BAB I
DEFINISI
2. PELAYANAN RESUSITASI
Suatu sarana dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke
fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.
1
7. ASUHAN PASIEN DENGAN RESTRAINT
Restraint adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap
gerakan/perilaku seseorang.
Dalam hal ini, perilaku yang dimaksudkan adalah tindakan yang direncanakan, bukan suatu
tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja/sebagai suatu refleks.
2
II. PELAYANAN YANG BERESIKO TINGGI DI RUMAH SAKIT AR. BUNDA
PRABUMULIH
1. PELAYANAN DARAH
Tranfusi adalah pemindahan darah dan komponennya dari seseorang yang sehat (donor) ke
dalam peredaran darah penerima (resipien).
3
BAB II
RUANG LINGKUP
2. PELAYANAN RESUSITASI
INDIKASI RESUSITASI
Untuk pasien henti nafas, henti jantung, yang tidak sadar, tidak bernapas, dan yang tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.
4
7) PaO2 < 60 mmHg
8) PaCO > 60 mmHg
9) Ruang rugi : Tidal Volume > 0,6
c) Jenis Ventilator
1) Ventilator tekanan negatif
Ventilator ini tidak membutuhkan konector kejalan nafas (ETT) karena ventilator
ini membungkus tubuh, sekarang ini sudah ditinggalkan.
2) Ventilator tekanan positif
Ventilator ini memberikan tekanan positif kejalan nafas melalui ETT.
5
a. JENIS RESTRAINT
1. Pembatasan Fisik
Pemegangan fisik oleh petugas kepada pasien dengan tujuan untuk melakukan suatu
pemeriksaan fisik/tes rutin.
Contoh : Memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih metode yang paling
kurang bersifat reaktif/sedikit mungkin menggunakan pemaksaan
2. Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri
dan kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat
tidur
3. Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien.
b. TEHNIK-TEHNIK RESTRAINT
1. Restraint Jaket (Jacket / Vest Restraint)
2. Restraint Mumy atau Bedong
3. Restraint Ekstremitas (Lengan dan Kaki)
4. Restraint Siku (Elbow Restraint)
c. INDIKASI RESTRAINT
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau
orang lain.
2. Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit.
3. Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan
dengan kelangsungan hidup pasien.
4. Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak
berhasil/tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman
bahaya.
6
9. ASUHAN PASIEN DENGAN KEMOTERAFI
a. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien yang menderita penyakit
canser.
b. Alur pelayanan pasien rujuk dengan Pelayanan Kemoterafi.
7
BAB III
TATA LAKSANA
Mengambil sample
Informed consent darah (3cc)
Permintaan tranfusi Menghubungi PMI
kepada pasien dan
darah : instruksi DPJP kabupaten/kota Dilabel : nama, alamat,
keluarga
umur, no rekam medis
3. OVER TRANFUSI
a. Terjadi karena setelah pemberian yang cepat dan banyak terutama karena tambahan
cairan koloid dan seluler.
b. Jika terjadi over transfusi, transfusi harus segera dihentikan, pengobatan sesuai
dengan payah jantung akut dengan digitalisasi, oksigen dan diuretic.
9
c. Gagal ginjal atau hati
Pelayanan dengan memperhatikan reaksi metabolisme dari tubuh yang timbul akibat
gejala-gejala dari penyakit tersebut, seperti mual, muntah bahkan sampai edema.
d. Gangguan autoimun seperti lupus eritematosus sistemik atau rheumatoid arthritis.
Pelayanan dengan memperhatikan reaksi imun pasien dengan menempatkan pasien
ditempat yang khusus karena rentan sekali untuk tertular infeksi nosokomial
dikarenakan daya imun yang rendah.
e. Infeksi SSP
Pelayanan dengan memperhatikan personal hygiene pasien dikerenakan tingkat
kesadaran pasien yang menurun disebabkan karena penekanan sisten saraf pusat,
sehingga pasien dikondisikan pada keadaan koma.
2. Pembatasan Mekanis
Yaitu melibatkan penggunaan suatu alat, misalnya penggunaan pembatas di sisi kiri dan
kanan tempat tidur (bedrails) untuk mencegah pasien jatuh/turun dari tempat tidur. Namun
perlu diperhatikan bahwa penggunaan bedrails dianggap berisiko terjebak di antara kasur dan
bedrails dengan kemungkinan mengalami cedera yang lebih berat dibandingkan tanpa
penggunaan bedrails. Jadi, penggunaan bedrails harus mempunyai keuntungan yang melebihi
resikonya. Namun, jika pasien secara fisik tidak mampu turun dari tempat tidur, penggunaan
side rails bukan merupakan restraint karena penggunaan side rails tidak berdampak pada
kebebasan bergerak pasien.
3. Pembatasan Kimia
Yaitu melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien. Obat-obatan dianggap
sebagai suatu restraint hanya jika penggunaan obat-obatan tersebut tidak sesuai dengan
standar terapi pasien dan penggunaan obat-obatan ini hanya ditujukan untuk mengontrol
10
perilaku pasien/membatasi kebebasan bergerak pasien. Kriteria untuk menentukan suatu
penggunaan obat dan kombinasinya tidak tergolong restraint adalah :
a. Obat-obatan tersebut diberikan dalam dosis yang sesuai dan telah disetujui oleh Food and
Drug Administraion (FDA) dan sesuai indikasinya.
b. Penggunaan obat mengikuti/sesuai dengan standar praktik kedokteran yang berlaku.
c. Penggunaan obat untuk mengobati kondisi medis tertentu pasien didasarkan pada gejala
pasien, keadaan umum pasien, dan pengetahuan klinis/dokter yang merawat pasien.
d. Penggunaan obat tersebut diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi
fungsionalnya secara efektif dan efisien.
e. Jika secara keseluruhan efek obat tersebut menurunkan kemampuan pasien untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya secara efektif, maka obat tersebut tidak
digunakan sebagai terapi standar untuk pasien.
f. Tidak diperbolehkan menggunakan pembatasan kimia (obat sebagai restraint) untuk
tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien, atau sebagai metode untuk
pembalasan dendam.
11
INTERVENSI DAN ALTERNATIF RESTRAINT
I. Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran
a. Pasien Rawat Jalan
a) Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai
tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
b) Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
b. Pasien Rawat Inap
1. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat.
12
2. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
3. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
4. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang
ditunjukdan dipercaya.
IV. Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan,
napi,korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga)
1. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di
kantor perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu
kamar perawatan dengan pasien beresiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
13
I. TATA LAKSANA PELAYANAN BERISIKO TINGGI
1. PELAYANAN DARAH
a. Tata Laksana Tranfusi Darah
a) Pasien harus terpasang IV line dengan abbocath ukuran besar dan menggunakan
blood set dengan filter standar.
b) Sebelum memberikan tranfusi, IV line pasien harus dibilas Normal Saline (NS)
50-100 ml, terutama bila akan diberikan PRC. Penggunaan larutan selain NaCl
fisiologik dapat merugikan, sebab larutan glukosa menyebabkan penggumpalan
dan mengurangi survival eritrosit, sedangkan ringer laktat menyebabkan
terbentuknya bekuan.
c) Suhu darah pada saat diberikan tidak terlampau dingin karena dapat menyebabkan
aritmia jantung, meskipun demikian tindakan menghangatkan darah secara aktif
tidak dianjurkan karena dapat merusak eritrosit dan mempercepat pertumbuhan
bakteri. Darah tidak boleh dikeluarkan dari lemari pendingin lebih dari 30 menit
kecuali jika digunakan.
d) Darah yang akan di tranfusikan ke pasien harus dicocokkan dengan identitas
pasien. Perawat juga harus melihat tanggal kadaluarsa darah yang akan
ditranfusikan ke pasien. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemberian darah.
e) Pada pasien dengan resiko gagal jantung kongestif, pasien harus diberikan diuretic
untuk mencegah overload cairan. Acetaminophen dan atau antihistamin seperti
dexamethason mungkin diberikan sebelum tranfusi untuk mencegah reaksi
tranfusi.
f) Transfusi sel darah merah (darah lengkap, darah merah pekat, darah lengkap
segar) tidak perlu dihangatkan dan diberikan tidak boleh lebih dari 4 jam (15 tts /
menit).
g) Obat tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong darah
h) Pasien transfusi dipantau 15 menit pertama, kemudian setiap 1 jam. Hal ini
bertujuan untuk melihat adanya reaksi alergi tranfusi. Bila terjadi reaksi tranfusi
segera hentikan tranfusi dan catat diblanko reaksi tranfusi serta laporkan ke Unit
Laboratorium Rumah Sakit AR. Bunda.
i) Sebaiknya tiap 500 ml darah sudah masuk dalam waktu tidak lebih dari 2
jam, dan jangan menangguhkan transfusi dari kantong darah yang telah terbuka
sebab memperbesar kemungkinan kontaminasi dengan bakteri.
j) Selang transfusi diganti setelah 12 jam, untuk menghindari adanya bakteri pyrogen
yang dapat menyebabkan reaksi tranfusi.
k) Pada cuaca panas selang transfusi diganti lebih sering atau setiap setelah 4 kantong
darah bila ditransfusi kurang dari 12 jam.
c. Tindakan spesifik :
a) Pemberian anti histamin (klorfeniramin atau difenhidramin)
b) Tambahkan pula dengan kortikosteroid (dexametason).
c) Reaksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian dexametason atau
difenhidramin secara IM atau oral sesaat sebeum transfusi dilakukan pada
penderita dengan riwayat alergi.
Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, Gunakan masker N95 bila memasuki
ruang isolasi.
a. Airborne Precaution
Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1. Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area sekitarnya
2. Pertukaran udara 6 12 kali/jam.
3. Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien
sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
4. Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
5. Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan
pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara
khort.
6. Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.
b. Patient Transport
1. Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang
penting saja.
2. Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien
c. Contact Precaution
1. Penempatan pasien
a) Tempatkan pasien di kamar tersendiri.
b) Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart.
c) Sarung tangan dan kebersihan tangan.
d) Gunakan sarung tangan sesuai prosedur.
e) Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme.
f) Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan.
g) Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub.
h) Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa
tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin
terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien
atau lingkungan lain.
15
i) Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara
kohart tempatkan pasien secara kohart
j) Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak > 1 Meter
antar TT.
2. Masker
a) Gunakan masker bila bekerja dengan dalam radius 1 Meter.
b) Gunakan masker jika masuk ruangan.
3. Pemindahan pasien
a) Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk
tujuan yang perlu
b) Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan
pakai masker
4. Gaun
a) Pakai gaun bersih/non steril bila memasuki ruang pasien biar diantisipasi bahwa
pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peralatan
pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy,
colonostomy, dan luka terbuka.
b) Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
c) Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan
permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke
pasien atau lingkungan lain.
d. Transportasi pasien
1. Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan
yang penting saja.
2. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan
pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi
mikro-organisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan.
16
BAB IV
DOKUMENTASI
Ditetapkan di : Prabumulih
Tanggal : 03 Januari 2017
DIREKTUR RUMAH SAKIT
AR. BUNDA,
17