrogen, sulfur dan komponen organik seperti asam karboksilat, selulosa,


22

hemiselulosa, pigmen klorofil dan zat pektin yang mengandung asam

galacturonic, arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam galacturonic dapat

mengikat kuat ion logam yang merupakan gugus fungsi gula karboksil.

Didasarkan hasil penelitian, selulosa juga memungkinkan pengikatan logam berat.

Penelitian sebelumnya, telah menunjukkan bahwa di dalam kulit pisang

terdapat kandungan selulosa dan hemiselulosa yang cukup tinggi, yaitu 34.63%

(Suhartini, 2013b). Menurt Castro et al (2011) dan Suhartini (2013 ), gugus fungsi

yang terdapat pada kulit pisang antara lain gugus hidroksil (-OH), gugus

karboksilat (-COOH), dan gugus amina (NH3). Gugus fungsi yang terdapat pada

selulosa di dalam kulit pisang berperan dalam reaksi kimia dan mengikat logam

berat dari larutan (Kurniasari, 2010).

Gustavo Castro (2001) , seorang peneliti dari Universitas Sao Paulo,

mengungkapkan, Di dalam kulit pisang terdapat senyawa yang terdiri dari atom

nitrogen, sulfur dan senyawa organik seperti asam karboksilat. Asam inilah yang

memiliki semacam energi negatif untuk menarik energi positif yang biasanya

dimiliki logam berat dalam air. Pemurnian terjadi karena kulit pisang

mengandung situs aktif. Situs aktif dalam kulit pisang bermuatan negatif

sedangkan logam bermuatan positif. Karena yang satu negatif dan dan satunya

positif tentu kedua kandungan tersebut saling berkaitan.


23

2.6. Adsorben
Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap partikel fluida dalam

suatu proses Adsorpsi. Adsorben bersifat spesifik dan terbuat dari bahan-bahan

yang berpori. Pemilihan jenis adsorben dalam proses adsorpsi harus disesuaikan

dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorpsi dan nilai komersilnya. Berikut

ini adalah jenis-jenis adsorben;

1. Adsorben polar

Adsorben polar disebut juga hydrophilic. Jenis adsorben yang termasuk

kedalam kelompok ini adalah silika gel, alumina aktif, dan zeolit.

2. Adsorben non polar

Adsorben non polar disebut juga hydrophobic. Jenis adsorben yang ermasuk

kedalam kelompok ini adalah polimer adsorben dan karbon aktif.

Adsorben yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam

larutan adalah arang aktif atau karbon aktif. Karbon aktif atau arang aktif adalah

suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa

dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram

dari karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan

kira-kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen).

Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya

saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan

adsorpsi karbon aktif itu sendiri.


24

2.6.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif

Pembuatan karbon aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi,

proses karbonisasi, dan proses aktivasi (Sembiring, 2003).

1. Proses dehidrasi

Proses ini dilakukan dengan memanaskan bahan baku dengan tujuan

untuk menguapkan seluruh kandungan air dan menurunkan

kelembapan pada bahan baku. Produk yang dihasilkan pada proses

dehidrasi adalah bahan baku yang kering karena kandungan airnya

yang sudah menguap.

2. Karbonisasi

Proses karbonisasi pada prinsipnya adalah mengeliminir unsur-unsur

hidrogen serta pksigen yang terikat dalam bahan baku sehingga tinggal

karbonnya saja yang merupakan unsure dominan. Selama proses ini

unsur-unsur bukan karbon seperti hidrogen dan oksigen dikeluarkan

dalam bentuk gas dan atom yang terbebaskan. Proses karbonisasi akan

menghasikan 3 komponen pokok yaitu karbon / arang, ter dan gas.

Untuk memperoleh karbon aktif yang baik, perlu adanya pengaturan

dan pengontrolan selama proses karbonisasi yaitu tmperatur dan lama

karbonisasi. Dalam proses ini arang masih memerlukan perbaikan

struktur porinya melalui aktivasi.


25

3. Aktivasi

Adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk

memperbesar pori yaitu dengan memecahkan ikatan hidrokarbon

sehingga arang mengalami perubahan baik fisika maupun kimia yaitu

luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap proses

adsorpsi. Proses aktivasi fisika dilakukan dengan mengalirkan uap atau

udara kedalam reactor pada suhu tinggi. Dalam proses ini, ter masih

terdapat dalam arang dikurangi jumlahnya dengan gas yang bersifat

inert. Ter merupakan zat cair kental hitam / cokelat pekat dengan bau

tajam yang diperoleh dari pemanasan tak sempurna dari arang. Proses

aktivasi bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur hydrogen serta

oksigen ataupun zat-zat dalam pori sehingga tertinggal karbonnya saja

yang menjadi unsur dominan.

2.6.2 Proses Aktivasi

Pengaktifan karbon aktif merupakan hasil kerja aktifator yang

memberikan ion-ion dan menyerapkan ke dalam bahan baku sampai

menjadi karbon aktif.

Metode aktifasi ada 2 macam yaitu:

1. Aktifasi secara fisika

Aktifasi secara fisika dilakukan dengan memasukkan bahan baku

pada reaktor suhu tinggi ( 600 1000 oC ) dan proses ini terjadi saat

karbon bereaksi dengan uap air / udara dimana akan dihasilkan oksida
26

karbon yang tersebar pada permukaan karbon secara merata.

Terbentuknya struktur pori di dalam material karbon tersebut

merupakan hasil kerja aktifator. Reaksi mula-mula pada karbon amorf

dan menyebabkan pori yang tertutup akan terbuka. Proses oksidasi

lebih jauh menyebabkan pori-pori terbentuk semakin banyak dalam

material karbon.

2. Aktifasi secara kimia

Aktifasi secara kimia dilakukan dengan pengisian bahan kimia seperti

yang dalam penelitian ini adalah H2SO4. Prinsip kerjanya adalah

pengikisan karbon menggunakan bahan kimia untuk mengintensifkan

proses aktifasi tersebut dapat dilakukan dengan pemanasan. Pada cara

ini aktivating yang digunakan reagen sebagai bahan kimia dimana

sebelum proses karbonisasi dilakukan, dengan demikian cara aktifasi

kimia ini lebih mudah dilakukan. Mutu arang aktif yang dihasilkan

tergantung dari bahan baku, bahan pengaktif, dan cara pembuatannya.

Untuk menaikkan aktifasi daya adsorbsi arang banyak digunakan

bahan kimia. Menurut Othmer, 1940, bahan kimia yang baik

digunakan adalah Ca(OH)2, CaCl2, HNO3, ZnCl2, H2SO4, dll (Adinata,

Mirsa restu. 2013). Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral

(anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua

perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan

merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan


27

utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia,

pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat murni

yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi

oleh karena sifatnya yang higroskopis.

Rumus Molekul : H2SO4

Massa molar : 98,08 gr/mol

Sifat Fisik : cairan bening , tidak berbau dan berwarna

Densitas : 1,84g/cm3, cair

Kelarutan dalam air : tercampur penuh

2.6.3. Mekanisme Reaksi

Karbon dihasilkan dari pembakaran selulosa dari kulit pisang yang

tidak sempurna. Secara umum reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

CxHyOn + O2 (g) C(s) + CO (g) + H2O (g)

Pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan CO, H2O dan C.

Unsur C ini yang dihasilkan selanjutnya diaktifasi. Yang dimaksud

dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan

untuk memperbesar pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar daya

serapnya.

Mekanisme reaksi aktivasi:


28

Prinsip dasar mekanisme adsorpsi yaitu campuran yang akan

dipisahkan berkontak dengan fase yang tak larut lainnnya antara fase

adsorpsi pada permukaan padat dan lapisan fluida akan terjadi

pemisahan. Proses pemisahan terjadi akibat perbedaan molekul atau

perbedaan berat molekul. Proses regenerasi dari adsorbent dapat pula

dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi adsorbat yang tinggi (Adinata,

Mirsa restu. 2013).

2.6.4 Mekanisme Adsorpsi

Proses adsorpsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang

bertahap. Sebagai proses yang melibatkan transpor dan transfer massa,

gradien konsentrasi merupakan daya penggerak (driving force) dari proses

tersebut. Gradien konsentrasi akan mendorong sorbat dari larutan menuju

lapisan tipis air yang mengelilingi adsorben (lapisan film) dan terdifusi

menuju permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi apabila sorbat terbawa

hingga ke lokasi aktif dari adsorben.

Menurut Tchobanoglous dkk. (2003), ditinjau dari perspektif transfer

massa, adsorpsi terjadi dalam 4 tahap yaitu:

1. Transfer molekul adsorbat di dalam larutan menuju lapisan film,

2. Difusi adsorbat melalui lapisan film,

3. Difusi adsorbat ke dalam pori adsorben,

4. Adsorpsi adsorbat pada permukaan adsorben.


29

Mekanisme adsorpsi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.7. Mekanisme tansfer massa pada proses adsorpsi

(Montgomery, 1985)

Adsorpsi suatu substansi yang dapat terserap (adsorbat) pada suatu

adsorben terjadi karena adanya gaya yang menarik substansi tersebut dari

larutan ke permukaan solid. Proses adsorpsi dapat dibagi menjadi dua, yaitu

proses adsorpsi yang disebabkan oleh pelarut (solvent motivated

adsorption), dan proses adsorpsi yang disebabkan oleh adsorben (sorbent

motivated adsorption).

Adsorpsi yang disebabkan oleh pelarut terjadi karena status energinya

lebih memungkinkan untuk kondisi tersebut. Secara termodinamika dapat

dijelaskan bahwa adsorbat memiliki energi bebas lebih rendah pada

permukaan padatan dibanding di dalam larutan (Montgomery, 1985). Dalam

proses adsorpsi kategori ini, hidrofobisitas adsorbat mempunyai peranan

yang sangat penting (Notodarmojo, 2005).


30

Pada proses adsorpsi yang disebabkan oleh adsorben, adsorpsi terjadi

karena adanya beberapa gaya spesifik yang menyebabkan adsorbat

menempel pada permukaan padatan (Notodarmojo, 2005). Masing-masing

gaya tersebut memiliki karakteristik tersendiri dalam interaksi

elektromagnetik antara inti atom (nukleus) dan elektron. Berdasarkan

berbagai gaya (driving forces) tersebut, adsorpsi yang disebabkan oleh

adsorben dapat dibagi menjadi:

1. Adsorpsi kimia (chemical adsorption),

2. Adsorpsi elektrostatik (electrostatis adsorption), dan

3. Adsorpsi fisik (physical adsorption).

Adsorpsi kimia atau chemisorption dihasilkan dari interaksi zat

terlarut dan adsorben yang memiliki karakteristik seperti ikatan kimia yang

sebenarnya. Adsorpsi kimia ditandai dengan nilai entalpi adsorpsi yang

relatif besar, yaitu berkisar antara 100-400 kJ/mol. Beberapa contoh ikatan

kimia yang menyebabkan adsorpsi kimia adalah ikatan kovalen dan ikatan

hidrogen. Adsorpsi kimia mempunyai ikatan yang lebih kuat dan permanen

bila dibandingkan dengan adsorpsi fisik dan relatif tidak reversibel

(Notodarmojo, 2005).

Adsorpsi elektrostatik terjadi karena adanya gaya coulomb (coulombic

forces) akibat interaksi dua jenis muatan elektrostatik yang berbeda. Gaya

Coulomb tersebut akanmembentuk ikatan elektrostatik pada permukaan

adsorben. Proses pertukaran ion adalah salah contoh proses yang terjadi
31

karena ikatan elektrostatik ini dan energi adsorpsi yan terjadi akibat proses

ini dapat mencapai 200 kJ/mol.

Adsorpsi fisik dihasilkan dari kinerja van der Waals, yaitu gaya

dihasilkan dari interaksi dua molekul polar yang berdekatan. Gaya van der

Waals adalah gaya yang relatif lemah namun bersifat aditif, sehingga makin

kuat apabila bekerja bersamaan dalam kelompok ion atau molekul. Gaya

van der Waals dapat dibedakan menjadi gaya dispersi London, dan gaya-

gaya elektrostatik klasik yaitu gaya Debye dan gaya Keesom. Selain itu,

adsorpsi fisik dapat juga terjadi karena ikatan hidrofobik, yang terjadi

karena sifat hidrofobik zat terlarut, sehingga lebih cenderung untuk

menempel pada bidang kontak liquid-solid. Proses adsorpsi fisik, baik yang

terjadi karena ikatan van der Waals maupun ikatan hidrofobik melibatkan

energi sekitar 5010 kJ/mol, dan kombinasi keduanya melibatkan energi

sebesar 10-20 kJ/mol.

2.6.5 Faktor faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi

Adsorpsi terjadi dengan melibatkan interaksi antara adsorbat dengan

adsorben. Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh

sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk

meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran

adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka

komponen yang bersifat pori adsorben (disebut difusi internal). Bila

kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorpsi terikat di

permukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh


32

dengan adsorbat, dapat terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di

atas adsorbat yang telah terikat pada permukaan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi menurut

Sembiring dan Sinaga (2003) :

1. Sifat adsorben

Adsorpsi secara umum terjadi pada semua permukaan, namun

besarnya ditentukan oleh luas permukaan adsorben yang kontak dengan

adsorbat. Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terhadap proses

adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya

adsorpsi sebanding dengan luas permukaan. Semakin banyak permukaan

yang kontak dengan adsorbat maka akan semakin besar pula adsorpsi yang

terjadi.

2. Sifat serapan

Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran

molekul serapan dari struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh

gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dan

senyawa serapan.

3. Temperatur

Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah

viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak

mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna

maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk


33

senyawa volatile, adsorpsi dilakukan pada temperratur kamar atau bila

memungkinkan pada temperature lebih kecil.

4. pH (Derajat keasaman)

Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat apabila pH

diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini

disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi

asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan, yaitu

dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat

terbentuknya garam.

5. Waktu kontak

Suatu adsoben yang ditambahkan kedalam suatu cairan membutuhkan

waktu untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding

terbalik dengan jumlah adsorben yang digunakan. Selain itu ditentukan oleh

dosis adsorben, pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.

Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partike

adsorben untuk bersinggung dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang

mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama.

Sedangkan menurut Perrich (1981) ada beberapa faktor lain yang

mempengaruhi adsorbsi, diantaranya adalah:

1. pH (derajat keasaman)

Senyawa asam organik lebih cepat dapat diadsorbsi pada pH

rendah dan sebaliknya basa organik lebih cepat dapat diadsorbsi


34

pada pH tinggi. pH mempengaruhi terjadinya ionisasi ion hidrogen

dan ion ini sangat kuat teradsorbsi.

2. Waktu kontak

Waktu kontak yang lebih lama antara adsorben dan adsorbat

memungkinkan terjadinya difusi dan penjerapan adsorbat

berlangsung lebih baik.

3. Pengadukan

Proses adsorbsi akan semakin baik dengan adanya pengadukan

yang semakin cepat karena menjadikan lapisan pelarut yang

mengelilingi adsorben menjadi semakin tipis.

4. Luas permukaan adsorben

Luas permukaan adsorben mempengaruhi kapasitas adsorbsi total.

Semakin luas permukaan maka semakin banyak adsorbat yang

terjerap sehingga proses adsorbsi semakin efektif.

5. Sifat permukaan adsorben

Karakter fisikpada adsorben(permukaan,porositas,dll) menentukan

area yang tersedia untuk adsorpsi. Jumlah pori yang banyak dan

lebar akan memperbesar kapasitas adsorpsi.Sedangkan sifat

kimia menjelaskan reaktivitas adsorben terhadap adsorbat.

6. Ukuran partikel

Ukuran partikel mempengaruhi kecepatanadsorbsi, tetapi tidak

mempengaruhi kapasitas adsorbsi. Semakin kecil ukuran partikel

akan semakin besar kecepatan adsorbsinya sehingga dapat


35

dikatakan bentuk bubuk lebih cepat mengadsorbsi

dibandingkanbentukbutiran. Pada pemakaian fasa cair, perpindahan

adsorbat dari fasa larutan ke partikel adsorben melalui proses

berikut:

a. Pindahnya adsorbat dari fasa larutan permukaan partikel

adsorben. Molekul adsorbat harus melalui film, lapisan

pelarut yang mengelilingi adsorben,dikenal sebagai difusi

film.

b. Adsorbat harus dipindahkan ke suatu bagian yang bisa

menyerap pad abagian pori.

c. Partikel adsorbat harus dapat terikat (terserap) oleh

adsorben.

2.7 Metode batch


Studi adsorpsi menggunakan sistem batch dilakukan dalam sejumlah

gelas Erlenmeyer yang berisi larutan yang mengandung zat tertentu yang akan

diadsorpsi pada konsentrasi dan volume tertentu. Pada tiap-tiap tabung

dibubuhkan sejumlah adsorben dengan berat yang bervariasi. Selanjutnya larutan

dan adsorben dalam tabung tersebut dikocok dalam waktu tertentu (waktu

tercapainya kesetimbangan) dan setelah itu konsentrasi larutan dianalisa. Selisih

konsentrasi adsorbat sebelum dan setelah adsorpsi dianggap sebagai konsentrasi

adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben. Besarnya adsorbat yang teradsorpsi oleh

tiap satuan berat adsorben dapat dihitung dari tiap gelas Erlenmeyer (Masduqi,

2000).
36

2.9 Kerangka pemikiran

Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini

diikuti oleh perkembangan industri yang sangat pesat, dan memberikan dampak

positif serta negatif. Dampak negatif perkembangan industri antara lain

peningkatan volume limbah yang dapat mencemari perairan. Limbah industri

yang terdapat di perairan umumnya mengandung logam berat, yang berbahaya

bagi makhluk hidup, merusak habitat serta ekosistem perairan, bersifat

karsinogenik seperti Pb, Ni, Cr dan Cd (Igwe dan Abia, 2006).

Metode adsorpsi, merupakan salah satu metode yang sangat menjanjikan

untuk mengolah buangan industri, terutama karena harganya yang murah dan

memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi, dan dapat menggunakan bahan

biomaterial sebagai adsorben ion logam berat, salah satunya dengan menggunakan

limbah pertanian sebagai bahan alternatif yaitu berbahan kulit pisang (Sutrasno, et

al, 2008).

Dalam proses adsorpsi Pengaruh konsentrasi, pH, waktu kontak, dan luas

permukaan sangat menentukan kapasitas adsorpsi antara adsorben dan adsorbat.

Konsentrasi berkaitan dengan jumlah ion logam yang terdapat pada suatu larutan,

di mana semakin tinggi konsentrasi larutan, maka semakin banyak ion logam yang

terdapat pada larutan tersebut maka semakin banyak pula ikatan yang terjadi

antara ion logam dengan gugus fungsi yang terdapat pada adsorben.

Waktu kontak adsorben berpengaruh terhadap larutan yang diserap,

semakin lama waktu kontak semakin banyak pula serapan adsorben terhadap

logam hingga waktu tertentu maka dari itu penelitian ini akan dilakukan waktu
37

kontak 10 menit di dalam jar test. Derajat keasamaan (pH) mempengaruhi

kekuatan gugus aktif untuk mengikat logam, dimana pada pH yang rendah ion H+

akan berkompetisi dengan ion logam untuk dapat berinteraksi dengan gugus

fungsi yang terdapat pada adsorben.

Luas permukaan yang akan digunakan 40 mesh, karena luas permukaan

adsorben juga akan mempengaruhi adsorpsi terutama untuk tersedianya tempat

adsorpsi. Kinetika adsorpsi menunjukkan tingkat kecepatan adsorpsi adsorben

terhadap adsorbatnya. Kerangka pikir pada penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui bagaimana adorpsi kulit pisang terhadap penurunan krom.

Salah satu limbah biomassa hasil kegiatan pertanian yang melimpah di

Indonesia adalah limbah kulit pisang sebagai hasil samping komoditas

buah pisang. Di Indonesia sendiri, produksi pisang cukup besar. Di Asia,

Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar, karena 50% dari produksi

pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia, Dan setiap tahun produksinya

makin meningkat. (Sunarjono, 2002). Potensi ketersediaan Pisang yang

cukup melimpah inilah yang turut menghasilkan limbah. Kulit pisang yang

merupakan bagian dari buah pisang umumnya hanya dibuang sebagai sampah.

Peraturan pemerintah No.18 tahun 1999 tentang kegiatan memperoleh kembali

atau menggunakan kembali atau daur ulang bertujuan untuk mengubah suatu

limbah menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan juga aman bagi

lingkungan dan kesehatan manusia. (Sutrasno, et al, 2008).

Pemilihan kulit pisang sebagai bahan dasar adsorben ini disebabkan

karena selama ini pemanfaatan terhadap kulit pisang kurang begitu maksimal.
38

Selain itu, disebabkan karena ketersediannya di pasar yang mudah untuk

didapatkan dan juga nantinya diharapkan dapat menjadi bioa dsorben yang murah.

Kulit pisang yang mengandung selulosa (crude fiber) yang cukup tinggi inilah

yang kemudian juga dijadikan pertimbangan untuk menggunakannya

sebagai adsorben logam-logam berat. Pada penelitian ini kulit pisang

akan digunakan sebagai adsorben untuk menyerap logam Krom (Cr).

Limbah Limbah Industri


pertanian Penyamakan kulit

Kulit pisang Pencemaran


Perairan Cr

Adorben
Baku Mutu

Air Bersih

Gambar 2.8. Diagram kerangka pemikiran


39

2.10 Hipotesa
Kesimpulan sementara berdasarkan latar belakang masalah , tujuan penelitian dan

teori sebagai berikut ;

1. Variasi varietas kulit pisang berpengaruh terhadap penurnan kadar Cr.

2. Berbagai variasi varietas kulit yaitu Pisang Raja (Musa sapientum) , Kepok

(Musa acuminate) , dan Pisang Ambon (Musa accuminata colla) akan

menghasilkan hasil yang berbeda dalam mereduksi krom (Cr) pada limbah

cair penyamakan kulit..

3. Pisang Kepok dapat menurunkan kadar krom paling tinggi atau aping

efisisien
40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratoriom Fisika dan Kimia HARJOKO

Kampus II Institut Teknologi Yogyakarta (STTLYLH) Yogyakarta sebagai

tempat analisis.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan April 2017.

Tabel 3.1 Waktu penelitian

Bulan
No Kegiatan
April Mei Juni Juli

1 Penelitian lapangan

2 Penelitian laboratorium

3 Analisis Data

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah jenis adsorben , dan berbagai varietas adsorben

dalam menurunkan kandungan krom dalam menurunkan limbah cair PT.Adi

Satria Abadi.
41

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitan dan

pengujian laboratorium sampel yang meliputi kandungan krom (Cr).

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan pengumpulan

bahan-bahan refrensi degan studi pusaka.

3.5 Variabel penelitian

Variabel penelitian meliputi variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel bebas varietas kulit

2. Variabel terikat paramater yang akan direduksi krom (Cr).

3.6 Alat dan bahan

3.5.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Beaker glass 6. Saringan kain

2. Ayakan 7. Blender

3. Timbangan analitik 8. Jirigen

4. Botol 9. Corong

5. Jart test 10. Oven

3.5.2 Bahan
42

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kulit pisang

2. Limbah cair industri penyamakan kulit PT.Adi Satria Abadi

3. Aquades

4. Kertas saring

5. Indikator pH

3.7 Teknik Sampling

Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan secara grab (sesaat) ,

yaitu sampel yang diambil secar langsung dari bak penampung setelah

proses penyamakan kulit di PT. Adi Satria Abadi.

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Tahap Pembuatan Adsorben kulit Pisang Raja (Musa sapientum )

1. Kulit pisang dicuci dengan air kran sampai bersih untuk

menghilangkan kotoran pada kulit pisang .

2. Kulit pisang dipotong-potong kecil 2 cm kemudian dijemur

dibawah sinar matahar hingga kering udara

3. Kulit pisang dikarbonisasi pada suhu 400 C dalam 1,5 jam

dengan sedikt udara untuk menguapkan kadar air(Adinata, Mirsa

restu. 2013).

4. Kulit pisang kemudian ditumbuk dan direndam dengan aktivator

H2SO4 1 M selama 2 jam.


43

5. Kemudian serbuk pisang yang telah di aktivator dicuci dengan

aquadest sampai pH larutan mendekati pH

6. Adsorben kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven dengan

suhu 200 oC selama 2 jam

7. Setelah kering serbuk kulit pisang di ayak 40 mesh

8. Setelah diayak dan kering adsrorben siap digunakan

9. Dengan cara yang sama dilakukan untuk pisang kepok dan ambon

3.8.4 Persiapan Sampel Limbah

1. Sampel limbah dari titk pengambilan sampel yaitu limbah cair

penyamakan kulit pada bak penampung setelah proses penyamakan

kulit

2. Sampel limbah diambil sebanyak 18 liter dan disimpan dalam

jirigen plastik

3. Sampel limbah diambil untuk diuji awal parameter krom.

3.8.5 Tahap Penelitian varietas kulit pisang terhadap penurunan kadar krom

(Cr)

1. Beaker glass 1000 ml sebanyak 4 buah disiapkan kemudian diberi

label tiap beaker glass dengan nama varietas kulit pisang

2. Adsorben setiap varietas kulit pisang ditimbang menggunakan

timbangan analitik.

3. Limbah Cr sebanyak 500 ml diambil dan dimasukan ke dalam

beaker glass 1000 ml


44

4. Dosis yang digunakan untuk adsorben 5 gr setelah itu adsorben

kulit pisang dimasukkan ke dalam beaker glass sesuai dengan

label varietas masing-masing.

5. Jar test dihidupkan dengan menekan tombol power on dengan

kecepatan pengadukan 80 rpm selama 10 menit.

6. Setelah selesai , menunggu selama 30 menit untuk proses

pengendapan/presipitasi sehingga diperoleh endapan kromium

7. Kemudian disaring dengan kertas saring.

8. Hasil saringan disimpan dalam botol sesuai dengan label varietas

masing-masing kemudian diuji kadar kromnya.

9. Percobaan dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali pada

setiap varietas kulit pisang.

Jenis & Dosis Pisang Pisang Pisang


Kontrol
Pengulangan Adsorben Raja Kepok Ambon
500 ml 500 ml 500 ml 500 ml

500 ml 500 ml 500 ml 500 ml


2 5gr

500 ml 500 ml 500 ml 500 ml


3

3.8.6 Diagram alir pembuatan adsorben


45

Kulit pisang

Cuci bersih lalu


dikeringkan

Dihaluskan

Bubuk direndam
dengan aktivator H2SO4

Absorben dicuci dengan aquadest


sampai pH larutan mendekati 7

Adsorben disaring dan dikeringkan dalam oven


suhu 200C selama 2 jam

Setelah dikeringkan adsorben di


ayak menggunakan ayakan 40 mesh

Adsorben siap digunakan

*Tahap pembuatan adsorben pada semua varietas pisang yang digunakan

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Adsorben


46

3.8.7 Diagram Alir Penelitian

Limbah Cair penyamakan kulit

Limbah cair diatur pH-


nya jadi 7

500 ml limbah + adsorben


ukuran 40 mesh dengan
varietas kulit pisang abon , raja ,
dan kepok

Limbah dan dsorben diaduk


dengan kecepatan 80 rpm selama
10 menit

Limbah disaring

Pengujian kandungan krom

Analisa hasil

Laporan
Pembuatanpada
*Tahap penelitian dilakukan adsorben kulit pisang
masing-masing varietas pisang

Gambar 3.2 Diagram alir penelitian


47

3.5 Analisa Data

Dari hasil analisa parameter uji dan pengamatan penelitian, maka di

lakukan pengolahan data uji statistik dengan menggunakan uji Analysis OF

Varian (ANOVA). Bila ada pengaruh dilanjutkan uji LSD 5 %.


1

DAFTAR PUSTAKA

Adinata, Mirsa restu. 2013. Pemanfaatan limbah kulit pisang Sebagai karbon
aktif. Jawa Timur, fakultas teknologi industri Universitas pembangunan
nasional Veteran.

`Hariani, P. L., Nurlisa, H., & Melly, O. (2009). Penurunan Konsentrasi Cr(IV)
dalam Air dengan Koagulan FeSO4. J. Penelitian Sains (online) , 12 (2),
12208-1 - 12208-4

Hasrianti. (2012). Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ Pada Limbah Cair Menggunakan
Kulit Singkong. Makassar: Tesis Tidak Diterbitkan, UNHAS.

Igwe, JC., Abia, AA., 2006, A Bioseparation Process for Removing Heavy Metals
from Waste Water Using Biosorbents, Afr. J. Biotechnol. 5(12): 1167-1179
Kurniasari, L. (2010). Pemanfaatan Mikroorganisme dan Limbah Pertanian
Sebagai Bahan Baku Biosorben Logam Berat. J. Momentum , 6 (2), 5-8.
Masduqi, A. dan A. Slamet (2000). Satuan Proses. Institut teknologi Sepuluh
November.

Montgomery, J.M. (1985). Water Treatment Principles and Design. John Wiley
and Sons, USA.

Notodarmojo, S. (2005). Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Penerbit ITB,


Bandung

Palar, H. (1994).Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat (Cetakan Pertama


ed.). Jakarta: Rineka Cipta.

Pertiwi, C. (2013). Pengaruh Iradiasi Sinar- Terhadap Pembentukan Ikatan


Silang Kulit Pisang-Epiklorohidrin Jakarta: Skripsi, Program Studi Kimia,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
2

Rosyana, E. (1995). Pemanfaatan Kulit Pisang Untuk Produksi Enzim Selulase.


Bogor: Disertasi, Institut Pertanian Bogor.

Sembiring,TM dan Sinaga,TS, 2003,Arang Aktif (Pengenalan dan Proses


Pembuatannya), Universitas Sumatera Utara, Medan.
Suhartini, M. (2013 a).Modifikasi Limbah Kulit Pisang Untuk Adsorben Ion
Logam Mn(II) dan Cr(VI). Jurnal Sains Materi Indonesia , 14 (2), 229-234.

Suhendrayatna. (2001). Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan


Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar on-air Bioteknologi
Untuk Indonesia Abad 21. Sinergy Forum-PPI Tokyo Institute of
Technology 1-14 Februari 2001.

Sunarjono, H (2002), Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan, Penerbit


Swadaya, Jakarta
Sutrasno, K., Lukman, M. A. & Manik, G. P. (2008).Pemanfaatan Kulit Batang
Jambu Biji (psidium guajava) Untuk Adsorpsi Cr(VI) Dari Larutan. Depok,
Part A, 28, 447-457, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Tchobanoglous, G., dkk., 2003, Wastewater Engineering, Treatment Disposal


Reuse, McGraw Hill, Hongkong.

Widowati, W., Sastiono, A., & Jusuf, R. (2008).Efek Toksik Logam : Pencegahan
dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Andi Offset.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52129/4/Chapter%20II.pdf.
diakses pada tanggal 18 April 2017
http://statistikceria.blogspot.co.id/2013/12/analisis-ragam-analysis-of-variance-
anova-satu-arah-one-way.html diakses pada tanggal 31 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai