Anda di halaman 1dari 17

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

AR. BUNDA PRABUMULIH


NOMOR : 026/RS-Bunda/Pbm/I/2017
TANGGAL : 03 Januari 2017
TENTANG : Panduan Pasien Risiko Tinggi dan Pelayanan Risiko
Tinggi.

BAB I
DEFINISI

I. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DI RS AR. BUNDA PRABUMULIH

1. PELAYANAN KASUS EMERGENSI


Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) adalah suatu pertolongan yang cepat dan
tepat untuk mencegah kematian maupun kecacatan.

2. PELAYANAN RESUSITASI
Suatu sarana dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke
fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.

3. ASUHAN PASIEN KOMA


Ventilasi mekanik adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memberikan ventilasi
atau bantuan nafas pada pasien yang mengalami kegawatan nafas yang berkaitan dengan
kelainan paru, kelainan diluar paru,depresi nafas akibat obat atau gangguan neuromaskuler.

4. ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


Penyakit menular adalah penyakit yang dapat di tularkan (berpindah- pindah dari orang yang
satu ke orang yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung maupun perantara).
Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup dan
dapat berpindah. Penularan penyakit disebabkan proses infeksi oleh kuman atau virus.
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit (Potter dan Perry, 2005).

5. ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT IMMUNOSUPRESED


Imunosupresi mengacu pada peredam dari respon imun dengan sistem kekebalan tubuh yang
normal terhadap stimulasi antigenik, baik sengaja, atau sebagai efek samping dari agen terapi
seperti kemoterapi anti-neoplastik ( Thomas, 2016).
Imunosupresi (atau imunocompromaised) adalah gangguan sistem imun yang meningkatkan
resiko infeksi. Imunosupresi juga dapat melemahkan sistem inflasmasi.

6. ASUHAN PASIEN DENGAN HEMODIALISA


Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien
berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs,
2006).

1
7. ASUHAN PASIEN DENGAN RESTRAINT
Restraint adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap
gerakan/perilaku seseorang.
Dalam hal ini, perilaku yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan, bukan suatu
tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja/sebagai suatu refleks.

8. ASUHAN PADA PASIEN LANSIA, CACAT, ANAK-ANAK DAN POPULASI YANG


BERISIKO DISIKSA.
a. Lansia (Lanjut Usia)
Adalah periode dalam kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik dan
psikologis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu:
usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia
tua (old) 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
b. Bayi Baru Lahir (Neonatus)
Adalah bayi dalam kurun waktu satu jam pertama kelahiran.
c. Bayi Yang Lahir Normal
Adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir
2500 gram sampai 4000 gram.
d. Anak Anak
Adalah masa yang dimulai dari periode bayi sampai masa pubertas yaitu 13-14 tahun.
e. Orang Dengan Gangguan Jiwa
Adalah orang yang mengalami suatu perubahan pada fungsi kejiwaan. Keadaan ini ditandai
dengan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang Menimbulkan penderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
f. Orang Dengan Cacat Fisik
Adalah orang yang mengalami keterbatasan aktivitas, yang mempunyai ketergantungan dan
membutuhkan bantuan dari lingkungan sekitarnya.
g. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang disengaja atau penganiayaan secara langsung
merusak integritas fisik maupun psikologis korban, ini mencakup antara lain: memukul,
menendang, menampar, mendorong, menggigit, mencubit, pelecehan seksual, dan lain-lain
yang dilakukan baik oleh pasien, staf, maupun oleh pengunjung.
h. Kekerasan psikologis termasuk ancaman fisik terhadap individu atau kelompok yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada fisik, mental, spiritual, moral atau sosial termasuk pelecehan
secara verbal.
Menurut Atkinson, tindak kekerasan adalah perilaku melukai orang lain, secara verbal (kata-
kata yang sinis, memaki dan membentak) maupun fisik (melukai atau membunuh) atau
merusak harta benda.
i. Kekerasan Pada Perempuan
Adalah segala bentuk kekerasan berbasis jender yang berakibat menyakiti secara fisik,
seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan.

9. PELAYANAN PASIEN DENGAN KEMOTERAFI


Pelayanan Pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang sakit yang
dirawat di Rumah Sakit yang bertujuan untuk mengurangi atau menyembuhkan keluhan
yang berhubungan dengan kesehatan orang sakit tersebut.
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk
membunuh sel kanker.

2
II. PELAYANAN YANG BERESIKO TINGGI DI RUMAH SAKIT AR. BUNDA
PRABUMULIH

1. PELAYANAN DARAH
Tranfusi adalah pemindahan darah dan komponennya dari seseorang yang sehat (donor) ke
dalam peredaran darah penerima (resipien).

2. PELAYANAN PENYAKIT MENULAR


Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai macam penyakit diantaranya
penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat, dengan begitu hal ini
dapat menyebabkan resiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya, begitupun
dengan petugas kesehatan yang sering terpapar dengan agen infeksi.
Penularan penyakit terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial.
Infeksi nasokomial dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien
lain. Pasien dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat di
rumah sakit. Penularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
Pelayanan penyakit menular adalah perlakuan/asuhan khusus pada pasien dengan penyakit yang
berisiko untuk menularkan penyakit pada orang disekitarnya.

3. PELAYANAN PENYAKIT IMUNOSUPRESED


Imunosupresi melibatkan tindakan yang mengurangi aktivasi atau kemanjuran dari
sistem kekebalan tubuh, yaitu suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi
pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan
adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih
leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya
gangguan pertumbuhan dan produksi.
Imunosupresi induksi sengaja umumnya dilakukan untuk mencegah tubuh dari menolak
transplantasi organ, mengobati graft-versus-host penyakit setelah transplantasi sumsum
tulang, atau untuk pengobatan penyakit auto-imun seperti rheumatoid arthritis atau
penyakit Crohn. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan obat-obatan, namun
mungkin melibatkan pembedahan (splenektomi), plasmapharesis, atau radiasi.
Seseorang yang sedang mengalami imunosupresi, atau sistem kekebalan tubuh yang
lemah karena alasan lain (misalnya, kemoterapi, HIV, dan Lupus) dikatakan
immunocompromised. Ketika organ ditransplantasikan, sistem kekebalan tubuh
penerima kemungkinan besar akan mengenalinya sebagai jaringan asing dan
menyerangnya. Penghancuran organ tersebut akan berakibat fatal jika tidak diobati, dan
mungkin dapat berakhir pada kematian penerima.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

I. PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DI RS. AR. BUNDA PRABUMULIH

1. PELAYANAN KASUS EMERGENSI


Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan:
a. Penanggulangan penderita di tempat kejadian.
b. Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli.
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan.
(Instalasi Gawat Darurat dan HCU).

2. PELAYANAN RESUSITASI
INDIKASI RESUSITASI
Untuk pasien henti nafas, henti jantung, yang tidak sadar, tidak bernapas, dan yang tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.

3. ASUHAN PASIEN KOMA ATAU PENGGUNAAN ALAT BANTUAN HIDUP


a. INDIKASI
a) Pasien dengan gagal nafas akut
b) Pasien pasca operasi

b. PENGGUNAAN ALAT BANTUAN HIDUP


1. CPAP (Continuos Positive Airway Presure)
Oksigen konsentrator adalah mesin yang mengekstrak nitrogen dari atmosfir udara,
menghasiklkan output hamper oksigen murni.
CPAP adalah tekanan positive air way/jalan nafas yang kontinyu yang dapat membantu
anak-anak dengan gangguan pernapasan berat.
2. Ventilator
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang memberikan bantuan nafas
dengan cara membantu sebagai atau mengambil alih semua fungsi ventilasi guna
mempertahankan hidup.
a) Tujuan
Memberikan bantuan nafas dengan cara memberikan tekanan positif melalaui jalan
nafas buatan.
b) Indikasi
1) Gagal nafas akut disertai asidosis respiratory yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan biasa.
2) Hipoksemia yang telah mendapat terafi oksigen maksimal, namun tidak ada
perbaikan.
3) Apnue
4) Secara fisiologis memenuhi criteria:
5) Volume tidal, 5 ml/kg BB
6) RR > 35 x/mnt

4
7) PaO2 < 60 mmHg
8) PaCO > 60 mmHg
9) Ruang rugi : Tidal Volume > 0,6

c) Jenis Ventilator
1) Ventilator tekanan negatif
Ventilator ini tidak membutuhkan konector kejalan nafas (ETT) karena ventilator
ini membungkus tubuh, sekarang ini sudah ditinggalkan.
2) Ventilator tekanan positif
Ventilator ini memberikan tekanan positif kejalan nafas melalui ETT.

4. ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


a. Penanganan pasien dengan penyakit menular atau suspek mulai dari pintu masuk
sampai ke ruang rawat dan pasien pulang.
b. Penerapan kewaspadaan isolasi :
a) Hand hygiene.
b) Penggunaan Alat pelindung diri.
c) Penempatan pasien.
d) Praktek menyuntik yang aman.
e) Manajemen limbah dan benda tajam.
f) Pelayanan linen dan laudry.
g) Pemrosesan peralatan perawatan pasien.
h) Pengendalian lingkungan.
i) Penerapan hygiene respirasi.
j) Kewaspadaan berdasarkan transmisi.
c. Transport pasien.
d. Petugas yang menangani ruang isolasi.
e. Manajemen ruang isolasi.

5. ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT IMMUNOSUPRESED


Penyakit sistemik:
a. Diabetes mellitus
b. Alkoholisme kronis
c. Gagal ginjal atau hati
d. Gangguan autoimun seperti lupus eritematosus sistemik atau rheumatoid arthritis
e. Infeksi SSP

6. ASUHAN PASIEN DENGAN HEMODIALIS


a. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
b. Alur pelayanan pasien rujuk dengan Hemodialisa.

7. ASUHAN PASIEN DENGAN RESTRAINT


Pelayanan pasien dengan alat pengikat (Restraint) dilakukan oleh staf medis kepada
seluruh pasien Rawat Inap Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih mulai dari Instalasi Gawat
Darurat, Ruang Rawat Inap, hingga Unit Perawatan Intensif.

5
a. JENIS RESTRAINT
1. Pembatasan Fisik
Pemegangan fisik oleh petugas kepada pasien dengan tujuan untuk melakukan suatu
pemeriksaan fisik/tes rutin.
Contoh : Memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling
kurang bersifat reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan

2. Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri
dan kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat
tidur
3. Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien.

b. TEHNIK-TEHNIK RESTRAINT
1. Restraint Jaket (Jacket / Vest Restraint)
2. Restraint Mumy atau Bedong
3. Restraint Ekstremitas (Lengan dan Kaki)
4. Restraint Siku (Elbow Restraint)

c. INDIKASI RESTRAINT
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau
orang lain.
2. Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit.
3. Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup pasien.
4. Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak
berhasil/tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman
bahaya.

8. ASUHAN PADA PASIEN LANSIA, CACAT, ANAK-ANAK DAN POPULASI YANG


BERESIKO DISIKSA.
a. TUJUAN
Tujuan dari pelayanan pasien usia lanjut, anak-anak, penderita cacat dan yang berisiko
disakiti adalah melindungi kelompok pasien berisiko dari kekerasan fisik yang
dilakukan oleh pengunjung, staf rumah sakit dan pasien lain serta menjamin
keselamatan kelompok pasien berisiko yang mendapat pelayanan di Rumah Sakit. Dan
juga buku panduan ini digunakan sebagai acuan bagi seluruh staf Rumah Sakit dalam
melaksanakan pelayanan pasien terhadap kekerasan fisik, usia lanjut, penderita, anak-
anak dan yang berisiko disakiti.

b. Daftar kelompok pasien berisiko adalah sebagai berikut :


1. Pasien usia lanjut.
2. Pasien bayi dan anak-anak.
3. Pasien dengan cacat fisik dan cacat mental.
4. Korban kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT)
5. Pasien Napi, korban dan tersangka tindak pidana.

6
9. ASUHAN PASIEN DENGAN KEMOTERAFI
a. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit
canser.
b. Alur pelayanan pasien rujuk dengan Pelayanan Kemoterafi.

II. PELAYANAN YANG BERESIKO TINGGI DI RUMAH SAKIT AR. BUNDA


PRABUMULIH.
1. PELAYANAN DARAH
Dalam pedoman WHO disebutkan :
1. Tranfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat.
2. Tranfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti yang hilang/kurang.

Contoh Bentuk Sedian Darah Dan Komponen Darah


1. Darah Lengkap (Whole Blood)
Indikasi :
a. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi perdarahan akut dan massif,
meningkatkan dan dan mempertahankan proses pembekuan.
b. Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
2. Packed Red Cell (PRC)
Suhu simpan 42C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.
Indikasi :
a. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000ml
b. Hemoglobin <8g/dl
c. Hemoglobin < 10gr/dl dengan penyakit-penyakit utama (misalnya: empisema, atau
penyakit jantung iskemik)
d. Hemoglobin <12gr/dl dan tergantung pada ventilator

2. PELAYANAN PENYAKIT MENULAR


Penanganan pasien dengan penyakit menular atau suspek, mulai dari pintu masuk sampai ke
ruang rawat dan pasien pulang.

3. PELAYANAN PENYAKIT IMUNOSUPRESI


a.Pengobatan imunosupresif
a) Kortikosteroid
b) Imunoglobulin poliklonal seperti globulin antilymphocyte, dan imunoglobulin monoklonal
seperti daclizumab (imunitas seluler sasaran baik imunoglobulin monoklonal dan
poliklonal sendiri oleh depleting limfosit)
c) Antimetabolit
a. Inhibitor kalsineurin yang mencegah transkripsi sel t, seperti cyclosporine
b. Rapamycins yang memblokir kinase mtor di limfosit, seperti everolimus
c. Inhibitor mitosis yang memblokir metabolisme purin, seperti azathioprine
d) Radiasi pengion
Agen alkylating biologis seperti siklofosfamid dan klorambusil.
b. Penempatan pasien secara isolasi protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang yang daya
rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen,
yang biasanya dapat dilawannya. Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang
mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu. Misalnya pada pasien yang
sedang menjalani pengobatan sitostika atau imunosupresi.

7
BAB III
TATA LAKSANA

I. PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI DI RS AR BUNDA PRABUMULIH

1. TATA LAKSANA PASIEN DENGAN KASUS EMERGENCY


Pasien datang dilakukan TRIAGE Primary Survey (ABCD) Secondary Survey
2. TATA LAKSANA RESUSITASI
a. Dokter harus mengidentifikasi pasien yang memiliki kemungkinan henti napas /
jantung.
b. Dokter ataupun perawat wajib memberikan informasi selengkapnya dan berdiskusi
mengenai kondisi dan prognosa penyakit pasien, harapan hidup pasien, tindakan
resusitasi yang akan dilakukan jika terjadi henti jantung serta hasil yang mungkin
terjadi kepada keluarga pasien ataupun wali pasien yang telah dewasa.
c. Pengambilan keputusan tindakan resusitasi harus disetujui oleh pasien, keluarga pasien
maupun wali pasien yang sudah dewasa dan harus dicatat di rekam medis pasien
melalui informed consent tentang tindakan resusitasi
d. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi DNR (Do Not
Resucitation).

3. TATA LAKSANA PADA PEMBERIAN DARAH


A. Alur pemberian darah

Mengambil sample
Informed consent darah (3cc)
Permintaan tranfusi Menghubungi PMI
kepada pasien dan
darah : instruksi DPJP kabupaten/kota Dilabel : nama, alamat,
keluarga
umur, no rekam medis

Dicatat di dalam buku


Darah dibawa oleh kurir
Disimpan di dalam serah terima darah dan Penerimaan darah oleh
menggunakan cooling
kulkas darah dg suhu 4C dicatat di dalam rekam ruangan
box
medis pasien

B. Reaksi Tranfusi Darah


1. Reakasi alergi
Terjadi disebabkan oleh hipersensitivitas penderita terhadap protein dalam darah
donor.
Gejala :
a. Demam dengan menggigil,
b. Muntah-muntah,
c. Takikardi,
d. Urtikaria
e. Edema pada wajah,
f. TD menurun
g. Yang paling terberat syok anafilaktik
8
2. REAKSI PYROGEN
Disebabkan oleh zat-zat pirogen dalam darah dan peralatan transfusi gejalanya sering
sukar dibedakan dengan reaksi alergi.
Pyrogen merupakan produk metabolisme bakteri .
REAKSI PYROGEN :
a. Dapat timbul selama atau setelah transfuse.
b. Reaksi khas berupa peningkatan temperatur antara 38C-40C.
c. Demam dengan kenaikan lebih 1 derajat celsius dengan menggigil, kemerahan,
kegelisahan dan ketegangan dapat disertai dengan nyeri kepala dan nyeri pinggang.
d. Kondisi ini jarang berlanjut menjadi berat.

3. OVER TRANFUSI
a. Terjadi karena setelah pemberian yang cepat dan banyak terutama karena tambahan
cairan koloid dan seluler.
b. Jika terjadi over transfusi, transfusi harus segera dihentikan, pengobatan sesuai
dengan payah jantung akut dengan digitalisasi, oksigen dan diuretic.

3. TATA LAKSANA PADA PASIEN KOMA YANG PERLU DIPERHATIKAN


a. Beritahu keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan dan resiko yang mungkin
timbul.
b. Bila keluarga sudah merasa jelas dengan penjelasan dokter,maka keluarga diminta untuk
tanda tangan surat persetujuan.
c. Bila pasien sadar beri tahu tentang prosedur yang akan dilakukan.

4. TATA LAKSANA ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien
dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu
dilakukan meliputi:
a. Kewaspadaan standar
Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi sekret pernapasan.
b. Kewaspadaan kontak
1. Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien.
2. Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, termometer,
tensimeter, dan lain-lain.
c. Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada pada jarak 1 (satu)
meter dari pasien.

5. TATA LAKSANA ASUHAN PASIEN DENGAN IMUNOSUPRESI


Penyakit sistemik:
a. Diabetes mellitus
Pelayanan dengan memperhatikan pola diet pasien yang diatur berdasarkan tingkat
kebutuhan kalori pasien dan tipe DM.
b. Alkoholisme kronis
Pelayanan dengan memperhatikan efek samping dari toksik alkohol selama 1 minggu
perawatan, terutama pada respon cahaya pada mata dan tingkat kesadaran pasien.

9
c. Gagal ginjal atau hati
Pelayanan dengan memperhatikan reaksi metabolisme dari tubuh yang timbul akibat
gejala-gejala dari penyakit tersebut, seperti mual, muntah bahkan sampai edema.
d. Gangguan autoimun seperti lupus eritematosus sistemik atau rheumatoid arthritis.
Pelayanan dengan memperhatikan reaksi imun pasien dengan menempatkan pasien
ditempat yang khusus karena rentan sekali untuk tertular infeksi nosokomial
dikarenakan daya imun yang rendah.
e. Infeksi SSP
Pelayanan dengan memperhatikan personal hygiene pasien dikerenakan tingkat
kesadaran pasien yang menurun disebabkan karena penekanan sisten saraf pusat,
sehingga pasien dikondisikan pada keadaan koma.

6. TATA LAKSANA ASUHAN PASIEN DENGAN DYALISIS


a. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
b. Pelayanan dengan memperhatikan reaksi metabolisme dari tubuh yang timbul akibat
gejala-gejala dari penyakit tersebut, seperti mual, muntah, anemia bahkan sampai edema.
c. Alur pelayanan pasien rujuk dengan Hemodialisa.
d. Membuat alur rujukan pasien dengan indikasi untuk di HD dengan Rumah Sakit yang
sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih.

7. TATA LAKSANA ASUHAN PASIEN DENGAN RESTRAINT


Restraint terdiri dari berbagai jenis, antara lain :
1. Pembatasan Fisik
a. Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi pasien, menggerakkan pasien, atau
mencegah pergerakan pasien.
b. Pemegangan fisik : biasanya staf memegangi pasien dengan tujuan untuk melakukan suatu
pemeriksaan fisik/tes rutin. Namun, pasien berhak menolak prosedur ini. Apabila terpaksa
memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling kurang bersifat
reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan. Pada beberapa keadaan, dimana pasien
setuju untuk menjalani prosedur/ medikasi tetapi tidak dapat berdiam diri/tenang untuk
disuntik/menjalani prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan tujuan prosedur/
pemberian medikasi berjalan dengan lancar dan aman. Hal ini bukan merupakan restraint.

2. Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri dan
kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat tidur. Namun
perlu diperhatikan bahwa penggunaan bedrails dianggap berisiko terjebak di antara kasur dan
bedrails dengan kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat dibandingkan tanpa
penggunaan bedrails. Jadi, penggunaan bedrails harus mempunyai keuntungan yang melebihi
resikonya. Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur, penggunaan
side rails bukan merupakan restraint karena penggunaan side rails tidak berdampak pada
kebebasan bergerak pasien.

3. Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien. Obat-obatan dianggap
sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan tersebut tidak sesuai dengan
standar terapi pasien dan penggunaan obat-obatan ini hanya ditujukan untuk mengontrol

10
perilaku pasien/membatasi kebebasan bergerak pasien. Kriteria untuk menentukan suatu
penggunaan obat dan kombinasinya tidak tergolong restraint adalah :
a. Obat-obatan tersebut diberikan dalam dosis yang sesuai dan telah disetujui oleh Food and
Drug Administraion (FDA) dan sesuai indikasinya.
b. Penggunaan obat mengikuti/sesuai dengan standar praktik kedokteran yang berlaku.
c. Penggunaan obat untuk mengobati kondisi medis tertentu pasien didasarkan pada gejala
pasien, keadaan umum pasien, dan pengetahuan klinis/dokter yang merawat pasien.
d. Penggunaan obat tersebut diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi
fungsionalnya secara efektif dan efisien.
e. Jika secara keseluruhan efek obat tersebut menurunkan kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya secara efektif, maka obat tersebut tidak
digunakan sebagai terapi standar untuk pasien.
f. Tidak diperbolehkan menggunakan pembatasan kimia (obat sebagai restraint) untuk
tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode untuk
pembalasan dendam.

11
INTERVENSI DAN ALTERNATIF RESTRAINT

8. TATA LAKSANA PADA PASIEN DENGAN KELOMPOK BERESIKO TINGGI


PASIEN BERESIKO TINGGI

I. Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran
a. Pasien Rawat Jalan
a) Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai
tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
b) Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
b. Pasien Rawat Inap
1. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat.

12
2. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
3. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
4. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang
ditunjukdan dipercaya.

II. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak


1. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangantidak
boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
2. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akandilakukan
tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi bukankepada
keluarga yang lain.

III. Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat


1. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat
jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan
yang disandang sampai proses selesai dilakukan.
2. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak lain
yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
3. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat
menggunakan bel tersebut.
4. Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidup pasien.

IV. Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan,
napi,korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga)
1. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di
kantor perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu
kamar perawatan dengan pasien beresiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.

9. ASUHAN PASIEN DENGAN KEMOTERAFI


1. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit
canser.
Pelayanan dengan memperhatikan reaksi metabolisme dari tubuh yang timbul akibat
gejala-gejala dari penyakit tersebut, seperti mual, muntah, anoreksia, anemia bahkan sampai
dengan penurunan keasadaran.
2. Alur pelayanan pasien rujuk dengan kemoterafi
Membuat alur rujukan pasien dengan indikasi untuk di kemoterafi dengan Rumah
Sakit yang sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih.

13
I. TATA LAKSANA PELAYANAN BERISIKO TINGGI
1. PELAYANAN DARAH
a. Tata Laksana Tranfusi Darah
a) Pasien harus terpasang IV line dengan abbocath ukuran besar dan menggunakan
blood set dengan filter standar.
b) Sebelum memberikan tranfusi, IV line pasien harus dibilas Normal Saline (NS)
50-100 ml, terutama bila akan diberikan PRC. Penggunaan larutan selain NaCl
fisiologik dapat merugikan, sebab larutan glukosa menyebabkan penggumpalan
dan mengurangi survival eritrosit, sedangkan ringer laktat menyebabkan
terbentuknya bekuan.
c) Suhu darah pada saat diberikan tidak terlampau dingin karena dapat menyebabkan
aritmia jantung, meskipun demikian tindakan menghangatkan darah secara aktif
tidak dianjurkan karena dapat merusak eritrosit dan mempercepat pertumbuhan
bakteri. Darah tidak boleh dikeluarkan dari lemari pendingin lebih dari 30 menit
kecuali jika digunakan.
d) Darah yang akan di tranfusikan ke pasien harus dicocokkan dengan identitas
pasien. Perawat juga harus melihat tanggal kadaluarsa darah yang akan
ditranfusikan ke pasien. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian darah.
e) Pada pasien dengan resiko gagal jantung kongestif, pasien harus diberikan diuretic
untuk mencegah overload cairan. Acetaminophen dan atau antihistamin seperti
dexamethason mungkin diberikan sebelum tranfusi untuk mencegah reaksi
tranfusi.
f) Transfusi sel darah merah (darah lengkap, darah merah pekat, darah lengkap
segar) tidak perlu dihangatkan dan diberikan tidak boleh lebih dari 4 jam (15 tts /
menit).
g) Obat tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong darah
h) Pasien transfusi dipantau 15 menit pertama, kemudian setiap 1 jam. Hal ini
bertujuan untuk melihat adanya reaksi alergi tranfusi. Bila terjadi reaksi tranfusi
segera hentikan tranfusi dan catat diblanko reaksi tranfusi serta laporkan ke Unit
Laboratorium Rumah Sakit AR. Bunda.
i) Sebaiknya tiap 500 ml darah sudah masuk dalam waktu tidak lebih dari 2
jam, dan jangan menangguhkan transfusi dari kantong darah yang telah terbuka
sebab memperbesar kemungkinan kontaminasi dengan bakteri.
j) Selang transfusi diganti setelah 12 jam, untuk menghindari adanya bakteri pyrogen
yang dapat menyebabkan reaksi tranfusi.
k) Pada cuaca panas selang transfusi diganti lebih sering atau setiap setelah 4 kantong
darah bila ditransfusi kurang dari 12 jam.

b. TATA LAKSANA REAKSI TRANFUSI


a) Menghentikan pemberian darah seketika dan menggantinya dengan cairan
Normal Saline 0,9 %.
b) Cek ulang darah yang diberikan ke pasien (cocokkan dengan identitas dan tgl
expired).
c) Pertahankan IV line dan berikan cairan adekuat dengan cairan kristaloid atau
koloid, dan hitung urine output.
d) Observasi TTV, TD dan nadi
e) Berikan ventilasi yang adekuat
14
f) Melaporkan kepada dokter tentang kejadian reaksi
g) Kejadian reaksi tranfusi harus dicatat di Rekam Medis pasien, dengan
mencantumkan nomor seri kantong darah.

c. Tindakan spesifik :
a) Pemberian anti histamin (klorfeniramin atau difenhidramin)
b) Tambahkan pula dengan kortikosteroid (dexametason).
c) Reaksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian dexametason atau
difenhidramin secara IM atau oral sesaat sebeum transfusi dilakukan pada
penderita dengan riwayat alergi.

2. PELAYANAN PENYAKIT MENULAR

Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, Gunakan masker N95 bila memasuki
ruang isolasi.
a. Airborne Precaution
Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1. Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area sekitarnya
2. Pertukaran udara 6 12 kali/jam.
3. Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien
sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
4. Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
5. Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan
pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara
khort.
6. Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

b. Patient Transport
1. Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang
penting saja.
2. Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

c. Contact Precaution
1. Penempatan pasien
a) Tempatkan pasien di kamar tersendiri.
b) Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart.
c) Sarung tangan dan kebersihan tangan.
d) Gunakan sarung tangan sesuai prosedur.
e) Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme.
f) Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan.
g) Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub.
h) Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa
tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin
terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien
atau lingkungan lain.

15
i) Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara
kohart tempatkan pasien secara kohart
j) Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak > 1 Meter
antar TT.
2. Masker
a) Gunakan masker bila bekerja dengan dalam radius 1 Meter.
b) Gunakan masker jika masuk ruangan.

3. Pemindahan pasien
a) Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk
tujuan yang perlu
b) Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan
pakai masker
4. Gaun
a) Pakai gaun bersih/non steril bila memasuki ruang pasien biar diantisipasi bahwa
pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peralatan
pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy,
colonostomy, dan luka terbuka.
b) Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
c) Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan
permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke
pasien atau lingkungan lain.

d. Transportasi pasien
1. Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan
yang penting saja.
2. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan
pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi
mikro-organisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan.

3. TATA LAKSANA PELAYANAN DENGAN IMUNOSUPRESI


a. Pengobatan imunosupresif
a) Kortikosteroid
b) Imunoglobulin poliklonal seperti globulin antilymphocyte, dan imunoglobulin
monoklonal seperti daclizumab (imunitas seluler sasaran baik imunoglobulin
monoklonal dan poliklonal sendiri oleh depleting limfosit)
c) Antimetabolit
a. Inhibitor kalsineurin yang mencegah transkripsi sel t, seperti cyclosporine
b. Rapamycins yang memblokir kinase mtor di limfosit, seperti everolimus
c. Inhibitor mitosis yang memblokir metabolisme purin, seperti azathioprine
d) Radiasi pengion
Agen alkylating biologis seperti siklofosfamid dan klorambusil.
b. Penempatan pasien secara isolasi protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang
yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap
semua jenis pathogen, yang biasanya dapat dilawannya. Pasien harus ditempatkan
dalam lingkungan yang mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang
perlu. Misalnya pada pasien yang sedang menjalani pengobatan sitostika atau
imunosupresi.

16
BAB IV
DOKUMENTASI

1. SPO pelayanan Risiko Tinggi.


2. Daftar diagnose dengan risiko tinggi
3. Daftar pasien dengan risiko tinggi.

Ditetapkan di : Prabumulih
Tanggal : 03 Januari 2017
DIREKTUR RUMAH SAKIT
AR. BUNDA,

dr. H. Alip Yanson, MARS

17

Anda mungkin juga menyukai