Anda di halaman 1dari 5

PPKN Memahami pancasila

Kelompok 1
-Rivan

-Januar

-Hilman

-Rizqi

-
Pancasila Secara Etimologis
Istilah Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta. Pancasila memiliki dua
macam arti secara leksikal yaitu: panca yang berarti lima, sedangkan syila
memiliki dua makna; syila dengan vokal i pendek artinya batu sendi, alas,
atau dasar, sedangkan syila dengan vokal i panjang artinya peraturan
tingkah laku yang baik, penting, atau senonoh. Kata-kata tersebut
kemudian dalam Bahasa Jawa diartikan susila yang berarti terkait atau
memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu, secara etimologis
kata Panca Syila yang dimaksudkan disini adalah istilah Panca Syila
dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal berbatu sendi lima
atau jika diartikan secara harfiah berarti dasar yang memiliki lima unsur.
Pancasila Secara Historis
Kaelan (2010) menjelaskan bahwa pengertian Pancasila diawali dalam
proses perumusan dasar negara dalam sidang BPUPKI. Pada rapat
pertama, Radjiman Widyoningrat, mengajukan suatu masalah, yang secara
khusus akan dibahas pada sidang tersebut, yaitu mengenai calon rumusan
dasar Negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampillah tiga
orang pembicara yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada
tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks)
mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia. Sebagaimana masukan
dari salah satu teman Ir. Soekarno yang merupakan ahli bahasa, maka
Beliau menamainya dengan Pancasila yang artinya 5 dasar.
Pancasila Secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan
negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan
negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan
sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil
mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD
1945. Adapun UUD 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD
1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan
Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2
ayat. Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea
tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Hal ini diperkuat dengan ketetapan No. XX/MPRS/1966, dan Inpres No. 12
tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan,
dan rumusan Dasar Negara Republik Indonesia yang sah dan benar,
adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Pancasila Secara Epistemologis
Secara epistemologis, Pancasila adalah suatu proporsi yang dicita-citakan,
bahkan diniscayakan untuk menjadi kekuatan normatif yang dapat
menggerakkan kehidupan berbangsa. Namun demikian, Pancasila sebagai
ideologi negara masih berupa asas-asas yang sifatnya normatif. Pancasila
akan menjadi retorika belaka jika masyarakat tidak mengaplikasikan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pemaknaan Pancasila
Pancasila memiliki nilai luhur dalam masing-masing silanya. Sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi dasar bagi seluruh umat beragama
di Indonesia dalam menjalankan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam bermasyarakat, beribadah, bersosialisasi, dan dalam aspek
kehidupan lainnya. Dalam sila ini, bangsa Indonesia mengakui adanya
Tuhan Yang Maha Esa. Negara juga menjamin kebebasan bagi setiap
warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
Sila pertama merupakan induk dari sila kedua, ketiga, keempat, dan
kelima. Jika warga negara telah menerapkan sila pertama dengan baik,
harapannya sila kedua juga bisa tercapai, demikian seterusnya. Adapun
tujuan akhirnya adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Butir kedua dari Pancasila mengandung pengertian bahwa seluruh
manusia merupakan mahkluk yang beradab dan memiliki keadilan yang
setara di mata Tuhan. Dengan kata lain, seluruh manusia sama derajatnya
baik perempuan atau laki-laki, miskin maupun kaya, berpangkat maupun
yang tidak. Di negara ini tidak diperbolehkan adanya diskriminasi terhadap
suku, agama, ras, antargolongan, maupun politik (SARAP).
Sila ketiga dari Pancasila yang mengandung makna bahwa Indonesia ini
adalah negara persatuan dan menjunjung tinggi nilai kesatuan. Ini
dibuktikan dengan persatuan dalam keberagaman yang dapat ditemui di
seluruh penjuru Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Dalam kehidupan bermasyarakat, pasti terjadi banyak persinggungan atau
perbedaan pendapat. Hal ini dikarenakan tidak ada manusia di dunia ini
yang identik. Untuk itu, sila keempat Pancasila menjelaskan tentang
budaya demokrasi, bahwa perbedaan merupakan hal yang wajar dan tidak
perlu diperdebatkan. Bahwa setiap warga negara Indonesia berhak dan
diberi kebebasan dalam menyampaikan pendapatnya baik pribadi maupun
di muka umum. Bahwa yang membuat Indonesia itu indah adalah
perbedaan. Bahwa tanpa perbedaan, dunia ini barangkali akan terasa
monoton.
Adapun makna dari sila kelima adalah bahwa seluruh manusia di dunia ini
memiliki hak atas keadilan tanpa membedakan status sosial atau ukuran
apapun. Artinya, rakyat Indonesia berhak atas keadilan dan kesetaraan,
baik di mata pemerintah maupun di depan hukum.
Dinamika Penerapan Pancasila
Para pendiri negara telah secara brilian merumuskan gagasan tentang
dasar negara yang visioner. Pancasila yang mulai dibahas pada tanggal 29
Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 oleh tokoh-tokoh besar seperti Muhammad
Yamin, Soepomo, hingga di hari terakhir oleh Soekarno memperlihatkan
kedalaman intuisi dan pengenalan terhadap jati diri bangsa. Pada akhirnya,
Pancasila yang telah dibahas dalam sidang BPUPKI tersebut akhirnya
ditetapkan PPKI tanpa melalui perdebatan panjang. Semua pendiri bangsa
(founding fathers) bersepakat bahwa sila pertama dengan perubahan tujuh
kata (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya) lebih mengakomodir kemajemukan di Indonesia (Sekneg RI,
1998).
Dalam perkembangannya, Pancasila lalu menjadi alat eksekutif untuk
mempertahankan kekuasaan. Pada masa pemerintahan Orde Lama,
Presiden Soekarno memaksakan doktrin Manipol/USDEK sebagai tafsir
tunggal atas Pancasila.
Adapun pada masa pemerintahan Orde Baru, Pancasila kembali ditafsirkan
menurut tafsir tunggal yang sekuler guna mendukung visi deideologisasi.
Program P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang
digalakkan oleh pemerintah dianggap sebagai upaya sakralisasi Pancasila.

KESIMPULAN
Adalah merupakan tantangan sejarah bagi gelombang demi
gelombangnegarawan serta cendekiawan Indonesia pasca
peristiwa berdarah tersebut untukmerumuskan, meluruskan,
dan menjabarkan Pancasila dalam pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945 ke dalam undang-undang organik, secara lebih
historis,dinamis, konsisten dan koheren, sehingga dapat
diwujudkan aspirasi dankepentingan rakyat Indonesia yang
menjadi raison berdirinya Negara kesatuanRepublik
Indonesia ini.Suatu masalah dasar yang dihadapi Pancasila
sebagai dasar Negara selainberubah-ubahnya penjelasan Ir.
Soekarno sebagai perumus pertama Pancasilasebagai respons
terhadap kondisi dunia dalam era Perang
Dingin?adalah
belum jernihnya esensi substansi, keterkaitan antar sila-
silanya, hubungannyadengan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar 1945, serta bagaimana formatpelaksanaannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.Masalah dasar tersebut timbul sebagai akibat
interpretasi yang amatpersonalistik, elitis, dan miopik
terhadap Pancasila, sehingga Pancasila hanyadifahami
sebagai hasil karya pemikiran pribadi Ir. Soekarno, dan
merupakanserangkaian asas yang perlu dikembangkan dan
disosialisasikan oleh parapemimpin kepada rakyat, serta
terbatas pada sejarah Indonesia setelah tahun1945.Masalah
dasar di atas akan dapat diselesaikan dengan menempatkan
Pancasilasecara historis sebagai kristalisasi dari perjuangan
panjang bangsa Indonesia dalammemerdekakan diri dari
penjajahan, membentuk suatu negara nasional baru,
sertamembangun suatu masyarakat yang adil dan makmur
dalam negara baru yangdibangun bersama tersebut. Oleh
karena itu diperlukan reinterpretasi sertarekonstruksi
terhadap Pancasila yang memungkinkan Pancasila bisa
dipahamisecara konsisten dan koheren serta dapat
ditindaklanjuti dalam konteks dan dalamkerangka
institusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara

Tambahan
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan menurut Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-
hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai