Anda di halaman 1dari 16

Biokimia Kanker :

Karsinogen, Onkogen dan Gen Supresif Tumor

F. Ferdinal
Bagian Biokimia dan Biologi Molekuler
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta

Pendahuluan

Walaupun kanker semakin menonjol sebagai suatu penyakit di era modern sekarang
ini, akan tetapi kanker bukanlah penyakit modern. Tumor ganas sudah dilukiskan atau ditulis
oleh banyak kebudayaan kuno, termasuk dari Asia, Amerika Selatan dan Mesir. Tumor
tulang (osteosarkoma) sudah didiagnosa pada sejumlah mummi di Mesir, dan kanker juga
terjadi pada hampir semua binatang. Hippocrates (-400 SM) menjelaskan bahwa kanker
timbul sebagai akibat ketidak seimbangan (imbalance ) antara black humor, (dari limpa) dan
tiga bodily humors: darah, phlegma dan empedu. Walaupun tidak benar, akan tetapi
penjelasan tersebut dapat dipandang sebagai teori pertama yang mengatakan bahwa kanker
disebabkan oleh alam (natural) atau lingkungan.
Sir Percival Pott (1775) memberikan laporan ilmiah pertama bahwa kanker skrotum
yang banyak diderita oleh bekas pekerja yang membersihkan cerobong asap di kota London,
disebabkan zat yang terdapat dalam asap. Sejak itu usaha untuk mencari penyebab kanker
terus dilakukan. Boveri, lebih dari satu abad yang lalu mengatakan bahwa kanker timbul
karena ada lesi pada DNA seluler, sehingga mengajukan hipotesis: mutasi somatik sebagai
penyebab kanker. Tahun 1866 Broca menyatakan bahwa kanker payudara dan kanker hati
terjadi karena dalam jaringan tersebut ada kelainan yang sifatnya diturunkan (inherited
abnormality)
Tahun 1910 Peyton Rous menunjukkan pertama kali bahwa virus rous sarcoma (RSV)
dapat menyebabkan kanker, yang dibuktikan ketika ia berhasil menginduksi tumbuhnya sel-
sel kanker pada ayam. Penyebab dari perubahan atau transformasi dari sel-sel tersebut adalah
onkogen, yaitu gen yang terdapat dalam retrovirus penyebab tumor. Lebih dari 50 tahun yaitu
tahun 1966 Rous diberikan hadiah nobel atas keberhasilannya itu. Tahun 1976 Michael
Bishop dan Harold Varmus, berhasil pula membuktikan bahwa onkogen RSV (v-src)
mempunyai pasangan yang homolog di dalam sel normal, yang disebut cellular oncogenes
(proto-onkogen). Kedua peneliti ini berhasil pula mendapatkan hadiah nobel untuk pekerjaan
mereka itu. Belakangan diketahui pula adanya gen jenis lain yang dapat menekan timbulnya
tumor, yaitu gen supresor tumor (GST). Pengertian pertama tentang aktivitas GST dilaporkan
pertama kali tahun 1969 oleh Henry Harris. GST berperan dalam mengendalikan (regulasi
negatif) pertumbuhan sel. Dalam menimbulkan tumor onkogen bekerja melalui mutasi-
aktivasi, sedangkan GST menyebabkan tumor karena mengalami mutasi-inaktivasi.
Jadi, kanker terjadi karena adanya berbagai agen penyebab kanker (karsinogen) yang
menimbulkan mutasi pada proto-onkogen dan gen supresor tumor (GST). Dengan demikian
dapat dimengerti bahwa kanker merupakan penyakit genetik. Pada semua sel kanker
menunjukkan kelainan dalam pengendalian proliferasi (neoplasia) dan umumnya juga
memperlihatkan kelainan diferensiasi (anaplasia) [1]
Sistem transduksi sinyal merupakan sistem komunikasi yang berperan untuk
memberikan respons seluler terhadap berbagai stimuli. Melalui sistem ini dapat diterangkan
2

bagaimana mekanisme kerja onkogen dan GST dalam menimbulkan kelainan pada
pengendalian pertumbuhan, diferensiasi dan kelangsungan hidup (survival ) sel.

I. KARSINOGENESIS

A. Agen Penyebab Kanker

Kanker dipandang sebagai suatu penyakit yang bersifat kompleks. Pendapat sekarang
tentang kanker ialah tidak disebabkan oleh satu penyebab saja, melainkan oleh interaksi
sejumlah faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen yang utama adalah gen beserta
produknya seperti: faktor pertumbuhan, reseptor dan berbagai protein lain. Faktor eksogen
(lingkungan) sebagai agen penyebab kanker dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu: fisika, kimia dan biologis. Adapun sifat-sifat faktor eksogen tersebut adalah :

1. Energi radiasi dapat besifat karsinogenik


Sinar berenergi tinggi seperti sinar-uv sinar-X, sinar dan sinar kosmis dapat
bersifat mutagenik dan karsinogenik. Semua sinar ini dapat merusak DNA melalui berbagai
cara. Radiasi ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya dimer pirimidin. Apurinat dan
apirimidinat dapat pula timbul, sebagai akibat kehilangan basa-basa pada lokasi tertentu.
Pemutusan untai tunggal dan ganda atau pembentukan ikatan-silang antar untai-untai DNA
dapat terjadi. Sinar-sinar tersebut dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Hasilnya
berupa OH* dan superoksid dapat berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lain, sehingga
terjadi kerusakan molekuler dan dengan demikian turut bertanggung jawab atas efek
karsinogenik energi radiasi tersebut.

2. Senyawa Kimia.
Sejumlah senyawa kimia bersifat karsinogenik. Diperkirakan sekitar 80% kanker pada
manusia disebabkan faktor lingkungan, khususnya zat kimia. Kontak dengan senyawa kimia
dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang ( misalnya, benzen, asbes); makanan (misalnya,
aflatoksin B); gaya hidup (misalnya, merokok) atau sebab-sebab lain, misalnya pengaruh
obat-obatan. Beberapa sifat-sifat umum dari karsinogenesis kimia adalah sebagai berikut:
(a) Struktur: Baik molekul organik maupun anorganik dapat bersifat karsinogenik.
Keanekaragamannya menunjukkan bahwa senyawa-senyawa ini tidak mempunyai satu sifat
struktur-bersama yang menghasilkan karsinogenisitas.
(b) Kerja: Ada yang dapat langsung berinteraksi dengan molekul sasaran (karsinogen
-direk), tetapi sebagian yang lain mengalami metabolisme terlebih dahulu agar menjadi unsur
karsinogenik (prokarsinogen). Proses yang melibatkan reaksi enzimatis untuk mengubah
prokarsinogen menjadi karsinogen aktif dinamakan pengaktifan metabolik. Zat antara yang
terbentuk disebut karsinogen-antara ( proximate carcinogen ), dan senyawa akhir yang
bereaksi dengan komponen seluler ( misalnya, DNA) adalah karsinogen-akhir (ultimate
carcinogen). Urutan yang mungkin terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :

Prokarsinogen Karsinogen-antara Karsinogen-akhir

Proses ini misalnya terjadi pada perubahan prokarsinogen 2-asetilaminofluoren (2-


AAF) menjadi karsinogen-akhir, yaitu ester sulfat dari N-hidroksi-AAF. Secara umum,
karsinogen-akhir merupakan senyawa elektrofilik (yaitu molekul yang kekurangan elektron),

2
3

yang kemudian akan menyerang gugus nukleofilik ( yaitu, molekul yang kaya akan elektron)
di dalam DNA, RNA dan protein.
(c) Metabolisme karsinogen kimia : Metabolisme prokarsinogen dan xenobiotika lain
seperti obat-obatan dan polutan lingkungan, terutama melibatkan spesies sitokrom P-450,
yang terletak di dalam retikulum endoplasma. Sitokrom P-450 bersifat polimorfis, berarti
aktivitasnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti spesies, pertimbangan genetik, usia
atau jenis kelamin. Variasi pada aktivitas enzim ini membantu menjelaskan sejumlah
perbedaan bermakna pada karsinogen kimia di antara berbagai spesies yang berbeda dan
diantara individu dari spesies yang sama.
(d) Ikatan Kovalen: Karsinogen kimia umumnya membentuk ikatan kovalen dengan
makromolekul seluler, termasuk DNA, RNA dan protein. Karsinogen ternyata berinteraksi
dengan purin, pirimidin atau gugus fosfodiester DNA. Basa yang paling mudah diserang ialah
guanin, pada posisi: N2, N3, N7, O6 dan O8.
(e) Kerusakan DNA: Interaksi kovalen antara karsinogen dengan DNA dapat
mengakibatkan berbagai jenis kerusakan. Dalam keadaan normal kerusakan yang terjadi
dapat diperbaiki oleh mekanisme perbaikan dari DNA itu sendiri. Akan tetapi ada pula
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Lesi yang tetap tidak tersembuhkan ini kemungkinan
besar berperan penting dalam menimbulkan mutasi yang bersifat kritis bagi proses
karsinogenesis.
(f) Mutagen: Sebagian besar karsinogen kimia merupakan mutagen. Mutasi dapat
disebabkan oleh proses pada tingkat molekuler seperti transisi, transversi dan tipe-tipe lain
mutasi lainnya pada DNA. Beberapa tipe kanker diperkirakan terjadi akibat mutasi di dalam
sel somatik yang mempengaruhi proses pertumbuhan, proliferasi dan diferensiasi. Suatu tes,
tes Ames yang didasarkan pada pendeteksian mutagenisitas, sangat bermanfaat dalam
skrining terhadap potensi karsinogen suatu bahan kimia.
(g) Inisiasi dan promosi: Karsinogen kimia paling tidak membutuhkan 2 tahap, tahap
inisiasi dan tahap promosi untuk dapat menimbulkan tumor.

DNA merupakan makromolekul penting pada karsinogenesis, hal ini didukung oleh
hasil pengamatan berikut: (1) Sel kanker menurunkan sel kanker, yaitu perubahan esensial
yang bertanggung jawab atas munculnya kanker diteruskan dari sel induk kepada sel
turunannya. (2) Iradiasi kuat dan karsinogen kimia dapat merusak DNA dan menyebabkan
mutasi pada DNA. (3) Kebanyakan sel tumor mempunyai kromosom yang abnormal. (4) Uji
coba transfeksi menunjukkan bahwa DNA murni (onkogen) dapat mengubah sel-sel normal
menjadi sel-sel kanker. (5) Gen yang meningkatkan kerentanan terhadap kanker telah
diisolasi [2,3]

3. Beberapa virus DNA dan RNA bersifat karsinogenik.

Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. (Gambar1).


Beberapa sifat penting yang dimiliki anggota utama kedua kelompok virus ini adalah sebagai
berikut. Virus Polioma dan SV40 berperan penting dalam proses perkembangan berbagai
gagasan mutakhir mengenai onkogenesis virus. Kedua virus ini berukuran kecil ( ukuran
genom sekitar 5 kb ) dan genomnya yang berbentuk sirkuler menyandi sekitar lima atau enam
protein. Di bawah kondisi tertentu, infeksi virus pada sel yang sesuai dapat mengakibatkan
transformasi ganas. Dari virus SV40 produk proteinnya disebut sebagai antigen, karena dapat
dilacak dengan metoda imunologi, dan dikenal sebagai T (T besar ) dan t (t kecil). Pada virus
polioma protein ini disebut T, mid-T dan t. Bagaimana protein-protein ini dapat menyebabkan

3
4

transformasi ganas masih dalam penelitian, hanya diketahui antigen T terikat erat dengan
DNA dan menyebabkan perubahan pada ekspresi gen.
Beberapa tipe adenovirus diketahui menyebabkan transformasi pada sel hewan
tertentu. Virus Epstein-Barr mendapat perhatian besar karena berkaitan dengan penyakit
Limfoma Burkitt dan karsinoma nasofaring pada manusia. Virus hepatitis B mungkin
merupakan agen penyebab utama kanker primer hati [3,4]

B. Perubahan Pada Transformasi Ganas

Jika kultur sel diinfeksi dengan virus onkogenik tertentu, maka sel tersebut akan
mengalami transformasi ganas. Perubahan morfologik dan biokimia penting dapat dilihat

Tabel 1. Beberapa virus tumor yang penting *

Famili Virus Anggota

Virus DNA
Papovavirus Poliomavirus, virus SV40, virus papiloma manusia
(misal: HPV-16)
Adenovirus Adenovirus 12, 18, 31
Herpesvirus Virus Epstein-Barr
Hepadnavirus Virus hepatitis B
Virus RNA
Retrovirus tipe C Virus leukemia dan dan virus sarkoma murin,
Virus leukemia dan sarkoma avian, virus leu-
kemia sel T manusia tipe I dan II
Retrovirus tipe B Virus tumor mammae mencit

* Virus penting yang dinyatakan sebagai penyebab tumor pada manusia adalah virus Epstein-
Barr (limfoma Burkitt, kanker nasofaring, limfoma sel B), virus hepatitis B(karsinoma hepato-
seluler), virus papiloma manusia ( berbagai jenis tumor termasuk kanker cervix) dan virus
limfoma-leukemia sel T manusia tipe I (leulemia set T dewasa) .

pada tabel 2. Perubahan ini meliputi perubahan primer terhadap bentuk sel, motilitas,
perlekatan pada lempeng kultur, pertumbuhan dan sejumlah proses biokimia. Akibatnya
akan terjadi perubahan sekunder sebagai konsekuensi dari perubahan primer tadi, yang
berupa perubahan keadaan yang normal menjadi ganas.

Tabel 2. Beberapa perubahan yang terjadi pada biakan sel yang diinfeksi oleh virus
onkogenik yang menyebabkan terjadinya transformasi ganas [3,5]

Berbagai perubahan biokima, antara lain : Peningkatan : glikolisis, sintesis purin-pirimidin, sintesis
DNA dan RNA; Penurunan : katabolisme purin-pirimidin, sintesis glukosa, katabolisme asam amino
(untuk glukoneogenesis) dan siklus urea. Perubahan pada komposisi permukaan sel seperti gliko-
protein, glikosfingolipid, sekresi bermacam-macam protease dan telomerase..
Perubahan bentuk. Sel yang transformasi biasanya mempunyai bentuk yang lebih bundar.
Hilangnya inhibisi kontak pertumbuhan. Menyebabkan densitas sel meningkat, sel yang bertrans-
formasi sering membentuk multilayer, sedangkan sel normal monolayer.
Hilangnya ketergantungan pada penjangkaran (loss of anchorage dependence): Sel yang bertrans-
formasi dapat tumbuh tanpa harus terikat pada permukaan biakan.

4
5

Hilangnya inhibisi kontak pergerakan. Sel yang bertransformasi tumbuh saling tumpang tindih satu
sama lain, sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh jika berkontak dengan yang lain.
Perubahan pada struktur sitoskeleton misalnya pada filamen aktin.
Berkurangnya kebutuhan terhadap faktor pertumbuhan dan sering disertai dengan sekresi
faktor pertumbuhan tertentu ke sekitar lingkungan.

II. ONKOGEN

A. Peranan Onkogen Pada Karsinogenesis

Onkogen adalah gen yang dapat menyebabkan kanker. Penemuan onkogen telah
memberikan dampak yang sangat besar terhadap riset mengenai mekanisme fundamental
yang terlibat pada proses karsinogenesis. Tahun 1910 Peyton Rous menunjukkan pertama kali
bahwa virus rous sarcoma (RSV), yaitu suatu virus RNA atau retrovirus yang dapat
menyebabkan kanker. Inokulasi virus ini menyebabkan transformasi dan terbentuknya
sarkoma pada kultur sel fibroblast embrio ayam, 1 2 minggu setelah inokulasi. Sebaliknya
avian leukosis virus (ALV) dapat juga menyebabkan replikasi dalam sel yang sama seperti
halnya RSV, akan tetapi tidak menginduksi transformasi. Diduga perbedaan potensi
transformasi ini terjadi karena RSV mengandung informasi genetik khusus yang diperlukan
untuk transformasi bagi sel yang terinfeksi. Dari perbandingan genom RSV dan ALV, dugaan
atau hipotesis ini konsisten, karena RNA dari RSV sekitar 10 kb, sedangkan ukuran ALV
lebih kecil, yaitu sekitar 8.5 kb (Gambar 1a),
Peter Vogt dan Steven Martin (1970-an) mengisolasi mutant-delesi dan mutant-
sensitif temperatur dari RSV. Kedua jenis mutant ini tidak mampu menginduksi transformasi,
walaupun masih dapat menyebabkan replikasi secara normal. Hal ini menunjukkan bahwa
RSV mengandung gen yang diperlukan untuk kemampuan transformasi, dan gen tersebut
tidak diperlukan untuk replikasi. Analisis lebih jauh terbukti bahwa RSV memang
mengandung gen penyebab tumor (onkogen). Karena RSV menyebabkan sarkoma, maka gen
tersebut dinamakan v-src. Gen ini merupakan suatu tambahan dalam genom RSV dan tidak
terdapat di dalam genom ALV.
Sesuatu yang tidak terduga dari onkogen retrovirus adalah sifatnya yang tidak terlibat
dalam proses replikasi virus. Karena sebagian besar virus sedapat mungkin melakukan
replikasi dengan efisien, maka keberadaan onkogen yang bukan bagian terpadu dari siklus
hidup virus, nampaknya merupakan hal yang paradoks. Timbul pertanyaan dari mana asalnya
dan bagaimana onkogen dapat terintegrasi dalam genom retrovirus. Petunjuk pertama tentang
asal onkogen didapatkan pada waktu isolasi virus Abelson leukemia. Tikus disuntik dengan
virus abl-nontransforming, yang hanya mengandung gen : gag, pol dan env. Hasilnya
menderita limfoma, kemudian dari tumor tersebut dapat diisolasi onkogen abl (Gambar 1b.).
Diduga onkogen retrovirus berasal dari gen yang terdapat di dalam genom sel host. Gen
tersebut digabungkan oleh virus ke dalam genomnya. Hasilnya adalah suatu virus baru yang
sangat onkogenik, karena merupakan produk dari hasil rekombinan antara virus dan sel host.
Tahun 1976 Michael Bishop dan Harold Varmus, menggunakan teknik hibridasi
dengan pelacak cDNA berhasil membuktikan bahwa onkogen RSV (v-src) mempunyai
pasangan yang homolog di dalam sel normal, yang disebut cellular oncogenes ( ditulis: c-src
atau src ). Lebih lanjut lagi sekuens yang berhubungan dengan c-src juga terdapat pada
berbagai ekariota termasuk manusia. Pelacakan DNA pada lain-lain retrovirus juga
memberikan hasil yang sebanding. Tampaknya gen ini sangat penting bagi aktivitas sel

5
6

karena tetap dipertahankan dalam evolusi Sekarang sudah diyakini secara mantap bahwa
oncogen v-src berasal dari gen sel normal, yang ditangkap (dicuri) oleh moyang RSV (yang
belum mempunyai kemampuan melakukan transformasi sel). Karena sel yang terinfeksi tidak
mati akan tetapi dipertahankan dalam stadium proliferasi, maka diduga sel yang mengalami
transformasi tersebut, dibutuhkan oleh RSV untuk meningkatkan kecepatan replikasi dalam
usaha membentuk virus baru.
Jadi c-src adalah gen normal, yang bersama dengan gen-gen lain dari mana onkogen
retrovirus berasal disebut sebagai proto-onkogen. Proto-onkogen merupakan gen regulator sel

Gambar 1a. Genom RSV dan ALV. Gambar 1b. Isolasi Onkogen Virus Abl

yang sangat penting, yang berperan dalam mengontrol pertumbuhan, proliferasi, deferensiasi
dan survival dari sel. Bila proto-onkogen mengalami mutasi oleh berbagai penyebab, maka
akan berubah menjadi onkogen, sehingga menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel yang
tidak terkontrol [6]

B. Peran Retrovirus Pada Karsinogenesis

Sebagaimana sudah disebutkan diatas retrovirus yang telah mengalami transformasi


akan memiliki onkogen, misalnya pada RSV gen tersebut adalah v-src. Onkogen src dan lain-
lain gen yang sejenis (seperti ras dan raf ) menyandi protein-protein yang merupakan
komponen penting dalam jalan sinyal yang menstimulasi proliferasi sel. Protein tersebut
dapat berupa : faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, protein atau enzim-enzim
intra sel atau faktor transkripsi.
Suatu protein tirosin kinase terbukti merupakan produk dari scr yang bertanggung
jawab atas proses transformasi. Hasil penemuan ini mempunyai makna penting mendasar,
yang dapat mengungkapkan suatu mekanisme biokimia spesifik, yaitu fosforilasi abnormal
pada sejumlah protein. Hal ini dapat menjelaskan, paling tidak sebagian, bagaimana suatu
virus tumor dapat menimbulkan efek pleiotrotip (yaitu, beragam) pada transformasi.

6
7

Vinkulin, protein yang terdapat pada struktur perlekatan (adhesi) antar sel dapat mengalami
fosforilasi abnormal, sehingga perlekatan antar sel menjadi berkurang. Ini dapat membantu
menjelaskan mengapa bentuk sel menjadi lebih bundar dan berkurangnya perlekatan ke
substratum dan perlekatan antar sel, yang terlihat selama proses transformasi.
Enzim glikolisis tertentu tampaknya merupakan sasaran bagi src-tirosin kinase, hal ini
sesuai dengan hasil pengamatan bahwa transformasi sering memperlihatkan peningkatan
kecepatan glikolisis. Produk src juga dapat mengatalisis fosforilasi protein lain yang terlibat
pada jalan transduksi sinyal fosfoinositida (Phosphoinositide Pathway ). Jalan sinyal ini
mengaktifkan fosfolipase-C (PLC), yang menghasilkan 2 second messenger yaitu: inositol
trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG). Kedua senyawa ini kemudian akan mengaktifkan
protein kinase-C (PKC) yang merupakan suatu serin/treonin kinase. PKC selanjutnya akan
melakukan fosforilasi terhadap sejumlah protein yang sebagian diantaranya merupakan
komponen pompa-ion, termasuk sistem antiport Na+/H+. Aktivasi sistem antiport Na+/H+
menyebabkan suasana dalam sel menjadi alkalis, sehingga merangsang mitosis.
Lebih dari 50 macam onkogen retrovirus yang sudah diisolasi dari berbagai binatang
seperti ayam, kalkun, mencit, tikus, kucing dan kera. Semua virus ini seperti halnya RSV
mengandung paling tidak satu onkogen (viral oncogenes), yang berperan dalam proses yang
berhubungan dengan pengaturan pertumbuhan sel. Sekitar separuh produk onkogen virus ini
merupakan enzim protein kinase, yang sebagian besar diantaranya berasal dari jenis tirosin.
Diketahui bahwa hampir semua sel normal mempunyai aktivitas tirosin kinase, sehingga
enzim ini memainkan peran yang penting baik pada sel normal maupun sel yang sudah
mengalami transformasi [5,7]

C. Aktivasi Proto-onkogen menjadi Onkogen.

Aktivasi onkogen melibatkan perubahan struktur dan ekspresi proto-onkogen


sehingga menjadi onkogen aktif. Konsekuensi dari perubahan genetik ini menyebabkan sel
mengalami transformasi ganas. Ada tiga mekanisme aktivasi onkogen yang utama dalam
neoplasma manusia.: (1) mutasi, (2) amplifikasi gen, dan (3) chromosome re-arrangements.
Ketiga mekanisme ini menimbulkan kelainan pada struktur atau peningkatan ekspresi dari
proto-onkogen. Karena terjadinya kanker merupakan suatu proses yang bertahap, maka
biasanya dibutuhkan beberapa mutasi untuk dapat menimbulkan kanker.

1. Mutasi

Mutasi menyebabkan proto-onkogen berubah menjadi onkogen yang aktif, karena


mengalami perubahan struktur. Ekspresi dari gen ini biasanya melibatkan protein regulator
yang penting, yang seringkali membawa kearah aktivitas yang tidak terkontrol secara
menetap. Berbagai tipe mutasi seperti: mutasi-titik, insersi atau delesi dapat mengakibatkan
aktivasi proto-onkogen Onkogen retrovirus seperti: erb-B; kit; ros; met dan trk, seringkali
mengalami mutasi delesi, yang menyebabkan hilangnya ujung amino dari suatu rantai
polipeptida. Sedangkan di dalam sel kanker manusia, onkogen biasanya mengalami mutasi-
titik, sehingga menghasilkan protein yang sekuensnya berbeda dalam satu asam amino.
Mutasi-titik (point mutation ) seringkali terlihat pada proto-onkogen famili ras (K-ras,
H-ras, dan N-ras). Produk dari gen ini adalah polipeptida dengan BM sekitar 21 kDa,
sehingga disebut p21. Polipeptida ini berhubungan dengan tipe tertentu protein G yang
mengatur aktivitas adenil siklase. Mutasi p21 akan mengurangi aktivitasnya sebagai GTPase,
sehingga adenil siklase akan selalu dipacu. Akibat dari mutasi ras adalah aktivasi konstitutif

7
8

(menetap) fungsi transduksi sinyal dari protein ras. Mutasi ras biasanya dikaitkan dengan
karsinogen kimia. Diperkirakan 1520% kanker pada manusia mengandung ras yang mutasi.
Mutasi pada K-ras lebih dominan pada karsinoma, seperti: adenokarsinoma paru, karsinoma
kolon dan karsinoma pankreas. Mutasi pada N-ras terutama terdapat pada keganasan
hematologik, leukemia mieloid akut (AML) dan sindroma mielodisplastik (xxx). Contoh lain
mutasi-titik adalah aktivasi proto-onkogen ret , yang menyebabkan multiple endocrine
neoplasia type 2A syndrome (MEN2). Mutasi ini menyebabkan aktivasi reseptor tirosin
kinase, tanpa pengikatan ligand.
Mutasi-insersi terjadi jika virus yang tidak mempunyai onkogen (misalnya, AVL)
menginfeksi sel. Salinan DNA dari virus, yang disintesis oleh reverse trancriptase dapat
diintegrasikan ke dalam genom sel hospes. Salinan DNA, yang kedua ujungnya diapit oleh
sekuens LTR (long terminal repeat) disebut provirus. Sekuens LTR dapat berperan sebagai
promoter atau enhancer bagi proses transkripsi. Sebagai contoh infeksi limfosit B ayam oleh
ALV, setelah diintegrasikan provirus dapat berperan sebagai promoter atau enhancer [8].

Gambar 2. Mutasi Insersi Promoter dan Enhancer proto-onkogen c-Myc

2. Amplifikasi Gen

Amplifikasi gen adalah perbanyakan kopi dari satu gen dalam genom dari suatu sel.
Aktivasi tipe ini pertama kali ditemukan sebagai suatu mekanisme oleh sel tumor tertentu
untuk mendapatkan sifat resisten terhadap obat anti kanker. Amplifikasi gen terjadi melalui
replikasi yang tidak sempurna sehingga menghasilkan kromosom yang abnormal seperti:
duble-minute chromosome (DM) dan homogenenous staining regions (HSR). DM merupakan
struktur kromosom kecil tanpa sentrosom, sedangkan HSR adalah segmen-segmen kromosom
yang kehilangan pola yang normal yaitu pita hitam dan putih. Amplifikasi menyebabkan
terbentuknya beberapa ratus kopi dari satu gen dalam DNA genom, yang mengakibatkan
peningkatan ekspresi gen, yang menjurus pada transformasi ganas.
Famili proto-onkogen yang sering menggunakan mekanisme ini untuk aktivasi
adalah: myc, erb-B dan ras. Sekitar 20% - 30% dari kanker payudara dan kanker ovarium,

8
9

memperlihatkan amplifikasi myc. Amplifikasi N-myc berkorelasi erat dengan neuroblastoma


stadium lanjut, sedangkan amplifikasi L-myc pada karsinoma sell kecil paru (small cell
carcinoma of the lung). Amplifikasi erb-B, yang menyandi reseptor EGF terdapat pada 50%
gliobalastoma dan 10 20% karsinoma skuamosa leher dan kepala. Sekitar 15 30% kanker
payudara dan ovarium mempunyai amplifikasi dari gen erbB-2 (HER-2/neu). Pada kanker
payudara, amplifikasi erbB-2, berkorelasi dengan stadium lanjut dengan prognosa buruk.
Anggota famili gen ras, termasuk K-ras dan N-ras, mengalami amplifikasi secara sporadis
dalam berbagai karsinoma.

3. Chromosomal Re-arrangements
Chromosomal Re-arrangements sering ditemukan pada keganasan hematologik
maupun kanker padat. Mekanisme aktivasi tipe ini dibedakan dalam dua macam yaitu:
translokasi, yang sering terjadi dan inversi, yang jarang dijumpai. Kalainan yang ditimbulkan
pada aktivasi tipe ini terjadi melalui dua mekanisme : (i) aktivasi transkripsi proto-onkogen
atau (ii) pembentukan gen fusi. Contoh mekanisme aktivasi transkripsi adalah peristiwa
translokasi kromosom pada limfoma Burkitt, yang melibatkan kromosom 8 dan 14. Segmen
kromosom 8 yang terputus dan pindah ke kromosom 14 mengandung c-myc. Transposisi
menempatkan c-myc yang sebelumnya inaktif ke bawah pengaruh sekuens enhancer pada
gen yang menyandi rantai-berat imunoglobulin atau reseptor sel T. Perpindahan
menyebabkan aktivasi c-myc sehingga ditranskripsikan (Gambar 3a). Translokasi kromosom
8 dapat pula terjadi ke kromosom 2 (mengandung gen rantai ringan-) atau ke kromosom 22
mengandung gen rantai ringan-). Agaknya sintesis protein pengikat DNA dalam jumlah
yang sangat meningkat, yang disandi oleh c-myc berfungsi menggerakkan atau memaksa sel
menjadi ganas, kemungkinan melalui efek pada regulasi mitosis. Contoh mekanisme aktivasi
proto-onkogen melalui fusi gen adalah peristiwa translokasi pada Philadelphia
chromosomes, yang melibatkan pertukaran segmen kromosom 9 dan 22, yang terjadi pada
leukemia mielositik kronik (CML). Kelainan ini menyebabkan jukstaposisi berdampingan
gen BCR (breakpoint cluster gene) pada kromosom 22 dengan sebagian dari gen c-abl pada
kromosom. Pada keadaan normal gen c-abl menyandi suatu protein tirosin kinase.
Jukstaposisi menghasilkan chimerik BCR-abl mRNA yang menyandi suatu protein fusi bcr-
abl yang memperlihatkan peningkatan aktivitas tirosin kinase. Peningkatan aktivitas ini akan
mentransformasikan sel normal menjadi sel leukemia. Chromosomal re-arrangements sering
terjadi pada keganasan hematologik maupun padat (Gambar 3b)[7,9]

9
10

Gambar 3a. Limfoma Burkitt Gambar 3b. Kromosom Philadelphia

D. Fungsi Produk Onkogen

Onkogen virus dan Onkogen seluler (proto-onkogen) mencakup sejumlah besar gen
(lebih dari 100), berdasarkan fungsinya atau produknya digolongkan sebagai onkogen: faktor
pertumbuhan; reseptor faktor pertumbuhan; protein G; sitoplasmik kinase; dan protein inti.
Onkogen berperan dalam menimbulkan tingkah laku yang abormal dari sel kanker. Seperti
diketahui sebagian besar protein yang disandi proto-onkogen berperan dalam regulasi normal
proliferasi sel. Bila ekspresinya berlebihan atau diaktivasi menjadi onkogen maka protein
tersebut akan menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkendali, sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel kanker. Di samping itu produk onkogen memberikan kontribusi pula pada
aspek lain dari tingkah laku sel kanker, seperti kelainan diferensiasi dan kegagalan sel untuk
melakukan apoptosis ( programmed cell death ).
Sebagian besar dari protein onkogen berperan sebagai komponen dari lintasan sinyal
(signaling pathway) yang mengatur proliferasi dan kelangsungan hidup (survival ) sel
sebagai respons terhadap stimulasi oleh faktor pertumbuhan. Protein onkogen tersebut
termasuk faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, unsur-unsur yang terdapat dalam
lintasan sinyal intra seluler dan faktor transkripsi. Kerja faktor pertumbuhan sebagai protein
onkogen merupakan hasil dari ekspresinya yang abnormal, yang membawa ke satu situasi
dimana sel tumor memproduksi faktor pertumbuhan, yang juga harus direspons oleh sel itu
sendiri. Hasilnya adalah stimulasi autokrin dari sel-sel yang memproduksi faktor
pertumbuhan, yang mendorong terjadinya proliferasi sel yang abnormal dan kontribusi pada
perkembangan berbagai macam tumor
Sejumlah onkogen juga menyandi protein reseptor faktor pertumbuhan, yang biasanya
merupakan protein kinase. Reseptor ini sering diubah domain ujung-aminonya, yang
berfungsi untuk mengikat faktor pertumbuhan. Sebagai contoh reseptor untuk PDGF diubah
menjadi suatu protein onkogen dalam beberapa leukemia melalui suatu translokasi

10
11

kromosom, dimana ujung amino dari reseptor PDGF diganti dengan sekuens ujung amino
dari suatu faktor transkripsi yang disebut Tel. Hasilnya adalah suatu protein fusi Tel/PDGR
yang dapat menimbulkan dimerisasi reseptor tanpa adanya pengikatan ligand, sehingga
menyebabkan aktivasi resptor yang menetap (konstitutif). Alternatif lain, gen yang menyandi
beberapa reseptor tirosin kinase , seperti erb-B2 diaktifkan melalui amplifikasi gen. Bisa pula
onkogen lain seperti, src dan abl menyandi protein non- reseptor tirosin kinase yang dapat
aktif secara konstitutif melalui delesi atau mutasi sekuens regulator.
Protein Ras memainkan peranan yang penting dalam sinyal mitogenik melalui kopling
pada reseptor faktor pertumbuhan untuk mengaktifkan Raf. Raf merupakan suatu proten
serin/treonin kinase yang akan memulai suatu reaksi kaskade kinase yang akan menuju pada
pengaktifan ERK dan MAP kinase.
Beberapa onkogen virus menyandi berbagai protein lain dengan aktivitas biologik yang
menarik. Sebagai contoh produk gen: erb-B pada virus eritroblastosis avian dan sis pada virus
sarkoma simian masing-masing adalah bentuk terpotong (truncated ) domain ekstra seluler
dari reseptor faktor pertumbuhan EGF dan PDGF. Sedangkan domain transmembran kedua
reseptor masih tetap mempunyai aktivitas tirosin kinase. Kinase ini akan melakukan
fosforilasi protein intra sel tanpa ada sinyal ekstra seluler, sehingga menyebabkan proliferasi
sel yang tidak terkontrol. Demikian pula halnya dengan produk dari gen src, sebagai protein
tirosin kinase melakukan fosforilasi pada berbagai protein intrasel. Di sisi lain, produk
onkogen myc pada virus mielositoma ayam, merupakan protein pengikat DNA yang dapat
mempengaruhi kontrol mitosis. Onkogen ras pada virus sarkoma murin, menyandi suatu
protein 21-kD disebut p21, yang kerjanya mirip dengan ras seluler, akan tetapi mempunyai
efek hidrolisis GTP ( aktivitas GTPase) yang jauh lebih lambat. Akibatnya aktivasi kinase
intra sel di bagian hilir dari ras akan meningkat secara tidak terkontrol (Gambar 4). Faktor
transkripsi seperti Fos dan Jun, yang memberikan respons terhadap sinyal yang diperantarai

11
12

Gambar 4. Skema mekanisme kerja 5 (lima) onkogen.

oleh ras, disandi oleh proto onkogen yang merupakan analog seluler normal dari onkogen.
Onkogen v-fos dan v-jun juga menyandi protein yang mirip dengan produk proto onkogen
tersebut, akan tetapi efeknya berlangsung dengan tanpa kontrol.
Onkogen tidak selalu harus berasal dari virus. Virus sebagai penyebab kanker pada
manusia hanya sekitar 20%. Sebagian besar (80%) kanker terjadi karena proto onkogen
mengalami mutasi sehingga berubah menjadi onkogen yang aktif. Hal ini dapat disebabkan:
oleh pengaruh radiasi, karsinogen kimia, agen biologi lain (bakteri dan parasit) atau mutasi
spontan [3,9]

E. Gen Supresor Tumor (Tumor Suppressor Genes)

Aktivasi onkogen seluler hanya satu dari dua tipe kelainan atau gangguan genetik
yang terlibat dalam pembentukan kanker. Tipe yang lain adalah inaktivasi gen supresor tumor
(GST). Aktivasi onkogen mendorong terjadinya proliferasi sel yang abnormal sebagai suatu
konsekuensi dari kelainan genetik, berupa peningkatan ekspresi gen atau aktivitas yang tidak
terkontrol dari protein yang disandinya. GST memberikan efek yang bertentangan dengan
aktivasi onkogen. Dalam keadaan normal kerja GST adalah menghambat proliferasi sel dan

12
13

perkembangan tumor, sehingga kadang-kadang disebut juga onkogen resesif atau anti-
onkogen. Dalam banyak tumor GST mengalami inaktivasi, perannya sebagai regulasi-negatif
dari proliferasi sel menjadi hilang, sehingga menimbulkan transformasi ganas.
Pengertian pertama tentang aktivitas GST datang dari eksperimen hibridasi sel
somatik yang dilakukan tahun 1969 oleh Henry Harris, dkk. Fusi dari sel normal dengan sel
tumor menghasilkan sel hibrid yang mengandung kromosom yang berasal dari kedua sel
induk, akan tetapi sel tersebut tidak dapat menginduksi tumor pada binatang. Tampaknya gen
yang berasal dari sel induk normal, bekerja menghambat atau menekan pembentukan tumor
Sebuah model untuk memahami peran gen ini adalah tumor retinoblastoma. Pada
sebagian kasus tumor ini bersifat herediter, sedangkan yang lain non-herediter (sporadis).
Tahun 1971 Knudson mengajukan postulat yang dikenal sebagai Knudson's two-hit
hypothesis, bahwa perkembangan retinoblastoma bergantung pada dua jenis mutasi. Pada
retinoblastoma herediter, mutasi pertama terjadi pada sel benih dan mutasi kedua pada
retinoblas. Pada kasus non-herediter diperkirakan kedua mutasi terjadi pada retinoblas.
Gagasan ini didukung hasil pemetaan-gen, ternyata lokasi gen Rb berada pada 13q14 dan
bersifat heterozigot, yang berarti satu alel normal dan satu alel abnormal. Pada penderita
retinoblastoma herediter kedua alel abnormal (homozigot). Fenomena kehilangan sifat
heterozigot disebut sebagai loss of heterozygocity (LOH), yang menunjukkan bahwa kedua
alel pada tumor tersebut sudah abnormal. Dari hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa
kehilangan atau inaktivasi ( bukan aktivasi ) gen Rb yang menimbulkan pembentukan tumor.
Pengujian pada transfer-gen juga memperlihatkan bahwa introduksi satu gen normal ke dalam
sel retinoblastoma dapat membalikkan efek tumorigenesis, sehingga memberikan bukti
bahwa Rb berperan sebagai supresor
Produk dari gen Rb ialah fosfoprotein inti dengan BM sekitar 105 kDa, sehingga
disebut p105-Rb atau lebih umum sebagai pRb. Protein ini berperan dalam siklus sel, khusus
dalam menahan lajunya proliferasi sel. Mutasi (inaktivasi) gen Rb terdapat pada berbagai
kanker seperti, retinoblastoma, SCLC, karsinoma: payudara, prostat, pankreas [10]

GST kedua yang diidentifikasi adalah p53 yang merupakan gen yang sangat penting,
berlokasi pada kromosom 17, yang menyandi fosfoprotein inti dengan BM 53 kDa. Gen ini
seringkali menjadi inaktif pada berbagai kanker manusia, termasuk leukemia, limfoma,
sarkoma, tumor otak, karsinoma berbagai jaringan termasuk, payudara, kolon dan paru.
Secara total mutasi dari p53 memainkan peranan sampai 50% dari semua kanker, sehingga
dikenal sebagai gen yang utama dalam menjaga kestabilan genom. Protein p53 berfungsi
sebagai : (1) sebagai aktivator transkrispsi, mengatur gen-gen tertentu yang terlibat dalam
siklus sel; (2) sebagai kontrol checkpoint G1 bagi kerusakan DNA; (3) berpartisipasi dalam
mengawali proses kematian sel (apoptosis). Bila DNA rusak, p53 diinduksi untuk
mengaktifkan transkripsi dari p21 yang merupakan inhibitor Cdk. Siklus sel akan dihambat
oleh p21 dengan cara bertindak sebagai inhibitor bagi kompleks Cdk4/Cyclin D, maupun
melalui penghambatan replikasi DNA dengan terikat pada PCNA (proliferating cell nuclear
antigen). Berhentinya siklus sel diduga untuk memberikan waktu bagi perbaikan DNA yang
rusak, sebelum DNA direplikasikan. Kehilangan atau inaktivasi p53, menyebabkan siklus sel
berlangsung tanpa perbaikan DNA yang rusak, sehingga frekuensi mutasi meningkat dan
menyebabkan genom tidak stabil, yang mengarah pada transformaasi ganas. Gen p53 juga
bertanggung jawab pada suatu mutasi herediter (germline mutation) yang menyebabkan
sindroma Sindroma Li-Fraumeni, yaitu pertumbuhan tumor pada berbagai jaringan yang
saling tidak berhubungan, pada usia muda. Di samping itu protein p53 juga menjadi target
bagi protein onkogen dari SV40, adenovirus dan papilomavirus manusia. [11]

13
14

Suatu gen supresor yang relatif baru ialah PTEN (phosphatase and tensin homolog
deleted in from chromosome ten). Produk dari gen ini suatu fosfatase yang dapat bekerja
rangkap, pada tirosin kinase dan serin/treonin kinase. Beberapa kanker yang mengandung gen
ini yang bermutasi adalah: melanoma, glioblastoma, kanker: payudara, tiroid dan prostat.
Aktivitasnya dapat bekerja pada lipid, di samping untuk protein. Efeknya melawan pengaruh
PI 3-kinase dan Akt (protein kinase B), yang bekerja sebagai onkogen untuk menstimulasi
survival sel. Siklus sel dihambat pada fase-G1/S, melalui upregulation dari p27 (merupakan
suatu inhibitor cdk). Disamping itu menginduksi apoptosis melalui: upregulation caspase dan
Bid (suatu proapoptotic) dan down regulation dari antiapoptotic, seperti Bcl-2 [12]
Sekitar 90% dari kasus karsinoma pankreas memperlihatkan adanya bagian yang hilang
kromosom 18. Ternyata lokasi tersebut ditempati oleh gen DPC4. Produk gen ini menyandi
faktor transkripsi famili SMAD yang diaktifkan oleh sinyal TGF-, yang menyebabkan
inhibisi proliferasi sel. Protein p15, p16 dan p19 masing-masing secara berurutan merupakan
produk dari gen INK4a, INK4b dan ARF , Mutasi somatik gen-gen ini sering terdapat pada
banyak kanker seperti, melanoma, glioma, kanker kandung kencing dan leukemia
Gen supresor tumor yang lain adalah APC dan MADR2, sering mutasi pada kanker
kolon. Mutasi herediter dari APC, terlibat pada kanker kolon herediter yang disebut familial
adenomatous polyposis. Mutasi herediter dari gen BRCA1 dan BRCA2, terdapat pada kanker
payudara, yang mencakup 5 10% dari total insidens kanker payudara [13]
Gen WT1 merupakan gen supresor tumor yang bertanggung jawab dalam timbulnya
tumor Wilms. Protein WT1 berperan dalam menghambat aktivitas transkripsi elemen
promoter dari sejumlah gen yang menginduksi pertumbuhan, termasuk gen untuk: EGR1
(early growth response), IGF-2, PDGF-A. Tumor Wilms dapat bersifat sporadis (mutasi
somatik) atau herediter . Lokali gen WT1 berada pada 11p13 dan 11p15. Mutasi 11p13
menimbulkan sindroma WAGR ( Wilms tumor, aniridia, genitourinary abnormalities and
mental retardation ) yang bersifat sporadis. Sedangkan mutasi pada 11p15 menimbulkan
sindroma Beckwith-Wiedman, suatu kelainan kongenital dengan gejala antara lain
hiperplasia: ginjal , pankreas-endokrin dan lain-lain organ dalam dan makroglosia.
Gen NF1 terletak pada 17p11 dan menyandi protein yang dikenal sebagai
neurofibromin. Neurofibromin mempunyai aktivitas yang mirip dengan GAP (GTPase
activating protein). Mutasi NF1 diturunkan secara dominan dan mengakibatkan
Neurofibromatosis tipe 1 (von Reckinghausen). Gen NF2, terletak pada 22q, mutasinya juga
bersifat dominan, akan tetapi menyebabkan gejala klinik yang berbeda. Gen von Hippel-
Lindau (VHL) berlokasi pada 3p, menyandi protein dengan 213 residu asam amino, yang
berperan dalam regulasi transkripsi-elongasi RNA pol II. Mutasi gen VHL menyebabkan
clear cell renal cancer , yang berhubungan dengan peningkatan kadar VEGF [14]

F. Programmed Cell Death ((PCD)

PCD, juga disebut apoptosis merupakan proses fisiologis untuk membunuh sel, yang
sangat penting untuk menjamin homeostasis semua jaringan dalam organisme multiseluler.
Pada dewasa PCD bertanggung jawab untuk mempertahankan jumlah sel yang konstan
dalam jaringan yang mengalami pergantian sel (cell turnover). Diperkirakan sekitar 5 x 1011
sel darah berkurang atau hilang melalui PCD tiap hari, dan ini diimbangi oleh produksi yang
kontinu dalam sumsum tulang, Di samping itu PCD berperan sebagai suatu mekanisme
pertahanan, karena sel-sel yang rusak atau yang punya potensi untuk membahayakan sel lain
dapat dihilangkan. Sel yang terinfeksi virus menjalani PCD sehingga mencegah produksi
virus baru dan membatasi penyebaran virus. Regulasi PCD dilakukan melalui aktivitas yang

14
15

terpadu dari berbagai lintasan sinyal, sebagian bekerja menginduksi kematian sel, sedangkan
yang lain meningkatkan survival sel. Kelainan dalam regulasi PCD dapat menyebabkan
berbagai penyakit seperti, kanker, autoimun dan penyakit degeneratif. Di samping itu dapat
pula menyebabkan resisten terhadap: kemoterapi, radiasi dan destruksi sel yang diatur
sistem imun.

Tanda khas kematian sel pada PCD ialah: Dimulai dengan DNA kromosom mengalami
fragmentasi. Selanjutnya kondensasi kromatin dan pemecahan inti sel menjadi potongan-
potongan kecil. Terakhir sel mengerut dan dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil, yang
masih dilapisi membran. Fragmen-fragmen ini disebut apoptotic bodies. Sel apoptotik atau
fragmennya mudah dikenal dan difagositosis makrofag, sehingga kematian sel melalui
apoptosis merupakan cara yang efisien untuk menghilangkannya dari jaringan. Berbeda
dengan kematian sel yang bersifat patologis seperti, pada peradangan, ischaemia atau
kematian akibat kerusakan akut, dimana sel membengkak, kemudian lisis dengan melepaskan
isinya keruang ektra sel, sehingga menyebabkan reaksi radang.
Pada mamalia reaksi kaskade apoptosis biasanya terdiri dari komponen: pencetus
(trigger), modulator (regulator), efektor, pemecahan substrat, dan kematian sel. Sebagai
molekul efektor (eksekutor) pada proses PCD adalah famili caspase, yang paling tidak ada
13 macam (anggota famili), yang memecah substrat pada residu aspartat. Caspase dibedakan
dalam 3 subfamili, berdasarkan sekuens tetrapeptida khusus pada ujung karboksilnya, yaitu:
Subfamili I (caspase-1, 4 dan 5), berperan pada proses inflamasi; subfamili II (caspase-2, 3,
dan 7; dan subfamili III (caspase 6, 8, 9 dan 10), yang berperan dalam proses PCD.
Aktivasi caspase dimulai dengan caspase-9 yang membentuk komplek dengan Apaf-1
dan sitokrom c. Dalam keadaan normal sitokrom c berada dalam ruang antar-membran
mitokondria, sedangkan caspase-9 dan Apaf-1 dalam sitosol, sehingga caspase-9 tetap inaktif.
Akan tetapi bila ada berbagai stimuli untuk PCD (seperti: kerusakan DNA, kekurangan faktor
pertumbuhan, panas, hipoksia, radiasi, kemoterapeutik ) yang merusak mitokondria, maka
sitokrom c dilepaskan ke sitosol. Dalam sitosol, sitokrom c membentuk kompleks dengan
caspase-9 dan apaf-1, sehingga caspase-9 menjadi aktif. Selanjutnya caspase-9 yang akan
mengaktifkan caspase yang lain, yang akan menyebabkan kematian sel. Dilain pihak anggota
dari famili Bcl-2 (seperti:Bcl-2, Bcl-x) berperan sebagai anti-apoptosis, karena
mempertahankan keutuhan membran mitokondria dan mencegah lepasnya sitokrom c.
Disamping itu anggota lain dari famili Bcl-2 berperan sebagai pro-apoptotik, yaitu: Bid, Bax,
Bak, Bok, Bik, Bad.
Sejumlah polipeptida memberikan sinyal PCD dengan mengaktifkan reseptor kematian
(death receptor) yang secara langsung dapat menginduksi apoptosis tanpa melalui
mitokondria. Sinyal ini merupakan polipeptida yang termasuk famili TNF (tumor necrosis
factor), yang juga terikat pada reseptor famili TNT. Salah satu anggotanya ialah reseptor Fas,
penting dalam mengatur kematian sel dalam sistem immun. Sabagai contoh apoptosis yang
diinduksi oleh Fas adalah membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus.
Ada tiga lintasan sinyal utama bagi PCD yang semuanya menghasilkan aktivasi
caspase-3, sebagai efektor utama, yaitu: (1) Lintasan mitokondria/sitokrom c, terutama
diperantarai oleh anggota famili bcl2, yang menghasilkan aktivasi Apaf-1, caspase-9 dan
kemudian caspase-3; (2) Lintasan sinyal yang berasal dari famili reseptor TNF (misalnya
reseptor Fas, TRAIL), yang mengaktifkan caspase-8 dan kemudian caspase-3; (3) Sinyal
yang berasal dari granzyme B (suatu produk limfosit T), yang secara langsung memecah dan
mengaktifkan beberapa caspase, sehingga menghasilkan apoptosis.
Sebagai regulator adalah famili protein Bcl-2 (seperti Bax, Bak dan Bad), yang
mengatur rilis sitokrom c yang dibutuhkan untuk mengikatkan caspase-9 pada Apaf-1[15]

15
16

16

Anda mungkin juga menyukai