Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
mata kuliah Biologi Perikanan semester genap
Disusun Oleh
KELOMPOK 5 / KELAS C
SURYA ADHIE I 230110150173
NABILLA LUTHFI R 230110150186
USTMAN SIDIK 230110150195
FAJRI RAHMANTO 230110150202
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rakhmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan dengan judul Laporan Akhir
Praktikum Biologi Perikanan Analisis Aspek Biologi (Pertumbuhan, Reproduksi
dan Food Habits) Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) dan Ikan Seren
(Cyclocheilichtys repasson) ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih pada:
1. Dosen mata kuliah Biologi Perikanan
2. Asisten laboratorium mata kuliah Biologi Perikanan
3. Seluruh anggota kelompok 5
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi kami dan juga pembaca.
Adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan laporan
praktikum selanjutnya sangat diharapkan. Demikianlah laporan praktikum ini kami
buat, mohon maaf bila ada kesalahan kata, selebihnya kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ iv
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2
1.4 Kegunaan .................................................................................... 2
II KAJIAN PUSTAKA
ii
2.6.3 Tingkat Trofik ............................................................................. .. 27
III BAHAN DAN METODE
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................63
LAMPIRAN................................................................................................................67
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
vi
1
2
1.3 Tujuan
Praktikum mengenai Aspek Biologi Ikan Lalawak (Barbodes balleroides)
ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Mengetahui aspek pertumbuhan Barbodes balleroides dan
Cyclocheilichtys repasson
b. Mengetahui aspek reproduksi Barbodes balleroides dan
Cyclocheilichtys repasson
c. Mengetahui food and feeding habits Barbodes balleroides dan
Cyclocheilichtys repasson
1.3 Kegunaan
Kegunaan dari praktikum mengenai Aspek Biologi Ikan Lalawak (Barbodes
balleroides) sebagai berikut:
a. Memberikan informasi mengenai aspek pertumbuhan Barbodes
balleroides dan Cyclocheilichtys repasson
b. Memberikan informasi mengenai aspek reproduksi Barbodes
balleroides dan Cyclocheilichtys repasson
c. Memberikan informasi mengenai food and feeding habits Barbodes
balleroides dan Cyclocheilichtys repasson
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
4
Sungai Cimanuk bagian tengah bersama dengan daerah tangkapan air dari dua
anak sungai utama, Cilutung dan Cipeles (Indah 2007).
Kondisi kualitas air didaerah Jatigede saat ini menunjukkan telah adanya
gangguan, hal ini akan memberikan dampak potensial terhadap kualitas air Waduk
Jatigede. Dampak potensial kualitas air terjadi karena adanya penurunan status
mutu air yang diakibatkan terutama oleh limbah rumah tangga dan limbah
pertanian, sedangkan limbah industri masih belum separah di DAS Citarum.
lalawak merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di perairan umum (seperti
sungai Cimanuk) dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ikan
konsumsi, walaupun belum menjadi jenis ikan yang terancam punah, ikan ini
perlu mendapat perhatian karena di beberapa lokasi keberadaannya sudah sangat
berkurang (Sjafei et al. 2001).
Ikan lalawak adalah ikan yang memiliki habitat asli di sungai dan dewasa
ini telah dibudidayakan di kolam-kolam peliharaan. Kolam merupakan ekosistem
perairan yang relatif sempit dimana proses oksigenasi dapat berlangsung secara
alami maupun buatan. Suryadiputra (1956) dalam Surawijaya (2004) membagi
kolam berdasarkan oksigen terlarutnya menjadi tiga yaitu kolam dangkal, kolam
dalam, dan kolam fakultatif.
Ikan lalawak mempunyai nama lokal lainnya, yaitu bader abang, lokas,
Lukas, wader, waderbang (Jawa), lawak, lelawak, wader merah, balar, Regis, dan
turup hawu (Jawa Barat), halap (Kalimantan Barat), salap (Kalimantan Selatan),
dan di Kalimantan Timur disebut iblab (Schuster dan Djajadiredja, 1952 dalam
Luvi 2000).
oleh faktor kondisi. Faktor kondisi untuk ikan lalawak adalah 1,207 sampai 1,848.
Effendi (1997) juga menyatakan bahwa ikan yang nilai faktor 1-3, maka ikan
tersebut tergolong ikan yang bentuk tubuhnya kurang pipih. Berdasarkan faktor
kondisi, pertumbuhan panjang ikan lalawak jantan lebih cepat dibandingkan ikan
lalawak betina. Perairan yang subur sangat menunjang kehidupan ikan dalam
memperoleh makanan dan memungkinkan keberlangsungan dari populasi ikan.
Faktor berdasarkan kondisi lingkungan yaitu suhu yang ideal untuk
o
pertumbuhan ikan lalawak yaitu 25-31 C (Elly, N.F. 2006). Perubahan suhu yang
terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju respirasi, aktivitas
jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya dan jika suhu terlalu tinggi
ikan akan kekurangan oksigen dan sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan
baik yang dapat menyebabkan timbulnya stres (Afrianto dan Liviawaty 1992).
Pertumbuhan akan menurun dengan cepat dan akan berhenti makan pada suhu
o
dibawah 5 C (Narantaka 2012).
Menurut Elly (2006) pH yang ideal untuk pertumbuhan ikan lalawak yaitu
berkisar 6-7,5. Menurut Pescod (1973), rendahnya nilai pH menunjukkan
rendahnya kandungan mineral. DO yang bagus untuk pertumbuhan ikan lalawak
adalah sekitar 5,49-8,02 mg/L. Meningkatnya suhu menyebabkan menurunnya
kelarutan gas dalam air sehingga nilai DO juga menurun dengan meningkatnya
ketinggian tempat.
morfologi ikan tersebut. Ikan lalawak betina memiliki tubuh yang lebih besar
dibandingkan dengan jantan, memiliki tutup operculum yang kasar pada ikan
jantan dan halus pada ikan betina, dan pada ikan jantan mempunyai warna yang
lebih cemerlang daripada ikan betina.
Ikan lalawak memiliki tipe reproduksi yaitu poliandri. Poliandri adalah ikan
betina yang memiliki beberapa pasangan dalam satu kali pemijahan. Pemijahan jenis
ikan ini dapat dilakukan secara masal dengan perbandingan rasio kelamin jantan dan
betina 3:1. Ikan lalawak menempelkan seluruh telurnya pada tanaman atau
rerumputan di tepi perairan (Susanto 1979). Ikan lalawak memiliki telur yang bersifat
adhesive. Ikan lalawak pada musim hujan akan melakukan migrasi ke hulu sungai dan
rawa banjiran untuk memijah (Munro 1990 dalam Helfman et al. 1997).
Menurut Nikolsky (1969) tanda utama untuk membedakan kematangan
gonad berdasarkan bobot gonad. Mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad
secara kuantitatif, dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan Indeks
Kematangan Gonad (IKG). Menurut Gafar & Utomo (2006), ikan Barbodes
memijah jika IKG 3%-4%. Nilai ini dapat dijadikan pedoman untuk ikan lalawak.
Kondisi ini didukung dengan pendapat Muslim (2007) bahwa pada umumnya
ikan-ikan perairan umum (termasuk sungai, rawa, lebak lebung, dan sebagainya)
memasuki musim penghujan mulai melakukan aktivitas pemijahan.
Ikan lalawak memiliki telur berwarna hijau keabuabuan. Berdasarkan
pengamatan visual, ikan lalawak memiliki gonad yang bercabang dua. Bagian
anterior sampai bagian posterior tiap cabang gonad tersebut memiliki ukuran dan
bentuk telur yang seragam. Namun masing-masing cabang memiliki tingkat
kematangan gonad yang berbeda, sehingga ikan lalawak tergolong ikan yang
memijah secara parsial (partial spawner) (Irin, I. 2016).
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan
memijah. Berdasarkan hasil pengamatan Irin (2016) pembedahan ikan lalawak betina
diperoleh data fekunditas berkisar 1.920-2.236 butir/g bobot gonad dan 83-352 butir/g
total bobot badan induk. Berdasarkan mikroskopis telur dari ikan sampel tersebut
diketahui bahwa inti telah terbentuk dan sebagian telah berada di
9
pinggir. Diameter telur ikan lalawak berkisar antara 0,868 0,07 sampai 1,10
0,05 (Irin, I. 2016).
10
11
Ikan seren hidup di perairan tawar daerah tropis dengan kisaran pH 6,0 -
o
6,5 dan suhu perairan 24 26 C (Roberts 1989). Umumnya ikan ini dapat
ditemukan diselokan-selokan, sungai, dan tambak. Ikan ini memiliki daerah
penyebaran di perairan Indocina, Singapura, Philipina, Malaka, dan perairan
Indonesia. Penyebaran ikan ini di perairan Indonesia meliputi Selat Sunda, Bali,
Lombok, Sumatera, Nias, Jawa, Kalimantan, Bangka, dan Belitung (Kottelat et al.
1993). Sumber lain mengatakan bahwa spesies ini asli dari Kamboja dan
distribusinya menyebar ke Asia Tenggara (Lamberts 2001).
jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya dan jika suhu terlalu tinggi
ikan akan kekurangan oksigen dan sistem enzim tidak dapat berfungsi dengan
baik yang dapat menyebabkan timbulnya stres (Afrianto dan Liviawaty 1992).
Pertumbuhan akan menurun dengan cepat dan akan berhenti makan pada suhu
o
dibawah 5 C (Narantaka 2012).
2700 butir. Sebaran diameter telur ikan seren yang diamati bervariasi antara 0,300-
1,209 mm (Indah 2007). Berdasarkan diameter telur, tipe pemijahan dari ikan
seren adalah total spawner. Artinya pemijahan ikan seren dilakukan dengan
mengeluarkan telur masa secara keseluruhan pada satu waktu pemijahan dan akan
melakukan pemijahan kembali pada musim pemijahan berikutmya.
apabila ada kelebihan input energid an asam amino yang berasal dari makanan
(Effendi 2002).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor utama yaitu makanan dan suhu
perairan. Pertumbuhan ikan dapat terjadi jika jumlah makanan melebihi kebutuhan
untuk pemeliharaan tubuhnya. Pertumbuhan ikan bergantung kepada beberapa faktor
yaitu jenis ikan, sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan
terhadap penyakit serta didukung oleh faktor lingkungan seperti kualitas air, pakan
dan ruang gerak atau padat penebaran (Hepher dan Pruginin 2000). Pertumbuhan
yang cepat dapat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang
sesuai (Moyle dan Cech 2004 dalam Tutupoho 2008).
Tipe pertumbuhan dapat dilihat dari hubungan panjang dan berat. Pada
saat regresi pertumbuhan ikan b=3 (isometric) maka pertumbuhan panjang dan
berat seimbang, alometrik (b3) maka pertumbuhan panjang dan berat tidak
seimbang, alometrik negatif (b < 3) maka pertumbuhan berat lebih kecil
dibandingkan dengan pertumbuhan panjang, dan jika alometrik positif (b>3) maka
pertumbuhan berat lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan panjang.
Log (Berat)
Log (Panjang)
2.5 Reproduksi
Tidak setiap individu mampu menghasilkan keturunan, tetapi setidaknya
reproduksi akan berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup dipermukaan
bumi ini. Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup ikan,
dengan mengetahui biologi reproduksi ikan, kita dapat memberikan keterangan yang
jelas mengenai tingkat kematangan gonad, fekunditas, musim pemijahan, serta ukuran
ikan pertama kali matang gonad (Nikolsky 1963 dalam
Setiawan 2007).
Reproduksi merupakan hal yang sangat penting dari suatu siklus hidup
ikan, dengan mengetahui biologi reproduksi ikan, kita dapat memberikan
keterangan yang jelas mengenai tingkat kematangan gonad, fekunditas, musim
pemijahan, serta ukuran ikan pertama kali matang gonad (Nikolsky 1963 dalam
Setiawan 2007).
Perbedaan jenis kelamin dari suatu individu ikan dapat ditentukan dengan
memperhatikan karakteristik seksual yang dimilikinya. Karakteristik seksual
bersifat sementara hanya muncul ketika musim ikan mijah, biasanya hanya dapat
dijumpai pada ikan jantan saja (Lagler et al. 1977; Moyle dan Cech (1982)).
Biasanya setiap spesies ikan akan memiliki karakteristik seksual sekunder yang
berbeda - beda.
Berdasarkan sifat seksualitas primer pada ikan di tandai dengan adanya organ
yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan
pembuluhnya pada ikan betina, dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan. Ciri
seksual primer yaitu alat/organ yang berhubungan langsung dengan proses
reproduksi. Sedangkan berdasarkan sifat seksualitas sekunder dapat dilihat
berdasarkan morfologi ikan tersebut. Biasanya pada ikan betina memiliki tubuh
19
yang lebih besar dibandingkan dengan jantan, memiliki tutup operculum yang
kasar pada ikan jantan dan halus pada ikan betina, dan pada ikan jantan
mempunyai warna yang lebih cemerlang daripada ikan betina. Bagi ikan jantan
warna berfungsi untuk menarik perhatian ikan betina.
bagiannya, ukuran (garis tengah) telur, serta warna telur dalam keadaan segar
(Effendie 2002).
Marquez et al. (2008), bahwa ikan jantan mencapai matang gonad lebih
awal dibandingkan ikan betina, dimana periode pertumbuhan ikan jantan lebih
singkat yaitu matang gonad lebih awal, namun memiliki tingkat pertumbuhan
yang rendah. Pertumbuhan pada ikan jantan akan berhenti atau sangat kecil sekali
serta tidak dapat hidup dengan lama setelah mencapai matang gonad. Sebaliknya
pada ikan betina membutuhkan waktu yang lebih lama untuk ikan mencapai
matang gonad, setelah itu dapat melanjutkan kembali pertumbuhannya. Pada saat
perkembangan kematangan gonad, semua proses metabolisme dalam badan ikan
terkonsentrasi pada perkembangan gonad. Menurut Biswas (1993), perubahan
struktur gonad dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad.
Gonad yang berkembang secara visual mudah diamati karena gonad akan
berkorelasi dengan perkembangan telur dan sperma.
Tingkat kematangan gonad belum berkembang, I, II, III, IV dan V menurut
deskripsi Effendie (1997).
terjadi pemijahan, ikan betina nilai IKGnya lebih besar dibandingkan ikan jantan.
Bagenal (1978) menyatakan bahwa dimana ikan yang mempunyai nilai IKG lebih
kecil dari 20% adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari sekali setiap
tahunnya.
2.5.5 Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan
memijah. Nikolsky (1963), menamakan fekunditas yang menunjukkan jumlah
telur yang dikandung individu ikan sebagai fekunditas mutlak, sedangkan
jumlah telur persatuan berat atau panjang ikan disebut sebagai fekunditas relatif.
Nikolsky (1969) dalam Effendi (1997), menyebutkan bahwa fekunditas akan
bertambah dan menurun, dimana fekunditas maksimum terjadi pada golongan ikan
muda, respon terhadap persediaan makanan dan kematangan gonad yang lebih
awal dari individu yang tumbuh lebih cepat. Fekunditas lebih sering dihubungkan
dengan panjang daripada dengan berat, karena panjang penyusutannya relatif kecil
tidak seperti berat yang dapat berkurang dangan mudah (Effendie 1997).
Penentuan fekunditas dilakukan dengan menghitung selisih bobot tubuh induk
betina ikan saat matang gonad pada TKG IV sebelum dipijahkan (pra salin)
dengan induk betina ikan setelah dipijahkan (pasca salin).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa besarnya bobot gonad dan fekunditas
cenderung dipengaruhi oleh bobot dan panjang ikan. Effendie (2002) menyatakan
bahwa variasi jumlah telur ikan dapat disebabkan karena adanya variasi ukuran
ikan. Nilai fekunditas spesies ikan dipengaruhi oleh ukuran panjang total dan
bobot badan (Sukandi 2001).
yang dimakan oleh ikan. Umumnya makanan pertama semua ikan pada fase
juvenile adalah plankton (Effendie 1997).
Effendie (1997) menyatakan bahwa kesukaan ikan terhadap makanannya
sangat relatif. Karena belum tentu melimpahnya suatu pakan alami dalam perairan
dapat dimanfaatkan oleh ikan dikarenakan beberapa faktor yaitu penyebaran
organisme sebagai makanan ikan, ketersediaan makanan, pilihan dari ikan, serta
faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan. Misalnya perbandingan
kelimpahan individu fitoplankton dengan zooplankton menunjukkan bahwa
kelimpahan fitoplankton relatif lebih besar. Pada suatu ekosistem hal tersebut
adalah normal karena dalam piramida makanan produsen primer letaknya selalu
paling bawah dan menempati ruangan dengan jumlah yang lebih besar
(Taofiqurohman dkk. 2007).
Cara makan adalah tingkah laku ikan dalam mendapatkan makanan hingga
masuk ke dalam mulut. Tingkah laku ikan berbeda-beda yang sering dihubungkan
dengan bentuk tubuh yang khusus dan fungsional morfologis (Effendie 1997).
Adaptasi morfologis dan tingkah laku ikan berkaitan erat dengan makanan yang
dikonsumsinya (Malcolm 1995 dalam Sadiah 2006). Berdasarkan macam
makanannya, Mudjiman (2008) menggolongkan ikan menjadi lima golongan yaitu
herbivora, karnivora, omnivora, pemakan plankton, dan pemakan detritus.
perairan. Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1, apabila 0 < E < 1
berarti pakan digemari, dan jika nilai -1 < E < 0 berarti pakan tersebut tidak digemari
oleh ikan. Jika nilai E=0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya
(Herawati 2017). Effendie, (2002) bahwa suatu spesies ikan di alam memiliki
hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat
bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya. Jenis-jenis makanan
yang dimakan suatu spesies ikan biasanya bergantung pada kesukaan terhadap jenis
makanan tertentu, ukuran, umur, musim serta habitat hidupnya.
28
29
b
W=a.L
Keterangan:
W = Berat (gram)
L = Panjang total ikan (cm)
a = Konstanta atau intersep
b = Eksponen atau sudut tangensial
Persamaan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk linier dengan
logaritma digunakan persamaan log W = log a + b log L. Yang harus ditentukan
dari persamaan tersebut ialah harga a dan b, sedangkan harga W dan L diketahui.
Teknik perhitungan panjang berat menurut Rousefell dan Everhart (1960) dan
Lagler (1961) secara langsung adalah dengan membuat daftar tersusun dari harga
2
L, log L, W, log W, log L x log W, dan (log L) . Apabila N = jumlah ikan yang
sedang dihitung, maka untuk mencari a:
log (log ) 2 log (log log )
log =
2 2
(log ) ( log )
Log (Berat)
Log (Panjang)
Keterangan:
K = Faktor Kondisi
W = Bobot Ikan (gram)
L = Panjang total (mm)
a = Intercept
b= Slope
Rasio kelamin =
Keterangan:
J = jumlah ikan jantan (ekor)
B = jumlah ikan betina (ekor)
Gonad dipisahkan antara gonad jantan dan gonad betina, setelah itu gonad diamati
secara morfologis yang mengacu kepada Effendi (1979).
Tingkat kematangan gonad belum berkembang, I, II, III, IV dan V menurut
deskripsi Effendie (1997).
tidak
tampak,
32
= %
Keterangan:
IKG = Indeks Kematangan Gonad
Bg = Berat Gonad (gram)
Bt = Berat Tubuh (gram)
Keterangan:
IKG = Indeks Kematangan Gonad (%)
Bh = Berat Hati (gram)
Bw = Berat Tubuh (gram)
33
Keterangan:
Ds = Diameter telur sebenarnya (mm) D
= Panjang diameter telur (mm)
d = Lebar diameter telur (mm)
3.3.8 Fekunditas
Fekunditas menunjukkan kemampuan induk ikan untuk menghasilkan anak
ikan dalam suatu pemijahan. Fekunditas individu dihitung berdasarkan metode
gravimetric (Effendie 1992) dengan bentuk rumus:
F= xn
Keterangan:
F = Jumlah total telur dalam gonad
G = Bobot gonad setiap ekor ikan
g = Bobot sebagian gonad satu ekor ikan
n = Jumlah telur dari sampel gonad
Fekunditas ikan juga dapat dihitung berdasarkan metode volumetric
(Effendie 1997) dengan bentuk rumus:
X.x=V.v
Keterangan:
X = Jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari x =
Jumlah telur dari sebagian gonad
V = Volume seluruh gonad
v = Volume sebagian gonad contoh
Keterangan:
IPi = indeks propenderan
Vi = presentase volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
(Vi x Oi) = jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan
Analisis kebiasaan makanan ikan, pakan dikelompokkan menjadi lima
kelompok pakan yaitu fitoplankton, zooplankton, bagian tumbuhan, bagian hewan
dan detritus. Setiap kelompok pakan dapat dikategorikan berdasarkan nilai Indeks
of Preponderan (IP) yaitu sebagai kelompok pakan utama bagi ikan apabila IP lebih
besar dari 20%, pakan pelengkap apabila 5% IP 20% dan pakan tambahan
apabila IP kurang dari 5% (Nikolsky 1963).
Keterangan:
E = indeks pilihan
ri = jumlah relatif macam-macam organisme yang dimakan
pi = jumlah relatif macam-macam organisme dalam perairan
Nilai indeks pilihan ini berkisar antara +1 sampai -1, apabila 0 < E < 1
berarti pakan digemari, dan jika nilai -1 < E < 0 berarti pakan tersebut tidak
digemari oleh ikan. Jika nilai E=0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap
pakannya.
= + ( )
Keterangan :
Tp = tingkat trofik ikan
Ttp = tingkat trofik kelompok pakan ke-p
Ii = indeks bagian terbesar untuk kelompok pakan ke-p
Tingkat trofik ikan dikategorikan menjadi tingkat trofik 2 yaitu untuk ikan
bersifat herbivora, tingkat 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivore, dan tingkat trofik
3 atau lebih untuk ikan yang bersifat karnivora (Caddy dan Sharp 1986 dalam
Tjahjo 2001 dalam Nugraha 2011).
B = ( Pi2 )-1
Keterangan:
B = Luas relung
Pi = Proporsi jenis pakan ke-1 yang dikonsumsi
Tidak ada kriteria nilai luas relung, ikan yang memiliki nilai luas relung yang
besar berarti ikan tersebut dapat memanfaatkan makanan yang tersedia dalam jumlah
besar (generalis), dan ikan yang memiliki luas relung yang sempit berarti ikan
tersebut selektif dalam memilih makanan yang tersedia di perairan (spesialis).
Keterangan:
CH = Indeks Morisita
36
Pij, Pik = Proporsi jenis organisme makanan ke-I yang digunakan oleh 2
kelompok ikan ke-j dan kelompok ikan ke-k
Sampel ikan diukur panjang baik SL ( Standart Length), FL (Fork Length), dan
TL (Total Length) dengan menggunakan penggaris dan millimetre blok, satuan
yang digunakan adalah milimeter (mm).
3.4.2 Reproduksi
Dibedah bagian bawah perut ikan dari anus ke arah atas hingga mencapai
tulang kemudian dibedah melintang kearah operculum.
Ikan yang akan diteliti kebiasaan makanannya adalah ikan yang tertangkap
Ikan hasil tangkapan diukur panjang dan bobot tubuhnya, kemudian dibedah dan
diambil organ pencernaannya
Jenis organisme yang ditemukan dalam organ pencernaan ikan diidentifikasi dan
dihitung jumlahnya
Gambar 10. Prosedur Praktikum Food and Feeding Habit Ikan Lalawak
(Barbodes balleroides)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
0%
172-187 188-203 204-219 220-235 236-251 252-267 268-283
dan dapat mengestimasi factor kondisi yang merupakan salah satu hal penting dari
pertumbuhan (Everhart & Youngs 1981).
2,50
2,00
y = 2,5096x - 3,687
1,50 R = 0,7099
1,00
Panjang
2,00
y = 3,0769x - 5,1108
1,50 R = 0,79
1,00
Gambar 16. Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan Seren Berdasarkan
hasil data hubungan panjang dan berat ikan seren dapat dilihat
bahwa pola pertumbuhan ikan seren adalah allometrik positif jika dilihat dari nilai
b=3,0769 dimana b > 3. Yang artinya pertumbuhan panjangnya lebih kecil
daripada pertumbuhan beratnya (Effendie 2002). Nilai koefisien korelasi ikan
seren yaitu 0,8. Tinggi nilai r yang diperoleh dari hubungan panjang berat ikan
seren yang menyatakan bahwa terdpaat hubungan yang sangat era tantara panjang
tubuh total dengan berat tubuh total ikan seren. Menurut Walpole (1992) jika nilai
r mendekati 1 maka terdapat hubunan yang kuat antara kedua variable.
Menurut Bagenal & Braum (1978), adanya perubahan koefisien a (intercept)
dan b (slope) tidak hanya terjadi pada tingkat antar spesies, bahkan intern spesies.
Hubungan panjang berat akan berbeda menurut jenis kelamin, tingkat kematangan
gonad, musim, bahkan waktu per harinya (karena perubahan tingkat kepenuhan
lambung). Lebih jauh, koefisien b dapat mengalami perbedaan karena tahap
metamorfosis (ukuran) pertumbuhan, ukuran pertama kali matang gonad, dan
perbedaan lingkungan. Selama masa perkembangan pertumbuhan, ikan
44
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa faktor kondisi ikan lalawak,
semakin bertambahnya panjang maka faktor kondisinya pun meningkat. Terlihat
45
dari panjang interval 172-187 dengan faktor kondisi sebesar 1,01 mengalami
kenaikan bersama dengan panjang sampai interval 204-219 sebesar 1,31. Hal ini
menunjukkan adanya pertumbuhan dan perkembangan gonad. Selama dalam
pertumbuhan, tiap pertumbuhan bobot ikan akan bertambah panjang dan
perbandingan linearnya tetap. Tetapi pada panjang interval 236-251 sebesar 1,31
mengalami penurunan faktor kondisi sampai interval 268-283 menjadi 1,27. Hal ini
terjadi karena pertumbuhan pada ikan tersebut berhenti yang disebabkan karena ikan
kurang mendapatkan asupan makanan dan kematangan gonad menurun.
Nilai faktor kondisi ikan lalawak berkisar 1,01-1,31, Effendi (1997)
menyatakan bahwa ikan yang faktor kondisinya 1-3, maka ikan tersebut tergolong
ikan yang bentuk tubuhnya kurang pipih. Berdasarkan faktor kondisi,
pertumbuhan panjang ikan lalawak jantan lebih cepat dibandingkan ikan lalawak
betina. Perairan yang subur sangat menunjang kehidupan ikan dalam memperoleh
makanan dan memungkinkan keberlangsungan dari populasi ikan.
Faktor Kondisi
Faktor Kondisi Ikan Seren
1,55 1,52
1,50 1,50
1,48
1,45 1,45
1,40 1,39
1,35 1,31
1,33
1,30
1,25
1,20
172-187188-203204-219220-235236-251252-267268-283
Interval Panjang Total
Berdasarkan hasil faktor kondisi pada faktor kondisi ikan seren, pada interval
172-187 didapat sebesar 1,33 yang terus meningkat dan mengalami penurunan faktor
kondisi pada interval 204-219 menjadi 1,50 kemudian terus menurun menjadi 1,31.
Lebih rendah pada faktor kondisi awal. Faktor kondisi ikan seren berkisar antara
0,64-2,21 dengan rerata 1,08 0,21 (Dimas 2011). Effendi (1997) juga menyatakan
bahwa ikan yang nilai faktor 1-3, maka ikan tersebut
46
tergolong ikan yang bentuk tubuhnya kurang pipih. Nilai rerata faktor kondisi ikan
seren betina lebih besar dari pada ikan jantan. Hal ini menunjukkan pada ukuran
yang sama, ikan betina cenderung lebih gemuk daripada ikan jantan.
Faktor kondisi akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan, musim, atau
lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan
gonad dan kelimpahan makanan (King 1995). Faktor kondisi yang tinggi
menunjukkan ikan dalam pertumbuhan dan perkembangan gonad, sedangkan
faktor kondisi rendah menunjukkan ikan kurang mendapat asupan makanan.
26%
74%
Jantan () Betina ()
46%
54%
Jantan () Betina ()
Gambar 20. Rasio Kelamin Ikan Seren
() () () () () () ( () () ()
)
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V
234 mm. Ikan ditemukan pada TKG IV pada ukuran yang lebih besar atau ukuran
yang sama (Luvi 2000).
0,0%
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V
Hubungan TKG dengan HSI pada ikan lalawak betina, semakin tinggi
tingkat kematangan gonad maka vitelogenesisnya akan semakin sempurna dan
nilai HSInya akan menjadi tinggi. Berdasarkan grafik diatas pada TKG III tercapai
nilai HSI yang maksimum karena proses vitelogenesisnya terjadi dan telur mulai
terlihat jelas butirannya. Indeks Hepatosomatik pada saat perkembangan
kematangan gonad menjadi salah satu aspek penting, karena menggambarkan
cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu mengalami perkembangan
kematangan gonad (Loderros et al. 2001). Hal yang sama pun terjadi pada ikan
seren betina, nilai HSI maksimum pada TKG III.
50,0% 43,3%
40,0%
30,0%
10,0% 0,1%
0,0%
0,0% TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V
4.3.6 Fekunditas
Berdasarkan hasil praktikum ikan lalawak didapat fekunditas pada beberapa
ikan. Fekunditas tertinggi 43593 butir ditemukan pada ikan yang mempunya bobot
sebesar 296,58gram dan fekunditas minimum 2880 butir ditemukan pada ikan yang
mempunya bobot sebesar 215,8gram. Berdasarkan nilai fekunditas tersebut dapat
diketahui bahwa bertambahnya bobot fekunditas juga bertambah. Nilai tersebut
menunjukkan potensi telur yang dihasilkan untuk suatu pemijahan. Hal ini sesuai
dengan Luvi (2000) bahwa didapatkan fekunditas ikan lalawak sebanyak 90.000-
190.000 butir telur dengan fekunditas rata-rata sebanyak 144.600 butir telur.
Sedangkan berdasarkan hasil praktikum ikan seren didapat fekunditas pada
beberapa ikan. Fekunditas tertinggi 99735 butir ditemukan pada ikan yang
mempunya bobot sebesar 202,65gram dan fekunditas minimum 2351 butir
ditemukan pada ikan yang mempunya bobot sebesar 210gram. Hal ini sesuai
dengan penelitian bahwa fekunditas ikan seren berkisar antara 209-2633 butir
(Indah 2007).
Berdasarkan hasil dari fekunditas ikan lalawak dan ikan seren adalah
besarnya bobot gonad dan fekunditas cenderung dipengaruhi oleh bobot dan
panjang ikan. Effendie (2002) menyatakan bahwa variasi jumlah telur ikan dapat
disebabkan karena adanya variasi ukuran ikan. Nilai fekunditas spesies ikan
dipengaruhi oleh ukuran panjang total dan bobot badan (Sukandi 2001).
pernyataan Tang & Affandi (2001) yang menyatakan bahwa diameter telur
berhubungan dengan bobot gonad dan fekunditas ikan.
Berdasarkan pengamatan visual, ikan lalawak memiliki gonad yang
bercabang dua. Bagian anterior sampai bagian posterior tiap cabang gonad
tersebut memiliki ukuran dan bentuk telur yang seragam. Namun masing-masing
cabang memiliki tingkat kematangan gonad yang berbeda, sehingga ikan lalawak
tergolong ikan yang memijah secara parsial (partial spawner) (Irin, I. 2016).
Sebaran diameter telur ikan seren yang diamati bervariasi antara 0,300-
1,209 mm (Indah 2007). Berdasarkan diameter telur, tipe pemijahan dari ikan
seren adalah total spawner. Artinya pemijahan ikan seren dilakukan dengan
mengeluarkan telur masa secara keseluruhan pada satu waktu pemijahan dan akan
melakukan pemijahan kembali pada musim pemijahan berikutmya.
pergeseran inti telur menuju kutub animal dan peluruhan atau penghancuran
membrane telur (Herawati 2017).
50,0% 32,2%
40,0%
30,0%
20,0% 6,5% 1,0%
10,0% 4,4% 1,0% 0,0%
0,4%0,0%0,0%0,0%0,0%0,1%0,0%0,0%0,1%0,0%
0,0%
Cyanophycae
Chlorophycae
BacillariophycaeDesmidiacaeChrysophycaeRhizopodaRotatoriaEntomostracaCopepodaTardigrada
Bagian tumbuhanDetritusIkan
NemataPlatyhelmintesBenthosBagianhewan
40,0%
30,0%
20,0% 14,6%
Ikan
Chlor
Rhizo
Rotat
Cope
Nema
Platy
Bagia
Bagia
Ento
Tardi
Benth
Detrit
Bacill
Desm
Chrys
Cyano
60,0% 54,4%
50,0% 32,2%
40,0%
30,0% 12,3%
20,0%
10,0% 0,1% 0,0% 1,0%
0,0%
45,0% 40,6%
40,0%
35,0%
30,0%
25,0% 14,6%
20,0%
15,0% 2,6%
10,0% 0,9% 0,1% 0,4%
5,0%
0,0%
kurang dari 2. Hal ini dapat terlihat dari jenis makanan yang ada dalam saluran
pencernaan ikan berupa fitoplankton, zooplankton, benthos, Bagian hewan,
Bagian tumbuhan dan Detritus sebagai pakan utama.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tipe pertumbuhan ikan lalawak adalah allometrik negative karena b < 3.
Allometrik negatif adalah pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan
pertumbuhan bobot. Sedangkan tipe pertumbuhan ikan seren adalah
allometrik poitif karena b > 3.
2. Tingkat kematangan gonad pada ikan lalawak dan ikan seren adalah
optimum pada TKG III, tipe pemijahan ikan lalawak adalah poliandri
dengan rasio kelamin 3:1 sedangkan pada ikan seren adalah monogami
dengan rasio kelamin 1:1, indeks kematangan gonad sebesar 1,81%.
3. Food and feeding habit ikan lalawak dan ikan seren berdasarkan tingkat
trofiknya sebesar 1 yaitu ikan herbivora, pakan utama ikan lalawak dan ikan
seren berupa detritus dengan makanan pelengkap yaitu bagian tumbuhan.
5.2 Saran
Praktikum kali ini, praktikan sebaiknya lebih disiplin dan teratur pada
jalannya acara praktikum. Praktikan seharusnya menjaga kondisi saat praktikum
sehingga tidak menimbulkan kekeliruan yang menyebabkan kesalahan dalam
praktikum.
63
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., DS. Sjafei, MF. Raharjo, Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan,
Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Bogor. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakulitas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bagenal, T.B. and E. Braum. 1978. Eggs and Early Life History, dalam W.E.
Ricker ed.Methods for Assessment of Fish Production in Fresh Water.
Blackwell Scientific Publication.
Ball, D. V. And K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Mc. Graw Hill Publishing
Company Limited, New Delhi. India. 472 hal.
Biswas, S.P. 1993. Manual of Methods in Fish Biology. South Asian Publishers,
New Delhi.
Caddy, J. F. & G. D. Sharp. 1986. An Ecological Framework for Marine Fishery
Investigations. FAO Fish. Tech. Pap. 283. 152 pp.
Dimas, A.H., Siti, N.A. 2011. Pola Pertumbuhan Faktor Kondisi Dan Nisbah
Kelamin Ikan Keperas Di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Seminar
Nasional Perikanan Indonesia 2011.
Effendi,M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Elly, N.F. 2006. Aspek Eko-Biologi Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) Pada
Berbagai Ketinggian Tempat Di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
64
Irin, I Kusmini., Fera, P Putri., dan Vitas, A Prakoso. 2016. Bioreproduksi Dan
Hubungan Panjang Bobot Terhadap Fekunditas Pada Ikan Lalawak
(Barbonymus balleroides). Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Tawar. Jurnal Riset Akuakultur, 11 (4), 2016, 339-345.
Kordi, K. M. Ghufran. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan
Per ama. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kordi, K. M. Ghufran. 2010. Budi Daya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta:
Lily Publisher.
Meretsky, V.J., Valdez, R.A., Douglas, M.E., Brouder, M.J. Gorman, O.T. &
Marsh, P.C. 2000. Spa-tiotemporal variation in length-weight
relationships of endangered humpback chub: implications for
conservation and management. Transactions of the American
Fisheries Society, 129: 419428.
Merta, I.G.S. 1993. Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Ikan Lemuru
(Sardinella lemuru) Bleeker, 1953 dari Perairan Selat Bali. Jun. Pen.
Per. Laut (73) : 35-44.
Moyle, PB & JJ Cech, Jr. 2004. Fishes: An Introduction to Ichtyology. 5th edition.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan. Penerbit: Penebar Swadaya. Jakarta. 191 hlm.
Mylonas, C.C., A. Fostier., dan S. Zanuy. Broodstock management and hormonal
manipulations of fish reproduction. General and Comparative
Endocrinology, 165 (1) : 516 534.
Narantaka, A.M.M. 2012. Pembenihan Ikan Mas. Javalitera. Jogjakarta.
Nikolsky, G. V. 1969. Theory of Fish Population Dynamic, as the Biological
Bacground of rational Exploitation and the management of Fishery
Resources.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academy Press. New York. 352 p
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standard for
Tropical Countries. London: AIT.
Pulungan,Chaidir .P , Windarti, Ridwan Manda .P. 2010, Penuntun
Praktikum Ikhtiologi , Fakultas Perikanan Universitas Riau. (tidak
diterbitkan)
Rahardjo, M.F., D. Sjafei., R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Iktiology. Lubuk
Agung, Bandung.
Rainboth, W. J. 1996. Fishes of the Cambodian Mekong. Food and Agriculture
Organization of the United Station, Rome.
Richter, C. J. J. dan Rustidja. (1985). Pengantar Ilmu Reproduksi Ikan. Nuffic/
Unibraw/Luw/Fish, Malang. 83 hal.
66
Susanto. 2007. Kiat Budidaya Ikan Mas di Lahan Kritis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Taofiqurohman, A. dkk. 2007. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (food Habit) Ikan
Nilem (Osteochilus hasselti) Di Tarogong Kabupaten Garut. Laporan
Penelitian Peneliti Muda (LITMUD) UNPAD. Universitas Padjajaran.
Bandung
Titin, H. 2017. Metode Biologi Perikanan. Unpad Press. Sumedang. 104 hal.
Utomo. B. 2006. Ekologi benih. USU Press, Medan. Karya ilmiah. Hal 32.
Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Gelas Ukur
= %
= 1,81%
72
LAMPIRAN TABEL
Tabel 5. Hasil Data Kelompok Food and Feeding Habbit Ikan Lalawak
2 Nitzschia Hyaloteca - -
Panjang Usus: 45 cm
73