Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KONJUNGTIVITIS

Oleh :

Firidi Oktavilun Rochman

NPM : 11700104

PEMBIMBING:

Dr. M. Amarusmana, Sp.M

Dr. Siswi Hapsari, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DR. MOH. SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2016

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir

yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke

dalam bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri

seperti konjungtivitis gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh

virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum (Illyas, 2010).

Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit yang rawan terjadi

penggunaan antibiotika secara tidak rasional. Penyakit inflamasi pada

konjungtiva ini merupakan penyakit mata yang sering dikeluhkan ke

pelayanan kesehatan, sekitar 1-2% dari keseluruhan konsultasi.7,8

Penyebab konjungtivitis lebih banyak oleh virus dibanding bakteri,

terutama pada dewasa. Dokter umum mudah menegakkan diagnosis, tetapi

sering menghadapi kesulitan dalam membedakan secara klinis apakah

virus atau bakteri sebagai penyebabnya. (Tampi dan Nugroho, 2011).

Pada referat ini akan dilaporkan mengenai konjungtivitis. Dengan

penjelasan mengenai defini, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, gejala

klinis, pemeriksaan penunjang, penata laksanaan, prognosis, dan edukasi

kepada pasien konjuntivitis. Hasil referat ini diharapan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai konjuntivitis.

2
B. Tujuan

1. Memenuhi tugas referat yang dianjurkan dari SMF Mata RSUD.

Moh. Saleh Probolingo

2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan pihak

terkait

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia.

Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen tetapi

bisa juga penyebab endogen (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis ialah peradangan pada konjungtiva. Konjungtiva terletak

pada permukaan bola mata yang memudahkannya terpapar dengan dunia luar

sehingga mudah terinfeksi. Konjungtivitis ditandai dengan dilatasi vaskular,

infiltrasi selular, dan eksudasi. (Kapita Selekta, 2014)

B. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva

ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.

Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva

divaskularisasi oleh arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior,

dipersarafi oleh nervus trigeminus (N.Opthalmicus). (Ilyas, 2008)

4
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Konjungtiva palpebra, hubungannya dengan tarsus sangat erat.

Gambaran dari glandula Meibom yang ada di dalamnya tampak

membayang sebagai garis sejajar berwarna putih. Permukaan licin,

dicelah konjungtiva terdapat kelenjar Henle. Histologis: terdiri dari sel

epitel silindris. Di bawahnya stroma dengan bentuk adenoid dengan

banyak pembuluh darah.

2. Konjungtiva forniks, strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra.

Tetapi hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan

membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh

darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi,

bila terdapat peradangan mata. Dengan berkelok-keloknya konjungtiva

ini pergerakan mata menjadi lebih mudah. Di bawah konjungtiva forniks

superior terdapat glandula lakrimal dari Kraus. Melalui konjungtiva

forniks superior juga terdapat muara saluran air mata.

3. Konjungtiva bulbi, tipis dan tenbus pandang meliputi bagian anterior

bulbus okuli. Di bawah konjungtiva bulbi terdapat kapsula tenon.

Strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra, tetapi tak mempunyai

5
kelenjar. Dari limbus, epitel konjungtiva meneruskan diri sebagai epitel

kornea. Di dekat kantus internus, konjungtiva bulbi membentuk plika

semilunaris yang mengelilingi suatu pulau kecil terdiri dari kulit yang

mengandung rambut dan kelenjar yang disebut caruncle.

C. Patofisiologi

Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan

konjungtiva terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar.

Pertahanan konjungtiva yang paling utama adalah tear film pada

konjungtiva yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan

yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi

inferior. Disamping itu tear film juga mengandung beta lysine, lysozym, IgA, IgG

yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada mikro

organisme patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi

infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis. (PDT, 2006)

D. Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, konjungtivitis dapat dibagi menjadi infeksi dan

non-infeksi. Infeksi daat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan jamur

sedangkan non-infeksius disebabkan oleh iritasi atau paparan persisten oleh suatu

agen (alergi, mata yang terlalu kering, gangguan refraksi yang tidak dikoreksi,

toksik, atau hubungan dengan penyakit penyerta sebelumnya). (Kapita Selekta,

2010).

6
Klasifikasi konjungtivitis berdasarkan awitan dan etiologi

a. Konjungtivitis akut bakterial :

Konjungtivitis yang disebabkan oleh staphylococ,

pneumococ, gonococ, haemifillus aegypti, pseudomonas, dan

basil morax axenfeld.

1. Konjungtivitis blenore

Merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir.

Dengan penyebabnya gonococ atau suatu chlamydia.

Dengan masa inkubasi 3-6 hari.

2. Konjungtivitis gonore

Penyakit ini pada orang dewasa disebabkan oleh auto

infeksi pada penderita uretriris atau servisitis gonore.

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium :

1. Infiltratif

2. Purulen

3. Penyembuhan

3. Konjungtivitis difteri

Radang konjungtiva ini disebabkan bakteri difteri yang

memberikan gambaran yang khas berupa terbentuknya

membran pada konjungtiva tarsal. Pengobatan

konjungtivitis difteri adalah dengan memberi penisillin

disertai dengan antitoksin difteri.

4. Konjungtivitis folikular

Kelainan ini merupakan konjungtivitis yang disertai dengan

pembentukan folikel pada konjungtiva. Konjungtivitis

7
folikular merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan

pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan pada bayi.

Konjungtivitis folikular dapat terjadi akibat infeksi bakteri,

virus, dan rangsangan bahan kimia. Penyakit ini dapat

berjalan akut maupun kronis.

5. Konjungtivitis kataral

Merupakan penyakit dengan gejala utama berupa

banyaknya secret berlendir pada mukosa konjungtiva.

Pengobatannya adalah dengan memberikan antibiotik dan

membersihkan secret mata.

b. Konjungtivitis akut viral

Konjungtivitis akibat virus sering ditemukan dan biasanya

disebabkan adrenovirus atau suatu infeksi herpes simplek.

1. Keratokonjungtivitis epidemik

Merupakan radang yang berjalan akut disebabkan

oleh adrenovirus. Penularan biasanya terjadi melalui kolam

renang selain akibat wabah. Masa inkubasi 5-10hari.

Pengobatan yang biasanya diberikan adalah obat sulfa

topikal dan dapat diberikan bersama dengan steroid.

2. Demam faringokonjungtiva

Konjungtivitis disertai dengan demam dan sakit

pada tenggorokan. Penularan biasanya terjadi di kolam

renang. Gejala yang ditemukan berupa rasa sakit di mata

seperti adanya benda asing, terdapatnya folikel pada

konjungtiva disertai keratitis sub epitel yang ringan.

8
3. Keratokonjungtivitis herpetik

Kelainan ini biasanya ditemukan pada anak

dibawah usia 2 tahun yang disebabkan oleh herpes

simplek tipe 1.

4. Konjungtivitis new castle

Merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan

pada peternak unggas disebabkan oleh virus new castle.

Masa inkubasi 1-2hari mulai dengan perasaan benda

asing, silau, dan berair pada mata. Kelopak mata

membengkak, konjungtiva tarsal hiperemik dan terdapat

folikel, kadang-kadang disertai perdarahan kecil.

5. Konjungtivitis hemoragik akut

Kelainan ini merupakan konjungtivitis folikular

akut dengan gejala khusus karena terjadinya perdarahan

yang disebabkan oleh enterovirus 70. Masa inkubasi 1-2

hari. Penyakit ini sangat menular dan penularan melalui

secret ke orang lain.

c. Konjungtivitis jamur

Infeksi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan

50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan gejala.

d. Konjungtivitis alergik :

Reaksi alergi dan hipersensitif pada konjungtiva akan

memberikan keluhan pada pasien berupa mata gatal, panas dan

mata merah.

9
1. Konjungtivitis Vernalis

Merupakan konjungtivitis kronik, rekulerateral,

bilateral, atopi yang memberikan secret mucus dapat

mengandung eosinofil dan merupakan reaksi

hipersnsitivitas tipe 1. Biasanya diderita pada pasien usia

dewasa muda, yang lebih sering terjadi pada musim panas

(alergi matahari).

Gambaran klinis yang paliing utama adalah mata

gatal, ptosis, getah mata, Horner trantas dots (gambaran

seperti renda pada limbus, merupakan penumpukan

eosinofil dan merupakan hal yang patognomonis pada

konjungtivitis vernal), kelainan pada kornea.

Diagnosis didapat dari anamesa, pemeriksaan

klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan klinis

pada palpebra terdapat hipertrofi papiler, couble-stone,

dan giants papilae. Pada konjungtiva terdapat warna

merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura

interpalpebralis. Pada limbus terlihat Horner trantas dots.

Penatalaksanaannya dapat diber kortikosteroid

lokal dengan gejala mata kotor(merah kecoklatan). Diberi

setiap 2 jam selama 4 hari saja dan tidak boleh digunakan

terus menerus karena akan mengakibatkan glaukoma

kronik yang terbengkalai dan dapat terjadi kebutaaan.

Untuk selanjutnya digantikan obat lain seperti Sodium

Cromoglycate 2% 4-6x 1 tetes / hari, Iodoxamide

10
Tromethamine 0,1% 4x 2 tetes / hari. Digunakan pada

konjungtivitis vernal sedang sampai berat dan sangat

efektif untuk mencegah terjadinya komplikasi pada

kornea.

2. Konjungtivitis flikten

Suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan

oleh reaksi alergi. Pengobatan yang diberikan

kortikosteroid lokal dan mengatasi sumber infeksi. Flikten

berasal dari folikel yang berubah menjadi granul dan

terjadi flikten.

e. Konjungtivitis kronis

Trakoma merupakan konjungtivitis folikuler kronis

yang disebabkan oleh clamydia trachomatis. Penyakit ini

terutama mengenai anak-anak walaupun dapat mengenai semua

umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak langsung

dengan secret penderita atau melalui handuk, saputangan, atau

alat-alat kebutuhan sehari-hari. Masa inkubasi kuman 5-14 hari.

E. Gejala dan gambaran klinis

Keluhan utama berupa rasa ngeres, seperti ada pasir di dalam mata, gatal,

panas, kemeng di sekitar mata, epifora, dan mata merah.

Penyebab keluhan ini karena edema konjuntiva terbentuknya hipertrofi

papiler dan folikel yang mengakibatkan perasaaan seperti ada benda asing di

dalam mata. (PDT, 2006)

11
Gejala dan Tanda Bakteri Virus Alergi Jamur Toxic

Mata merah ++ + + + +
Kongesti +++ ++ +/++ ++ +
Kemosis ++ ++ -
Perdarahan sub
- -
Konjungtiva
Purulen/
Discharge Cair Cair Mukopurulen -
mukopurulen
Papil - ++ -
Folikel - + + ++ +
Pseudomembran - - -
- (kec. K.
Pannus - - +
Vernal)
Preaurikular
+ ++ - -
adenopati
Keratitis
- +
berulang
Demam - - -

Keterangan: +++ : Sangat ditemukan


++ : Ditemukan
+ : Kadang ditemukan
: Dapat terlihat atau tidak
- : Tidak ditemukan

Mata merah, sensasi seperti adanya benda asing, rasa gatal atau terbakar,

fotofobia. Kelopak mata sering menempel pada pagi hari karena peningkatan

sekresi kotoran mata. Pseudotosis dapat terjadi karena pembengkakan kelopak

mata. Nyeri pada mata dan blefarospasme dapat ditemukan setelah adanya

keterlibatan kornea. (KapitaSelekta, 2014).

Gambaran klinis konjungtivitis:

1. Kongesti : Keadaan dimana terdapat darah secara

berlebihan didalam pembulu darah pada daerah tertentu

(Hiperemi)

2. Kemosis : Edema konjungtiva

12
3. Perdarahan sub konjungtiva: Pevahnya pembulu darah yang

terdapat dibawah lapisan konjungtiva

4. Discharge : Keluarnya sekret mata

5. Papil : Pembengkakan diskus saraf optik sebagai

akibat sekunder dari peningkatan tekanan intra kranial

6. Folikel : Suatu reaksi nonspesifik konjuntiva karena

infeksi virus, berupa tonjolan yang berbentuk bulat (1mm)

7. Pseudomembran: Masa putih padat yang menutupi konjungtiva

dan terbentuk oleh koagulasi fibrin

8. Pannus : Pembulu darah yang terletak didaerah limbus

atas dengan infiltrat

9. Preaurikular adenopati: Pembesaran kelenjar limfe preaurikular

F. Differential Diagnosis

1. Glaukoma akut

2. Keratitis

3. Uveitis anterior

13
Uveitis Glaukoma
Gejala klinis Konjungtivitis Keratitis
anterior akut
Tergantung Menurun Menurun
Visus Normal
letak infiltrat perlahan mendadak
Hiperemi Konnjungtiva Perikornea Siliar Mix injeksi
Epifora + + + -
Sekret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal Normal Edema
Bercak Gumpalan sel Edema,
Kornea Jernih
infiltrat radang Halo(+)
BMD Cukup Cukup Sel radang (+) Dangkal
Sel radang(+),
H. Aquos Normal Normal flare(+), Kental
Tyndal efek(+)
Kripta
Iris Normal Normal Bombans menghilang
karena edema
Pupil Normal Normal Miosis Mid midriasis
Sel radang
Lensa Normal Normal Keruh
menempel

G. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

1. Pemeriksaan fisik mata

- Pemeriksaan visus tidak turun

- Uji fluoresein dengan penlight atau Slit Lamp

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan pewarnaan

Giemsa di daerah tarsus atau limbus didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil

granul. (Ilyas, 2008)

H. Diagnosis

Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan laboratorium.

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena

mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada

14
pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu

dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan

seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang

sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat

kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit,

riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-

kontak. (Ilyas, 2010).

Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi konjungtiva, sekret

atau getah mata edema konjungtiva. Pemeriksaaan laboratorium, ditemukannya

kuman-kuman atau mikroorganisme dalam sediaan langsung dari kerokan

konjungtiva atau getah mata, juga sel-sel radang polimorfonuklear atau sel-sel

radang mononuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan jamur ditemukan

adanya hyfe, sedangkan pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel sel

Eosinofil. (PDT, 2006)

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans

dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya

bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan

sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat

disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides

immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

I. Penata laksanaan

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua

penyebab klasik konjungtivitis bakteri akut adala Streptococcus pneumoni dan

Haemophyllus aegypticus .

15
Pada umunya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan

sulfonamide (Sulfacetamide 15%) atau antibiotik (Gentamycin 0,3%

Chlorampenicol 0,5%, Polimixin). Gentamycin dan tobramycin sering disertai

dengan reaksi hipersensitivitasnlokal. Penggunaan aminogliklosida seperti

gentamycin yang tidak teratur dan adekuat menyebabkan resistensi organisme

gram negatif.

Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi Amphotericin B 0,1%

yang efektif untuk Aspergillus dan Candida. Konjungtivitis karena virus,

pengobatan terutama ditujukan untuk meegah terjadinya infeksi sekunder dengan

antibiotik. Beberapa virus yang sering menyebabkan konjungtivitis ialah

Adenovirus type 3 dan 7 yang menyebabkan demam pharingokonjungtiva.

Adenovirus type 8 dan 19 menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis.

Enterovirus 70 menyebabkan konjungtivitis hemorhagik akut. Pengobatan

dengan anti virus tidak efektif. Pengobatan utama adalah suportif. Berikan

kompres hangat atau dingin, bersihkan sekret dan dapat memakai air mata buatan.

Pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin.

Konjungtivitis karena alergi diobati dengan antihistamin (Antazoline 0,5%

Naphazoline 0,05%) atau kortikosteroid (dexamethasone 0,1%). (PDT, 2006).

Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit,

konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit

autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis

yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian

penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010).

16
Klasifikasi
Etiologi Terapi
konjungtivitis
- Topikal : antibiotik spektrum luas
Diphteric
- penisilin/tetrasiklin
- Topikal : Antibiotik spektrum luas
(gentamisin, kloramfenikol)
Gonococcal - Sistemik seftriakson 1 gr intramuskular
sampai hasil swan negatif 3 hari
Bakteri
berturut-turut
Haemophilus - Topikal : Antibiotik spektrum luas
aegyptius (gentamisin, kloramfenikol)
- Topikal : Antibiotik spektrum luas
Moraxella (gentamisin, kloramfenikol)
- 0,25-2,5% zinc sulfate (spesifik terapi)
Inclusion - Topikal : eritromisin atau tetrasiklin 2-3
Chlamydia
Trakoma minggu
Epidermic
Tidak ada terapi spesifik
keratoconjunctivitis
Virus
Herpes simplex
Topikal asiklovir
atau Herpes zoster
Onchocerdiasis Sistemik terapi
Parasit
Loa-loa Bedah untuk mengilangkan parasit
(Tabel penatalaksanaan menurut etiologi)

J. Prognosis

Konjungtivitis pada umunya self limited disease artinya dapat sembuh

dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Bila

diobati sembuh dalam 1-3 hari. Konjungtivitis karena Staphylococcus sering kali

menjadi kronik dan cenderung lama penata laksanaannya. (PDT, 2006)

K. Komplikasi

1. Ulkus kornea

2. Pterigium

17
BAB 3

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Konjungtivitis merupakan keradangan pada konjungtiva

2. Konjungtivitis adalah penyakit dengan tanda mata merah tanpa

penurunan visus

3. Klasifikasi berdasarkan etiologi yaitu dikarenakan Bakteri, Virus, Alergi,

Chlamydial, dan Toxic.

4. Penata laksanaan konjungtivitis dapat dilakukan tepat sesuai etiologi.

5. Memiliki prognosis yang baik jika ditangani secara tepat.

18

Anda mungkin juga menyukai