Anda di halaman 1dari 52

POSISI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DENGAN FOTO

PERIAPIKAL TEKNIK TUBE SHIFT PADA RSGM FAKULTAS


KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR

IDA BAGUS KRESNANANDA


10.8.03.81.41.1.5.007

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2014
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

POSISI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DENGAN FOTO


PERIAPIKAL TEKNIK TUBE SHIFT PADA RSGM FAKULTAS
KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan


gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh:

IDA B AGUS KRESNANANDA


NPM: 10.8.03.81.41.1.5.007

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drg. ID.A. Nuraini Sulistiawati, M.Biomed Ni Kadek Ari Astuti, drg.,MDSc


NPK: 826 696210 NPK: 828 010 308

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN

Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara
pembuatan skripsi dengan judul "POSISI IMPAKSI MOLAR KETIGA
RAHANG BAWAH DENGAN FOTO PERIAPIKAL TEKNIK TUBE SHIFT
PADA RSGM FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS
MAHASARASWATI DENPASAR" yang telah dipertanggungjawabkan oleh
calon sarjana yang bersangkutan pada tanggaL 28 Pebruari 2014
Atas nama Tim Penguji Skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.

Denpasar, 28 PEBRUARI 2014

Tim Penguji Skripsi


FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar

Anggota:

1. Ni Kadek Ari Astuti, drg. MDSc


NPK. 828 010 308

2. Haris Nasutianto, drg.,M.Kes., Sp.RKG (K)


NPK. 826 298 162

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar

Putu Ayu Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes. FISID


NPK : 19590512 198903 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "

POSISI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH DENGAN FOTO

PERIAPIKAL TEKNIK TUBE SHIFT PADA RSGM FAKULTAS

KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

ini tepat pada waktunya.

Penulis menyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dalam

penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu

penulis sangat berterimakasih atas segala hal yang telah penulis dapatkan selama

penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Drg. I D.A. Nuraini Sulistiawati, M.Biomed selaku dosen pembimbing I

yang memberikan bimbingan, semangat dan masukan bagi penulis.

2. Drg. Ni Kadek Ari Astuti, MDSc selaku dosen pembimbing II atas

bimbingannya dan saran-saran yang sangat bermanfaat.

3. Drg. Haris Nasutianto, M.Kes, Sp. RKG(K) selaku dosen penguji serta

masukannya yang sangat berarti.

4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

5. Keluarga dan kerabat terutama ibu dan bapak, kakak dan gek Dyah tercinta

serta semua kerabat yang selalu memberikan dukungannya.

6. Teman-teman dan sahabat yaitu, Nanda Pradana, Risca PY, Andi

iv
Kumbara, Diyo, Anang, Rupa W., Gung Surya Angga Triadi, Danan dan

teman-teman angkatan 2010 lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan satu

persatu yang telah memberikan inspirasi dan semangat kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman anggota Civitas Akademik Yayasan Perguruan Saraswati yang

sudah sangat membantu dalam dakam penyusunan skripsi ini.

8. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua hal

yang telah diberikan sebagai kelancaran penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kebaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca

dan semua pihak yang memerlukan.

Denpasar, 28 Februari 2014

Penulis

v
ABSTRAK

Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga,
tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi yang letaknya tidak normal pada
lengkung rahang. Penegakan diagnosa gigi impaksi memerlukan pemeriksaan
penunjang yaitu rontgen foto. Dental radiografi ini memegang peranan yang
penting dalam menegakkan diagnosis yang secara klinis tidak terlihat,
merencanakan perawatan dan mengevaluasi hasil perawatan. Foto-periapikal
teknik tube shift merupakan salah satu foto rontgen gigi intra oral yang sering
digunakan untuk mengidentifikasi impaksi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan foto rotgen
periapikal teknik tube shift. Pada penelitian ini menggunakan 30 sampel rontgen
foto tube shift. Hasil dari penelitian menunjukan posisi impaksi pada daerah bukal
terjadi sebanyak 22 kasus (73,3%) dan pada daerah lingual terjadi sebanyak
8 kasus (26,7%). Modifikasi foto periapikal dengan menggeser sudut horizontal
cone kearah mesial atau distal sebesar 20 derajat yang disebut dengan teknik tube
shift, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam menentukan posisi impaksi
molar ketiga rahang bawah berada pada daerah bukal atau lingual, yang akan
mempermudah dalam melakukan rencana perawatan selanjutnya.

Kata Kunci: Posisi Impaksi, Molar ketiga, tube shift.

vi
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Halaman persetujuan pembimbing............................................................ ii

Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dosen.............................. iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

ABSTRAK ................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL........................................................................ ............. x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5

A. Impaksi ................................................................................ 5

1. Pengertian Impaksi ........................................................ 5

2. Etiologi impaksi Menurut Berger.................................. 5

3. Penyebab Sistemik ........................................................ 6

4. Indikasi Pengeluaran Gigi Impaksi ............................... 7

5. Klasifikasi Gigi Molar KetigaRahang Bawah............... 7

vii
B. Foto Rontgen Untuk Menegakan Diagnosa ........................ 9

C. Radioiogi Kedokteran Gigi ................................................. 10

1. Pengertian Radioiogi ..................................................... 10

2. Teknik Radiografi Kedokteran Gigi.............................. 11

a. Teknik Rontgen Foto Ekstra Oral ........................... 12

1) Teknik Rontgen Foto Panoramik ....................... 12

2) Teknik Lateral .................................................... 13

3) Teknik Postero Anterior..................................... 13

4) Teknik Antero Posterior..................................... 13

5) Teknik Cephalometri ......................................... 13

6) Proyeksi Water's ................................................ 13

7) Proyeksi Reverse Towne .................................... 14

8) Proyeksi Submentovertex ................................... 14

b. Teknik Rontgen Foto Intra Oral .............................. 14

1) Foto Rongen Bite Wing ..................................... 14

2) Foto Rontgen Oklusal ........................................ 15

3) Foto Rontgen Periapikal .................................... 16

a) Teknik Biseksi.............................................. 17

b) Teknik Parallel ............................................. 19

c) Buccal Object Rule (Tube Shift).................. 21

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 25

A. Rancangan Penelitian .......................................................... 25

B. Variable Penelitian ............................................................. 25

viii
C. Deflnisi Operasional............................................................ 25

D. Instrument Penelitian........................................................... 26

E. Pengumpulan Data .............................................................. 27

F. Analisis Data ....................................................................... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................... 28

A. Hasil Pengamatan Obyek Penelitian ................................... 28

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 34

A. Kesimpulan ....................................................................... 34

B. Saran ................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 35

LAMPIRAN .............................................................................................. 36

ix
DAFT AR TABEL

1. Tabel 4.1 Hasil Penelitian dari semua sampel dalam menentukan

kelas impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell dan

Gregory ........................................................................................... 28

2. Tabel 4.2 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan

posisi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell dan

Gregory ........................................................................................... 28

3. Tabel 4.3 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan

posisi impaksi molar ketiga rahang bawah menurut George

Winter.............................................................................................. 29

4. Tabel 4.4 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan

posisi Impaksi molar ketiga rahang bawah dengan foto periapikal

teknik tube shift ............................................................................... 29

x
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Radiografi intra oral ................................................... 22

2. Gambar 2.1. Radiografi intra oral ................................................... 22

3. Gambar 2.1. Radiografi intra oral ................................................... 23

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Menentukan posisi impaksi menurut

Pell & Gregory dan George Winter .............................................. 37

Lampiran 2 : Menentukan posisi impaksi dengan

teknik tube shift ............................................................................ 38

Lampiran 3 : Viewer ............................................................................................ 39

Lampiran 4 : Dental X-ray Periapikal ................................................................. 39

Lampiran 5 : Hasil foto periapikal teknik tube shift............................................. 39

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga,

tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi yang letaknya tidak normal pada

lengkung rahang (Alamsyah, 2005). Gigi yang paling sering mengalami kasus

impaksi adalah gigi molar ketiga, sehari-hari kita biasanya menyebut gigi

molar ketiga gigi geraham bungsu. Penyebutan ini mungkin disebabkan oleh

karena gigi ini merupakan gigi yang tumbuh terakhir selama hidup. Gigi molar

ketiga juga memiliki makna khusus dalam filosofi Tibet, tumbuhnya gigi

molar ketiga merupakan syarat tercapainya hubungan gigi yang teratur,

harmonis, seimbang sehingga kesempurnaan secara keseluruhan juga dapat

dipertahankan (Tetsch dkk, 1992 cit. Soelistiono, 2008).

Filosofi-filosofi tersebut pada kenyataannya bertolak belakang dengan

kenyataan dalam kehidupan sehari-hari di mana gigi molar ketiga sering

dianggap sebagai pembawa masalah. Gigi molar ketiga dapat menyebabkan

gangguan keharmonisan alat pengunyah dan status kesehatan umum dan

seringkali menyebabkan komplikasi pada individu yang bersangkutan. Gigi

molar ketiga dari segi perawatan gigi biasanya mempengaruhi rencana

perawatan dalam semua bidang kedokteran gigi dan merupakan faktor utama

dilakukannya operasi gigi (Tetsch dkk, 1992 cit. Soelistiono, 2008).

1
2

Impaksi gigi dapat disebabkan beberapa hal, di antaranya rahang yang

terlalu kecil dan ketebalan tulang rahang. Fungsi pengunyahan menjadi

berkurang karena makanan sekarang lebih lunak sehingga menyebabkan

pertumbuhan rahang kecil. Kebiasaan makan makanan yang lebih lunak dapat

menyebabkan berkurangnya ukuran rahang. Jadi, ukuran rahang manusia

sekarang cenderung makin kecil sehingga kasus gigi geraham yang impaksi

meningkat (Bujra, 2010 cit. Soelistiono, 2008).

Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah

erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang

lainnya sudah erupsi. Pada kasus tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat

secara klinis tetapi dapat menyebabkan gangguan pada daerah rongga mulut

seperti rasa sakit, resorbsi gigi yang berdekatan dan abses (Bianto, 2011).

Dental radiogram ini memegang peranan yang penting dalam menegakkan

diagnosis yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan

mengevaluasi hasil perawatan. Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram

yang dibuat dengan teknik yang tepat (Margono, 1998).

Radiografi yang digunakan di kedokteran gigi adalah teknik radiografi

ekstra oral dan teknik radiografi intra oral (Whaites, 2003). Teknik radiografi

ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan

tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto rontgen ekstra

oral yang paling sering digunakan adalah foto rontgen panoramik, sedangkan

contoh foto rontgen ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto posterio

anterior, foto cephalometri, proyeksi waters, proyeksi reverse, proyeksi


3

submentovertex (Haring, 2000).

Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar

secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk

mendapatkan gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi

diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga teknik radiografi intra

oral yaitu teknik rontgen periapikal, bitewing dan oklusal (Brocklebank,

1977).

Teknik rontgen periapikal digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota

serta akar gigi dan tulang pendukungnya. Ada tiga teknik pemotretan yang

digunakan untuk memperoleh foto periapikal yaitu teknik parallel, bisektris,

dan tube shift (Margono, 1998).

Teknik tube shift disebut juga teknik pergeseran tabung, dasar teknik ini

adalah kaidah yang menyebutkan bahwa gigi yang terpendam atau benda

asing yang bergerak searah dengan gerakan konus menunjukan bahwa obyek

berada di bagian lingual, apabila obyek bergerak berlawanan dengan gerakan

konus maka obyek berada di labial atau bukal (Margono, 1998).

Di lihat dari posisinya George Winter mengklasifikasikan posisi impaksi

meliputi posisi vertikal, posisi horizontal, posisi mesioangular, posisi

distoangular, posisi inverted dan posisi unusual.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan teknik foto

periapikal teknik tube shift yang akan membantu dalam rencana perawatan.
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang

dapat peneliti ajukan dalam skripsi ini adalah bagaimana menentukan posisi

impaksi molar ketiga rahang bawah dengan foto periapikal teknik tube shift

pada RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi impaksi molar

ketiga rahang bawah dengan foto periapikal teknik tube shift pada RSGM

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dalam skripsi ini adalah dapat mengetahui

peranan foto periapikal teknik tube shift dalam melihat posisi impaksi pada

molar ketiga rahang bawah pada RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Mahasaraswati Denpasar.

Dengan diketahuinya peranan teknik foto periapikal teknik tube shift

dalam melihat posisi impaksi molar ketiga rahang bawah pada mahasiswa

klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar,

diharapkan dapat membantu menentukan rencana perawatan selanjutnya pada

impaksi molar ketiga rahang bawah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. lmpaksi

Gigi ampaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang

sekitar, jaringan patologis dan gigi yang posisinya tidak sesuai dengan lengkung

rahang (Alamsyah, 2005)

Gigi permanen manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi

molar ketiga bawah, lalu gigi molar ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas.

Archer menulis bahwa frekwensi impaksi gigi molar ketiga atas yang terbanyak

dibandingkan dengan molar ketiga bawah (Soelistiono, 2008). Kenyataannya di

indonesia, impaksi gigi molar ketiga bawah frekwensinya lebih banyak daripada

molar ketiga atas (Sitanggung, 1975). Frekwensinya berturut-turut gigi molar

ketiga bawah, gigi molar ketiga atas, gigi caninus atas, gigi premolar bawah, gigi

caninus bawah, gigi premolar atas, gigi incisivus atas atau bawah (Sitanggung,

1975).

1. Etiologi Impaksi Menurut Berger dibagi menjadi ( Bianto, 2011)

a. Penyebab lokal:

1) Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.

2) Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.

3) Keradangan yang menahun dan terus menerus sehingga dapat

menyebabkan bertambahnya jaringan mukosa di sekitarnya.

4) Tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat, ini mengakibatkan hilang atau

berkurangnya tempat untuk gigi permanen penggantinya.

5
6

b. Penyebab sistemik :

1) Herediter

Dimana rahangnya sempit sedangkan gigi geliginya besar.

2) Miscegenation (percampuran ras)

Misalnya, perkawinan campuran dari satu ras yang mempunyai gen dominan,

gigi besar dan ras lainnya dominan pada rahang yang kecil atau sempit.

3) Penyebab postnatal

Semua keadaan-keadaan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak,

misalnya penyakit: ricketsia, anemia, syphilis, TBC, gangguan kelenjar

endokrin, malnutrisi.

c. Keadaan yang jarang ditemukan:

1) Cleidoncranial disostosis

Keadaan kongenital yang jarang ditemukan, dimana terlihat cacat ossifikasi

dari tulang tengkorak, hilangnya sebagian atau seluruhnya tulang clavicula,

terlambatnya exfoliasi gigi sulung, gigi permanen tidak erupsi dan terdapat

rudimenter supernumerary teeth.

2) Oxycephali

Suatu keadaan dimana terlihat kepala yang meruncing seperti kerucut. Pada

keadaan ini terdapat gangguan pada tulang-tulang kepala.

3) Progeria

Bentuk tubuh yang kekanak-kanakan ditandai dengan perawakan kecil, tidak

adanya rambut pubis, kulit berkerut, rambut berwarna keabu-abuan tetapi

wajah, sikap serta tingkah lakunya seperti orang tua.


7

4) Achondoplasia

Herediter, terdapat gangguan kongenital dari skeleton sehingga menyebabkan

dwarfism (kerdil).

5) Cleft palate

Fisura pada langit-langit yang kongenital, disebabkan adanya defect atau cacat

pada pertumbuhan waktu embrio.

2. Indikasi Pengeluaran Gigi Impaksi (Bianto, 2011)

a. Pertumbuhan rahang yang kurang sempurna atau ketidak seimbangan antara

besarnya gigi dan besarnya rahang. Keadaan ini dapat menyebabkan

maloklusi, sebab gigi molar ketiga adalah gigi terakhir bererupsi dan tidak

mendapatkan ruangan yang cukup pada lengkung rahang, Pengeluaran gigi

molar ketiga hampir selalu diindikasikan sebelum perawatan orthodonti untuk

merawat maloklusi oleh karena letak gigi yang berdesakan.

b. Erupsi sebagian atau impaksi

Erupsi yang tertahan juga merupakan prophylactic gigi molar ketiga,

utamanya bila operkulum di atas mahkota gigi selalu terkena trauma dan

adanya hypertrophy gingival.

3. Klasifikasi Gigi Impaksi Molar Ketiga Rahang Bawah (Pederson, 1996)

Ada beberapa macam klassifikasi yang dibuat mengenai gigi impaksi

molar ketiga rahang bawah.


8

a. Klassifikasi menurut PELL & GREGORY

Berdasarkan hubungan letak gigi molar ketiga bawah terhadap ramus

mandibula dan distal molar kedua bawah :

1) Klas I : Dimana terdapat ruangan yang cukup untuk ukuran mesiodistal

mahkota gigi molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan permukaan

distal gigi molar kedua bawah.

2) Klas II : Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua bawah dan

ramus mandibula lebih kecil dari ukuran mesiodistal mahkota gigi molar

ketiga bawah.

3) Klas III: Semua gigi molar ketiga bawah terletak dalam ramus mandibula.

b. Berdasarkan hubungan dengan dalamnya posisi gigi molar ketiga dalam tulang

rahang.

1) Posisi A : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di atas atau pada

batas garis oklusal gigi rahang bawah.

2) Posisi B : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis

oklusal, tetapi masih di atas garis servikal dari gigi molar kedua.

3) Posisi C : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis

servikal dari molar kedua.

c. Klassifikasi menurut GEORGE WINTER (Balaji, 2009).

Berdasarkan posisi dari axis memanjang gigi impaksi molar ketiga bawah

dengan axis memanjang gigi molar kedua George Winter mengklasifikasikan:

1) Klas I: Posisi vertikal

2) Klas II: Posisi mesioangilar

3) Klas III: Posisi horizontal


9

4) Klas IV : Posisi distoangular

5) Klas V ; Posisi buccoangular

6) Klas VI: Posisi linguoangular

7) Klas VII: Posisi inverse (Terbalik)

Ketujuh posisi impaksi molar ketiga bawah ini dapat terjadi bersamaan

dengan buccal versi, lingual versi, torso versi.

d. Impaksi Vertikal: Posisi gigi molar ketiga bawah kurang lebih vertikal tetapi

impaksinya di bawah bagian distal mahkota molar kedua, mahkota bagian

distal molar ketiga biasanya berada di dalam ramus ascendens anterior

mandibula.

e. Impaksi mesioangular : Impaksi ini lebih sering terjadi. Gigi molar ketiga

bawah membuat sudut dengan mahkota gigi molar kedua dimana inklinasinya

ke anterior.

f. Impaksi Horisontal : Pada gigi molar ketiga yang impaksi horizontal, garis

axialnya mendatar hampir sejajar dengan permukaan oklusal.

g. Impaksi distoangular : Permukaan oklusal gigi molar ketiga menjauhi ke

posterior gigi molar kedua dimana akar molar ketiga mungkin berhubungan

dengan akar gigi molar ketiga.

B. Foto Rontgen Untuk Menegakkan Diagnosa

Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah

erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lainnya

erupsi. Pada kasus tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat secara klinis tetapi

dapat menyebabkan gangguan pada daerah rongga mulut seperti rasa sakit,
10

resorbsi gigi yang berdekatan dan abses (Bianto, 2011).

Dental radiogram ini mernegang peranan yang pentjng dalam menegakkan

diagnosis yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan

mengevaluasi hasil perawatan. Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang

dibuat dengan teknik yang tepat (Margono, 1998).

C. Radiologi Kedokteran Gigi

1. Pengertian radiologi

Radiologi adalah ilmu untuk melihat bagian dalam tubuh manusia

menggunakan pancaran atau radiasi gelombang, baik gelombang

elektromagnetik maupun gelombang mekanik. Radiologi juga digunakan

dalam kedokteran gigi guna menegakkan diagnosis, biasa disebut radiology

dental. Radiograf dental ini memegang peranan yang penting dalam

menegakan diagnosis, merencanakan perawatan dan mengevaluasi hasil

perawatan (Margono, 1998).

Wilhem Conrad Rontgen adalah penemu dari sinar x, beliau adalah

seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman. Saat melihat

timbulnya sinar fluoresensi yang berasai dari Kristal barium platinosianida.

Pada tahun 1901 ia mendapat hadiah nobel atas penemuan tersebut. Akhir

Desember 1895 dan awal Januari 1896 Dr Otto Walkhoff (dokter gigi) dari

Jerman merupakan orang pertama yang menggunakan sinar x pada foto gigi

premolar bawah (Boel, 2009).


11

Sinar x merupakan gelombang elektromagnetik yang keluar dari anoda

tabung sinar x setelah penembakan target dengan elektron berkecepatan

tinggi. Proses terjadinya sinar x yaitu terjadi dari tabung gelas hampa udara,

dimana ada pertemuan elektroda positif/ anoda dan elektoda negatif/ katoda

(Margono, 1998).

Radiologi telah menjadi popular beberapa tahun terakhir, hal ini

dikarenakan dapat memudahkan pekerjaan di bidang kesehatan dalam

memperoleh informasi dan menentukan rencana perawatan. Radiologi adalah

ilmu yang mempelajari mengenai diagnosis dan perawatan suatu penyakit

yang digunakan dalam bidang kesehatan dengan menggunakan sinar x. Dalam

penerapannya, radiografi biasanya digunakan untuk melihat bagian dalam

tubuh manusia yang tak tembus pandang, Hasil dari pengambilan gambar

dengan radiografi disebut radiogaf (Harty, 2009).

2. Teknik radiografi dalam kedokteran gigi

Radiografi yang digunakan dikedokteran gigi adalah teknik radiografi

ekstra oral dan teknik radiografi intra oral (Whaites, 2003). Teknik foto

rontgen ekstra oral, digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan

tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto rontgen ekstra

oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto rontgen

panoramik, sedangkan contoh foto rontgen ekstra oral lainnya adalah foto

lateral, foto antero posterior, foto postero anterior, foto cephalometri,

proyeksi-Waters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi Submentovertex. Teknik

intra oral, pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya

ditempatkan di dalam mulut pasien.


12

Untuk mendapatkan gambaran lengkap rongga rnulut yang terdiri dari 32

gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan

radiografi intra oral yaitu, pemeriksaan foto rontgen oklusal, bitewing, dan

periapikal (Brocklebank, 1977). Gambaran yang dihasilkan pada foto rontgen

periapikal dapat digunakan untuk mengetahui kelainan yang tidak tampak

dapat diketahui secara jelas, sehingga sangat membantu dalam menentukan

suatu diagnosa serta rencana perawatan (Haring, 2000).

a. Teknik foto ekstra oral

Teknik radiografi ekstra digunakan untuk melihat area yang luas pada

rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut, foto

rontgen ekstra oral yang paling sering digunakan adalah foto rontgen

panoramic, sedangkan contoh foto rontgen ekstra oral lainnya adalah foto

lateral, foto anteo posterior, foto postero anterior, foto cephalometri, proyeksi

waters, proyeksi reverse, proyeksi submentovertex (Haring, 2000).

Beberapa foto rontgen yang ekstra oral yang paling umum digunakan yaitu

. (White dan Pharoah, 2004).

1) Teknik panoramik

Teknik ini memberi gambaran radiografik dari kedua rahang dan

sekitarnya secara menyeluruh dalam satu film. Kegunaan dari gambaran

radiografik ini antara lain untuk rencana perawatan ortodonsi, perkiraan lesi-

lesi pada tulang, perkiraan molar ketiga dan lainnya. Tubehead dan film pada

teknik ini berputar mengitari kepala pasien searah 180


13

2) Teknik lateral

Teknik radiografi ini masih menggunakan dental x-ray walaupun sudah

termasuk metode ekstra oral. Biasanya digunakan untuk membuat radiografik

pada rahang bawah. Teknik ini dibagi menjadi dua berdasarkan obyek yang

diproyeksikan, yaitu Lateral oblique projection of body mandibulae dan

Lateral oblique projection oframus mandibulae.

3) Teknik postero anterior

Teknik ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau

kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Dapat juga memberikan

gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis,

fossanasalis, dan orbita.

4) Teknik antero posterior

Foto rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan

maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta

tulang hidung.

5) Teknik cephalometri

Penggunaan teknik ini untuk melihat hubungan gigi, struktur kraniofasial

dan tulang rahang.

6) Proyeksi Water's

Teknik ini merupakan variasi dari gambaran posteroanterior untuk melihat

keadaan sinus maksilaris. Film ditempatkan di depan pasien dan tegak lurus

dengan midsagital plane. Agar sinus lebih terlihat maka kepala pasien

dinaikkan sampai the canthomeatal line membentuk sudut 37 terhadap


14

cassette.

7) Proyeksi Reverse-Towne

Pada teknik ini pasien menghadap film dengan ujung dahi dan ujung

hidung menyentuh dahi atau biasa disebut forehead-nose position. Tubehead

diarahkan ke atas dari bawah occipital dengan membentuk sudut 30 terhadap

horizontal dan sinar melewati condyle.

8) Proyeksi submentovertex

Pada teknik ini cassette diletakkan sejajar dengan transversal (horizontal)

plane pasien dan tegak lurus dengan midsagital plane dan coronal plane.

Biasanya teknik ini digunakan untuk melihat keadaan tulang condyle,

sphenoid sinus, lengkung mandibula, dinding dari sinus maksilaris dan

kemungkinan fraktur di daerah zygomatic.

b. Teknik foto intra oral

Teknik rontgen intra oral digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota

serta akar gigi dan tulang pendukungnya (Margono, 1998). Pemeriksaan gigi

dan jaringan sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut

pasien. Ada tiga jenis pemeriksaan radiografi intra oral yaitu: pemeriksaan

foto rontgen bitewing, oklusal, dan periapikal (White dan Pharoah, 2004).

1) Teknik foto Bitewing (Sayap Gigit)

Raper pada tahun 1925 adalah orang yang pertama kali memperkenalkan

teknik bitewing. Teknik bitewing digunakan untuk mendeteksi karies di

permukaan proksimal gigi dan puncak alveolar yang secara klinis tidak dapat

dideteksi. Teknik pemotretan bitewing dilakukan dengan cara pasien


15

menggigit sayap dari film yang berfungsi sebagai stabilisasi film dalam

rongga mulut. Dasar teknik bitewing merupakan suatu teknik kesejajaran yang

telah mengalami sedikit modifikasi yakni sudut antara bidang vertikal dengan

konus adalah 0-10 derajat (Margono, 1998).

a) Kelebihan Film Bitewing

Kelebihan dari teknik bitewing adalah satu film dapat di gunakan untuk

memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus. Letak film dalam

teknik ini tidak berubah oleh gerakan lidah dan teknik ini mudah dilakukan.

Tambalan yang cukup dalam dan adanya pulp caping pada gigi yang tidak

dapat terdeteksi dengan foto periapikal standar, dengan teknik bitewing dapat

dideteksi (Whaites, 2003)

b) Kelemahan Film Bitewing

Teknik bitewing memiliki beberapa kelemahan seperti, pasien sering kali

merasa kesulitan saat mengoklusikan kedua rahang sehingga puncak alveolar

tidak terlihat, dan selain itu tidak dapat melihat keadaan tulang alveolar dan

daerah apikal gigi (Margono, 1998).

2) Teknik Foto Oklusal

Film oklusal adalah semua film yang diletakan pada bagian oklusal dalam

rongga mulut. Biasanya film yang dipergunakan ukurannya 5,7 x 7,6 cm.

Teknik oklusal pada penderita anak-anak dapat menggunakan film periapikal

standar, dan apabila ingin memperoleh gambaran yang luas dari daerah rahang

yang ingin dilihat maka dapat digunakan dua film periapikal yang digabung
16

menjadi satu. Dalam teknik oklusal dapat dikelompokkan menjadi dua bagian

yaitu, true occlusal yang disebut juga cross section view/right angle view, dan

oblik oklusal atau topografik oklusal. Radiograf oklusal dapat digunakan

untuk mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan batu di dalam

saluran glandula saliva, mengetahui tempat yang tepat dari akar gigi, gigi

supernumerary gigi impaksi. Melihat batas tengah, depan, dan pinggir dari

sinus maksilaris. Menunjukan letak fraktur pada mandibula dan maksila,

untuk memeriksa bagian medial dan lateral bagian yang terkena kista,

osteomeilitis dan gejala keganasan yang menjalar ke daerah palatal.

Memeriksa pasien trismus dimana penderita tidak dapat membuka mulut atau

dapat membuka mulut yang tidak terlalu besar, sehingga tidak dapat dibuat

radiograf intraoral yang lain karena memasukkan film kedalam mulut

penderita akan menyebabkan rasa sakit (Margono, 1998).

3) Teknik Foto Periapikal

Teknik rontgen periapikal digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota

serta akar gigi dan tulang pendukungnya (Margono, 1998). Perlu diperhatikan

dalam pemotretan rontgen periapikal adalah sebelum kita melakukan

pengambilan foto periapikal, kita harus menginstuksikan kepada pasien agar

melepas alat-alat di daerah yang akan diperiksa, misalnya alat orthodonsi, gigi

tiruan lepasan atau kaca mata. Posisi kepala penderita diatur sedemikian rupa,

untuk rahang atas "garis hidung telinga" sejajar lantai, dengan demikian pada

waktu pasien membuka mulut, bidang oklusi rahang atas sejajar lantai,

sedangkan untuk rahang bawah "garis ujung bibir telinga" sejajar lantai,
17

dengan dernikian pada waktu pesien membuka mulut, bidang oklusi sejajar

lantai. Instruksikan pada pasien untuk menahan film dengan ibu jari tanpa

menekan dan tidak bergerak selama pemotretan. Pemotretan gigi regio

anterior atas biasanya ditahan dengan ibu jari, regio anterior bawah, posterior

kiri atas dan bawah ditahan dengan telunjuk kanan, regio posterior kanan atas

dan bawah ditahan dengan telunjuk kiri (Haring, 2000).

Ada tiga teknik pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto

periapikal yaitu teknik biseksi, parallel, tube shift (buccal object rule).

a) Teknik Biseksi

Teknik foto periapikal biseksi sering juga disebut metode garis bagi. Pada

teknik ini posisi film tidak sejajar dengan sumbu panjang bidang film, dan

konus yang dipakai adalah konus pendek. Dasar teori teknik pemotretan

radiografis metode garis bagi adalah teori geometrik. Pada pembuatannya,

apabila menguasai tekniknya maka panjang gigi dalam radiogram akan

mendekati kebenaran, akan tetapi apabila kurang menguasai tekniknya maka

akan menimbulkan banyak problem, salah satunya adalah distorsi gambar

(Margono, 1998).

(1) Pelaksanaan Teknik Biseksi

Pertama kita harus menerangkan kepada penderita tentang cara kerja pada

waktu pengambilan dan pakaikanlah baju timah hitam kepada penderita,

kemudian penderita diinstruksikan menanggalkan segala yang merintangi

pembuatan radiogram yang menyebabkan gambaran radiopak pada

radiogramnya misalnya, gigi palsu, pelat ortho dan kaca mata. Terakhir
18

perhatikan kepala penderita dan letakan kepala penderita pada tempat yang

benar di sandaran kepala dari kursi dental dan instruksikan agar tidak

menggerakan kepalanya (Margono, 1998)

(2) Teknik Penentuan Posisi Pemotretan

Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang diperiksa ada di

pertengahan film untuk gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. Film harus

dilebihkan kurang lebih 2 mm di atas permukaan oklusal/insisal untuk

memastikan seluruh gigi tercakup di dalam film. Perlu diperhatikan juga sisi

yang menghadap tabung sinar-x adalah sisi yang menghadap gigi dengan

tonjol orientasi menghadap ke arah mahkota gigi. Pasien diminta untuk

menahan film dengan perlahan tanpa tekanan, dengan ibu jari atau telunjuk

(menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat menyebabkan film

menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan). Tabung sinar-x diarahkan ke

gigi dengan sudut vertikal dan horizontal yang tepat. Lakukan penyinaran

dengan kondisi yang telah ditentukan. (Whaites, 2003)

(3) Cara meletakkan film di dalam mulut

Untuk gigi depan seperti gigi insisivus sampai kaninus atas ataupun

bawah, sumbu panjang film diletakan secara vertikal, sedangkan sumbu

panjang film di letakkan secara horizontal untuk gigi belakang. Gigi yang

akan dibuat foto rontgennya harus berada di tengah-tengah film dan jarak

oklusal gigi dan pinggir film adalah 3 mm (Margono, 1998).


19

(4) Fiksasi film di dalam mulut

Fiksasi film pada gigi kaninus terutama kaninus atas film dipasang

sedemikian sehingga sumbu gigi berada diagonal dari film, sedangkan untuk

gigi molar ketiga atas ataupun bawah film dipasang sedemikian sehingga

pinggir depan film diletakkan pada setengah mesio-distal dari gigi molar satu.

Fiksasi film harus berada di bagian gigi untuk mencegah agar film tidak

melengkung yang dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan gambar gigi

dari ukuran gigi sebenarnya (Margono, 1998).

b) Teknik Parallel

Teknik parallel disebut juga teknik kesejajaran atau teknik konus panjang,

karena pada teknik pembuatannya digunakan konus panjang. Pada teknik ini

posisi film di dalam mulut penderita terhadap sumbu panjang gigi adalah

sejajar dan arah sinar tegak lurus pada bidang film, jadi tegak lurus juga

dengan sumbu panjang gigi (Margono, 1998).

(1) Teknik Pemotretan Parallel

(a) Untuk pemeriksaan gigi insisivus dan kaninus rahang atas dan bawah

gunakan film holder khusus untuk regio anterior, dengan film

ditempatkan secara vertikal. Sedangkan untuk gigi premolar dan

molar gunakan film holder khusus untuk regio posterior, film

ditempatkan secara horizontal. Harus diperhatikan sisi film yang

berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap ke arah datangnya

sinar-x.
20

(b) Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal sejajar

dengan lantai.

(c) Film holder beserta film ditempatkan di dalam mulut, regio

premolar dan molar rahang bawah, ditempatkan di sulkus lingual,

berhadapan dengan gigi yang diperiksa.

(d) Gigi yang diperiksa diusahakan menggigit bite lock

- Letakkan gulungan kapas di bawah bite lock, yang dapat menjaga

film dan gigi pada posisi paralel, juga megurangi rasa tidak

nyaman karena adanya holder di dalam mulut.

- Pasien diminta menggigit secara perlahan, agar posisi bite lock

stabil.

- Lingkaran penentu arah sumber sinar-x ditempatkan sesuai

posisinya.

Sesuaikan posisi lingkaran penentu dengan ujung cone. Dengan

ini sudut horizontal dan vertikal sudah diatur pada posisi

yang benar (Whaites, 2003).

(2) Keuntungan Teknik Parallel

Keuntungan dari teknik ini adalah gambar yang dihasilkan jauh lebih

baik, gambaran yang dihasilkan lebih mendekati kebenaran ukurannya

dibandingkan dengan teknik bidang bagi. Teknik ini apabila dipergunakan

untuk pembuatan rontgen gigi molar atas, maka tidak akan terjadi super

impose dengan tulang sigomatikus dan dasar dari sinus maksilaris (Margono,

1998)
21

(3) Kerugian Teknik Parallel

Kerugian dari teknik ini adalah susah meletakan alat yang cukup besar

ukurannya, terutama pada anak- anak dengan ukuran mulut yang kecil dan

palatum yang dangkal (Margono, 1998).

c) Teknik Tube shift ( Buccal object rule)

Suatu radiografi periapikal standar hanya dapat menentukan obyek dalam

dua dimensi yaitu hubungan anterior-posterior dan superior-inferior.

Hubungan medio-lateral tidak dapat ditentukan. Dengan tube shift (buccal

object rule), hubungan ini dapat ditentukan.

Sebelum cara ini ditemukan oleh Clark (1910), cara yang lazim dipakai

adalah menyebutkan bahwa obyek yang lebih dekat dengan film akan

menghasilkan gambar yang lebih jelas. Akan tetapi cara ini banyak

kelemahannya karena tergantung pada pemrosesannya, Buccal object rule juga

biasa disebut sebagai teknik pergeseran tabung (teknik tube shift). Dasar

teknik adalah kaidah yang menyebutkan bahwa gigi yang terpendam atau

benda asing yang bergerak searah dengan gerakan konus menunjukan bahwa

obyek berada dibagian lingual, apabila obyek bergerak berlawanan dengan

gerakan konus maka obyek berada di labial atau bukal (Margono, 1998).

Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.1 foto pertama dilakukan

dengan foto periapikal standar, dalam radiogram terlihat bahwa huruf A dan

huruf B berimpit, kemudian pada gambar 2.2 konus digeser ke distal 20

derajat ke arah distal, dalam radiogram terlihat bahwa huruf A berada di


22

lingual dan huruf B berada dibagian bukal, ternyata bila dicocokan dengan

kaidah terbukti sesuai.

Pada gambar 2.3 terlihat pergeseran konus pada angulasi horizontal,

menunjukan suatu obyek A dan B dengan pergeseran konus ke arah distal.

Terlihat obyek A lebih dekat ke arah distal, sedangkan semua bayangan obyek

ke arah mesial berlawanan dengan pergeseran konus.

Gambar 2.1 Radiografi intra oral (Margono, 1998)

Gambar 2.3. Radiografi intra oral (Margono, 1998)


23

Gambar 2.3 Radiografi intra oral (Margono, 1998)

Teknik Tube Shift / buccal object rule disebut metode dark rule's

dapat dipergunakan untuk menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang

bawah. Diperlukan dua kali pembuatan radiografi, yang pertama proyeksi

periapikal standar dan yang kedua mengubah arah sinar x dalam arah

vertikal / horizontal.

(1) Horisontal Angulation

Pertama dilakukan pemotretan dengan sudut vertikal dan horizontal yang

sesuai (cone lurus). Kemudian dilakukan pemotretan dengan mengubah

sudut cone lebih mengarah ke distal. Apabila objek bergerak searah

pergeseran cone maka objek berada di lingual, sebaliknya apabila objek

bergerak berlawanan arah dengan pergeseran cone maka objek berada di

bukal, dan bila ternyata objek tidak bergerak maka objek terletak pada bidang

vertikal yang sama dengan objek referensi.

(2) Vertikal Angulation

Pertama dilakukan pemotretan dengan sudut vertikal dan horizontal yang

sama (cone lurus). Kemudian dilakukan pemotretan dengan mengubah

sudut cone lebih mengarah ke atas (Margono, 1998).


24

Di lihat dari posisinya George Winter mengklasifikasikan posisi

impaksi meliputi posisi vertikal, posisi horizontal, posisi mesioangular, posisi

distoangular, posisi inverted dan posisi unusual. Oleh karena itu penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang menentukan posisi impaksi molar

ketiga rahang bawah dengan teknik foto periapikal teknik tube shift yang

akan membantu dalam menentukan rencana perawatan (Margono, 1998).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode observasional, yaitu dengan membandingkan rontgen foto

pertama dan kedua impaksi molar ketiga rahang bawah yang diambil dengan

teknik periapikal kemudian diinterpretasi menggunakan teknik tube shift.

Identifikasi variabel.

1. Variabel terikat: lokasi impaksi gigi molar ketiga rahang bawah

2. Variabel bebas : foto periapikal dengan teknik tube shift.

B. Sampel

Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 sampel yang

diambil dari hasil foto rontgen mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unmas yang

mengikuti kepanitraan klinik rontgen periode genap bulan Oktober tahun 2013.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, dimana

pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan perorangan atau

pertimbangan peneliti (Sudjana, 1996).

C. Definisi operasional

1. Teknik rontgen periapikal biseksi merupakan teknik radiografi intra oral yang

mencangkup gigi geligi dan jaringan sekitar sampai dengan daerah periapikal.

25
26

Teknik ini menggunakan film standar ukuran 3x4 digunakan untuk melihat

keseluruhan mahkota serta akar gigi dan jaringan pendukungnya. Teknik ini

dilakukan dengan cone atau arah sinar x tegak lurus dengan garis bagi sudut

antara film dan gigi.

2. Teknik tube shift juga biasa disebut sebagai teknik pergeseran tabung. Dasar

teknik adalah kaidah yang menyebutkan bahwa gigi yang terpendam atau

benda asing yang bergerak searah dengan gerakan arah konus menunjukan

bahwa obyek berada dibagian lingual dan apabila obyek bergerak berlawanan

dengan gerakan konus maka obyek berada di labial atau bukal (SLOB).

Teknik ini dilakukan dengan pengambilan gambar sebanyak dua kali, foto

rontgen pertama dengan periapikal biasa dan foto rontgen kedua dengan

teknik tube shift, kemudian hasil foto rontgen pertama dibandingkan dengan

foto rontgen kedua dan selanjutnya diinterpretasin dengan hukum SLOB

(Margono, 1998).

3. Impaksi gigi molar ketiga rahang bawah dilihat dari hasil foto rontgen

periapikal adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang

sekitarnya atau jaringan patologis, gigi yang letaknya tidak normal pada

lengkung rahang (Alamsyah, 2005).

D. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan oleh mahasiswa klinik radiologi adalah

foto rontgen periapikal teknik tube shift untuk melihat impaksi molar ketiga

rahang bawah berada lebih ke bukal atau ke lingual.


27

Alat dan bahan penelitian

1. Dental X-ray unit sirona heliodent vario

2. Film periapikal (intra oral x-ray film) merk AGFA HERAEUS E-Speed

3. Larutan developer merk SUPER BROM

4. Larutan fixir merk ACIFIX

5. Viewer

6. Hand scone

7. Masker

8. Air

9. Dryer

10. Frame film

E. Pengumpulan data

Penelitian dilaksanakan pada:

Hari, tanggal : Selasa, 15 Pebruari 2014

Pukul : 10.00-12.00 wita

Tempat : Lab Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi Unmas

Adapun alur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan dan menetapkan obyek penelitian

2. Menyiapkan hasil foto periapikal teknik tube shift yang telah dilakukan oleh

mahasiswa klinik radiologi Universitas Mahasaraswati Denpasar sebanyak

30 sampel.
28

3. Selanjutnya membaca hasil foto periapikal teknik tube shift dan menentukan

posisi impaksi molar ketiga rahang bawah berada di daerah bukal atau lingual.

4. Memaparkan data yang diperoleh kedalam bentuk tabel hasil penelitian,

F. Analisis data

Untuk menganalisa peranan foto periapikal teknik tube shift dalam melihat

gigi impaksi molar ketiga rahang bawah digunakan analisis data deskritif.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil pengamatan obyek penelitian

Tabel 4.1 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan kelas
Impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell dan Gregory

Kelas N %
Kelas 1 3 10.0%
Kelas 2 12 40.0 %
Kelas 3 15 50.0 %
Total 30 100.0 %

Hasil dari pengambilan foto periapikal teknik tube shift dalam

menentukan posisi impaksi molar ke tiga rahang bawah dilihat dari

klasifikasi kelas pada tabel 4.1 menunjukan kelas 1 terjadi sebanyak 3 kasus

(10,0%), kelas 2 terjadi sebanyak 12 kasus (40,0%) dan kelas 3 terjadi

sebanyak 15 kasus (50,0%).

Tabel 4.2 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan posisi
Impaksi molar ketiga rahang bawah menurut Pell dan Gregory

Posisi N %
Mesioangular 10 33.3 %
Horizontal 16 53.3 %
Vertikal 2 6.7 %
Distoangular 2 6.7 %
Total 30 100.0 %

Hasil dari pengambilan foto periapikal teknik tube shift dalam

menentukan posisi impaksi molar ke tiga rahang bawah dilihat dari

klasifikasi posisi pada tabel 4.2 menunjukan posisi mesioangular terjadi

29
30

sebanyak 10 kasus (33,3%), horisontal terjadi sebanyak 16 kasus (53,3%),

vertikal terjadi sebanyak 2 kasus (6,7%) dan posisi distoangular terjadi

sebanyak 2 kasus (6,7%).

Tabel 4.3 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan posisi
Impaksi molar ketiga rahang bawah menurut George Winter.

Posisi N %
A 8 26,7%
B 6 20,0%
C 1 3,3%
Total 15 50,0%
Tidak termasuk 50,0%
posisi A,B,C
15
Total 30 100,0%

Hasil dari pengambilan foto periapikal teknik tube shift dalam

menentukan posisi impaksi molar ke tiga rahang bawah menurut George

Winter pada tabel 4.3 menunjukan posisi A terjadi sebanyak 8 kasus

(26,7%), posisi B terjadi sebanyak 6 kasus (20,0%) dan posisi C terjadi

sebanyak 1 kasus (33,3%).

Tabel 4.4 Hasil penelitian dari semua sampel dalam menentukan posisi
Impaksi molar ketiga rahang bawah dengan foto periapikal teknik tube shift.

Posisi N %
Bukal 22 73.3%
Lingual 8 26.7%
Total 30 100.0%

Hasil dari pengambilan foto periapikal teknik tube shift dalam

menentukan posisi impaksi molar ke tiga rahang bawah pada tabel 4.4
31

menunjukan posisi impaksi pada daerah bukal terjadi sebanyak 22 kasus

(73,3%) dan pada daerah lingual terjadi sebanyak 8 kasus (26,7%).


BAB V

PEMBAHASAN

Gigi impaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga,

tulang sekitarnya atau jaringan patologis, gigi yang letaknya tidak normal pada

lengkung rahang (Alamsyah, 2005). Gigi yang paling sering mengalami kasus

impaksi adalah gigi molar ketiga, sehari-hari kita biasanya menyebut gigi molar

ketiga gigi geraham bungsu. Penyebutan ini mungkin disebabkan oleh karena gigi

ini merupakan gigi yang tumbuh terakhir selama hidup (Tetsch dkk. 1992 cit.

Soelistiono 2008).

Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah

erupsi dan hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lainnya

sudah erupsi. Pada kasus tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat secara klinis

tetapi dapat menyebabkan gangguan pada daerah rongga mulut seperti rasa sakit,

resorbsi gigi yang berdekatan dan abses (Bianto, 2011).

Dental radiogram memegang peranan yang penting dalam menegakkan

diagnosis yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan

mengevaluasi hasil perawatan. Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang

dibuat dengan teknik yang tepat (Margono, 1998).

Suatu radiografi periapikal standar hanya dapat menentukan obyek dalam

dua dimensi yaitu hubungan anterior-posterior dan superior-inferior. Hubungan

medio-lateral tidak dapat ditentukan, tetapi dengan menggunakan tube shift

(buccal object rule), hubungan medio-lateral ini dapat ditentukan.

32
33

Teknik Tube shift / buccal object rule disebut metode clark dapat

dipergunakan untuk menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah. Dasar

teknik ini adalah kaidah yang menyebutkan bahwa gigi yang terpendam atau

benda asing yang bergerak searah dengan gerakan konus menunjukan bahwa

obyek berada di lingual, dan apabila obyek bergerak berlawanan dengan arah

konus maka obyek berada di bukal (SLOB) (Margono, 1998).

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode observasional

yaitu dengan membandingkan hasil foto rontgen pertama dan kedua dari impaksi

molar ketiga rahang bawah yang diambil dengan teknik periapikal standar

kemudian di interpretasi menggunakan teknik tube shift dengan menggunakan

sampel penelitian sebanyak 30 sampel dari hasil foto tube shift yang telah

dilakukan.

Pada penelitian ini dilihat dari klasifikasi kelas dan posisi menurut Pell

dan Gregory diperoleh hasil kelas 1 terjadi sebanyak 3 kasus (10,0%), kelas

2 terjadi sebanyak 12 kasus (40,0%) dan kelas 3 terjadi sebanyak 15 kasus

(50,0%) dan menunjukan posisi mesioangular terjadi sebanyak 10 kasus (33,3%),

horisontal terjadi sebanyak 16 kasus (53,3%), vertikal terjadi sebanyak 2 kasus

(6,7%) dan posisi distoangular terjadi sebanyak 2 kasus (6,7%).

Dilihat dari klasifikasi posisi menurut George Winter diperoleh hasil

menunjukan posisi A terjadi sebanyak 8 kasus (26,7%), posisi B terjadi sebanyak

6 kasus (20,0%) dan posisi C terjadi sebanyak 1 kasus (33,3%).

Menentukan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah dilakukan dengan

pengambilan gambar sebanyak dua kali, foto pertama dilakukan dengan foto
34

periapikal standar dan yang kedua dilakukan dengan teknik tube shift yaitu dengan

cara menggeser konus 20 derajat ke arah horizontal (mesial atau distal), dalam

radiogram akan terlihat jika obyek bergerak kearah distal maka maka posisi

impaksi molar ketiga rahang bawah berada di lingual dan jika obyek bergerak

kearah mesial maka posisi impaksi molar ketiga rahang bawah berada di bukal.

Bila dicocokkan dengan kaidah terbukti sesuai.

Penentuan posisi impaksi molar ketiga rahang bawah berada pada daerah

bukal dan lingual hanya bisa dilakukan dengan mengunakan teknik tube shift.

Hasil dari pengambilan foto periapikal dengan teknik tube shift yang saya peroleh

dalam menentukan posisi impaksi molar ke tiga rahang bawah dari 30 sampel

adalah posisi impaksi yang terjadi pada daerah bukal sebanyak 22 kasus (73,3%)

dan yang terjadi pada daerah lingual sebanyak 8 kasus (26,7%). Frekwensi

impaksi lebih sering terjadi pada daerah bukal dari pada lingual.

Jadi dengan menggunakan foto periapikal teknik tube shift, peneliti dapat

mengetahui dari 30 sampel yang diteliti posisi impaksi molar ketiga rahang bawah

dengan jumlah impaksi terbanyak berada pada daerah bukal dibandingkan daerah

lingual di RSGM Fakultas Kedokteran Gigi UNMAS Denpasar.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat diambil

kesimpulan bahwa dengan teknik tube shift, jumlah terbanyak impaksi gigi

molar ketiga rahang bawah berada pada daerah bukal dibandingkan lingual.

B. Saran

1. Disarankan untuk dokter gigi agar melakukan radiogafi periapikal teknik

tube shift untuk membantu menegakkan diagnosis posisi gigi impaksi

berada pada daerah bukal atau lingual yang tidak dapat dilihat secara

klinis.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menyempumakan skripsi mi

misalnya dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

35
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, RM. 2005, Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap
kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat, Dentica Dental
Journal.

Bianto, SW. 2011, Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah, Surabaya Balaji,
SM. 2009, Oral and maxillofacial surgery, Elsevier, India.

Brocklebank, L. Dental Radiologi Understanding the X-ray Image, Oxford


University Press, New York.

Boel, T. 2009, Dental Radiologi: Prinsip dan Teknik, USU Press, Medan
Ghom,A. G. 2008, Textboof of Oral Radiology, Elsevier, India.

Harty, F.J. 2009, Dental Radiologi : Prinsip dan Teknik, USU Pres, Medan.

Haring, J. L, dan Jansen,L. 2000, Dental Radiography, Principles and


Tachniques, Ed. Ke-2, W. B. Saunders Company, Philadelphia.

Margono, G. 1998, Radiografi Intraoral : Teknik, Prosesing, Interpretasi


Radiogram, EGC, Jakarta.

Parwati, K. 1998, Peranan Radiografi Panoramik Dalam Membantu Menegakan


Diagnosa Gigi Impaksi, Tesis, Universitas Mahasaraswati, Denpasar.

Pederson GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut 2nd cd. Alih Bahasa: Purwanto
Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996.

Soelistiono. 2008, Penatalaksanaan Gigi Impaksi Molar Ketiga Mandibula


Sebagai Penyebab Gangguan Keharmonisan Alat Pengunyahan Dan
Status Kesehatan Umum, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sitanggung, R.D, 1975. Impaksi molar ketiga mandibula dan cara perawatannya,
Majalah PDGI.

Whaites, E. 2003, Essential of Dental Radiografi and Radiology, Ed. Ke-3


Churcrril Livingstone, London.

White, S.C, dan Pharoah, MJ. 2004, Oral Radiology : Principle and
Interpretation, Ed. Ke-5, Mosby Co, Philadelphia.

36
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Menentukan posisi impaksi menurut Pell & Gregory dan George
Winter

Kelas menurut Peel dan Kelas Menurut George


Sampel Posisi
Gregory Winter
1 3 Mesioangular
2 3 Mesioangular
3 2 Mesioangular B
4 2 Horizontal A
5 3 Horizontal
6 3 Horizontal
7 2 Horizontal B
8 2 Horizontal A
9 3 Horizontal
10 3 Horizontal
11 3 Horizontal
12 3 Horizontal
13 2 Vertikal B
14 2 Mesioangular B
15 2 Mesioangular A
16 2 Mesioangular B
17 1 Mesioangular A
18 3 Horizontal A
19 3 Horizontal
20 1 Mesioangular
21 3 Horizontal
22 3 Horizontal
23 2 Distoangular A
24 2 Distoangular A
25 3 Horizontal
26 2 Mesioangular B
27 2 Vertikal A
28 1 Mesioangular C
29 3 Horizontal
30 3 Horizontal

37
Lampiran : Menentukan posisi impaksi dengan teknik tube shift

DENGAN OBYEK
RO I RO II HASIL FOTO
SAMPEL PENGESERAN BERGERAK
GIGI GIGI TUBE SHIFT
CONE 20 KEARAH
1 38 38 Distal Mesial Bukal
2 48 48 Mesial Distal Bukal
3 48 48 Mesial Distal Bukal
4 38 38 Mesial Mesial Lingual
5 38 38 Mesial Distal Bukal
6 48 48 Distal Mesial Bukal
7 38 38 Distal Mesial Bukal
8 48 48 Mesial Distal Bukal
9 48 48 Distal Mesial Bukal
10 48 48 Mesial Distal Bukal
11 48 48 Distal Mesial Bukal
12 48 48 Distal Mesial Bukal
13 48 48 Distal Mesial Bukal
14 48 48 Distal Mesial Bukal
15 48 48 Mesial Distal Bukal
16 38 38 Mesial Mesial Lingual
17 38 38 Mesial Mesial Lingual
18 38 38 Distal Mesial Bukal
19 38 38 Distal Mesial Bukal
20 38 38 Mesial Mesial Lingual
21 38 38 Distal Mesial Bukal
22 38 38 Distal Mesial Bukal
23 38 38 Distal Mesial Bukal
24 38 38 Mesial Mesial Lingual
25 48 48 Distal Mesial Bukal
26 38 38 Distal Distal Lingual
27 48 48 Mesial Mesial Lingual
28 38 38 Mesial Mesial Lingual
29 38 38 Distal Mesial Bukal
30 48 48 Distal Mesial Bukal

38
Lampiran 3 : Viewer

Lampiran 4 : Dental X-ray periapikal

Lampiran 5 : Hasil foto periapikal teknik tube shift obyek berada di lingual

Lampiran 7 : Hasil foto periapikal teknik tube shift obyek berada di bukal

39

Anda mungkin juga menyukai