Tinjauan Kepustakaan
Pendahuluan
Definisi
KAD merupakan suatu keadaan dekompensasi kekacauan metabolik dimana
terjadi defisiensi insulin absolut dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormones), sehingga semua keadaan tersebut
menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utililisasi glukosa oleh sel tubuh
menurun, dengan hasil akhir hiperglikemi (1-5). KAD dikenali dengan suatu trias
yang terdiri dari ketonemia, hiperglikemia dan asidosis metabolik. American
Diabetes Association (ADA) menyarankan penggunaan pendekatan yang lebih
pragmatis, yakni KAD dicirikan dengan asidosis metabolik (pH <7,3), bikarbonat
plasma <18 mmol/L, glukosa plasma >250 mg/dL, disertai dengan ketonemia (6).
2
Epidemiologi
KAD merupakan komplikasi serius kegawat daruratan pada pasien dengan
diabetes mellitus baik itu tipe 1 atau tipe 2. Insiden KAD dilaporkan lebih dari
500.000 kasus rawat inap setiap tahunnya, dengan usia tersering antara 18-44 tahun
(56%), 2/3 kasus terjadi pada DM tipe 1 dan 1/3 kasus pada diabetes tipe 2 (8). Di
Amerika dilaporkan angka kejadian KAD berkisar 145.000 kasus setiap tahunnya,
dengan angka kematian <1% pada populasi umum dan meningkat >5% pada populasi
berusia lebih dari 60 tahun dan pada penderita dengan komorbid yang menyertai.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD,
seperti sepsis, syok, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa
darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah (6).
Patofisiologi
Akibat dari defisiensi insulin absolut dan peningkatan hormon kontra
regulator insulin, penderita akan mengalami: 1. Hiperglikemi dan glukosuria berat, 2.
Penurunan lipogenesis, 3. Peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak
bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, -hidroksibutirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam cairan ekstaseluler mengakibatkan ketosis, meningkatkan
beban ion hidrogen dan mengakibatkan terjadinya asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menyebabkan kehilangan air dan
elektrolit seperti: natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida.
3
Muntah yang biasanya sering terjadi akibat dari asidosis metabolik dengan
perangsangan pusat muntah di otak juga ikut serta dalam mempercepat kehilangan air
dan elektrolit. Kehilangan air yang banyak (poliuria) akan menimbulkan uremia
prerenal dan syok hipovolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh tubuh dengan peningkatan pelepasan CO2 ke luar tubuh melalui
peningkatan ventilasi yang dalam (pernafasan kussmaul). Akibat dari asidosis
metabolik dan penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma
sampai meninggal (9).
HCO3- ekstraseluler
Konsentrasi HCO3- ekstrselular :
Volume cairan ekstraseluler
konsentrasi kecil dalam mitokondria, maka NADH harus diubah menjadi NAD+ dan
FADH2 harus diubah menjadi FAD. Konversi ini terjadi selama reaksi coupling
fosforilasi oksidatif, dimana adenosine triphosphate (ATP) diregenerasi dari
adenosine diphosphate (ADP), yang mengembalikan ion hidrogen yang dihasilkan
melalui oksidasi asam lemak rantai panjang kembali ke mitokondria. Oleh karena itu,
kecukupan ADP akan menentukan batas kecepatan reaksi coupling fosforilasi
oksidatif. Pada penderita KAD, hati tidak dapat menghasilkan ADP dalam jumlah
yang mencukupi untuk konversi NADH menjadi NAD+ dan FADH2 menjadi FAD,
dengan demikian menyebabkan akumulasi produksi ketoacid.
Ketoasid secara primer teroksidasi di otak dan ginjal. Pasien dengan ketosis
yang diakibatkan oleh kelaparan berkepanjangan hanya mengalami asidemia derajat
ringan, karena kecepatan ekskresi ketoasid oleh otak dan ginjal setara dengan
kecepatan produksi ketoasid hepatik. Selama terjadi ketosis yang disebabkan oleh
kelaparan berkepanjangan, otak dapat mengoksidasi sekitar 800 mmol ketoasid per
hari. Ginjal akan mengoksidasi sekitar 250 mmol ketoasid dan mengekskresikan
sekitar 150 mmol anion ketoacid (sebagian besar bersama amonium) setiap harinya,
sehingga pasien dengan ketosis akibat kelaparan jarang datang dengan kadar
konsentrasi bikarbonat <18 mEq/L dan keseimbangan asam-basa masih terjaga.
Dalam tiga penelitian uji klinis randomisasi terkontrol yang melibatkan total
73 pasien dengan KAD, pemberian sodium bikarbonat tidak memberikan keuntungan
(9). Sebagian besar pasien KAD tidak memerlukan pemberian sodium bikarbonat,
karena pemberian infus insulin dapat memperlambat kecepatan produksi ketoacid,
dan ion bikarbonat akan diproduksi ketika anion ketoasid teroksidasi. Meskipun
demikian, setelah pemberian insulin kecepatan produksi ketoasid mungkin tidak
mengalami penurunan sampai beberapa jam kemudian. Selain itu, produksi ion
bikarbonat akan mengalami penurunan jika otak dan ginjal mengoksidasi lebih sedikit
ketoasid. Kecepatan penggunaan ATP dalam otak mengalami penurunan ketika
pasien koma dan ketika pasien dalam pengaruh sedatif akibat pemberian obat atau
etanol, karena kedua kondisi ini dapat menyebabkan penurunan kecepatan
metabolisme serebral. Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, ekskresi ketoasid
8
bikarbonat tidak boleh diberikan pada anak-anak dengan KAD, kecuali terjadi
asidemia yang berat (pH < 6.90 dan konsentrasi plasma bikarbonat < 5 mmol/L) dan
pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap koreksi cairan (15). Faktor risiko
terjadinya edema serebri meningkat berbanding lurus dengan berbagai faktor, antara
lain: beratnya asidosis saat diagnosis, tingginya serum urea nitrogen, terapi
bikarbonat untuk koreksi asidosis, penurunan osmolalitas plasma yang sangat jelas,
peningkatan atau penurunan kadar natrium selama terapi, pemberian volume cairan
yang besar dalam 4 jam pertama dan pemberian insulin pada jam pertama terapi (9).
Sel-sel otak membengkak terjadi akibat adanya peningkatan osmolalitas
efektif dalam sel otak dibanding osmolalitas efektif dalam plasma kapiler sekitar
blood-brain barrier, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran cairan intraseluler
(intracellular shift of water) ke dalam sel otak. Peningkatan osmolit intraseluler otak
terjadi bersamaan dengan peningkatan influks ion sodium ke dalam sel otak. Ion
hidrogen dengan konsentrasi tinggi dalam sel otak dapat mengaktifkan mekanisme
transport ion sodium dalam membran sel, terutama sodium-hydrogen exchanger 1.
Konsentrasi ion hidrogen dalam sel otak meningkat ketika asam -hidroksibutirat
memasuki sel melalui monocarboxylic acid co-transporter.
Kation exchanger ini juga teraktivasi oleh konsentrasi insulin yang tinggi
dalam cairan interstitial. Setelah pasien dengan asidemia berat menerima insulin
melalui bolus intravena, maka sodium-hydrogen exchanger 1 dalam membran sel
otak teraktivasi, sehingga meningkatkan osmolitas efektif dalam sel otak, karena
influks ion sodium sedangkan sejumlah ion hidrogen dalam jumlah besar yang
dieksport secara osmotik menjadi inaktif karena ion-ion ini terikat pada protein
intraseluler. Beban Na+ kemudian akan dieksport menggunakan elektrogenik Na-K-
ATPase. Peningkatan voltage negatif intraseluler menyebabkan retensi ion potassium
(K+) dalam sel, yang dapat memicu terjadinya aliran air melalui aquaporin water
channels (AQP) dengan hasil akhir berupa peningkatan jumlah osmolit efektif dalam
sel otak. Guidelines terbaru penatalaksanaan KAD merekomendasikan untuk tidak
memberikan bolus intravena insulin (9).
10
Ringkasan
Asidemia pada penderita dengan KAD terjadi akibat hilangnya sodium
bikarbonat secara tidak langsung. Penting untuk dipahami bahwa rasio peningkatan
plasma anion gap terhadap penurunan konsentrasi plasma bikarbonat ini diperoleh
berdasarkan konsentrasi dan bukan konten, sehingga perlu diperhatikan
perubahan dalam volume cairan ekstraseluler ketika menggunakan rasio ini untuk
mengukur seberapa besar penambahan kotoasid. Pemberian sodium bikarbonat dapat
dipertimbangkan pada pasien yang memiliki kemampuan kecepatan pembuangan
ketoasid rendah (pasien dengan penurunan kesadaran atau disfungsi ginjal tingkat
lanjut yang telah diketahui sebelumnya). Osmolalitas efektif plasma tidak
diperbolehkan mengalami penurunan selama 15 jam pertama terapi, periode waktu
dimana sebagian besar terjadinya edema serebral.
Daftar Pustaka
1. Chua HR, Schneider A, Bellomo R. Bicarbonate in diabetic ketoacidosis - a
systematic review. Ann Intensive Care. 2011;1(1):23.
3. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone
JI, et al. Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes.
Diabetes care. 2001;24(1):131-53.
7. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in
adult patients with diabetes. Diabetes care. 2009;32(7):1335-43.
12. Emmett M, Narins RG. Clinical use of the anion gap. Medicine.
1977;56(1):38-54.
14. Glaser NS, Marcin JP, Wootton-Gorges SL, Buonocore MH, Rewers A,
Strain J, et al. Correlation of clinical and biochemical findings with diabetic
ketoacidosis-related cerebral edema in children using magnetic resonance
diffusion-weighted imaging. J Pediatr. 2008;153(4):541-6.