LP Fraktur Femur
LP Fraktur Femur
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa. System musculoskeletal merupakan penunjang bentuk
tubuh dan mengurus pergerakan. Komponen utama dari system musculoskeletal
adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lenih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%, system ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,
tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-
struktur ini (Chairudin, 2003)
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang), fraktur atau patah tulang terjadi diakibatkan karena tekanan atau ruda
paksa, secara umum fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup,
bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan,
terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah kesamping, depan atau
belakang (Chairudin, 2003)
Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar
imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang
dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler (Chairudin, 2003)
BAB II
LANDASAN TEORI
D. ETIOLOGI
a. Trauma langsung (direct trauma) yaitu apabila fraktur tejadi di tempat dimanana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang)
b. Trauma tak langsung (indirect trauma) misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan (Price &
Wilson, 2006)
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan, tetapi apabilah tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang maka terjadinya trauma pada tulang yang dapat megakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan
lunak yang memebungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut
dan terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah, jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Andra safery, 2015)
Faktor-faktor yang memepengaruhi fraktur :
a. Faktor ekstrinsik yaitu adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang bergantung terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat
mmenyebabkan fraktur.
b. Faktor intrinsic yaitu adanya beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorpsi dari
tekanan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Price dan Wilson, 20016)
PATHWAY FRAKTUR
Trauma langsung/trauma
tidak langsung
tindakan pembedahan
devisit
medulla spinalis
Nutrisi kurang
korteks serebri dari kebutuhan Resiko infeksi
Nyeri
terapi rescriptif
Gangguan
mobilitas fisik
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggnakan
X-ray untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP dan PA. x-ray dapat dilihat
gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vaskularisasi. ST Scan untuk mendeteksi struktur fraktur
yang kompleks (Andra safery, 2015)
b. Pemeriksaan Laboratorium
- Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
- Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastic dalam membentuk tulang
- Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5)
aspartat amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Elektromyografi untuk melihat adanya kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur
2. MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
H. PENATALAKSANAAN
A. MEDIK
Empat tujuan utama penangan fraktur sebagai berikut :
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar
tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai
dengan tubuh.
Indikasi dilakukan pemsangan gips adalah :
- Imobilisasi dan penyangga fraktur
- Istirahatkan dan stabilisasi
- Mengurangi aktifitas
- Membuat cetakan tubuh orthotic
3. Penarikan atau traksi ada dua yaitu traksi manual dan traksi
a. Traksi manual tujuannya adalah untuk perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur dan pada keadaan emergency
b. Traksi mekanik ada dua macam yaitu :
- Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar system skeletaluntuk struktur yang lain misanya otot
digunkan dalam waktu empat minggu dan beban kurang dari 5 kg
- Traksi skeletal merupakan traksi defenitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal/penjepit melalui tulang/jaringan metal
Kegunaan pemasangan traksi antara lain :
a. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
b. Memeperbaiki dan mencegah deformitas
c. Immobilisasi
d. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
e. Mengencangkan pada perlekatannya
4. Pembedahan
Metode penangan fraktur yang unggul adalah pembedahan, keuntungan
perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
b. Kesempatan memeriksa pembuluh darah dan saraf yang ada di
dekatnyatidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi lainnya
B. KEPERAWATAN
1. Rekognisi : riwayat terjadinya fraktur harus diketahui dengan pasti, hal ini
untuk menentukan tindakan diagnose dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi : merupakan upaya memanipulasi fragmen tulang agar dapat
kembali seperti semula seoptimal mungkin
3. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
4. Rehabilitasi : pencapaian kembali fungsi normalnya
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengumpulan data
1. Identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku,
pendidikan, alamat tempat tinggal, diagnose medis, tanggal masuk RS dan
Nomor Rekam medic)
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi bila digerakkan
3. Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien apakah pernah mengalami kejadian patah tulang sebelumnya, dan
pernahkan dilakukan tindakan operasi.
4. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga pasien ada yang pernah mengalami fraktur/penyakit
menular lainnya
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nafas (sesak/ada gangguan)
b. Pola nutrisi dan metabolisme (penurunan nafsu makan, mual muntah)
c. Pola eliminasi (BAK dan BAB)
d. Pola aktivitasdan latihan ( kegiatan rutinitas)
e. Pola istirahat dan tidur
f. Pola persepsi dan konsep diri
g. Pola sensori dan kognitif
h. Pola hubungan dan peran
i. Pola penanggulangan stress
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut (NANDA, 2015) :
a. Nyeri b/d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fiski b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah, imobilisasi.
c. Resiko infeksi b/d port the entre luka fraktur femur
d. Infeksi b/d adanya inflan failure
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
f. Gangguan citra tubuh b/d pemasangan eksternal fixation
K. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONA (NANDA, 2015)
1. Nyeri b/d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
INTERVENSI :
a. Kaji ulang tingkat skala nyeri
Rasional : untuk mengetahui/menentukan tingkat keparahan
b. Jelaskan sebab-sebab timbulnya nyeri
Rasional : menanbah pengetahuan individu terhadap penyakitnya
c. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti analgetik dan
antibiotk
Rasional : membantu untuk mengatasi nyeri dan untuk mencegah serta
mengtasi infeksi
2. DX 2 Gangguan mobilitas fiski b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
imobilisasi.
INTERVENSI :
a. Pertahankan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan
teman/keluarga sesuai keadaan klien
Rasional : memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa control diri/harga
diri membantu menurunkan isolasi sosial
b. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstermitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
Rasional : meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal,
memepertahankan tonus otot, memepertahankan gerak sendi, mencegah
kontrakur/atrofi dan mencegah reabsorpsi kalsium karena imobilisasi
c. Ubah posisi secara periodic sesuai keadaan klien
Rasional : memperthankan posisi fungsional ektermitas
d. Bantu dan dorong perawatn diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan
klien
Rasional : meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan dirisesuai
kondisi keterbatasan klien
e. Berikan diet tinggi kalori tinggi protein
Rasional : kalori dan protein yang cukup dibutukan untuk proses
penyembuhan dan memepertahankan fungsi fisiologis tubuh
f. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
Rasional : kerjasama dengan fisioterapi perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
3. DX 3 Resiko infeksi b/d port the entre luka fraktur femur
INTERVENSI
a. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : teknik aseptic dapat mengurangi bakteri pathogen aoda pada
daerah luka
b. Ispeksi luka, perhatikan karateristik drainase
Rasional : untuk mengobservasi keadaan luka sehingga dapat
menentukan tindakan selanjutnya
c. Awasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : antibiotic dapat membunuh bakteri yang bisa menyebabkan
infeksi
4. DX 4 Infeksi b/d adanya inflan failure
INTERVENSI :
a. Observasi keadaan luka pasien
Rasional : untuk mengetahui keadaan luka pasien
b. Gunakan teknik septic dan aseptic selama perawatan luka
Rasional : mencegah terpajan organisme infeksius
c. Tekankan teknik cuci tangan yang baik untuk setiap individu yang
melakukan kontak dengan pasien
Rasional : mencegah kontaminasi silang dan menurunkan resiko
penyebaran infeksi
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : untuk membantu mengurangi penyebaran infeksi
5. DX 5 Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
INTERVENSI :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka, memepermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengindentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi
c. Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangan
d. Perhatikan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang, bantalan bawah siku, tumit). Gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi
Rasional : meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan
kulit dan otot terhadap tekanan yang relative konstan pada imobilisasi
e. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit insersi
pen/traksi
Rasional : menurunkan resiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas
6. DX 6 Gangguan citra tubuh b/d pemasangan eksternal fixation
INTERVENSI :
a. Observasi makna perubahan yang dialami oleh pasien
Rasional : mengetahui perasaan pasien tentang keadaanya dan control
emosinya
b. Libatkan keluarga atau orang terdekat dalam perawatan
Rasional : dukung keluarga dan orang terdekat dapat memepercepat
proses
c. Catat perilaku menarik diri, peningkatan ketergantungan, manipulasi atau
tidak terlibat pada perawatan
Rasional : dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan
evaluasi lebih lanjut dan terapi lebih ketat
d. Monitor adanya gangguan tidur atau adanya peningkatan kesulitan
konsentrasi
Rasional : dapat mengindikasikan terjadinya depresi dimana memerlukan
intervensi dan evaluasi lebih lanjut
L. IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
M. EVALUASI
Evaluasidibentuk dalam evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi yang
dilakukan sesuai dengan criteria hasil yang disusun.
DAFTAR PUTASKA
Doengoes, Marlin E 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk, 2000. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Mutaqin, Arif. 2005 Ringkasan buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan
system muskuloskelatal Edisi 1
Ns. Andra Saferi Wijaya, S.kep 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 1&2
Dr. Lyndon saputra 2012. Anatomi Fisiologi perawat
Nanda, 20015. Aplikasi Asuhan Keperawatan diagnose medis
LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
POST ORIF FRAKTUR FEMUR
OLEH :
Makassar,..01-2016
CI LAHAN CI INSTITUSI
(.)
(..)