Anda di halaman 1dari 25

retensio plasenta

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya Angka kematian Ibu merupakan masalah besar yang terjadi dalam bidang
kesehatan. Angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi di ASEAN. Persalinan
merupakan hal yang sangat di tunggu oleh ibu hamil. Tapi dalam persalinan dan setelah
melahirkan adalah suatu yang sangat rawan bagi ibu untuk mengalami perdarahan yang
begitu hebat dan perdarahan tersebut adalah salah satu faktor tertinggi penyebab kemtian
pada ibu. Perdarahan yang terjadi pada ibu diantaranya diakibatkan oleh terhambatnya
kelahiran plasenta melebihi dari 30 menit. (http: //dahliayaya. Blogspot. Com / 2012 / 05 /
makalah rretensio plasenta. Html diakses tanggal 6 juni 2013).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan
ini berlangsung aman. Namun, sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya
merupakan komplikasi yang mengancam nyawa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian
lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90% terjadi di Asia dan
Afrika subsahara, 10% di negara berkembang lainnya, dan kurang dari 1% di negara negara
maju. Di beberapa negara resiko kematian ibu lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan,
sedangkan di negara maju resiko ini kurang dari 1 dalam 6000. (Prawihardjo, S. 2010 : 53).
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu
langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas dan segala
intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung
merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbuk sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan
penyakit kardiovaskuler. (Prawihardjo, S. 2010 : 54).
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab
langsung dimana mana sama, yaitu Perdarahan ( 25% biasanya perdarahan pasca
persalinan), Sepsis ( 15%), Hipertensi dalam kehamilan (12%), Partus macet (8%),
komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab sebab lain (8%). (Prawihardjo, S. 2010 :
54).
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama
setelah bayi lahir, 68 73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82 88% dalam 2
minggu setelah bayi lahir. (Prawihardjo, S. 2010 : 523).
Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan merupakan penyebab
kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah
disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut
WHO dilaporkan bahwa 15 20% kematian Ibu karena retensio plasenta dan insedennya
adalah 0,8 1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko resiko lain dari ibu
bersalin. Perdarahan post partum dimana retensio plassenta salah satu penyebabnya dapat
mengancam jiwa dimana ibu tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
(http://delvitapratiwi.Blogspot.Com/2012/06/retensioplasenta.Html diakses tanggal 6 juni
2013).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau
kelahiran terjadi di negara negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara negara
berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi
hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran (WHO, 2010). (http://delvipratiwi.blogspot.com/2012/06/retensio-
retensio.html diakses tanggal 6 juni 2013).
Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
negara negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO untuk tahun 2010 Rasio kematian
ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan,
per100.000 kelahiran hidup untuk negara indonesia sebesar berkisar antara 140 380 /
100.000 kelahiran hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar
antara 32 36 / 100.000 kelahiran hidup dan malaysia 14 68 / 100.000 kelahiran hidup.
Survei demografi dan kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di
Indonesia untuk periode lima tahun sebelum survei (2003 2007) sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup (Depkes RI.2009). (http: //delvitapratiwi.Blogspot.Com/2012/06/retensio
plasenta.Html diakses tanggal 6 juni 2013).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Bone bahwa tahun 2012 kejadian retensio
plasenta adalah 86/13.739 persalinan atau 0,625%.
Data yang diperoleh dari puskesmas Ajangale kabupaten Bone bahwa tahun 2012
kejadian retensio plasenta adalah 5/180 persalinan atau 2,777%.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji ibu lebih jauh
dalam karya tulis ilmiah ini dengan judul manajemen kebidanan pada Ny N dengan
retensio plasenta di Puskesmas Ajangale Kabupaten bone sebagai rasa tanggung jawab dalam
mengkaji masalah tersebut yang diuraikan pada tujuh langkah Varney.

B. Ruang Lingkup Pembahasan.


Pembahasan studi kasus ini, mengenai pendekatan proses Manajemen Kebidanan Ny
N, Dengan Retensio Plasenta Di Puskesmas Ajangale kabupaten Bone Tanggal 22 Januari
2013.
C. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan manajemen kebidanan Ny N dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale kabupten Bone tanggal 22 Januari 2013, dengan menggunakan
manajemen kebidanan sesuai dengan wewnang bidan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian data pada Ny N dengan rtensio plasenta di Puskesmas
Ajangale kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
b. Dapat menganalisis dan menginterprestasikan data untuk menengakkan diagnosa / masalah
aktual pada Ny N dengan retensio Plasenta di Puskesmas Ajangale kabupaten Bone tanggal
22 Januari 2013.
c. Dapat mengantisipasi diangnosa / masalah potensial Ny N dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale Kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
d. Dapat melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi guna pemecahan masalah pada Ny N
dengan retensio plasenta di puskesmas Ajangale kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
e. Dapat merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada Ny N dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale Kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
f. Dapat melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada Ny N dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale kabupaten Bone tanggal 222 januari 2013.
g. Dapat mengevaluasi asuhan kebidanan pada Ny N dengan retensio plasenta di Puskesmas
Ajangale kabupten Bone tanggal 22 Januari 2013.
h. Dapat mendokumentasikan semua temuan dan tindakan dalam asuhan kebidanan yang telah
dilaksanakan pada Ny N dengan retensio plasenta di Puskesmas Ajangale Kabupaten bone
tangggal 22 januri 2013.
D. Manfaat Penulissan
1. Manfaat Praktis
Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan program,
baik Dinas kesehatan kota Bone maupun pada Puskesmas Ajangale dalam menyusun
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi retensio plasenta.
2. Manfaat akademik
Sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program studi DIII kebidanan di
Akademi Kebidanan Persada Wajo.
3. Manfaat Institusi
Sebagai bahan acuan / pedoman institusi program diploma III kebidanan dalam
penyusunan program pendidikan.
4. Manfaat Bagi Penulis.
Sebagai pengalaman ilmiah yang berharga yang dapat meningkatkan dan menambah
wawasan tentang retensio plasenta.

E. Metode Penulisan
Penulisan kasus ini menggunakan beberapa metode yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Penulis mempelajari literature yang ada relevansinya dengan retensio plasenta.
2. Studi kasus
Melaksanakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah melalui
asuhan kebidanan yang meliputi : pengkajian, merumuskan diagnosa / masalah aktual
maupun potensial, melaksanakan tindakan segera atau kolaborasi, perencanaan, implementasi
serta melaksanakan evaluasi terhadap asuhan kebidanan pada klien dengan retensio plasenta.
Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan tehnik :
a. Anamnese
Penulis melakukan tanya jawab dengan klien, suami dan keluarganya yang dapat
membantu memberikan keterangan / informasi yang dibutuhkan.
b. Melakukan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan secara sistematis untuk menjamin diperolehnya data
yang lengkap mulai dari kepala sampai kaki meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan diagnostik lainnya dengan menggunakan format
pengkajian yang telah disusun sebelumnya.
c. Pengkajian Psikososial
Pengakajian Psikososial dilakukan meliputi pengkajian status emosional, respon
terhadap kondisi yang dialami serta interkasi klien terhadap keluarga, petugas kesehatan dan
lingkungannya.
3. Studi Dokumenter
Studi dokumenter dilakukan dengan mempelajari status kesehatan klien yang bersumber
dari catatan dokter, bidan, perawat, petugas laboratorium dan atau hasil pemeriksaan
penunjang lainnya yang dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian tulisan ini.
4. Diskusi
Penulis melakukan tanya jawab dengan dokter atau bidan yang menangani langsung klien
tersebut serta mengadakan diskusi dengan dosen pengasuh / pembimbing karya tulis ilmiah
ini.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Umum Tentang Persalinan


1. Pengertian Persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Persalinan
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentase belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari
18 jam tnpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. (Rukiyah,A.Y.,2009:1).
2. Sebab sebab mulainya persalinan
a. Penurunan kadar progesteron
b. Teori oxcytdosin
c. Peregangan otot otot
d. Pengaruh Janin
e. Teori prostaglandin
f. (Rukiyah,A.Y.,2009:1 - 2).
3. Tahap tahap persalinan (Sumarah, 2009 : 5 8)
a. Kala I
Persalinan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap.
b. Kala II (Pengeluaran)
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
c. Kala III (Pelepasan uri)
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih
dari 30 menit.
d. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
B. Tinjauan Umum tentang Kala III Persalinan
1. Pengertian Kala III Persalinan
a. Kala III (Pelepasan Uri) di mulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus
uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. (Sumarah, 2009 : 7).
b. Kala III persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai dan berkahir dengan lahirnya
plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala tiga persalinan berlangsung
rata rata antara 5 10 menit. Akan tetapi, kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Resiko
perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih lama dari 30 menit, terutama antara 30 60
menit. (Varney, 2007 : 825).
2. Fisiologi kala III
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta / uri. Rata rata lama kala
III berkisar 15 30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Tempat implantasi
plasenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding lateral. Sangat
jarang terdapat pada fundus uteri. Bila terletak pada segmen bawah rahim / SBR, keadaan ini
disebut plasenta previa. (Sumarah, 2009 : 145).
Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan post partum adalah ketika
plasenta lahir dan segera setelah itu. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi
tidak keluar, maka perdarahan terjadi dibelakang plasenta sehingga uterus tidak dapat
sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan
mekanisme fisiologi yang menghentikan perdarahan. Begitu plasenta lepas, jika ibu tidak
apat melahirkan sendiri, atau petugas tidak dapat menolong mengeluarkan plasenta, mungkin
salah didiagnosis sebagai retensi plasenta. Seringkali plasenta terperangkap dibawah serviks
dan hanya diperlukan sedikit dorongan untuk mengeluarkannya.
Manjemen aktif pada kala III persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat
mencegah atau mengurangi perdarahan postpartum. (Saifuddin, A. B., 2009 : 115).
3. Fase fase kala III (Sumarah, 2009 : 145).
a. Pelepasan Plasenta
Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus. Hal iini mengakibatkan volume rongga uterus
berkurang. Dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi plasenta juga terjadi penurunan
luas area. Ukuran plasenta tidak berubah, sehingga menyebabkan plasenta terlipat, menebal
dan akhirnya terlepas dari dinding uterus. Plasenta terlepas sedikit demi sedikit, terjadi
pengumpulan perdarahan diantara ruang plasenta plasenta dan desidua basalis yang disebut
retroplasenter hematom. Setelah plasenta terlepas, plasenta akan menempati segmen bawah
uterus atau vagina.
b. Macam macam pelepasan plasenta (Sumarah, 2009 : 146).
1. Mekanisme Schultz : pelepasan plasenta yang dimulai dari sentral / bagian tengah sehingga
terjadi bekuan retroplasenta. Cara pelepasan ini sering terjadi. Tanda pelepasan dari tengah
ini mengakibatkan perdarahan tidak terjadi sebelum plasenta lahir. Perdarahan banyak terjadi
segera setelah plasenta lahir.
2. Mekanisme Duncan : terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersamaan dari pinggir dan
tengah plasenta. Hal ini mengakibatkan terjadinya semburan darah sebelum plasenta lahir.
c. Tanda tanda pelepasan plasenta (Sumarah, 2009 : 146).
1. Perubahan bentuk uterus. Bentuk uterus yang semula discoid menjadi globuler akibat dari
kontraksi uterus.
2. Semburan darah tiba tiba
3. Tali pusat memanjang.
4. Perubahan posisi uterus. Setelah plasenta lepas dan menempati segmen bawah rahim, maka
uterus muncul pada rongga abdomen.
d. Pengeluaran plasenta
Plasenta yang sudah lepas dan menempati segmen bawah rahim, kemudian melalui
cerviks, vagina dan dikeluarkan ke introitus vagina. (Sumarah, 2009 : 146).
e. Pemeriksaan pelepasan plasenta (Sumarah, 2009 : 146).
Kustner : tali pusat diregangkan dengan tangan kanan, tangan kiri menekan atas sympisis.
Penilaian :
1) Tali pusat masuk berarti belum lepas.
2) Tali pusat bertambah panjang atau tidak masuk berarti lepas.
f. Pengawasan perdarahan (Sumarah, 2009 : 146).
Selama hamil aliran darah ke uterus 500 800 ml/mnt.
1) Uterus tidak berkontraksi dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 350 500 ml.
2) Kontraksi uterus akan menekan pembuluh darah uterus diantara anyaman miometrium.
g. Manajemen aktif kala III (Sumarah, 2009 : 146)
Syarat : janin tunggal / memastikan tidak ada lagi janin di uterus
Tujuan : membuat kontraksi uterus efektif.
Keuntungan :
1) Lama kala III lebih singkat.
2) Jumlah perdarahan berkurang sehingga dapat mencegah perdarahan post partum.
3) Menurunkan kejadian retensio plasenta.
h. Manajemen aktif kala III terdiri dari : (Sumarah, 2009 : 147).
1) Pemberian oksitosin.
2) Penengangan tali pusat terkendali.
3) Masase fundus uteri.
i. Pemeriksaan plasenta meliputi : (Sumarah, 2009 : 150)
1) Selaput ketuban utuh atau tidak.
2) Plasenta : ukuran plasenta
a) Bagian maternal : jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon.
b) Bagian fetal : utuh atau tidak.
3) Tali pusat : jumlah arteri dan vena, adakah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi
plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal serta panjang tali pusat.
j. Pemantauan Kala III (Sumarah, 2009 : 150).
1) Perdarahan, jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak.
2) Kontraksi uterus : bentuk uterus, intensitas.
3) Robekan jalan lahir / laserasi, ruptur perineum.
4) Tanda tanda Vital :
a) Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan.
b) Nadi bertambah cepat.
c) Temperatur bertambah tinggi.
d) Respirasi : berangsur normal
e) Gastrointestinal : normal, pada awal persalinan mungkin muntah.
f) Personal hygiene.
C. Tinjauan Umum Tentang Retensio Plasenta
1. Pengertian retensio plasenta
1) Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. (Rukiyah, A. Y., 2009 : 146).
2) Retensio plasenta adalah bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir. (Prawihardjo, S., 2010 : 526).
3) Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. (Iskandar, I., 2009 : 157).
2. Etiologi retensio plasenta
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot otot
uterus menyelesaikan proses iini. Pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, niometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uteru. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan
lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di
tempat itupembuluh darah yang terdapat diuterus berada diantara serat serat otot
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat serat otot ini mengakibatkan
pembuluh darah terjepit serta perdarahan terhenti. (Prawihardjo, S., 2010 : 307).
Penyebab retensio plasenta : (Sastrawinata, S., 2005 : 175).
a. Fungsional :
1) His kurang kuat (Penyebab terpenting).
2) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (Plasenta
membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).\
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab diatas disebut plasenta adhesiva.
b. Patologi Anatomi :
1) Plasenta Akreta.
2) Plasenta inkreta.
3) Plasenta perkreta.
3. Patofisiologi retensio plasenta
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta yang belum
lepas sama sekali dari dinding uterus karena :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai
mimetrium dibawah peritoneum (plasenta akreta perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserio plasenta). (Sumarah, 2009 : 156).
4. Patologi retensio plasenta
Retensio plasenta akan mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan
perdarahan. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirkan bahwa darah penderita
terlalu banyak hilang, keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak
terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat perdarahan post
partum berulang, terjadi perdarahan post partum melebihi 400cc, pada pertolongan persalinan
dengan narkosa, plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam, (Manuaba, I.
A. C., 2012 : 402).
5. Klasifikasi retensio plasenta
a. Jenis retensio plasenta: (Saifuddin, A. B., 2009 : 178).
1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologi.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot orion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas secsio
sesaria, pernah kuret berulang, dan multiparitas. (Prtawihardjo, S., 2010 : 527).
Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan
erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis yaitu jika hanya beberapa bagian dari
permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang
kompleta, inkreta, dan perkreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta adalah kelainan
desidua, misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
(Sastrawinata, S., 2005 : 176).
3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miometrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
Plasenta sudah lepas tetapi belum lahir karena atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak, atau karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim
akibat kesalahan penangan kala III yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).

Selain plasenta yang disebutkan diatas masih banyak macam macam plasenta yang
abnormal yang dapat menimbulkan kesulitan pada saat persalinan, daintaranya : (Iskandar, I.,
2009 : 157).
a) Plasenta battledore : bila insersinya ditepi marginal plasenta.
b) Plasenta membranosa : pertumbuhan plasenta yang melebur dan tipis dapat menimbulkan
gangguan tertentu yaitu plasenta previa sulit melepaskan diri sehingga bisa terjadi early PPH
dan late PPH.
c) Plasenta sirkumvalata : pada bagian fetalnya terdapat cincin putih, dapat meningkatkan
keguguran, solutio, keluarnya plasenta telanjang karena seluruh membrannya tertinggal.
d) Plasenta suksenturiata : terdapat plasenta tambahan yang lebih kecil disamping yang normal
dan dihubungkan dengan pembuluh darah. Penyulit : kemungkinan luput dari pengamatan
dan tertinggal dalam rahim. Dugaan plasenta suksenturiata bila terdapat lubang pada
membran dan pembuluh darah yang robek.
e) Plasenta spuria : sama dengan suksenturiata tetapi tidak berhubungan dengan pembuluh
darah dengan plasenta induknya.
f) Plasenta bipartita : dimana dalam satu membran terdapat dua lobus jaringan plasenta.
6. Faktor predisposisi retensio plasenta
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan implantasi
plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta dan perkreta.
(Manuaba, I. A. C., 2012 : 402).
Usia kehamilan dikaitkan dengan lama kala III. Usia kehamilan yang lebih muda
dihubungkan denga kala III yang lebih lama. Frekuensi pengeluaran manual plasenta juga
dihubungkan kelahirna prematur. Perdarahan meningkat seiring makin muda usia gestasi dan
peningkatan pengeluaran plasenta secara manual. (Varney, H., 2007 : 831).
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat pada
dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembus desidua sampai miometrium bahkan
sampai dibawah peritonium (Plasenta akreta perkreta), plasenta yang sudah keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau salah dalam penanganan kala III
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus. (Sumarah, 2009 : 146).
7. Tanda / gejala klinik retensio plasenta.
a. Plasenta tidak lahir setelah 30 menit.
b. Perdarahan segera.
c. Kontraksi uterus : lemah
Tanda dan gejala kadang kadang timbul : tali pusat putus akibat traksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjut. (Rukiyah, A. Y. 2010 : 299).

Tabel 2. 1 : Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta.

Separasi / Plasenta
Gejala Plasenta akreta
akreta parsial inkarserata

Konsistensi
Kenyal keras Cukup
uterus
2 jari bawah
Tinggi fundus Sepusat Sepusat
pusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Sedang Sedikit / tidak
Perdarahan sedang
banyak ada
Terjulur
Tali pusat Terjulur Tidak terjulur
sebagian
Ostium uteri Terbuka Kontriksi Terbuka
Separasi Melekat
Lepas sebagian Sudah lepas
plasenta seluruhnya
Jarang sekali,
kecuali akibat
Syok Sering Jarang inversio oleh
tarikan kuat
pada tali pusat
Sumber : (Saifuddin, A. B., 2009 : 178).
8. Pencegahan retensio plasenta
Pencegahan retensio plasenta dengan cara pemberian oksitosin segera setelah pelahiran
bahu anterior, mengklem tali pusat segera setelah pelahiran bayi dan menggunakan traksi tali
pusat terkendali untuk pelahiran plasenta. (Varney, H., 2007 : 827).
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk
meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio
plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih pada waktu melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan
plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan
mengganggu pelepasan plasenta, (Rukiyah, A. Y. 2010 : 305).
9. Penanganan retensio plasenta.
Penanganan secara umum : jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk
mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut,
pastikan kandung kemihs sudah kosong. Jika diperlukan lakukan keteterisasi kandung kemih,
jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika belum dilakukan pada
penanganan aktif kala III. Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi
uterus yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 ddmenit pemberian oksitosin dan uterus teras
berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat terkendali belum
berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual :
a. Pasang sarung tangan DTT.
b. Instruksikan asisten untuk melakukan sedatif dan analgetik melalui selang infus.
c. Lakukan kateterisasi kandung kemih.
1) Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.
2) Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
d. Jepit tali pusat dengan koher kemudian tegangkan tali pusat sejajar dengan lantai.
e. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) kedalam vagina dengan
menelusuri tali pusat bagian bawah.
f. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang koher,
kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
g. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan kedalam kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta.
h. Buka tangan obstetri menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat kepangkal jari
telunjuk).
i. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
1) Bila berada dibelakang, tali pusat tetap disebelah atas. Bila bagian depan, pindahkan tangan
kebagan depan tali pusat dengan punggung tangan menghadap keatas.
2) Bila plasenta dibagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan
menyelipkan ujung jari diatas plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan
menghadap kedinding dalam uterus.
3) Bila plasenta dibagian depan, lakukan hal yang sama (punggung tangan pada dinding kavum
uteri) tetapi tali pusat berada dibawah telapak tangan kanan.
j. Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
Catatan : sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan
yang sesuai jika terjadi penyulit.
k. Sementara satu tangan masih berada dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
l. Pindahkan tangan luar ke supra simfis untuk menahan, uterus pada saat plasenta
dikeluarkan.
m. Instruksikan asisten yang memegang koher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).
n. Letakkan plasenta kedalam tempat yang telah disediakan.
o. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) kedoroso cranial setelah plasenta
lahir.
Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar.
(Saifuddin, A. B., 2009:513-514).

Jika perdarahan terus berlangsung. Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan
mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Jika terdapat tanda-tanda dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta.
Eksplorasi manual uterus menggunakan tehnik yang serupa dengan tehnik yang digunakan
untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar : keluarkan sisa plasenta dengan tangan,
cunam ovum, atau kuret besar, jika berlanjut, lakukan uji pembekuan darah. (rukiyah, A. Y.,
2009:147).
10. Komplikasi retenasio plasenta (Iskandar, I., 2009:163).
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Terjadi perforasi uterus.
b. Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong kedalam rongga
rahim.
c. Terjadi perdarahan karena atonia uteri.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan memberikan
uterotonika intravena atau intramuskular.
1) Memasang tamponade uterovaginal.
2) Memberikan atibiotika.
3) Memasang infus dan persiapan tranfusi darah.
Selain komplikasi plasenta manual juga bisa terjadi syok hipovolemik, yang terjadi karena
volume cairan darah intravaskuler berkurang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu
yang singkat. Penyebab utamanya ialah perdarahan akut >20% volume darah total. Dlam
kondisi syok, volume sirkulasi darah relatif berkurang secara akut sehingga terjadi penurunan
perfusi jaringan. (Saifuddin, A., 2009:650).
D. Tinjauan Umum Tentang Proses Manajemen Kebidanan
1. Pengertian manajemen kebidanan.
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis
dara, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Muslihatun, W. N.,
2009:112).
2. Tahapan dalam manajemen kebidanan (Muslihatun, W. N., 2009:115).
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :
1) Riwayat kesehatan
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya.
3) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
4) Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.
b. Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosis yang spesifik.
c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada
langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan
segera.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau doketer dan atau untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan.
e. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah
yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini data dasar yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
diidentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya.
Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap tencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua
belah pihak, bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena merupakan
bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini juga bidan adalah
merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien,
kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.

f. Langkah VI : Melaksanakan perencanaan


Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh, di langkah kelima harus dilaksanakan
secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan
lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetaap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis. Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif sebagian belum efektif.
3. Pendokumentasian manajemen kebidanan dengan metode SOAP (Muslihatun,
W.N.,2009:122-124).
Menurut thomas (1994 cit. Mufdillah, dkk, 2001), dokemntasi adalah catatan tentang
interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan tentang hasil
pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada pasien, pendidikan pasien, dan respon
pasien terhadap semua asuhan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah
dan akan dilakukan pada seorang pasien, didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang
sistematis dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah langkah manajemen
kebidanan.
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode
SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data subyektif, O adalah data Obyektif, A adalah
analysis/assesment dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas,
logis dan singkat. Prinsip dari metide SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan
manajemen kebidanan.
a. Subyektif (S)
Data subyektif (S) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis.
b. Obyektif (O)
Data Obyektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen
Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang
jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik
lainnya.
c. Assesment (A)
Assesment (analisis), merupakan pendokumenatasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif.
Analisis atau assesment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut
Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal hal berikut ini :
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera untuk antispasi diagnosis/masalh potensial. Kebutuhan tindakan
segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi : tindakan mandiri, tindakan
kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
d. Planning (P)
Planning/perencanaan, adalah rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana
asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Planning dalam SOAP
meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima,
keenam dan ketujuh.

BAB III
STUDI KASUS
MANAJEMEN KEBIDANAN NY N DENGAN RETENSIO PLASENTA
DIPUSKESMASA AJANGALE KABUPATEN WAJO
TANGGAL 05 MARET 2013

No. Register :
Tanggal masuk :
Tanggal partus :
Tanggal pengkajian :
Pengkaji : Yuliana

A.Langkah I : Identifikasi Data Dasar


1. Identifikasi klien/suami :
a. Nama :
b. Umur :
c. Nikah/lamanya :
d. Suku :
e. Agama :
f. Pendidikan :
g. Pekerjaan :
h. Alamat :
2. Tinjauan anternal care
a. GIIIPIIA0
b. HPHT 21 April 2012, HTTP : 28 Januari 2013
c. Pergerakan janin dirasakan pada bulan ke empat kehamilan (akhir Agustus 2013).
d. Selama kehamilan ibu tidak pernah mengalami mual dan muntah yang hebat, perdarahan
pervaginam, sakit kepala yang hebat, penglihatan yang kabur, bengkak pada wajah dan
tangan, nyeri abdomen yang hebat, kurangnya pergerakan janin, kejang dan ketuban pecah
sebelum waktunya.
e. Tidak pernah menderita penyakit malaria, jantung, hipertensi, DM, dan PMS.
f. Riwayat kunjungan antenatal care.
Tabel 3.1 : Riwayat kunjungan Antenatal Care

TD Umur
Tgl Keluhan BB/lha TFU Letak janin Djj Thera
(mmg) kehamilan
B6 10 b
Mual- 3 jari atas
17/07/2012 100/70 46/25cm 12 minggu Ball - 3x1, B.c
mual sympisis
10 biji 3
Fe 30 bij
pusat Vlt c 3x
12/08/2012 - 100/70 46,5 16 minggu Ball -
sympisis biji B.c
3x1
Fe 30 bij
Sakit Memanjang Vik c10
09/10/2012 110/80 49 24 minggu Stpst 130
pinggung kep pulki 3x1 Cal
biji 3x
Fe 30 B
Memanjang
15/12/2012 - 110/80 50 34 minggu pst 135 1x1 Vik
kepala pulki
biji 3x
Vit c 10
Sakit Memanjang, Memanjang
15/01/2013 110/80 50,5 38 minggu 132 3x1 B.co
perut kepala, puki kepala pulki
biji 3x

3. Riwayat persalinan sekarang


a. Nyeri perut bagian bawah tembus ke belakang disertai pelepasan lendir dan darah sejak
tanggal 22 januari 2013 pukul 11.10 wita, sifat nyeri hilang timbul dan sering. Pembukaan
lengkap pukul 20.05 wita.
b. Lamanya kala I 8 jam 55 menit.
c. Bayi lahir jam 20.30 wita.
d. Lamanya kala II 25 menit.
e. Suntik oxytocin < 1 menit 10 ui jam 20.32 wita.
f. Plasenta belum lahir.
g. Perdarahan 500 cc.
h. Suntik oxytocin 10 ui ke 2 pada jam 20.47 wita.
4. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu.
Tabel 3.2 Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
Kehamil
Persalinan Bayi Nifas
an
N
Jenis
o Penolon Perlangsunga Lama
Tahun Umur Persalin Tempat BBL/PBL JK
g n menyusui
an
1. Atere Spontan
2006 Bidan
m PBK
2. Spontan
2009 Aterm Bidan
PBK

5. Riwayat kesehatan yang lalu


a. Tidak ada penyakit jantung, hipertensi, asma, tuberculosis, malaria dan DM.
b. Tidak pernah di operasi dan diopname sebelumnya.
c. Tidak ada riwayat kehamilan kembar dalam keluarga.
d. Tidak pernah ketergantungan obat-obatan, alkohol, merokok
6. Riwayat KB
Ibu menggunakan KB suntik 3 bulan, setelah kelahiran anak pertama sejak bulan april
2006 sampai juli 2008 dan suntikan 3 bulan, setelah kelahiran kedua Agustus 2010 sampai
januari 2012.
7. Data psikososial, spiritual, ekonomi
a. Ibu dan keluarga sangat mengharapkan kelahiran bayinya.
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah suami.
c. Ibu berharap persalinannya normal.
d. Ibu berkeyakinan bahwa anak merupakan anugrah dari allah SWT sehingga ibu akan
menyusui, mendidik dan membesarkan anaknya.
e. Penghasilan suami cukup untuk memenuhi kebutuahan sehari-hari .
f. Biaya pengobatan dan perawatan di puskesmas ditanggung oleh suami.
8. Pemeriksaan fisik.
a. Keadaan umum Ibu :
b. Kesadaran :
c. Tanda-tanda vital :
1) Tekanan darah : 100/60 mamHg
2) Nadi : 82x/Menit
3) Suhu : 36,5c
4) Pernapasan : 20x/Menit
d. Kepala
1) Inspeksi : kulit kepala bersih dan tidak berketombe.
2) Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
e. Wajah
1) Inspeksi : tidak ada oedema.
2) Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
f. Mata
1) Inspeksi : konjungtiva merah muda dan sclera putih.
g. Hidung
1) Inspeksi : simetris kiri dan kanan.
2) Palpasi : tidak ada polip dan nyeri tekan.
h. Telinga
1) Inspeksi : keadaan telinga bersih dan tidak ada serumen.
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
i. Mulut
1) Inspeksi : tidak caries pada gigi, tidak ada sariawan, bibir tidak pecah-pecah
j. Leher
3) Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jubularis.
4) Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe.
k. Payudara
1) Inspeksi : simetris kiri dan kanan, puting susu terbentuk dan menonjol, areola tampak
hyperpigmentasi.
2) Palpasi : tidak ada massa dan nyeri tekan.
l. Abdomen :
1) Inspeksi :
a) Dinding perut kendor.
b) Tidak ada luka bekas operasi.
c) Tampak stria albikans dan linea nigra.
d) TFU setinggi pusat.
e) Kontraksi uterus : lemah.
m. Genitalia
1) Inspeksi :
a) Tidak ada odema dan varises pada vulva dan vagina.
b) Tampak pengeluaran darah dan tali pusat terjulur.
2) Palpasi : VT ostium uteri kontriksi
n. Tungkai
1) Inspeksi : tidak ada varises
2) Palpasi : tidak odema
B. Langkah II : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Aktual
Diagnosa aktual : Inpartu kala III dengan masalah retensio plasenta
1. Inpartu kala III
a. Data Subyektif :
1) Ibu merasakan nyeri perut.
2) Ibu senang bayinya dapat lahir dengan selamat.
b. Data Obyektif :
1) Bayi lahir jam 20.30 wita
2) Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
3) Kontraksi uterus lemah.
4) Nampak tali pusat terjulur.
5) Plasenta belum lahir.
c. Analisa dan intrespretasi data :
Saat kala III volume uterus sudah berkurang dan dapat diraba yaitu fundus uteri setinggi
pusat dan pada saat itu uterus berkontraksi memperkecil kavum uteri sehingga akan terasa
sakit, teraba keras dan bundar. (Prawihardjo, S., 2010:307).

2. Retensio plasenta
a. Data subyektif
Plasenta belum lahir
b. Data obyektif
1) Bayi lahir jam 20.30 wita.
2) Pengkajian tanggal 22 januari 2013 jam : 20.35 wita.
3) Dinding perut kendor.
4) TFU setinggi pusat.
5) Kontraksi uterus lemah.
6) Tali pusat terjulur.
7) Ostium uteri kontriksi.
c. Analisa dan interpretasi data :
Retensio plasenta adalah bila plasenta tetap tertinggi dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir. (Prawihardjo, S., 2010 : 526).
Konsistensi uterus kenyal, tinggi fundus sepusat, bentuk uterus diskoid, perdarahan
sedang-banyak. Terjelujur sebagian, ostium uteri terbuka, separasi plasenta lepas sebagian,
syok sering, merupakan gambaran separasi/akretaparsial. (Saifuddin, A. B., 2009 : 178).
C. Langkah III : Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial.
1. Potensial terjadinya infeksi.
a. Data subyektif
1) Pengeluaran darah banyak dari vagina.
2) Mengeluh pusing dan lemah.
b. Data obyektif
1) Tampak pengeluaran darah kurang lebih 500cc.
2) Tampak jalan lahir terbuka.
3) TTV : TD : 100/60 mmHg.
4) N : 92x/menit.
5) P : 20x/menit.
6) S : 36,5C.
c. Analisa dan interpretasi data
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan luka
yang cukup besar untuk masuknya mikrorganisme. (Sastrawinata, S., 2005 : 188).
2. Potensial terjadi perdarahan post partum
a. Data Subyektif
Mengeluh banyak darah yang keluar.
b. Data obyektif
1) Tampak pengeluaran darah kurang lebih 500cc.
2) TTV : TD : 100/60mmHg.
3) N : 92 x/menit.
4) P : 20 x/menit.
5) S : 36,5C.
c. Analisa dan interpretasi data.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan
berlangsung. Kegagalan kontrkasi otot rahim menyebabkan pembuluh darah pada bekas
implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan (Iskandar, I., 2009 : 150-151).
3. Potensial syok hipovolemik.
a. Data subyektif :
1) Pengeluaran darah banyak.
2) Mengeluh pusing.
b. Data obyektif :
1) Tampak pengeluaran darah 500cc.
2) TTV : TD : 100/50 mmHg
3) N : 92 x/menit.
4) P : 20 x/menit.
5) S : 36,5C.
c. Analisa dan interpretasi data :
Perdarahan (syok hypovolemik) terjadi karena volume cairan darah intravasculer berkurang
dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab utama ialah perdarahan
akut >20% volume darah total. (saifuddin, A.B.,2009:65).
D. Langkah IV : Tindakan Segera dan Kolaborasi.
Kolaborasi tindakan pemasangan infuse cairan RL dengan oksitosin 20 unit dalam 500 ml
dengan 40 tetes/menit, manual plasenta dan pemberian antibiotik.
E. Langkah V : Rencana Tindakan
Tanggal :
1. Tujuan
a. Plasenta lahir komplit.
b. Keadaan ibu baik.
c. Ibu fmendapatkan dukungan fisik dan psikologis dari keluarga.
2. Kriteria
a. Kotiledon lengkap dan selaput lengkap.
b. Perdarahan terhenti.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal :
1) Tekanan darah :
a. Sistole : 90-130 mmHg kenaikan tidak 15 mmHg.
b. Diastole : 60-90 mmHg kenaikan tidak 10 mmHg.
2) Nadi : 60-90x/i.
3) Suhu : 36,5 C 37,5 C.
4) Pernapasan : 18-24x/i.
d. TFU 2 jari di bawah pusat.
e. Kontraksi uterus keras dan bundar.
3. Intervensi data.
a. Lakukan katerisasi.
Rasional :Plasenta mungkin tidak keluar oleh karena kandung kemih atau rectum penuh oleh karena itu
harus di kosongkan.
b. Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa plasenta belum lahir dan akan dilakukan plasenta
manual.
Rasional : Dengan menjelaskan pada ibu dan keluarga akan memudahkan petugas melakukan kerja sama
(persetujuan tindakan).
c. Observasi kontraksi uterus.
Rasional : Hampir sebagian besar pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
d. Lakukan traksi terkontrol untuk melahirkan plasenta.
Rasional : Dengan meregangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila eksplusi plasenta tidak
terjadi berarti traksi terkontrol gagal dan lanjutkan dengan plasenta manual.
e. Lakukan plasenta manual.
Rasional : plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dan tampak implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual. Prosedur ini dilakukan dengan
tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang di masukkan langsung ke
dalam kavum uteri.
f. Lakukan eksplorasi ulangan.
Rasional : dengan melakukan explorasi ulang untuk memastikan tindakan pada bagian plasenta yang
melekat pada dinding uterus.
g. Periksa kembali tanda-tanda vital.
Rasional : Dengan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dapat di ketahui pada keadaan umum ibu
dan segera melakukan tindakan selanjutnya apabila masih diperlukan.
h. Beri antibiotic propilaksis (Amoxicilin 3x500 mg).
Rasional : Dengan pemberian anti biotic dapat mencegah terjadinya infeksi pada uterus.
i. Dekontaminasi pasca tindakan.
Rasional : Dengan dekontaminasi pasca tindakan merupakan langkah pencegahan infeksi.
j. Lakukan perawatan pasca tindakan yaitu :
1) Tanda-tanda vital, kontraksi uterus.
2) Catat kondisi pasien dan buat laporan.
3) Buat intruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
Rasional : Dengan melakukan perawatan pasca tindakan merupakan tindakan untuk mengobservasi
keadaan pasien sampai keadaanya stabil.
k. Beritahu kepada keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan
perawatan.
Rasional : Dengan memberitahu kepada keluarga agar supaya dapat bekerja sama dengan petugas dalam
perawatan dan pengobatan.
F. Langkah VI : Implementasi
Tanggal 22 januari 2013 jam 20.45 wita.
1. Melakukan kateterisasi.
Hasil : kateter sudah terpasang, urine 100cc.
2. Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa plasenta belum lahir dan akan dilakukan plasenta
manual, kleluarga menandatangani surat persetujuan atau informasi consent.
Hasil : Informent consent sudah ditandatangani.
3. Mengobservasi kontraksi uterus.
Hasil : kontraksi uterus lemah.
4. Melakukan plasenta manual.
Hasil : plasenta lahir jam 21.10 wita.
5. Melakukan eksplorasi
Hasil : eksplorasi sudah dilakukan dan perdarahan kurang lebih 100 ml.
6. Memeriksa kembali tanda-tanda vital.
Hasil :
a. Tekanan darah : 100/60 mmHg.
b. Nadi : 92 x/i
c. Suhu : 36,5C
d. Pernapasan : 20 x/i
7. Memberikan obat-obatan pada jam 23.40 wita amoxicilin 3x500 mg sehari, methil
ergometrin, paracetamol 3x500 mg sehari, sf 1x200 mg sehari.
Hasil : obat-obatan sudah diberikan.
8. Mendekontaminasi alat-alat pasca tindakan.
Hasil : semua peralatan sudah dibersihkan.
9. Melakukan perawatan pasca tindakan yaitu : tanda-tanda vital setiap 15 menit pada jam
pertama, kontraksi uterus setiap 30 menit pada jam kedua, mencatat kondisi pasien dan
membuat laporan.
Hasil : Perawatan pasca tindakan sudah dilakukan.
10. Memberitahu kepada keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan
perawatan.
Hasil : keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

G. Langkah VII : Evaluasi


Tanggal 22 januari 2013 jam 21.15 wita
1. Kateter sudah terpasang.
2. Informent consent sudah ditandatangani.
3. Kontraksi uterus lemah.
4. Plasenta lahir jam 21.10 wita.
5. Eksplorasi sudah dilakukan dan perdarah kurang lebih 100 ml.
6. Tekanan darah : 100/60 mmHg.
Nadi : 92 x/i
Suhu : 36,5 c
Pernapasan : 20 x/i
7. Obat-obatan sudah diberikan.
8. Semua peralatan sudah dibersihkan.
9. Perawatan pasca tindakan sudah dilakukan.
10. Keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

PENDOKUMENTASIAN MANAJEMEN KEBIDANAN Ny.N DENGAN


RETENSIO PLASENTA DI PUSKESMAS AJANGALE
KABUPATENBONE
TANGGAL 22 JANUARI 2013
No. Register :
Tanggal masuk :
Tanggal partus :
Tanggal pengkajian :
Identitas klien/suami :
a. Nama :
b. Umur :
c. Nikah / lamanya :
d. Suku :
e. Agama :
f. Pendidikan :
g. Pekerjaan :
h. Alamat :
A. Data Subyektif
1. Ibu melahirkan jam 20.30 wita.
2. Senang bayinya dapat lahir dengan selamat.
3. Merasa lelah setelah persalinan.
B. Data Obyektif (O).
1. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 100/60 mmHg.
b. Nadi : 92 x/menit.
c. Pernafasan : 20 x/menit.
d. Suhu : 36,5C.
2. Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
3. Dinding perut kendor.
4. Kontraksi uterus lemah.
5. Tali pusat terjulur.
6. Ostium uteri kontriksi.
7. Pengeluaran darah dari jalan lahir dengan jumlah sesaat 500cc.
C. Assesment (A)
1. Retensio plasenta
2. Potensial terjadi syok hipovolemik dan potensial terjadi infeksi jalan lahir.
D. Planning (P).
Tanggal 22 januari 2013 jam 20.35 wita.
1. Melakukan kateterisasi
Hasil : kateter sudah terpasang, urine 100 cc.
2. Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa plasenta belum lahir dan akan dilakukan plasenta
naual, keluarga menandatangani surat persetujuan atau informasi consent.
Hasil : informent consent sudah ditandatangani.
3. Mengobservasi kontraksi uterus.
Hasil : kontraksi uterus lemah.
4. Melakukan plasenta manual.
Hasil : plasenta lahir jam 21.10 wita
5. Melakukan observasi
Hasil : eksplorasi sudah dilakukan dan perdarahan kurang lebih 100 ml.
6. Memeriksa kembali tanda-tanda vital.
Hasil : a. tekanan darah : 100/60 mmHg.
c. Nadi : 92 X/i
d. Suhu : 36,5 C
e. Pernapasan : 20 X/i
7. Memberikan obat-obatan pada jam 23.40 wita amoxicilin 3x500 mg sehari, methil
ergometrin, paracetamol 3x500 mg sehari, sf 1x200 mg sehari.
Hasil : obat-obatan sudah diberikan.
8. Mendekontaminasi alat-alat pasca tindakan.
Hasil : semua peralatan sudah dibersihkan.
9. Melakukan perawatan pasca tindakan yaitu : tanda-tanda vital setiap 15 menit pada jam
pertama, kontraksi uterus setiap 30 menit pada jam kedua, mencatat kondisi pasien dan
membuat laporan.
Hasil : perawatan pasca tindakan sudah dilakukan.
10. Memberitahu kepada keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan
perawatan.
Hasil : keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka
dengan studi kasus, dalam penerapan proses manajemen kebidanan pada Ny N dengan
retensio plasenta di puskesmas sabbangparu kabupaten wajo tanggal...........
Pembahasan ini disusun berdasarkan dasar teori dari asuhan yang nyata dengan
pendekatan manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah sebagai berikut : A.
Langkah 1. Pengumpulan Data / Analisis Data Dasar.
Dalam pengkajian di mulai dari pengumpulan data berupa anamneses serta data-data
yang dapat ditemukan saat melakukan anamneses dapat mendukung terjadinya kasus
tersebut. Setelah dilakukan anamneses dilakukan pemeriksaan fisik berupa observasi, palpasi,
auskultasi dan perkusi. Kemudian pemeriksaan laboratorium untuk mendukung hasil
pemeriksaan.
Pada tinjauan pustaka didapatkan gejala-gejala dari retensio plasenta adalah plasenta
tidak lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus : kenyal, keras dan cukup.
Sedangakan pada studi kasus pada Ny N di dapatkan plasenta belum lahir,
pengeluaran darah banyak dari vagina, ibu merasa pusing, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
92 x/menit, pernafasan 20 x/menit, dari suhu 36,5C. Dengan demikian tidak ada
kesenjangan antara tinjuan pustaka dari studi kasus.
Dalam tahapan pengkajian penulis tidak mendapat hambatan, ini dapat dilihat dari
respon ibu yang dapat menerima kehadiran penulis saat pengumpulan data dan sampai
tindakan yang diberikan. Ibu menunjukkan sikap terbuka dan menerima anjuran dan saran
yang diberikan oleh penulis maupun tindakan tenaga medis lainnya dalam memberikan
asuhan kebidanan yang berorientasi pada psikis-sosial.
B. Langkah 2. Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual
Dalam menegakkan suatu diagnosa kebidanan atau masalah kebidanan berdasarkan
pendekatan asuhan kebidanan didukung dan ditunjang oleh beberapa data baik data subjektif,
maupun obyektif yang diperoleh dari hasil pengkajian yang dilaksanakan.
Pada tinajauan pustaka telah dijelaskan bahwa retensio plasenta (plasental retention)
merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, dengan gejala
plasenta tidak lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus lemah.
Pada tinjauan kasusu didapatkan bayi lahir jam 20.30 wita, tinggi fundus uteri setinggi
pusat, kontraksi uterus lemah, nampak tali pusat terjulur, plasenta belum lahir.
Dengan melihat data yang diperoleh baik dari data tinjauan pustaka maupun dari
pengkajian maka penulis menarik kesimpulan bahwa diagnosa dan masalah aktial yang
dirumuskan adalah inpartu kala III dengan masalah retensio plasenta.
Masalah/diagnosa ditegakkan dengan terlebih dahulu menganalisa data yang telah
diperoleh dengan mengacu pada teori yang ada, sehingga pada tahap ini penulis tidak
menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus dengan diagnosa inpartu kala III
dengan masalah retensio plasenta.
C. Langkah 3. Antisipasi Diagnosa / Masalah Potensial.
Pada perumusan diagnosa masalah potensial akan di bahas tentang kemungkinan
terjadinya hal yang lebih fatal akibatnya apabila apa yang menjadi masalah aktual tidak
segera tertangani.
Pada studi kasus masalah potensial yang dapat terjadi adalah :
a. Terjadinya infeksi, setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim
merupakan luka yang cukup besar untuk masuknya mikrorganisme, sehingga penulis
mengantisipasi diagnosa.
b. Terjadinya perdarahan post partum, perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi
selama 24 jam setelah persalinan berlangsung. Kegagalan kontraksi otot rahim menyebabkan
pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.
c. Syok hipovolemik, yang terjadi karena volume cairan darah intravaskuler berkurang dalam
jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab utamanya ialah perdarahan
akut > 20 % volume darah total. Dalam kondisi syok, volume sirkulasi daarah relatif
berkurang secara akut sehingga terjadi penurunan perfusi jaringan. Sehingga penulis
mengantisipasi diagnosa/masalah potensi yang menunjukkan adanya persamaan dengan
tinjauan pustaka.
D. Langkah 4. Tindakan Segera / Kolaborasi
Pada tinjauan pustaka tindakan segera / kolaborasi pada retensio plsenta adalah
mengkolaborasikan dengan dokter untuk dilakukan pemasangan infuse, pemberian
uterotonika, manual palsenta, dan pemberian antibiotik.
Pada studi kasus Ny N tindakan segera yang dilakukan adalah pemasangan infuse + oxy
20 unit, 40 tetes/menit, manual plasenta, pemberian antibiotik (amoxicilin 3x500 mg sehari).
Dalam kasus ini tidak ada perbedaan yang ditemukan antara teori dan tindakan yang
diberikan pada Ny N tetap mengacu pada tindakan yang rasional sesuai kebutuhan klien.
E. Langkah 5. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Perencanaan adalah suatu proses rencana tindakan berdasarkan identifikasi masalah saat
sekarang serta antisipasi masalah yang akan terjadi. Pada tahap perencanaan penulis membuat
asuhan kebidanan pada ibu mulai dari tujuan yang hendak dicapai serta kriteria keberhasilan
dan intervensi.
Dalam membuat perencanaan penulis melakukan sesuai data yang diperoleh dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan ibu. Penetapan yang dimaksudkan untuk terjadi
pedoman dalam suatu tindakan.
Pada tinajuan pustaka rencana penanganan retensio plasenta adalah pemasangan infus,
pemberian uteretonika, manual plasenta, dan pemberian antibiotik.
Sedangkan pada kasus Ny N penulis merencanakan tindakan asuhan kebidanan
berdasarkan diagnosa / masalah aktual dan potensial yaitu observasi keadaan umum, tanda-
tanda vital, observasi tetesan infus serta kolaborasi dengan dokter untuk tindakan manual
plasenta.
Berdasarkan tinjauan pustaka dengan studi kasus didapatkan kesamaan dalam penerapan
yang dilakukan dilahan praktek.
F. Langkah 6. Melaksanakan Tindakan Asuhan Kebidanan.
Semua rencana telah dilaksanakan seluruhnya dengan menyesuaiakan kondisi, keadaan,
dan kebutuhan ibu, yang dilaksanakan pada tanggal 22 januari 2013 di Puskesmas
Sabbangparu Kabupaten Wajo.
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan kebidanan, penulis tidak menemukan hambatan yang
berarti karena adanya kerjasama dan penerimaan yang baik dari klien dan keluarga serta
dukungan, bimbingan dan asuhan dari pembimbing dilahan praktek.
G. Langkah 7. Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Adapun evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh atau memberi nilai terhadap intervensi
yang dilakukan berdasarkan tujuan dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Tehnik
evaluasi yang dilakukan melalui anamnese, pemeriksaan fisik untuk memperoleh data hasil
perkembangan pasien, hasil evaluasi setelah dilakukan perawatan di Puskesmas Ajangale
Kabupaten Wajo adalah :
1. Kateter sudah terpasang.
2. Informant consent sudah ditandatangani.
3. Kontraksi uterus lemah.
4. Plasenta lahir jam 21.10 wita.
5. Eksplorasi sudah dilakukan dan perdarahan kurang lebih 100 ml.
6. a. Tekanan darah : 100/60 mmHg.
a. Nadi : 92 x/menit.
b. Suhu : 36,5 C.
c. Pernafasan : 20x/menit
7. Obat obatan sudah diberikan.
8. Semua peralatan sudah dibersihkan.
9. Perawatan pasca tindakan sudah dilakukan.
10. Keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Dengan melihat hasil yang diperoleh seperti yang telah diuraikan diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai pada kasus Ny N sebagian besar dapat
terevaluasi dengan yang diharapkan.
Dengan demikian pada tinjauan dan studi kasus pada Ny N di lahan praktek secara
garis besar nampak adanya persamaan karena masalah dapat teratasi dengan baik.

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. Jenis retensio plasenta : plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta,
plasenta parkreta, plasenta inkarserata, plasenta battledore, plasenta membranosa, plasenta
sirkumvalata, plasenta suksenturiata, plasenta spuria, plasenta bipartita. Penyebab retensio
plasenta secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan
plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta
mambranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Tanda dan
gejala klinik retensio plasenta : plasenta tidak lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus lemah. Pencegahan retensio plasenta dengan cara pemberian oksitosin segera
setelah pelahiran bahu anterior, mangklaim tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta.
Penanganan retensio plasenta jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi
pusat terkendali belum berhasil, cdobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara
manual.
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
menerapakan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis
data, diagnosis kebidanan, perencanan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan dalam manajemen
kebidanan.
1. Langkah I : Pengumpulan Data.
2. Langkah II : Identifikasi diagnosa/masalah aktual.
3. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
4. Langkah IV : Identifikasi perlunya tindakan segera / kolaborasi.
5. Langkah V : Rencana asuhan kebidanan.
6. Langkah VI : Implementasi asuhan kebidanan.
7. Langkah VII : Evaluasi asuhan kebidanan.
B. Saran
1. Ibu untuk ibu bersalin.
a. Diharapkan setiap ibu yang ingin melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan khususnya
bidan dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Ibu bersalin yang mempunyai faktor risiko diharapkan sedapat mungkin pertolongan
persalinannya dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lengkap sehingga jika
ada komplikasi dapat ditangani dengan cepat dan tepat.
2. Saran untuk petugas kesehatan.
a. Diharapkan senantiasa berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuannya
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yag lebih profesional.
b. Dalam melaksanakan asuhan kebidanan, bidah harus selalu menerapkan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi, guna mencegah terjadinya infeksi pada ibu, juga perlindungan bagi diri
sendiri.
c. Bagaimana bidan harus mengetahui cara mengangani kasus kegawat daruratan seperti
retensio plasenta.
3. Saran untuk institusi.
a. Diharapkan dapat meningkatkan mutu dan sarana pendidikan agar dapat menghasilkan
tenaga kesehatan yang berkualitas dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menyediakan tenaga pengajar yang profesioanal yang dpat membimbing mahasiswa dalam
proses belajar mengajar.
c. Perlu peningkatan pfembelajaran di labortorium khususnya penanganan retensio plasenta
sehingga dapat melakukan suatu tindakan penanganan pada kasus tersebut karena praktek
laboratorium sangatlah bermanfaat dalam membina tenaga bidan guna menciptakan sudmber
daya manusia yang berpotensi dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA
Baety, Aprilia Nurul, 2011. Biologi Reproduksi, Kehamilan, dan Persalinan. Edisi pertama.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Http://dahliayaya. Blogspot.com/2012/05/makalah-retensio-plasenta. Html diakses tanggal 6 juni
2013.
http://delvitapratiwi. Blogspot.com/2012/06/retensio-plasenta. Html diakses tanggal 6 juni 2013.
Iskandar, Imelda. 2009. Asuhan Kebidanan IV Patologi. Makassar.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi kedua.
Jakarta : EGC.
Muslihatun, Wafi Nur. 2009. Dokumentasi kebidanan. Yogyakarta:Fitramya.
Prawihardjo, Sawono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan II (Patologi Kebidanan). Jakarta:TransInfo Media.
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2009. Asuhan Kebidanan II (Persalinan), Jakarta:Fitramaya.
Saifuddin, Abdul bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Edisi pertama. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Sumarah. 2009. (Perawatan Ibu Bersalin)(Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin).
Yogyakarta:fitramaya.
Sastrawinata, Sulaiman, 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi kedua.
Jakarta:EGC.
Varney, Helen. 2007. Buku ajar Asuhan Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta. EGC.

http://downloads.ziddu.com/download/24493272/RETENSIO-PLASENTA.docx.html

Anda mungkin juga menyukai