ETIKA ARSITEKTUR
KELAS B
JURUSAN ARSITEKTUR
2017
BAB I
KASUS ETIK DAN SOLUSI YANG PERNAH DIBUAT
Lhokseumawe | acehtraffic.com
Selain 542 kepala keluarga masyarakat yang digusur saat didirikan PT Arun
tahun 1974 hingga kini belum mendapat pemukiman baru, disamping itu PT Arun
kembali memberikan sedikit percikan CSR melalui udara [H2S] untuk dihirup
bersama oleh warga sekitar sebagai hadiah ulang tahun perusahaan itu, kenyataan
pencemaran lingkungan selalu dapat terbantahkan walaupun ada warga yang
menjadi korban, maklum mereka banyak uang.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu 22 April. Ratusan penduduk Blang Panyang
yang berupa gampong selingkungan perusahaan penyedot gas tersebut hoyong,
mual-mual, muntah. Mereka mabuk setelah terhirup semacam H2S. Anehnya PT
Arun yang elegan dan eksklusif merasa belum kehilangan reputasinya sebagai
perusahaan ramah lingkungan karena penduduk sekitarnya keracunan setelah
menghirup sulvur dari kilang Arun.
Saat itu Humas PT Arun, Roby Sulaiman, saat ditemui di depan rumah sakit
itu sekitar pukul 17.20 WIB, mengatakan begitu mengetahui sejumlah warga Blang
Panyang mengalami muntah-muntah, pihaknya langsung mengirim petugas
kesehatan dan petugas bidang lingkungan ke gampong itu. Penduduk yang pening
dan muntah itu diangkut ke rumah sakit untuk diobservasi.
Ditanya terkait kasus serupa yang sudah sering terjadi, saat itu Roby
Sulaiman menyatakan perlu pendalaman secara teknis untuk mengetahui
penyebabnya. Terkait early warning system bagi warga lingkungan khususnya
Gampong Blang Panyang, Roby mengatakan kurang mengetahui hal itu. Terkait
antisipasi ke depan, kata dia, pihaknya harus mengetahui dahulu penyebab kejadian
tersebut.
Menurut masyarakat di sana, tiga ratusan warga Blang Panyang yang mual-
mual dan muntah mendadak hanya dirawat seadanya oleh paramedis RS milik PT
Arun.
Zulnazri, ahli kimia dari Unimal Lhokseumawe, saat itu menduga bahwa ada
kebocoran gas beracun di kilang Arun sehingga mengakibatkan warga lingkungan
keracunan. Sinyalirnya, kalau bau yang dirasakan warga Blang Panyang seperti bau
kentut, maka itu kemungkinan besar mereka terhirup H2S. Jadi, gas beracun yang
mengikat dengan hemoglobin sehingga sirkulasi darah tidak lancar. Selama ini
diduga pihak Arun tidak mengontrol udara amibient di sekitar kilangnya secara
kontinyu. Kontrol tersebut seharusnya harus dilakukan setiap saat sehingga
tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
Polres Lhokseumawe saat itu diback-up tim Polda Aceh terus menyelidi kasus
keracunan warga Blang Panyang yang diduga akibat gas beracun dari kilang PT
Arun. Sedangkan Forum Masyarakat Sipil meminta perusahaan penyedot gas alam
cair itu bertanggung jawab atas keracunan tersebut. Sementara para korban
keracunan meminta kilang pengolahan gas PT Arun ditutup. Polisi memang telah
tangani kasus itu dan semoga sampai tuntas. Pihak PT Arun harus diproses sesuai
hukum yang berlaku untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya.
Kejadian yang sama akan terulang lagi, keberadaan kilang pengolahan gas
Arun yang berdekatan dengan pemukiman warga juga berpotensi menimbulkan
bencana industri karena kegagalan teknologi. Terkait hal itu, Forum Masyarakat Sipil
yang merupakan gabungan LSM Sahara, LPL-Ha, Bytra, Limid, LBH Pos
Lhokseumawe, Jingki, Sepakat, Tani Bahari, PB-HAM Aceh Utara, JKMA Pase, dan
MaTA Aceh, menyatakan PT Arun harus menyediakan jaminan kesehatan jangka
panjang bagi warga yang beresiko mengalami gangguan kesehatan; Arun harus
membuat sistem peringatan dini untuk mempersiapkan masyarakat atas berbagai
resiko yang terjadi.
"Hasil temuan sementara ditemukan gas H2S terdapat dalam gas alam
sebanyak 1,3 persen. Jika H2S itu bereaksi dengan udara, maka akan terbentuk
S02 (Sulfur Dioksida) yang sangat berbahaya bagi manusia," kata Kepala
Bapedalda Aceh Husaini Syamaun, Rabu 29 April 2009. Menurutnya saat proses
pembakaran yang terjadi tanggal 22 April 2009 lalu, pada pukul 08.20 WIB, api
Incinerator di unit 29 mati, sehingga proses pembakaran tidak dapat berlangsung.
Sebelum dibakar di api Incinerator unit 29, H2S dapat diubah menjadi
pendataan direaksikan dengan Malton Sulfur, namun tidak semua H2S mampu
diubah menjadi Sulfur padatan, sehingga masih ada H2S yang tersisa dan perlu
dibakar dalam unit 29. "Nah pembakaran di api Incinerator unit 29 ini tidak dapat
berlangsung, akibat mati," kata Husaini.
Sesuai dengan prosedur, kata Husaini, maka gas H2S dialirkan ke menara
pembakaran Plestrek (menara yang mengeluarkan api yang dapat dilihat), tetapi
ketika gas H2S dimasukkan dalam plestrek hanya sebagian gas H2S yang dapat
terbakar, sebagian lagi lepas ke udara.
Gas H2S yang lepas ke udara inilah yang menyebabkan bau dan sangat
berbahaya bagi manusia yang tercium bau itu. Sebab sesuai dengan peraturan
pemerintah, Sulfur Dioksida yang aman dikandung dalam udara bebas hanya
sebesar 1000 ppm/m3.
Kata Husaini, sesuai dengan dokumen Amdal PT Arun diperbolehkan untuk
melarikan gas H2S ke Plestrek maksimal tiga jam, bila lebih akan berbahaya. Tetapi
kejadian pada saat itu hanya berlangsung selama delapan menit.
Selama delapan menit itu, apakah PT Arun melepaskan gas H2S terlalu
banyak ke udara, sangat sulit kita deteksi karena peristiwanya telah berlalu. Gas
berbahaya bagi kesehatan manusia itu yang terlepas ke udara kemungkinan terlalu
banyak bisa saja.
Kata Zulkifli alias Doly, politisi Partai Aceh, Sabtu 2 Mai 2009, sebelum korban
di pihak masyarakat lingkungan terus berjatuhan akibat pencemaran lingkungan, PT.
Arun harus segera memanggil aparat gampong, Tuha Peut, dan elemen lainnya,
untuk membahas solusi antisipasi ke depan. PT Arun harus lebih punya nurani dan
rasa kemanusiaan terkait kondisi tersebut.
Doly yang menetap di Gampong Paloh Dayah Kecamatan Muara Satu, salah
satu gampong lingkungan kilang Arun yang sering dibikin pusing dan mual dengan
H2S PT Arun, menyebutkan paskainsiden keracunan warga Blang Panyang hingga
kini masyarakat setempat masih dibalut trauma yang amat mendalam.
Kata Doly, Salah satu agenda yang akan diprioritaskan anggota DPRA dari
Partai Aceh nantinya membahas persoalan yang terjadi di lingkungan PT. Arun.
Karena selama ini perhatian perusahaan tersebut kepada lingkungan amat minim.
Entah di mana rasa persaudaraan dan nurani kemanusiaan pengurus PT Arun.
Kebocoran gas H2S terjadi pada Rabu dini hari tanggal 22 April tahun 2009
lalu. Dalam kejadian ini ratusan masyarakat dari desa sekitar pabrik yaitu Desa
Blang Panyang, Mukim Paloh Timu, Kota Lhokseumawe keracunan gas yang bisa
menyebabkan kematian tersebut. Ratusan warga yang terkulai lemas dan muntah-
muntah.
Namun celakanya, tuntutan ganti rugi dari masyarakat kepada Arun tidak
pernah dihiraukan. Perusahaan penghasil gas alam terbesar tersebut hanya
memberikan obat pereda sakit seperti Antasida Doen Suspensi, Spasmal
Metamizole sodium serta Papaverine hydrochloride, yang menurut masyarakat sama
sekali tidak manjur.
Sepertinya pemberian ISO cuma untuk menciptakan opini publik baru bahwa
PT Arun peduli lingkungan. Padahal tuntutan masyarakat sama sekali belum mereka
penuhi, kata T.M. Zulfikar.
Di kawasan pabrik PT Arun ada tiga arah angin dalam setiap harinya. Pada
pagi hari, angin bertiup ke arah Desa Blang Mangat, siang hingga sore angin bertiup
ke arah Desa Banda Masen, baru pada malam hari angin bertiup ke arah laut.
Karena itu, jika ada pencemaran udara yang diduga berasal dari PT Arun,
maka warga yang kena imbasnya, antara lain, Blang Mangat, Ujong Blang, Ulee
Jalan, Banda Masen, Hagu Barat Laut, dan Hagu Teungoh. Dokumen Amdal yang
dimiliki PT Arun harus ditinjau kembali, agar mereka bisa merancang usaha
pengelolaan lingkungan yang lebih baik. pue serifikat ISO dan puluhan nobel
pedang, Untuk membunuh warga? Suruh kembalikan aja sertifikat itu, hana male
desak pegiat LSM dalam diskusi di JKMA, Selasa 24 April 2012, sore.
Pada berita diatas, dapat diketahui bahwa PT. Arun telah mencemari
lingkungan dan kawasan pemukiman warga dengan limbah berbau dan berbahaya
yang berasal dari gas H2S yang. PT. Arun mengatakan bahwa gas tersebut tidaklah
berbahaya, tetapi kemudian warga yang tinggal di pemukiman dekat dengan kilang
PT. Arun mengalami masalah kesehatan seperti mual dan muntah.
Kebocoran gas H2S di udara bebas ini diduga karena pihak Arun tidak
mengontrol udara amibient di sekitar kilangnya secara kontinyu. Kontrol tersebut
seharusnya harus dilakukan setiap saat sehingga tidak menimbulkan dampak buruk
bagi lingkungan.
Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi. Keberadaan kilang pengolahan gas
Arun yang berdekatan dengan pemukiman warga ini berpotensi kembali bocor dan
menimbulkan bencana industri karena kegagalan teknologi. Oleh karena itu,
masyarakat menuntut PT Arun untuk menyediakan jaminan kesehatan jangka
panjang bagi warga yang beresiko mengalami gangguan kesehatan serta membuat
sistem peringatan dini untuk mempersiapkan masyarakat atas berbagai resiko yang
terjadi.
Utilitarianisme
Teori utilitarianisme memahami bahwa tindakan yang paling etis adalah ketika
tindakan yang diambil tersebut menghasilkan manfaat yang lebih banyak bagi
mayoritas orang-orang yang terlibat.
Egoisme
Dikaitkan dengan kasus yang terjadi pada PT Arun, PT Arun merupakan pihak
yang egois karena tidak menghiraukan aspirasi dari warga sekitar dan cenderung
ingin meningkatkan dirinya sendiri.
Hedonisme
Teori ini menekankan pada kebebasan tiap individu untuk melakukan segala
hal sesuai keinginannya namun tidak mengganggu orang lain.
Etika ini harus menghormati Hak Asasi Manusia. Menekan kan harga diri
orang lain. Berbuat baik karena itu hak orang lain.
Duty Ethics
Prinsip atau moral yang berlaku untuk perbuatan kita dalam kehidupan
sehari-hari dan tentukan prioritas mana yang baik dan buruk kelakuan kita.
Seseorang harus menghormati orang karena merasa berkewajiban melakukan
kebaikan.
Virtue Ethics
Yang terpenting adalah karakter yang dimiliki oleh pelaku yang baik. Karakter
lebih penting dari tindakan dan akibat yang ditimbulkan. Menilai suatu perbuatan
sebagai buruk (tidak boleh dilakukan) atau baik (boleh dilakukan) berdasarkan
contoh yang diperlihatkan oleh agen moral (manusia) yang dianggap memiliki
moralitas yang tinggi.
PT Arun melanggar etika moral karena PT Arun tidak hanya sekali membuat
kesalahan yang disebabkan oleh pabriknya. Disini dapat diambil kesimpulan moral
yang dimiliki oleh PT Arun ini tidak baik karena bila kejadian sekali terjadi maka
kedepannya seharusnya dicegah untuk tidak terjadi tetapi kenyataannya masalah
yang ditimbulkan terulang kembali.
Etika realisasi diri ini menerangkan bahwa sebenarnya mau menjadi orang
yang seperti apa kita ini?
Pemda lebih pro aktif menyelidiki kasus yang ada pada PT Arun tersebut.
Meningkatkan penegakan hukum sehingga dapat dituntaskan hingga ke
akarnya dan PT Arun harus mempertanggungjawabkan kesalahan yang
diperbuatnya.