Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANAJEMEN BISNIS

Akuisisi PT. Adaro Energy tbk Melalui Leverage Buyout

Dosen Pengampu : Ir. Musthofa Lutfi, Mp

Disusun Oleh:

NAMA : HYLDA ULHAQ PANGESTIKA


NIM : 125100201111041
KELAS : TEP-B

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Akuisisi yang Dilakukan oleh PT. Adaro Energy tbk
Strategi apa saja yang dibutuhkan untuk menyulap perusahaan biasa menjadi
perusahaan raksasa? Banyak pihak yang mencoba melakukan berbagai strategi, namun tidak
banyak yang berhasil. Sandiaga Salahuddin Uno yang tercatat sebagai direktur PT Adaro
Energy Tbk menceritakan strategi bagaimana mendongkrak produksi Adaro dari hanya
sekitar 15 juta ton di 2001, meroket menjadi 45 juta ton di 2008, nomor dua terbesar di
Indonesia.

Strategi yang dilakukan adalah fase pertama pada tahun 2001 dapat disebut sebagai
buy low sell high. Waktu itu Adaro masih berproduksi 14-15 juta ton di tahun
pertama.Namun perkembangannya sedikit sekali perusahaan batubara yang bisa di-leverage
dan bisa dikembangkan dari segi penambahan jumlah produksinya. Antara 2001 hingga 2005,
Adaro mengalami suatu peningkatan produksi. Tahun 2001, produksi masih di bawah 20 juta
ton sampai ke 30 juta ton di 2005. Dapat dipetakan permasalahannya mengapa waktu dulu itu
Adaro tidak bisa berkembang .

Ternyata Adaro mengalami masalah utama, yakni menangani urusan dengan


komunitas di sekelilingnya. Jadi banyak sekali demo. Banyak sekali interupsi dari mogok
kerja dan lainnya. Akhirnya kami berikan suatu penanganan khusus kepada pemasok dan
kontraktor, serta kepada masyarakat sekitar bahwa we are all in one big family, problem di
mereka akan menjadi problem kami juga. Ini terjadi di antara 2001 hingga 2003. Setelah bisa
diselesaikan, bisa dilihat kurva peningkatan produksi Adaro.

Di 4 tahun pertama setelah kami mulai tangani Adaro dan grup Saratoga sangat-
sangat fokus waktu itu bekerja dengan manajemen, pekerja, dan juga komunitas lokal untuk
meminimalisasi disrupsi dan semua hal yang berpotensi mengganggu produksi. Kerja keras
tersebut membuahkan hasil peningkatan produksi dari 17,7 juta ton, naik menjadi 20,7 juta
ton hanya dalam jangka 4 tahun.

Fase kedua dimulai pada 2005. Kami menilai sudah tidak bisa lagi menggunakan
konsep buy low sell high. Tapi kami harus lakukan konsep cosh cutting dan financial
reengineering. Kami lakukan leveraged buyout (LBO)* di tahun 2005, Pak Tom Lembong,
Pak Patrick Waluyo, dan semua yang pintar-pintar kami rangkul. Dari transaksi 2005 ini
lahirlah 2 private equity yang sekarang merajai industri private equity bersama-sama kami.

Di tahun 2005 Sandiaga Uno Tom Lembong, dan Patrick Waluyo yang menangani
akuisisi Adaro. Setelah itu lulusan dari transaksi ini membentuk Quvat yaitu Tom Lembong
dan Patrick Waluyo membentuk NorthStar. Transaksi ini melahirkan dua pengusaha baru dan
itulah tipikal Astra (Astra Group). Founder Astra, Pak William Soeryadjaja, selalu bercerita
seorang pengusaha itu bisa diukur sukses kalau dia bisa melahirkan pengusaha-pengusaha
yang lain.

Para pemmegang saham pada PT. Adaro Energy tbk mayoritas mengakuisis Adaro
melalui transaksi akuisisi dengan utang (laverage buy out) dibulan juni 2005. Pembiayaaan
akuisisi tersebut diperoleh dengan pinjaman dana sebesar AS$923 juta dan ekuitas
sebesarAS$50juta.
Setelah fase LBO, produksi ditingkatkan hingga di angka 45 juta ton dan tahun 2008
Adaro melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Saat itu IPO Adaro
merupakan yang terbesar dalam sejarah PT Bursa Efek Indonesia. PT Adaro Energy Tbk
(dengan kode ADRO) mencatatkan sahamnya di PT Bursa Efek Indonesia sebanyak
31.985.962.900 lembar saham, dan 11,139 miliar saham (34,83%) melalui proses IPO yang
telah dibeli oleh masyarakat. Dengan harga IPO Rp1.100 per saham, Adaro meraup dana
sebesar Rp 12,3 triliun dari hasil IPO.

Waktu Sandiaga Uno Tom Lembong, dan Patrick Waluyo ambil Adaro di tahun 2005
sebelum LBO, interest rate secara persisten turun dari 450 business point interest rate Labor
turun ke 325 di tahun 2005. Di 2007 turun lagi 200 point menjadi 120. Ini adalah bukti
dengan bergabung pada grup kami, biaya pinjaman perusahaan ini bisa diturunkan. Pada
tahun ini jumlah interest rate yang dibayar oleh Adaro lebih rendah dibandingkan interest rate
yang dibayar oleh pemerintah Indonesia.

Investor melihat bahwa dengan berinvestasi di Adaro, mereka merasa uang yang
ditanamkan itu memiliki kepastian yang lebih besar daripada berinvestasi di surat utang yang
diterbitkan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh 3 hal. Pertama, perusahaan
dan visinya ke depan. Kemudian kedua adalah manajemennya. Dan ketiga, karena waktu itu
batubara lagi betul-betul dilihat sebagai komoditas yang diperlukan dalam perkembangan
industri di Cina dan India.

Waktu dulu belum pernah ada yang melakukan financing melalui Mezanin, yaitu
pembiayaan yang bukan equitas dan bukan juga pinjaman. Jadi ada di tengah-tengah dan
kami pertama yang melakukan hal ini. Tentu interest rate-nya jauh lebih tinggi tapi memiliki
kolateral (jaminan) yang jauh lebih rendah. Jika murni pinjaman itu biasanya bunga sebesar
8%, kalo yang mezanin ini 17%, dan kalau equitas bisa mencapai 25%. Karena ini mezanin,
return-nya juga di antara pinjaman dan equitas, dan cost-nya di antara keduanya. Kalau
pinjaman biasanya membutuhkan kolateral yang secure, tapi mezanin biasanya tidak ada
kolateral. Karena tidak ada kolateral, sehingga harus membayar bunga yang lebih tinggi.
Ini adalah proses deleveraging ke pembayaran utang yang dilakukan secara kontinu.
Tentunya relationship, network dengan komunitas keuangan, sangat diperlukan untuk
menghasilkan proses deleveraging dalam jangka waktu yang sangat cepat, yaitu 3 tahun dan
mendapatkan kompensasi dari penurunan suku bunga yang sangat signifikan.

Salah satu hands on approach yang dilakukan adalah melakukan vertical integration
untuk meningkatkan efisiensi. Jadi dari tambang Adaro ke kapal itu jaraknya sangat jauh.
Dulu proses ini ditangani oleh beberapa kontraktor. Akhirnya kami lakukan investasi dari
penambangan batubaranya, juga investasi dalam pengangkutan batubaranya menuju sungai
yang jaraknya 80 kilometer. Kemudian Adaro melakukan integrasi pada perusahaan yang
melakukan pengapalan atau pengangkatan melalui tongkang sejauh 250 km antara Kelanis ke
Taboneo ship loading. Adaro juga lakukan investasi di perusahaan terminal pelabuhan
batubara yang disebut sebagai Indonesian Bulk Terminal.
Proses integrasi ini dilakukan dalam waktu 3 tahun dan meliputi semua major
operation. Begitu dilakukan vertical integration tiba-tiba Adaro mampu untuk mengontrol
biaya produksi jauh lebih baik. Akhirnya sekarang Adaro mencapai level yang bisa disebut
sebagai perusahaan batubara yang memimpin dalam hal mengelola cost dan efisiensi. Adaro
adalah perusahaan batubara terintegrasi dan terefisien.

Pemilihan lokasi pelabuhan di selatan Pulau Laut dilakukan karena memiliki akses ke
Jepang, Taiwan, dan Pulau Jawa. Adaro pilih lokasi itu karena letaknya strategis. Jadi ini
yang dilakukan dan akhirnya bisa melakukan integrasi ini. Konsepnya adalah from pit to port.
ANALISIS

Dari artikel diatas dapat diektahui PT. Adaro Energy tbk awal mulanya merupakan
perusahaan batu bara yang belum terlalu sukses dibidangnya, produksi awal batu bara oleh
PT. Adaro Energy tbk hanya sebesar 15 juta ton dia awal tahun 2001. Mulai mengalami
peningkatan pada tahun 2008 yaitu sebesar 45 ton. Perkembangan PT. Adaro Energy tbk
dimulai dengan diakuisisi beberapa perusahaan-perusahaan besar yang kemudian bergabung
menjadi satu dengannya. Ditinjau dari bentuk akuisisinya PT. Adaro Energy tbk memiliki
jenis akuisis horizontal yaitu mengakuisisi sebuah perusahaan yang bersaing dalam industri
yang sama dengan pesaing. Akuisisi horisontal meningkatkan kekuatan pasar perusahaan
dengan mendayagunakan sinergi yang berbasiskan biaya dan pendapatan.

Adaro diakuisi pada tahun 2002. Pada saat itu ada mismatch dimana pemilik Adaro
menggadaikan sahamnya di Deutsche Bank. Beredar kabar DB akan mengambil alih karena
pemilik tidak sanggup melunasi hutangnya. Jadi Adaro diakuisis oleh Saratoga, pada tahhun
kedua untuk menutupi kekurangan modal, Saratoga melakukan LBO atas Adaro, hasilnya
mendapat pinjaman dari Bank sebesar USD900 Juta.

PT Adaro Energy Tbk (Adaro) mulai beroperasi sejak Juli 2005 dan tercatat sebagai
produsen batubara termal kedua terbesar di Indonesia. Aktivitas utama perusahaan adalah
pertambangan dan perdagangan batubara, jasa kontraktor penambangan, dan infrastruktur &
logistik batubara. Adaro merupakan perusahaan pertambangan batubara tunggal terbesar di
Indonesia, dan salah satu pemasok utama dunia untuk pasar batubara termal. Pada Juni 2005,
pemegang saham mayoritas mengakuisisi Adaro Indonesia (dan dua anak perusahaan)
melalui transaksi akuisisi dengan utang (leveraged buyout )/LBO, yang terdiri dari USD50
juta ekuitas dan USD923 juta pinjaman, dengan jaminan aset perusahaan-perusahaan yang
diakuisisi.
Faktor-Faktor pendorong PT. Adaro melekukan LBO oleh perusahaan asing adalah:

1. PT Adaro Energy Tbk (Adaro) keadaan ekonominya semakin menurun dan jumlah
produksinya belum mencapai standart yang diinginkan.
2. Untuk meningkatkan pertumbuhan usaha
3. Diversifikasi atas usaha perusahaan, sehingga dengan demikian dapat menjaga agar
perolehan tingkat keuntungan tidak mengalami fluktuasi.
4. Keuntungan dari segi operasi (operating advantage), melalui kemungkinan
pencapaian skala ekonomis.
5. Untuk memperoleh akses pada teknologi baru atau lebih baik pada perusahaan yang
menjadi objek pengambilalihan.
6. Memperoleh pasar atau pelanggan baru.
7. Memperoleh hak pemasaran atau hak produksi yang belum dimiliki.
8. Memperoleh kepastian atas pemasokan bahan baku yang kualitasnya baik yang
dipasok perusahaan objek akuisisi.
9. Melakukan investasi atas keuangan perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai.
10. Mengurangi atau menghambat persaingan.
11. Mempertahankan kontinuitas bisnis.
Setelah dilakukannya LBO oleh PT. Adaro Energy tbk, perkembangannya cukup
signifikan. Adaro menjadi perusahaan penambangan batubara dan energi terpadu yang
terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan memiliki kapasitas 45 juta ton dengan volume
produksi 38,5 juta ton dan volume penjualan 28,5 juta ton (Sept 2009). Sumber daya yang
dimiliki sebesar 3,5 miliar ton. Produk yang dihasilkan termasuk jenis sub-bituminous,
calorific value moderate, kadar kelembaban tinggi dan tingkat polusi rendah. Adaro
memiliki lebih dari 40 pelanggan di 17 negara, yang sebagian besar merupakan
perusahaan pembangkit listrik. Selain itu PT. Adaro Energy tbk mampu melakukan
akuisisi terhadap beberapa perusahan-perusahan seperti Alam Tri Abadi, Makmur
Sejahtera Wisesa, IMC pada bulan Maret 2010, BEP pada bulan Mei 2012.

Selama 2004-2008, Adaro mampu meningkatkan sales dengan pertumbuhan per tahun
(compound annual growth rate atau CAGR) sebesar 22,23%. Profitabilitas Adaro juga
meningkat dengan CAGR sebesar 611,91% untuk operating profit dan 353,58% untuk net
income. Peningkatan ini dipicu oleh pertumbuhan volume penjualan dan kenaikan harga
batubara. Pada Januari 2004 harga batubara tercatat sebesar USD40,45 per metric ton dan
terus meningkat menjadi 84,27 pada Desember 2009.

Tren net profit margin perusahaan (NPM) terus meningkat setiap tahunnya, walaupun
sempat menurun pada 2007. NPM Adaro melonjak dari 0,76% pada 2007 menjadi 4,90%
di tahun 2008. Peningkatan NPM Adaro terus berlanjut di tahun 2009. Pada kuartal III-
2009, perusahaan membukukan nilai NPM 17,56%.

Strategi yang yang dijalankan melalui LBO oleh PT.Adaro Energy tbk adalah dengan
menngakuisisikan diri kepada DB (Deutch Bank), dan pernah terdengar kabar bahwa DB
akan mengambil alih karena pemilik tidak sanggup melunasi hutangnya. Jadi Adaro
diakuisisi oleh Saratoga, tahun kedua untuk menutupi kekurangan modal, Saratoga
melakukan LBO atas Adaro namun itu hanya taktik yang dilakukan Saratoga untuk
mendapatkan pemodal atau investor. Setelah sukses melakukan LBO Adaro melakukan
beberapa strategi lainnya seperti melaksanakan IPO di Bursa Efek Indonesia dan
mengumpulkan dana sebesar 12,2 triliun dengan mencatatkan 35% saham perusahaan untuk
akuisisi dana dalam rangka menyederhanakan struktur perusahaan kedalam satu perusahaan
induk yang memiliki beberapa anak perusahaan yang independen.

Anda mungkin juga menyukai