Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam thypoid merupakan suatu penyakit sistemik yang disebabkan
oleh salmonella thypi yang masih di jumpai secara luas di berbagai Negara
berkembang yang terletak di daerah tropis dan sub teropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karene
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, suber air, sanitasi yang buruk serta standar hygiene
industry pengolahan makanan yang masih rendah.
WHO memeperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia
mencapai 16-33 juta dengan 500-600 kematian setiap tahunnya. Demam
thypoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam
thypoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari pada dewasa.
Hampir semua daerah endemic, insiden demam thypoid terjadi pada anak usia
5-19 tahun.
Berdasarkan laporan Ditjen pelayanan medis Depkes RI, pada tahun
2012, demam thypoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia, dengan jumlah kasus 81.116
dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah
kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, ururtan ketiga ditempati oleh DBD
dengan jumlah kasus, 77.539 dengan proporsi 3,01
BAB II
LANDASAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN


System pencernaan atau system gastrointestinal (mulai dari mult
sampai anus) adalah system organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi ke dalam aliran
aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna
atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan ( faring), lambung,
usus halus, usus besar, rectum dan anus. system pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan yaitu pancreas, hati
dan kandung empedu.

a. Usus halus ( usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lender (yang melumasi isi usus)
dan air ( yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepasakan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus meliputi lapisan
mukosa ( sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan
otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar)
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum). Villi
usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan secara
kimiawi, penyerapan makanan terbagi atas usus 12 jari (duodenum),
usus tengah (jejunum) dan usus penyerapan (ileum)
1. Usus dua belas jari (duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian daari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulboduodenale dan
berakhir di ligamentum treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal yang tidak
terbungkus selurhnya oleh oleh selaput peritoneum. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara yaitu saluran dari pancreas ke dalam
kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke duodenum melalui sfingter pylorus dalam
jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus, jika penuh, duodenum
akan mengirimkan sinyal kepada lambung untk berhenti
mengalirkan makanan.
2. Usus kosong (jejunum)
Jejunum adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari
dan usus penyerapan. Pada manusia dewasa panjang usus halus
antara 2-8 m, 1-2 m adalah bagian usus kosong. Usus kosng dan
usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membrane mucus dan
terdapat jonjot usus (villi), yang memperluas permukaan dari usus.
3. Usus penyerapan (ileum)
Usus peneyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada system pencernaan manusia, ini memiliki panjang
sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum. Dan
dilanjutkan oleh usus buntu, ileum memiliki PH antara 7 dan 8
(netrala atau sedikit basah) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
b. Usus besar (kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rectum. Fungsi utama organ ini adlah menyerap air dari feses. Usus
besar terdiri dari colon assendes (kanan), colon tranversum, colon
desendens (m), colon sifmoid (berhubungan dengan rectum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat
gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K, bakteri ini penting untuk fuungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotic dapat menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri di dalam usus besar akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lender dan air maka terjadilah diare.
c. Usus buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum merupakan suatu kantung yang terhubung pada
usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ
ini ditemukan pada mamalia, burung dan beberapa jenis reptile.
Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar sedangkan
karnivora eksklusif memiliki yang kecil kecil. Yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
d. Umbai cacaing (appendix)
Umbai cacing atau appendix adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacaing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Dalam anatomi manusia umbai cacing adalah ujung
buntu tabung yang menyambung dengan dengan caecum. Umbai
cacing terbentu dari caecum pada tahap embrio.
e. Rectum dan anus
Rectum adalah sebuah ruangan yang erawal dari usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus, organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rectum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi yaitu pada kolon
desendens, jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rectum maka timbul kinginan untuk BAB. Mengembangnya dinding
rectum karena penumpukan material di dalam rectum akan memicu
system saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.

B. PENGERTIAN
Demam thypoi adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus yang
menimbulka gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
thyposa, salmonella parathypi A,B dan C
C. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid dan demam parathypoid adalah salmonella
thypi, salmonella parathypi A, salmonella thypi B dan salmonella thypi C
D. PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella thypi masuk ke dalam tubuh melaui mulut dengan
makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke dalam usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peteri di ileum terminalis yang mengalami
perforasi. Di tempat ini komplikasi dengan perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi, kuman salmonella thypi kemudian menembus
kelamina propra terus masuk ke aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesentrial dan juga mengalami hipertopi. Setelah melewati kelenjar limfe
ini, relatif, thypi masuk ke dalam darah melalui ductus turacius. Kuman-
kuman salmonella thyposa lain bersarang di plaque peteri limfa, hati.
Salmonella thyposa berperan pada pathogenesis , salmonella thyposa
merangsang sintesis dan pelepasan Zat pathogen oleh leukosit pada
jaringan meradang.
PENYIMPANGAN KDM DEMAM THYPOID

Invasi bakteri salmonella thyposa


( perantara 5 F)

Saluran pencernaan

Lambung (sebagian mati oleh asam lambung)

Diserap oleh usus halus


kelenjar
limfoid usus Bakteri masuk melaui aliran darah sitemik kuman melepas
halus endotoksin

merangsang tubuh melepas


Hati limfa zat pirogen oleh leukosit
tukak lambung
Hepatomegali splenomegali
Hipotalamus ke bagian
perdarahan termoregulator
perforasi Nyeri tekan abdomen
Suhu tubuh meningkat
Nyeri
Rasa tidak nyaman
akut hipertermi
pada epigastrium

mual, muntah pengeluaran keringat


berlebihan

resiko nutrisi
kurang
dari kebutuhan
tubuh
Resiko kekurangan volume cairan
E. TANDA DAN GEJALA
1. Masa tunas demam thypoid berlangsung 10-14 hari
2. Minggu I : keluhan dan gejala-gejala dengan penyakit infeksi akut
pada umunya demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual muntah, konstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epitaksis, pada pemeriksaan hanya didapatkan peningkatan suhu
badan.
3. Minggu II : gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardi relatif, lida khas (kotor di tengah, tepi dan ujung, merah
dan tremo), hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirion/psikos

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan leukosit, biasanya pada kasus demam thypoid terjadi
peningkatan leukosit
2. Pemeriksaan SGOT/SGPT biasanya terjadi peningkatan dari batal
normal
3. Biakan darah, biakan darah (+) memastikan thypoid tetapi biakan
darah (-) tidak memungkinkan demam thypoid. Hal ini disebabkan
karena hasil biakan darah tergantung pada beberapa faktor :

a. Teknik pemeriksaan laboratorium


Hasil pemeriksaan lab yang satu berbeda dengan lab yang lain,
dan berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang di gunakan.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Pada demam thypoid biakan darah terhadap salmonella thypi
terutama positif pada minggu ke I penyakit dan berkurang
pada minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bisa (+)
lagi
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam thypoid di masa lampau
menimbulkan antibody pada darah pasien, (aglutinin) antibody
ini dapat menekan bakterimia sehingga mungkin biakan darah
negative.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibody (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
salmonella thypi terdapat dalam serum pasien demam thypoid,
juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada
orang yang pernah divaksinasi demam thypoid. Antigen yang
digunakan paa uji widal adalah suspense salmonella yang
sudah digunakan dan diolah laboratorium.tujuan uji widal
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
pasien yang diduga menderita demam thypoid.

G. PENATALAKSANAAN
a. MEDIK
Pengobatan demam thypoi terdiri dari :
1. Obat-obatan
Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah : kloramfenikol,
thiamfenikol, kotrimokzazole, ampicillin dan amoxicillin,
paracetamol sebagai antipiretik.
b. KEPERAWATAN
1. Perawatan
Tirah baring absolute sampai minimal tujuh hari dari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari. Tujuan dari baring adalah untuk
menjaga tidak terjadinya komplikasi pedarahan di usus (perforasi).
Mobilisasi klien dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya
kekuatan klien
2. Diet
Diet lunak, makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan
tinggi protein.
3. Mobilisasi bertahap jika tidak panas, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien
4. Pasien dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengumpulan data
1. Identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku,
pendidikan, alamat tempat tinggal, diagnose medis, tanggal masuk RS
dan Nomor Rekam medic)
2. Aktivitas dan istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris antara lain kelemahan,
malaise, kelelahan, merasa gelisa dan ansietas, Cepat lelah dan
insomnia.
3. Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane
mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah
4. integritas ego
emosi, kesal, depresi, steress
5. Eliminasi
Pengkajian eliminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang
bervariasi, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda
menurunnya bising usus, tidak ada peristaltic dan ada hemoroid
6. Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual muntah, penurunan berat
badan dan tidak toleran terhadap diet
7. Hygiene
Pasien akan mengalami ketidak mampuan memepertahankan
perawatan diri dan bau badan
8. Nyeri atau ketidanyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami oleh pasien dengan
titik nyeri yang dapat berpindah.
9. Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan
peningkatan suhu tubuh dengan kemungkinan muncul lessi kulit.
Apakah dalam keluarga pasien ada yang pernah mengalami demam
thypoid

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b/d proses infeksi
2. Resiko kekeurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
kurang
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan
menurun
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kerusakan mukosa usus

J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. INTERVENSI
DX 1 Hipertermi b/d proses infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan menunjukan temperature
batas
Criteria hasil : suhu tubuhnormal
1. Monitor suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : megetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41c
menunjukkan proses inflamasi
2. Ajarkan keluarga klien melakukan kompres hangat
Rasional : membantu menurunkan demam
3. Observasi TTV
Rasional : TTV dapat memberikan gambaran umum klien
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut
5. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien
Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan
6. Kolaborasi pemberian antipiretik dan antibiotik
Rasional : menurunkan panas dan membunuh bakteri

DX 2 Resiko kekeurangan volume cairan berhubungan dengan intake


yang kurang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan volume caoran
adekuat
Criteria hasil : TTV normal
Nadi perifer teraba kuat
Haluaran urin adekuat
Ttidak adatanda-tanda dehidrasi
1. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, turgor
kulit, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
Rasional : memantau berat ringannya status hidrasi
2. Monitor TTV
Rasional : perubahan TTV dapat menggambarkan keadaan umum
klien
3. Monitor masukan makanan/cairan,
Rasional : memberikan pedoman untuk menggantikan cairan
4. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Rasional : keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan
nutrisi pasien
5. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan

DX 3 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia


Tujuan : setelah dilakukan perawatan diharapkan berat badan normal
Criteria hasil : nafsu makan kembali normal
Berat badan normal
1. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional : mengetahui penyebab intake yang kurang sehingga
dapat menentukan intervensi yang sesuai dan efektif
2. Monitor adanya penurunan berat badan
Rasional : kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan
berat badan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
Rasional : membantu dalam proses penyembuhan

DX 4 Gangguan rasa nyaman nyeri b/d kerusakan mukosa usus


Tujuan : setelah dilakukan perawatan diharapkan klien tidak
mengalami nyeri
Criteria hasil : mampu mengontrol nyeri, tahu penyebab nyeri dan
mampuh menggunakan teknik non farmakologi
1. Kaji tingkat nyeri klien
Rasional : untuk menentukan intervensi keperawatan selanjutnya
2. Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1-10 untuk
menjelaskan tingkat nyerinya
Rasional : untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tetntang
tingkat nyeri klien
3. Berikan antianalgetik
Rasional : menentukan keefektifan obat
4. Bantu pasien mendapartkan posisi yang nyaman
Rasional : menurunkan ketegangan atau spasme otot dan untuk
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh
B. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah
disusun
C. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif, evaluasi yang dilakukan sesuai dengan criteria hasil yang
telah disusun.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudart 2002, Bulku ajar ilmu keperawatan medical bedah, Edisi 8.

EGC Jakarta

Doengoes Mrlyn E, 2002 Rencana asuhan keperawatan Penerbit EGC. Jakarta

Buku ajar infeksi dan pediatric tropis. Jakarta : IDAI 2012

Anda mungkin juga menyukai