Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa. System musculoskeletal merupakan penunjang bentuk
tubuh dan mengurus pergerakan. Komponen utama dari system musculoskeletal
adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lenih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%, system ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,
tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-
struktur ini (Chairudin, 2003)
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patah tulang), fraktur atau patah tulang terjadi diakibatkan karena tekanan atau ruda
paksa, secara umum fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup,
bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan,
terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah kesamping, depan atau
belakang (Chairudin, 2003)
Penanganan fraktur harus dilakukan dengan cepat dan tindakan tepat agar
imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pergerakan pada fragmen tulang
dapat menyebabkan nyeri. Kerusakan jaringan lunak dan perdarahan yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya syok dan komplikasi neurovaskuler (Chairudin, 2003)
BAB II
LANDASAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI FRAKTUR


a. Anatomi tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang bersal dari
embriolic hialyn cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast, proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium (Lyndon saputra, 2012)
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia dan dapat diklasifikasikan dalam 5
kelompok berdasarkan bentuknya :
1. Tulang panjang (femur,humerus)
Terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut efisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Diantara
epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena
akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantika oleh sel-
sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblast, dan tulang memanjang batang
dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous trabecullar)
2. Tulang pendek (carpal)
Bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongi) dengan suatu lapisan
luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak)
Terdiri atas dua lapisan tlang padat dengan lapisan luar adalah tulang
cancellous
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata)
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial
misalnya patella (kap lutut) (Lyndon saputra, 2012)
Tulang tersususn atas sel matriks protein dan deposit mineral. Sel-sel
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida dan proteoglikan) matriks merukan
kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun (Andra safery,
2013)
Osteosit adalah sel dewasa yang terlubat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (fungsi matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi
dan remosdeling tulang (Andra safery, 2013)
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa, di
tengah osteon terdapat kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit yang memperoleh
nutrisi melalui prosessus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus
(kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh
kurang dari 0,1 mm). periosteum memberikan nutrisi ke tulang dan
memungkinkan tulang tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik
(Andra safery, 2013)
Endosteum adalah membran vascular tipis yang menutupi rongga sum-
sum tulang panjang dan ronggga-rongga dalam sum-sum tulang kanselus.
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bhan organik (hidup) dan 70%
endapan garam, dan terdiri dari 90% serat kolagen dan kurang dari 10%
proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium
dan fosfat dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium.
Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui
proteoglikan. Adanya bahan organic menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan sedangkan garam-garam
meyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi/kemampuan menahan
tekanan (Lyndon saputra, 2012)
Kalsium adalah suatu komponen yang berperan terhadap tulang
sebagaian ion kalsium di tulang tidak mengalami kristalisasi. Garam non
Kristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat di pertukarkan dengan cepat
antara tulang, cairan interstisium dan darah (Lyndon saputra, 2012)
b. Fisiologi tulang
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh
2. Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, serta jaringan lunak
lainnya)
3. Memebrikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sum-sum tulang belakang
(hematopoiesis)
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fospor
(Lyndon saputra, 2012)
B. PENGERTIAN
Fraktur femur adalah : terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Price & Wilson, 2006)
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum meurut (Chairudin, 2003) :
a. Berdasarkan tempat ( fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan crurist.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur :
1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang atau melalui kedua
korteks tulang
2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah patah :
1. Fraktur komunitif yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2. Fraktur segmental yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan
3. Fraktur multiple yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak
pada tulang yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen:
1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser) adalah fraktur dengan garis patah
lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masuh utuh
2. Fraktur displaced (bergeser) yaitu terjadinya pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1. Fraktur tertutup yaitu : bila tidak terdapat hubnungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
Terdapat empat (4) klasifikasi fraktur tertutup yaitu :
- Tingkat 0 : fraktur biasa denga sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya
- Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
- Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
- Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement
2. Fraktur terbuka (open/compound) adalah bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi menjadi beberapa grade yaitu :
- Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
- Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif
f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
1. Fraktur tranversal yaitu fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2. Fraktur oblik yaitu fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga
3. Fraktur spiral yaitu fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4. Fraktur kompresi yaitu fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arahpermukaan lain
5. Fraktur avulsi yaitu fraktur yang disebabkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang
g. Brdasarkan kedududukan tulangnya
1. Tidak adanya dislokasi
2. Adanya dislokasi
- At axim : membentuk sudut
- At lotus : fragmen tulang berjauhan
- At longitudinal : berjauhan memanjang
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek
h. Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal

D. ETIOLOGI
a. Trauma langsung (direct trauma) yaitu apabila fraktur tejadi di tempat dimanana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang)
b. Trauma tak langsung (indirect trauma) misalnya penderita jatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan (Price &
Wilson, 2006)

E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan, tetapi apabilah tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang maka terjadinya trauma pada tulang yang dapat megakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan
lunak yang memebungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut
dan terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah, jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Andra safery, 2015)
Faktor-faktor yang memepengaruhi fraktur :
a. Faktor ekstrinsik yaitu adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang bergantung terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat
mmenyebabkan fraktur.
b. Faktor intrinsic yaitu adanya beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorpsi dari
tekanan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Price dan Wilson, 20016)

PATHWAY FRAKTUR
Trauma langsung/trauma
tidak langsung

fraktur perdarahan Devisit


volume
cairan

tindakan pembedahan

cedera sel post operasi


pre op
Degranulasi sel mast

devisit

pengetahuan efek anestesi luka insisis


pelepasan
mediator kimia

mual, muntah inflamasi bakteri


cemas
nosiceptor

medulla spinalis
Nutrisi kurang
korteks serebri dari kebutuhan Resiko infeksi

Nyeri
terapi rescriptif

Gangguan
mobilitas fisik

F. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala fraktur menurut (Chairuddin, 2003) adalah sebagai berikut :
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada ekstremitas. Deformitas
dapat
c. diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal.
d. Pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain dari 2,5 sampai
5,5 cm.
e. Krepitasi yaitu adanya ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang
f. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktrur
g. Peningkatan temperature local
h. Pergerakan abnormal
i. Echymosis (pendarahan sub kutan yang lebar)
j. Kehilangan fungsi

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggnakan
X-ray untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP dan PA. x-ray dapat dilihat
gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vaskularisasi. ST Scan untuk mendeteksi struktur fraktur
yang kompleks (Andra safery, 2015)
b. Pemeriksaan Laboratorium
- Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
- Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastic dalam membentuk tulang
- Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5)
aspartat amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Elektromyografi untuk melihat adanya kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur
2. MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

H. PENATALAKSANAAN
A. MEDIK
Empat tujuan utama penangan fraktur sebagai berikut :
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar
tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai
dengan tubuh.
Indikasi dilakukan pemsangan gips adalah :
- Imobilisasi dan penyangga fraktur
- Istirahatkan dan stabilisasi
- Mengurangi aktifitas
- Membuat cetakan tubuh orthotic
3. Penarikan atau traksi ada dua yaitu traksi manual dan traksi
a. Traksi manual tujuannya adalah untuk perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur dan pada keadaan emergency
b. Traksi mekanik ada dua macam yaitu :
- Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar system skeletaluntuk struktur yang lain misanya otot
digunkan dalam waktu empat minggu dan beban kurang dari 5 kg
- Traksi skeletal merupakan traksi defenitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal/penjepit melalui tulang/jaringan metal
Kegunaan pemasangan traksi antara lain :
a. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
b. Memeperbaiki dan mencegah deformitas
c. Immobilisasi
d. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
e. Mengencangkan pada perlekatannya
4. Pembedahan
Metode penangan fraktur yang unggul adalah pembedahan, keuntungan
perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
b. Kesempatan memeriksa pembuluh darah dan saraf yang ada di
dekatnyatidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi lainnya

B. KEPERAWATAN
1. Rekognisi : riwayat terjadinya fraktur harus diketahui dengan pasti, hal ini
untuk menentukan tindakan diagnose dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi : merupakan upaya memanipulasi fragmen tulang agar dapat
kembali seperti semula seoptimal mungkin
3. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
4. Rehabilitasi : pencapaian kembali fungsi normalnya

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengumpulan data
1. Identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku,
pendidikan, alamat tempat tinggal, diagnose medis, tanggal masuk RS dan
Nomor Rekam medic)
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi bila digerakkan
3. Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien apakah pernah mengalami kejadian patah tulang sebelumnya, dan
pernahkan dilakukan tindakan operasi.
4. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga pasien ada yang pernah mengalami fraktur/penyakit
menular lainnya
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nafas (sesak/ada gangguan)
b. Pola nutrisi dan metabolisme (penurunan nafsu makan, mual muntah)
c. Pola eliminasi (BAK dan BAB)
d. Pola aktivitasdan latihan ( kegiatan rutinitas)
e. Pola istirahat dan tidur
f. Pola persepsi dan konsep diri
g. Pola sensori dan kognitif
h. Pola hubungan dan peran
i. Pola penanggulangan stress

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut (NANDA, 2015) :
a. Nyeri b/d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fiski b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah, imobilisasi.
c. Resiko infeksi b/d port the entre luka fraktur femur
d. Infeksi b/d adanya inflan failure
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
f. Gangguan citra tubuh b/d pemasangan eksternal fixation

K. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONA (NANDA, 2015)
1. Nyeri b/d kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
INTERVENSI :
a. Kaji ulang tingkat skala nyeri
Rasional : untuk mengetahui/menentukan tingkat keparahan
b. Jelaskan sebab-sebab timbulnya nyeri
Rasional : menanbah pengetahuan individu terhadap penyakitnya
c. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : mengantisipasi lebih awal bila timbul nyeri
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti analgetik dan
antibiotk
Rasional : membantu untuk mengatasi nyeri dan untuk mencegah serta
mengtasi infeksi
2. DX 2 Gangguan mobilitas fiski b/d nyeri, pembengkakan, prosedur bedah,
imobilisasi.
INTERVENSI :
a. Pertahankan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan
teman/keluarga sesuai keadaan klien
Rasional : memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa control diri/harga
diri membantu menurunkan isolasi sosial
b. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstermitas yang sakit maupun
yang sehat sesuai keadaan klien
Rasional : meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal,
memepertahankan tonus otot, memepertahankan gerak sendi, mencegah
kontrakur/atrofi dan mencegah reabsorpsi kalsium karena imobilisasi
c. Ubah posisi secara periodic sesuai keadaan klien
Rasional : memperthankan posisi fungsional ektermitas
d. Bantu dan dorong perawatn diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan
klien
Rasional : meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan dirisesuai
kondisi keterbatasan klien
e. Berikan diet tinggi kalori tinggi protein
Rasional : kalori dan protein yang cukup dibutukan untuk proses
penyembuhan dan memepertahankan fungsi fisiologis tubuh
f. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
Rasional : kerjasama dengan fisioterapi perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
3. DX 3 Resiko infeksi b/d port the entre luka fraktur femur
INTERVENSI
a. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : teknik aseptic dapat mengurangi bakteri pathogen aoda pada
daerah luka
b. Ispeksi luka, perhatikan karateristik drainase
Rasional : untuk mengobservasi keadaan luka sehingga dapat
menentukan tindakan selanjutnya
c. Awasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : antibiotic dapat membunuh bakteri yang bisa menyebabkan
infeksi
4. DX 4 Infeksi b/d adanya inflan failure
INTERVENSI :
a. Observasi keadaan luka pasien
Rasional : untuk mengetahui keadaan luka pasien
b. Gunakan teknik septic dan aseptic selama perawatan luka
Rasional : mencegah terpajan organisme infeksius
c. Tekankan teknik cuci tangan yang baik untuk setiap individu yang
melakukan kontak dengan pasien
Rasional : mencegah kontaminasi silang dan menurunkan resiko
penyebaran infeksi
d. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : untuk membantu mengurangi penyebaran infeksi
5. DX 5 Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
INTERVENSI :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka, memepermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengindentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi
c. Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangan
d. Perhatikan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun
kencang, bantalan bawah siku, tumit). Gips/bebat terhadap kulit, insersi
pen/traksi
Rasional : meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan
kulit dan otot terhadap tekanan yang relative konstan pada imobilisasi
e. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit insersi
pen/traksi
Rasional : menurunkan resiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas
6. DX 6 Gangguan citra tubuh b/d pemasangan eksternal fixation
INTERVENSI :
a. Observasi makna perubahan yang dialami oleh pasien
Rasional : mengetahui perasaan pasien tentang keadaanya dan control
emosinya
b. Libatkan keluarga atau orang terdekat dalam perawatan
Rasional : dukung keluarga dan orang terdekat dapat memepercepat
proses
c. Catat perilaku menarik diri, peningkatan ketergantungan, manipulasi atau
tidak terlibat pada perawatan
Rasional : dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan
evaluasi lebih lanjut dan terapi lebih ketat
d. Monitor adanya gangguan tidur atau adanya peningkatan kesulitan
konsentrasi
Rasional : dapat mengindikasikan terjadinya depresi dimana memerlukan
intervensi dan evaluasi lebih lanjut

L. IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
M. EVALUASI
Evaluasidibentuk dalam evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi yang
dilakukan sesuai dengan criteria hasil yang disusun.

DAFTAR PUTASKA
Doengoes, Marlin E 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk, 2000. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Mutaqin, Arif. 2005 Ringkasan buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan
system muskuloskelatal Edisi 1
Ns. Andra Saferi Wijaya, S.kep 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 1&2
Dr. Lyndon saputra 2012. Anatomi Fisiologi perawat
Nanda, 20015. Aplikasi Asuhan Keperawatan diagnose medis
LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
POST ORIF FRAKTUR FEMUR

OLEH :

NAMA : OKTOFINA ONARLOY


NIM : 16.04.080

Makassar,..01-2016
CI LAHAN CI INSTITUSI

(.)
(..)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PANAKKUKANG MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai