Anda di halaman 1dari 4

Etika Notaris mengenai UUJN

[28/12/04] - Apabila kita amati secara seksama setelah "lahirnya" UUJN ada beberapa hal
yang sangat mendasar diantara para notaris yaitu diantaranya: timbulnya perseteruan
diantara para beberapa notaris, mengklaim organisasi yang sah, dll. yang penting dan
terbatas diuraikan melalui e-mail ini. Akibat diantara yang diuraikan kedua tersebut diatas
maka kita bagaikan baru sadar dari mimpi rupanya ada juga notaris yang bicaranya tidak
sopan misalnya dengan kata-kata: "...notaris kurang kerjaan", dan mungkin banyak lagi kata-
kata yang tidak sopan lainnya belum sempat kita ketahui, tetapi yang jelas "telah terjadi
perseteruan diantara beberapa para notaris". Selanjutnya satu pihak mengkalim bahwa
"organisasinya yang sah" tentu dengan kata lain organisasi notaris yang lain tidak sah yang
nyata-nyata kita ketahui bahwa sebelumnya selain organisasi INI ada juga organisasi notaris
lainnya yaitu HNI, ANI dan PERNORI. Dapat disimpulkan sementara ada juga notaris yang
suka berorganisasi dan "suka" menjegal atau ekstrimnya "hanya suka berorganisasi" artinya
pada dasarnya ia tidak berniat berprofesi notaris tentunya keadaan demikian ini akan
membuat kita sebagaimana pendapat orang bijak mengatakan: bagaikan punya mata tidak
melihat, punya kuping tidak mendengar, akhirnya hati-nya BUTA. Jadilah seorang notaris yang
baik yaitu pejabat umum yang tidak memihak.

Majelis Pengawas (NOTARIS)


[27/3/06] - Jika kita tidak berpikir kedepan untuk suatu langkah yang akan kita jalankan
jangan salahkan "bunda mengandung". UUJN (pemikirnya) tidak sama sekali menghendaki
terciptanya suatu aturan atau ketentuan yang baik sesuai kondisi yang ada saat itu, tetapi
nampaknya selalu ingin suatu perubahan yang "membabi-buta" akhirnya kita sama-sama
merasakan bagaimana kondisi "Majelis-majelis" tersebut, pada hal apakah sangat "dirugikan"
jika para Bapak-bapak HAKIM yang selama ini bertindak sebagai pengawas ? jika dirasakan
kurang ahli atau semacam itu (walau sejak puluhan tahun sebagai pembina/pengawas),
kenapa tidak dikembangkan atau disupport pada semua tingkat Pengadilan-pengadilan yang
ada di seluruh Indonesia ! Sekarang marilah kita rasakan bersama-sama akibat dari "cara
berpikir" kita. Ternyata semuanya membutuhkan "dana" dan "fasilitas".

Notaris disumpah oleh Pengadilan Negeri dan lingkup kerjanya untuk seluruh Indonesia.
Disamping itu tugas notaris menangani segala akta (lebih luas dari PPAT).

Menurut PP RI No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Pasal 1 yang dimaksud dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) yaitu pejabat umum yang
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Perbuatan Hukum yang
dimaksud mengenai :

a. jual beli

b. tukar menukar

c. hibah

d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)

e. pembagian hak bersama

f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik

g. pemberian Hak Tanggungan

h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan


Lebih lanjut yang dimaksud dengan PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk
karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT.

PPAT khusus yaitu pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas
PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program dan
tugas pemerintahan tertentu.

PPAT disumpah oleh kepala Badan Pertanahan Nasional dan lingkup kerjanya hanya
perwilayah/perkodya.

Ruang lingkup tugas Notaris selaku profesi penunjang dalam rangka Penawaran Umum antara
lain membuat :

Akta perubahan seluruh Anggaran Dasar Perseroan dalam rangka Penawaran Umum;
Akta perjanjian antara perseroan dengan badan hukum yang bergerak dalam bidang
usaha Penjaminan Emisi Efek;
Akta perjanjian antara Perseroan dengan badan hukum yang bergerak dalam bidang
usaha Administrasi Efek.

Notaris dan Pelaksanaan Tugas Notaris

Notaris adalah profesi khusus yang diatur dalam Undang Undang No. 30 tahun 2004. Sebagai
suatu profesi yang diatur khusus, maka UU jabatan Notaris tersebut menjadi UU khusus (lex
specialis) terhadap peraturan perundangan yang berlaku umum, termasuk tapi tidak terbatas
pada KUHAP (lex generalis).

Sesuai dengan pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
mengatur bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Kewenangan umum Notaris sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU Jabatan Notaris adalah
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
lain yang ditetapkan undang-undang.

Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris
harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya
secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan (penjelasan umum UU No. 30 tahun
2004, tentang Jabatan Notaris). Berdasarkan hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada
kebenaran hakiki dalam suatu akta meskipun undang-undang menyatakan bahwa itu adalah akta
otentik.

Seorang notaris harus mengetahui benar bahwa kesalahan formal dalam pembuatan akta akan
menghilangkan sifat otentik akta, sehingga tidak dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Nurdin
Halid pernah merasakan keuntungannya, dimana ia dibebaskan oleh hakim tanpa harus
memeriksa materi perkara, karena formalitas pembuatan BAP tidak terpenuhi, bahkan diduga
ada pemalsuan tanda-tangan segala.
Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi
Oleh : Bambang Syamsuzar Oyong SH

Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional yang


berasaskan kekeluargaan, belum optimal dalam menjalankan gerak dan langkahnya untuk
menciptakan kemakmuran bagi anggotanya.

UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi menyebutkan, koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatan
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerak ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Dari definisi ini dapat diambil kesimpulan, koperasi adalah badan usaha yang
bersifat badan hukum.

Koperasi dalam kepemilikannya terdiri atas orang atau badan hukum kopersi. Koperasi selalu
bekerja berdasarkan prinsip dasar koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Koperasi juga
sebagai salah satu penggerak roda perekonomian rakyat.

Memang, yang tergambarkan dari definisi koperasi itu sudah sangat terasa populis. Sangat jelas
menyebutkan sebagai penggerak ekonomi rakyat. Artinya, keberadaan koperasi dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya, menciptakan kemakmuran dan memberikan
pembelajaran dalam meningkatkan sumberdaya ekonomi masyarakat. Namun kenyataannya
sangat bertolak belakang. Koperasi sebagai badan hukum belum terasa memberikan arti untuk
meningkatkan kejahteraan anggotanya dan ekonomi masyarakat. Akibatnya, koperasi diidentikan
sebagai kendaraan tua yang tidak bisa gesit di lalu lintas perekonomian nasional. Apalagi
berhadapan dengan badan usaha lain baik Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum,
maupun Perseroan Kamanditer (CV) yang berorientasi profit.

Hal ini diperparah dengan lemahnya aturan hukum yang mengitari keberadaan koperasi.
Walaupun diberlakukan UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi pada 21 Oktober 1992, sebagai
pengganti UU No 12 Tahun 1967. Tidak satu pasal pun dari UU No 25 Tahun 1992 ini, yang
mengharuskan Anggaran Dasar Koperasi dibuat secara otentik. Artinya, pendirian koperasi hanya
disyaratkan dalam bentuk tertulis yaitu bisa dengan akta di bawah tangan atau menggunakan
akta otentik. Hal ini saja sudah menunjukkan adanya ketidaktegasan, yang berakibat tidak
maksimalnya lembaga ini dijalankan.

Jika pendirian koperasi hanya menggunakan akta di bawah tangan, jelas pembuktian itu belum
dikatakan sempuna jika dibandingkan dengan pendiran koperasi menggunakan akta otentik yang
memiliki kekuatan pembuktian sempurna.

Notaris Sebagai Pejabat Umum

Selama ini, akta pendirian koperasi memuat Anggaran Dasar Koperasi lebih bercorak sporadis.
Artinya, pendiri yang berdasarkan hasil rapat anggota dapat seketika itu juga menyusun
Anggaran Dasar Koperasi. Hal ini, sah-sah saja. Sebagai contoh, jika pendiri berdalil tidak pernah
menandatangani akta pendirian koperasi. Aapabila berhadapan dengan tanggung jawab
menyangkut kerugian yang ditimbulkan akibat adanya salah prosedur pengurusan, bagaimana
tanggung jawab pendiri tersebut. Akibat hukum dari pendirian koperasi melalui akta di bawah
tangan, pendiri dapat saja mendalilkan tidak pernah menandatangani akta pendirian koperasi.
Hal ini untuk menghindari tanggung jawab.

Berbeda dengan akte pendirian koperasi dibuat di hadapan pejabat berwenang yang ditunjuk
untuk itu, dalam hal ini notaris. Pejabat yang diberi wewenang itu dapat membuktikan, pendiri
menandatangani akta pendirian Koperasi, berdasarkan minit akta yang disimpan pejabat yang
dimaksud. Notaris juga berkewajiban menjelaskan maksud dari akta yang dibuat dengan
membacakan akta pendirian kepada para pihak, sehingga isi akta itu menjadi jelas. Termasuk
memberikan akses informasi tentang peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para
pihak yang menandatanganan akta tersebut.

Jika akta pendirian koperasi dibuat otentik, maka akte tersebut selalu berpegang pada prosedur
yang telah ditetapkan UU. Sebagaimana disebutkan Pasal 1868 KUH Perdata: "Suatu akta
otentik adalah demikian yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh UU oleh atau di hadapan
pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat dimana akta itu dibuat."

Oleh karena itu, pemerintah melalui Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah
RI, berdasarkan Surat Keputusan No 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Penunjukan Notaris
Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi, jelas menunjukkan notaris sebagai pejabat umum
diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk membuatkan akta koperasi yang selama ini
tidak tegas disebutkan. Dikeluarkannya surat keputusan itu tidak terlepas dengan
ditandatanganinya MoU antara Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI), pada 4 Mei 2004.

Memang UU Koperasi tidak ada kalimat yang menyebutkan notaris sebagai pejabat yang ditunjuk
untuk pembuatan akta pendirian Koperasi. Berbeda jika dibandingkan dengan UU No 1 Tahun
1995 tentang PT yang Pasal 7 ayat 1-nya secara tegas menyebutkan: "Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga
pada UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Pasal 9 ayat 2-nya menyebutkan: "Pendirian
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam
Bahasa Indonesia." Pada hal lembaga koperasi maupun PT dan Yayasan sama-sama sebagai
badan hukum, penyandang hak dan kewajiban.

Akta otentik dari notaris menjadi bukti telah dilakukan suatu perbuatan hukum tertentu, seperti
proses pendirian, perubahan anggaran dasar, dan akta lain yang terkait dengan kegiatan
koperasi. Dari akta itu dapat dimohonkan pengesahannya. Notaris dalam pembuatan akta
tersebut harus menuangkan dalam bentuk minuta akta sebagai dokumen negara, disimpan di
kantor notaris bersangkutan. Selain mengeluarkan salinan akta untuk dipegang pihak terkait
sesuai peraturan, sebagaimana dituangkan dalam UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.

Peran Sebagai Pejabat Umum

Tugas notaris tidak sebatas membuat akta pendirian koperasi maupun perubahan dan akta
lainnya. Melainkan, dapat memberikan penilaian hukum untuk eksisnya koperasi di tengah lalu
lintas gerak perekonomian nasional untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan yang
sebesar-besarnya bagi anggotanya.

Koperasi harus dapat berlari bersama badan usaha lainnya. Untuk itu, dibutuhkan reformasi yang
utuh terhadap kelembagaan koperasi yaitu dengan meminimalkan peran pemerintah yang
selama ini terasa sangat menonjol. Hal ini menjadi tantangan bagi kelembagaan koperasi di
Indonesia. Tantangan itu adalah bagaimana meningkatkan kesadaran setiap anggota koperasi
untuk selalu eksis memajukan koperasi, meningkatkan sistem manajerial yang berorientasi
profesionalitas, dengan mencari sumberdaya manusia yang unggul. Juga membuka akses yang
sebesarnya pada sumber modal. Hal ini yang harus selalu dipikirkan untuk kemajuan koperasi

Anda mungkin juga menyukai