Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA

Terminologi dalam Manajemen Bencana

KELOMPOK 12 :

Anggun Pratiwi (1511212023)


Muhammad Agung Surya (1511212048)
Muthia Riska (1511212063)
Debi Eka Putri Andima (1511212070)
Egi Nisura (1511216071)
Engat Setiasih (1511216072)

Dosen Pembimbing :
Dr. Denas Symond, MCN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul Terminologi dan Manajemen
Bencana.
Selanjutnya shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada junjungan
umat muslim sedunia, yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya dari zaman jahiliyah hingga zaman berilmu yang dapat kita rasakan
seperti saat sekarang ini.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen
mata pelajaran Manajemen Bencana. Dalam penulisan makalah ini, penulis
banyak mengalami rintangan, tantangan, dan hambatan. Namun hal itu dapat
dilalui oleh penulis berkat petunjuk dari Allah SWT serta pihak lain yang ikut
membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Denas Symond, MCN dan semua rekan kelompok dua belas
yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, saran dan kritikan pembaca terhadap makalah ini penulis harapkan
untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Padang, April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pengertian Terminologi ............................................................................ 3
2.2 Manajemen Bencana ................................................................................ 3
2.3 Terminologi dalam Manajemen Bencana ............................................... 11
2.4 Terminologi Dasar Adaptasi Dan Pengurangan Resiko Bencana .......... 15
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 19
3.2 Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana merupakan kejadian yang tiba-tiba atau musibah yang

menggagnggu susunan dasar dan fungsi normal dari dari suatu masyarakat . Satu

kejadian atau serangkaian kejadian yang menimbulkan korban dan kerusakan

harta dan benda, infrastruktur, pelayanan yang penting atau sarana kehidupan

pada satu skala yang berada diluar kapasitas normal dari komunitas yang terlanda

untuk mengatasinya.

Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak

pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban

jiwa dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahu

an dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana. Disamping itu,

kejadian-kejadian bencana tersebut pun semakin menyadarkan banyak pihak

tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana.

Untuk itu perlu adanya pengetahuan tentang manajemen bencana untuk

menanggulangi masalah bencana dalam rangka meminimalisir resiko yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Definisi dari Terminologi?

2. Apakah definisi Bencana dan Manajemen Bencana?

3. Bagaiamana Terminologi dalam manajemen Bencana?

4. Terminologi Dasar Adaptasi Dan Pengurangan Resiko Bencana?

1
1.3 Tujuan
1. Mampu memahami Pengertian dari Terminologi

2. Mengetahui definisi Bencana dan Manajemen Bencana

3. Mengetahui Terminologi Dalam Manajemen Bencana

4. Mengetahui Terminologi Dasar Adaptasi Dan Pengurangan Resiko

Bencana

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terminologi


Terminologi adalah upaya untuk menjelaskan pengertian dari suatu
istilah, kemudian memperjelasnya sehingga tidak melenceng dari pengertian
sebenarnya.
Terminologi disebut juga peristilahan, yaitu bidang ilmu yang
mengkaji mengenai pengertian atau defenisis suatu istilah dan
penggunaannya. Secara sederhana, pengertian terminologi adalah suatu
penjelasan tentang apa maksud yang sebenarnya dari suatu istilah.

2.2 Manajemen Bencana


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007).
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan
terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan
dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi bencana. (UU 24/2007).
Manajemen bencana menurut (University of Wisconsin) sebagai
serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan
darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang
renta bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut
Manajemen bencana menurut (Universitas British Columbia) ialah
proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama
(common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan)
untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun
akual.

3
Terminologi bencana didefenisikan sebagai suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian
yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan
untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
(UNISDR Terminology on Disaster Risk Reduction 2009).

Secara umum, manajemen bencana bertujuan untuk :


1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta
benda dan lingkungan hidup
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian
ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang
layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan

Mekanisme manajemen bencana terdiri dari :


1. Mekanisme internal atau informal, yaitu unsur-unsur masyarakat di
lokasi bencana yang secara umum melaksanakan fungsi pertama dan
utama dalam manajemen bencana dan kerapkali disebut mekanisme
manajemen bencana alamiah, terdiri dari keluarga, organisasi sosial
informal (pengajian, pelayanan kematian, kegiatan kegotong royongan,
arisan dan sebagainya) serta masyarakat lokal.
2. Mekanisme eksternal atau formal, yaitu organisasi yang sengaja dibentuk
untuk tujuan manajemen bencana, contoh untuk Indonesia adalah
BAKORNAS PB, SATKORLAK PB dan SATLAK PB.

4
Secara umum manajemen bencana dan keadaan darurat adalah
tahapan pra-bencana, saat bencana, dan pasca-bencana. Untuk daerah-daerah
yang kerap tertimpa bencana entah itu yang dibuat manusia (banjir, longsor,
luapan lumpur, dll.) ataupun yang tak terduga secara awam (gempa tektonik,
vulkanik, angin puting beliung, dll.), sebaiknya menerapkan tahapan-tahapan
kerja yang lebih mendetail. Setiap tahapan itu adalah sebagai berikut:
1. Riset: pelajari fenomena alam yang akan terjadi secara umum atau
khusus di satu daerah. Kontur tanah hingga letak geografis suatu daerah
menjadi pengaruh utama penanganan ke depan. Jika yang terjadi adalah
peristiwa kebakaran hutan, riset tentang lokasi dan pendataan masyarakat
di dalam ataupun sekitar hutan mengawali paket penanganan bencana.
Jika kebakaran seperti terjadi di beberapa pasar, tentulah pendataan
kelayakan pasar tersebut akan membantu akar permasalahan bencana
kebakaran tersebut.
2. Analisis Kerawanan dan Kajian Risiko (Vulnerabilities Analysis and
Risk Assessment): ada beberapa variabel yang bisa menyebabkan
bencana ataupun keadaan darurat terjadi di satu daerah. Matriks atas
variabel ini patut didaftar untuk kemudian dikaji risiko atau dampaknya
jika satu variabel atau paduan beberapa variabel terjadi.
3. Sosialisasi dan Kesiapan Masyarakat: pengetahuan atas fenomena alam
hingga tindakan antisipatif setiap anggota masyarakat menjadi suatu hal
mutlak dilakukan oleh Pemerintah ataupun kalangan akademisi yang
telah melakukan kajian-kajian dan pemantauan atas fenomena alam di
daerahnya.
4. Mitigasi atau persiapan mendekati terjadinya bencana atau keadaan
darurat. Persiapan menghadapi banjir di komplek perumahan saya,
misalnya, dilakukan dengan membersihkan saluran got dan membangun
daerah-daerah penyerapan air ke tanah. Setiap minggu ada pemuda
Karang Taruna berkeliling meneriakkan 3M.
5. Warning atau peringatan bencana: di saat hari ini Gunung Kelud sudah
batuk cukup parah, sosialisasi bahaya letusan yang lebih besar
selayaknya juga dilakukan tak hanya dengan upaya persuasif. Tindakan

5
memaksa selayaknya juga diterapkan, tentu ada sosialisasi tindakan ini
harus diambil, jauh sebelum bencana ini terdeteksi. Teriakan melalui
pengeras suara masjid ataupun kentongan hingga SMS Blast ke setiap
pemilik telepon selular di daerah tersebut bisa menjadi alternatif
peringatan bagi warga masyarakat.
6. Tindakan Penyelamatan: jika yang terjadi adalah angin puting beliung,
tentulah tempat paling aman berada di bawah tanah dengan kedalaman
dan persiapan logistik yang memadai. Jika yang terjadi adalah banjir,
penyelamatan barang pribadi ke tempat lebih tinggi menjadi kewajiban
selain logistik dan perahu karet jika diperlukan.
7. Komunikasi: faktor komunikasi tetap harus terjaga, yang bisa dilakukan
dengan sistem telepon satelit (lihat www.psn.co.id untuk alat komunikasi
langsung ke satelit), agar bala-bantuan hingga kepastian keadaan sesaat
setelah terjadi bencana bisa terdeteksi dari Jakarta ataupun pusat
pemerintah provinsi.
8. Penanganan Darurat: jika ada anggota masyarakat yang memerlukan
perawatan medis ataupun ada anggota masyarakat yang dinyatakan
hilang, kesiapan regu penyelamat harus terkoordinasi dengan baik.
9. Keberlangsungan Penanganan: jika banjir tidak surut dalam waktu satu-
dua hari ataupun lokasi bencana tak memiliki jalur transportasi yang
memadai, upaya yang berkelanjutan adalah kewajiban pemerintah daerah
ataupun pusat dengan selalu berkoordinasi di lapangan.
10. Upaya Perbaikan: tahapan pasca-bencana ataupun pasca-keadaan darurat
adalah proses pengobatan yang memakan waktu lama. Jika peristiwa
Tsunami Aceh memakan korban jiwa dan harta yang sangat besar,
merancang perbaikan harus dilakukan secara seksama mengingat biaya
yang besar yang dikumpulkan dari masyarakat, bahkan masyarakat
internasional. Jika peristiwa banjir yang tiap tahun melanda pinggiran
Kali Ciliwung, tentunya lebih baik dilakukan tindakan antisipatif yang
lebih komprehensif dalam kerangka perbaikan di masa mendatang.
11. Pelatihan dan Pendidikan: untuk mendapatkan hasil terbaik untuk
mengantisipasi hingga mengupayakan perbaika pasca-bencana, setiap

6
daerah harus memiliki petugas-petugas yang cakap dan berpengetahuan.
Untuk itu diperlukan pendidikan dan pelatihan yang selalu sejalan
dengan penemuan teknologi penanganan bencana termutakhir.
12. Simulasi: setelah memiliki petugas yang cakap dan berpengetahuan,
setiap daerah harus melaksanakan simulasi penanganan bencana atapun
keadaan darurat agar setiap anggota masyarakat bisa mengantisipasi
hingga menyelamatkan diri dan anggota keluarganya , sehingga beban
daerah ataupun kerugian pribadi dapat diminimalisasi

Penanganan bencana dibagi menjadi 3 periode yaitu :


1. Pra Bencana : pencegahan lebih difokuskan, kesiapsiagaan berlevel
medium
2. Bencana : pada saat kejadian / krisis tanggap darurat menjadi
kegiataan terpenting
3. Pasca Bencana : pemulihan dan reconstruksi menjadi proses terpenting
setelah bencana

Kegiatan-kegiatan manajemen bencana :


1. Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika
mungkin dengan meniadakan bahaya). Misalnya :
Melarang pembakaran hutan dalam perladangan
Melarang penambangan batu di daerah yang curam
Melarang membuang sampah sembarangan
2. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya
yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana.

7
Bentuk mitigasi :
Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai,
rumah tahan gempa, dll.)
Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan,
dll.)
3. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna (UU 24/2007).
Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos komando,
penyiapan lokasi evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi
peraturan / pedoman penanggulangan bencana.
4. Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk
memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera
terjadi.
Pemberian peringatan dini harus :
Menjangkau masyarakat (accesible)
Segera (immediate)
Tegas tidak membingungkan (coherent)
Bersifat resmi (official)
5. Tanggap Darurat (response)
Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian
6. Bantuan Darurat (relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa :
Pangan
Sandang

8
Tempat tinggal sementara
kesehatan, sanitasi dan air bersih
7. Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena
bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada
keadaan semula. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana
dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll).
8. Rehabilitasi (rehabilitation)
Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk
membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan
fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
9. Rekonstruksi (reconstruction)
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan
fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat
pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan


masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta
benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu
langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak
kita harapkan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk
pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.
Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis
masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses
perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan
lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan
peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam
manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada
daerah rawan bencana.

9
Model Manajemen Bencana
1. Disaster management continuum model.
Model ini merupakan model yang paling popular karena terdiri
dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan.
Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi
emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,
preparedness, dan early warning.
2. Pre-during-post disaster model.
Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di
sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan
sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini
seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.
3. Contract-expand model.
Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada
manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction,
mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap
dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi
bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih
dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti
rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
4. The crunch and release model.
Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi
kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka
bencana akan kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
5. Disaster risk reduction framework.
Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada
identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard
dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.

10
2.3 Terminologi dalam Manajemen Bencana
Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
3. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi
ancaman bencana.
7. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.
8. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

11
9. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
10. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.
11. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
12. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayahpascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
13. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana.
14. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
15. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi.

12
16. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui
pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam
bencana.
17. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
18. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.
19. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi
Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana.
20. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa
keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti
sebagai akibat dampak buruk bencana.
21. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita
atau meninggal dunia akibat bencana.

Dalam pengelolaan bencana Pemerintah menetapkan bahwa yang


memiliki tanggungajawab adalah lembaga pemerintah non departemen
(LPND) yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat
pusat. Sedangkan din tingkat daerah ada 29 buah BPBD di tingkat provinsi
dan 171 BPBD di tingkat Kabupaten / Kota. Sedangkan
yangbertanggungjawab terhadap masalah kesehatan pada korban bencana
adalah kementerian kesehatan : Krisis Center(Critical Center).

Terdapat 9 regional dan 2 sub regional dari krisis center adalah:


1. Regional : Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan,
Banjarmasin, Makasar dan Manado
2. Subregional : Padang dan Jayapura

13
Skala dan status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007,
ditentukan oleh presiden. Penentuan skala dan status bencana ditentuiak
berdasarkan kriteria jumlah korban dan material yang dibawa oleh bencana,
infrastruktur yang rusak, luas area yang terkena, sarana umum yang tidak
berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan kemampuan sumber daya
lokal untuk mengatasinya. Aktivitas keseharian korban perlu segera
dinormalisasi, seperti warung atau pasar, sekolah, bekerja disamping aktivitas
lain yang juga besar yaitu membersihkan puing-puing reruntuhan atau
material, memperbaiki jalan dan sarana pembuangan limbah. Dapur umum
dibuka untuk melayani warga yang membutuhkan bantuan dengan tetap
memperhatikan kearifan lokal.
Reduksi stress atau trauma healing dilaksanakan sedini mungkin,
terutama pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui. Reduksi stres atau
trauma healing dilaksanakan sedini mungkin agar rehabibiltasi mental korban
bencana bisa dipulihkan untuk menerima kenyataan dan melakukann
aktivitasnya yang baru. Menanamkan nilai-nilai atau re-orientasi budaya
termasuk didalam keterampilan yang diperlukan untuk melanjutkan hidupnya.
Strategi re-orientasi budaya pada korban bencana dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Strategi akomodasi budaya dilakukan bila korban bencana telah memiliki
nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang positif untuk keberlanjutan
hidupnya dimasyarakat. Nilai, norma dan perilaku tersebut agar
dipertahankan dan korban bencana pada kategori ini perlu dilibatkan
secara aktif dalam pemulihan korban bencana yang lain.
2. Strategi negosiasi budaya dilakukan bila korban bencana telah memiliki
nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang kurang menguntungkan untuk
keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, terdapat korban
bencana yang mempunyai kebiasaan merokok, pemenuhan kebutuhan
membeli rokok yang kurang menguntungkan tersebut perlu diganti
dengan membeli bahan makanan untuk dirinya dan keluarganya. Petugas
trauma healing menegosiasikan contohcontoh budaya seperti ini.

14
3. Strategi restrukturisasi budaya dilakukan bila korban bencana telah
memiliki nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang merugikan untuk
keberlanjutan hidupnya di masyarakat. Misalnya, kebiasaan tangan
dibawah, malas berusaha, hobi mencuri barang milik orang lain. Pada
siatuasi ini, petugas merestrukturisasi budaya korban bencana dengan
budaya baru yang jauh lebih baik.

Bila ketiga strategi ini dapat diterapkan oleh petugas bencana, maka
saat memasuki tahap rekonstruksi akan lebih tertib dan pada saat telah tertata
masyarakat korban bencana memiliki budaya baru yang lebih unggul. Pada
sisi ini, kita memandang bencana sebagai peluang emas menata kembali
budaya Indonesia yang sudah mulai runtuh. Re-orientasi budaya perlu
menjadi pertimbangan membangun Indonesia yang lebih baik agar mampu
mandiri dan bersaing sehat serta cerdas hidupya.

2.4 Terminologi Dasar Adaptasi Dan Pengurangan Resiko Bencana


Mitigasi (Mitigation): Pengurangan atau pembatasan dampak-
dampak merugikan yang diakibatkan ancaman bahaya dan bencana terkait.
Dalam konteks perubahan iklim, mitigasi merujuk pada aksi-aksi yang
diambil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Osilasi Selatan El Nino (El
Nio-Southern Oscilation/ENSO)/La Nia: Suatu interaksi kompleks antara
Samudra Pasifik tropis dan atmosfer global yang mengakibatkan episode-
episode perubahan samudra dan pola-pola cuaca yang terjadi secara tidak
teratur di banyak belahan bumi, yang seringkali menimbulkan dampak besar
seperti berubahnya habitat kelautan, perubahan curah hujan, banjir,
kekeringan dan perubahan pola-pola badai.
Partisipasi (Participation): Suatu proses keterlibatan semua
pemangku kepentingan secara setara dan aktif dalam penyusunan kebijakan-
kebijakan dan strategi-stragegi dan dalam analisis, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evauasi aktivitas-aktivitas. Pembangunan berkelanjutan
(Sustainable development): Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini
tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi

15
kebutuhan mereka sendiri. Ia terdiri dari dua konsep kunci: konsep
kebutuhan, khususnya kebutuhan mendasar penduduk dunia yang miskin
yang harus mendapatkan prioritas utama; dan gagasan tentang pembatasan
yang diterapkan oleh kondisi teknologi dan pengorganisasian sosial tentang
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan di masa
mendatang (Komisi Brundtland, 1987) Pemulihan (Recovery): Restorasi -
dan perbaikan jika perlu - fasilitas, penghidupan dan kondisi hidup komunitas
yang terkena dampak bencana, termasuk upaya-upaya untuk mengurangi
faktor-faktor risiko bencana.
Pencegahan (Prevention): Penghindaran total dari dampak-dampak
merugikan yang diakibatkan ancaman bahaya-ancaman bahaya dan bencana-
bencana terkait. Pengalihan risiko (Risk transfer): Proses pengalihan
konsekuensi finansial yang ditimbulkan risiko-risiko tertentu secara formal
maupun informal dari satu pihak ke pihak lain dimana sebuah rumah tangga,
komunitas, badan usaha atau kewenangan negara akan mendapatkan sumber
daya dari pihak lain setelah sebuah bencana terjadi, sebagai ganti atas
manfaat sosial atau finansial yang sedang berjalan atau yang bersifat sebagai
kompensasi in exchange for ongoing or compensatory social or financial
benefis yang diberikan kepada pihak lain tersebut.
Pengelolaan keadaan darurat (Emergency management):
Pengaturan dan pengelolaan sumber daya dan tanggung jawab untuk
menangani segala aspek keadaan darurat, khususnya tahapan kesiapsiagaan,
respons dan pemulihan awal. Pengembangan kapasitas (Capacity
development): Proses dimana penduduk, lembaga dan masyarakat secara
sistematis mendorong dan mengembangkan kapasitas mereka seiring dengan
waktu untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan ekonomi, termasuk melalui
peningkatan pengetahuan, ketrampilan, sistem dan kelembagaan. Pengkajian
Dampak Lingkungan (Environmental Impact
Assessment/EIA): Proses dimana dampak-dampak sebuah usulan
proyek atau program dievaluasi, dilakukan sebagai bagian tak terpisahkan
dari proses-proses perencanaan dan pengambilan keputusan dengan tujuan

16
untuk membatasi atau mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan
proyek atau program.
Pengkajian/analisis risiko (Risk assessment/analysis): Sebuah
metodologi untuk menentukan sifat dan cakupan risiko dengan menganalisis
potensi ancaman bahaya dan mengevaluasi kondisi-kondisi kerentanan yang
ada yang bersama-sama berpotensi untuk merugikan/merusak penduduk yang
terpapar serta harta benda, layanan, penghidupan dan lingkungan tempat
mereka bergantung.
Pengurangan risiko bencana (Disaster risk reduction): Konsep dan
praktik mengurangi risiko-risiko bencana melalui upaya-upaya sistematis
untuk menganalisis dan mengelola faktor-faktor penyebab bencana, termasuk
melalui pengurangan keterpaparan terhadap ancaman bahaya, pengurangan
kerentanan penduduk dan harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan
secara bijak, dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap peristiwa-peristiwa
yang merugikan.
Peramalan (Forecast): Pernyataan pasti atau perkiraan statistik
tentang suatu kejadian di masa mendatang (UNESCO, WMO). Peremajaan
(Retrofitting) atau Peningkatan (Upgrading): Penguatan atau peningkatan
struktur-struktur yang ada agar lebih tanggap dan tangguh terhadap dampak-
dampak merusak yang ditimbulkan ancaman bahaya. Perencanaan tata guna
lahan (Land use planning): Proses yang dilakukan oleh pihak berwenang
pemerintah untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menentukan berbagai
pilihan yang berbeda tentang pemanfaatan lahan, termasuk pertimbangan
tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan dalam jangka panjang serta
dampaknya terhadap berbagai komunitas yang berbeda dan kelompok-
kelompok kepentingan, disusul oleh penyusunan dan pengesahan rencana-
rencana yang menggambarkan pemanfaatan yang diijinkan atau diterima.
Peringatan dini (Early warning): Serangkaian kapasitas yang
diperlukan untuk menghasilkan dan menyebarkan informasi peringatan untuk
memungkinkan orang perorangan, komunitas dan organisasi yang terancam
ancaman bahaya untuk bersiap dan mengambil tindakan secara tepat dan

17
dalam waktu yang memadai untuk mengurangi kemungkinan kerugian atau
kehilangan.
Perubahan iklim (Climate change): Suatu perubahan dalam iklim
yang berlangsung selama berdekade-dekade atau lebih lama yang diakibatkan
oleh penyebab-penyebab alamiah atau aktivitas manusia.
Platform nasional untuk pengurangan risiko bencana (National
platform for disaster risk reduction): Suatu istilah generik untuk
mekanisme-mekanisme nasional untuk pedoman koordinasi dan arahan
kebijakan tentang pengurangan risiko bencana yang bersifat multi-sektoral
dan antardisiplin dengan partisipasi pemerintah, swasta dan masyarakat sipil
serta melibatkan seluruh entitas terkait di dalam sebuah negara.
Risiko (Risk): Gabungan antara kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya. Risiko bencana
= Bahaya x kerentanan /Kapasitas Risiko bencana (Disaster risk): potensi
kerugian yang diakibatkan bencana terhadap nyawa, status kesehatan,
penghidupan, aset dan layanan yang dapat terjadi pada satu komunitas atau
masyarakat tertentu selama jangka waktu tertentu di masa mendatang.
Risiko yang dapat diterima (Acceptable risk): Tingkat potensi
kerugian yang dianggap bisa diterima oleh sebuah masyarakat atau komunitas
dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, politis, budaya, teknis
dan lingkungan yang ada.
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information
Systems/GIS): Analisis yang menggabungkan database relasional dengan
interpretasi dan keluaran spasial yang seringkali berbentuk peta. Suatu
definisi yang lebih lengkap adalah: program-program komputer untuk
menangkap, menyimpan, memeriksa, memadukan, menganalisis dan
menampilkan data tentang bumi yang telah dirujuk secara spasial.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis.

Terminologi bencana didefenisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap

keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas

pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan

menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Terminologi dalam Manajemen Bencana diantaranya ada Bencana, Bencana alam,

Bencana nonalam, Bencana sosial, Penyelenggaraan penanggulangan bencana,

Kegiatan pencegahan bencana, Kesiapsiagaan, Peringatan dini, Mitigasi, Tanggap

darurat, Rehabilitasi, Rekonstruksi, Ancaman bencana, Rawan bencana dan

Pemulihan.

3.2 Saran
Hendaknya di dalam menjalankan manajemen bencana koordinasi dalam

pihak atau dengan pihak lain maupun dengan warga setempat berjalan dengan

baik, sehinggga dalam hal menanggulangi bencana yang terjadi dapat terlaksana

sebagaimana mestinya dan dapat meminimalisir dampak akibat bencana yang

ditimbulkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Penanggulangan Krisis (SETJEN DEPKES)


Sadisun,Imam.Modul ITB Strategi Hidup Wilayah Berpotensi Bencana
Jonatan Lassa.2007.Modul Perencanaan & Paradigma Management Bencana
Teguh Paripurno,eka.2010.Manajemen Bencana seputar bencana di Indonesia
UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Hertanto, Heka. 2009. Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat. Media
Indonesia
http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana diakses
pada tanggal 21 April 2017
http://bpbd.banyuwangikab.go.id/docpub/Modul_Pengantar_Manajemen_Bencan
a.pdf diakses pada 21 April 2017

20
21

Anda mungkin juga menyukai