Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Vertigo
1. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere, yang berarti memutar.
Vertigo adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan (3,4). Vertigo
seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang,
badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif atau
objektif), dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan
tubuh tidak dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik (3).

2. Epidemiologi
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32%
kasus, dan sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua.1 Sementara itu,
angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui,tetapi dari studi yang
lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15%
anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode
satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai paroxysmal
vertigo yang disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia,
dan fotofobia).2

3. Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu
a. Vertigo Periferal
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan
dengan vertigo periferal antara lain penyakitpenyakit seperti benign
parozysmal positional vertigo (gangguan akibat kesalahan pengiriman
pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali
menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada
sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam
pendengaran).
b. Vertigo Sentral
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga
yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak
untuk menjaga keseimbangan. Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu
yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf
keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil).

4. ETIOLOGI (2,5)
Beberapa penyebab vertigo sentral adalah:
Perdarahan dan infark serebelum
Sindrom Wallenberg
Insufisiensi vertebrobasilar
Diseksi arteri vertebral
Sklerosis multiple
Neoplasma (termasuk neuroma akustik)
Infeksi sistem saraf pusat
Trauma

5. PATOGENESIS
Sensasi keseimbangan merupakan hasil dari informasi yang tepat
yang dideteksi atau diterima oleh reseptor sistem visual, sistem vestibular,
dan sistem propioseptif, yang kemudian diintegrasikan di serebelum dan
batang otak, lalu dipersepsikan oleh korteks. Cara berjalan, postur, dan fokus
mata selama kepala bergerak, semua bergantung pada sensasi keseimbangan
yang utuh. Gangguan informasi sensori, pusat integrasi, dan persepsi
berakibat pada gangguan keseimbangan (5).
Vertigo sentral merupakan sensasi gangguan keseimbangan akibat
gangguan di pusat integrasi (serebelum dan batang otak) atau persepsi
(korteks). Pathogenesis beberapa penyebab vertigo sentral adalah sebagai
berikut :
a. Perdarahan dan infark serebelum (2)
Perdarahan serebelum biasanya menyebabkan gejala vertigo akut
dan ataxia. Nyeri kepala, mual, dan muntah dapat tidak terjadi. Selain
vertigo berat, pasien seringkali mengeluhkan adanya sensasi pergerakan
sisi samping atau depan belakang. Pasien juga dapat mengalami ataxia
trunkal dan tidak dapat duduk tanpa penyangga. Tes Romberg dan
Tandem akan memberikan hasil abnormal. Biasanya terdapat kelemahan
saraf kranial VI (Abdusens) atau deviasi konjugat mata berlawanan
dengan lesi perdarahan. Infark serebelum memberikan gambaran klinik
yang serupa.
b. Sindrom Wallenberg (2)
Infark medulla lateral dari batang otak dapat menyebabkan
vertigo sebagai bagian dari presentasi klinisnya. Penemuan ipsilateral
klasik meliputi rasa baal pada wajah, hilangnya refleks kornea, sindron
Horner, dan paralisis atau paresis pada palatum mole, faring, dan laring
(mengakibatkan disfagia dan disfonia). Penemuan kontralateral meliputi
hilangnya sensasi nyeri dan suhu pada sumbu tubuh dan anggota gerak.
Biasanya lesi saraf kranial VI (Abdusens), VII (Fasialis), dan VIII
(Vestibulokoklear) dapat muncul menyebabkan vertigo, mual, muntah,
dan nistagmus.
c. Insufisiensi Vertebrobasilar (2)
Transient ischemic attack (TIA) dari batang otak dapat memicu
vertigo. Tanda orthostatik harus ditentukan, karena orthostatik akan
memperburuk gejala iskemik vertebrobasilar. Sama seperti TIA secara
umum, vertigo mungkin terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung dalam
hitungan menit hingga jam. Sesuai dengan definisi TIA, gangguan harus
hilang secara total dalam 24 jam. Vertigo yang diinduksi iskemik
vertebrobasilar dapat terjadi dengan disertai diplopia, disfagia,
disarthria, dan hilangnya fungsi penglihatan bilateral. Tidak seperti
penyebab vertigo sentral lainnya, vertigo yang diinduksi iskemik
vertebrobasilar dapat diprovokasi dengan perubahan posisi. Memutar
kepala menyumbat setengah arteri vertebral ipsilateral sehingga
menyebabkan ada gangguan sirkulasi sementara pada batang otak.
d. Infeksi Sistem Saraf Pusat
Beberapa infeksi sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan
vertigo adalah abses pada serebelum, infeksi serebelum, encephalitis,
dan sebagainya. Gejala vertigo biasanya disertai dengan tanda-tanda
infeksi seperti demam, malaise, tanda-tanda serebelar (gangguan
keseimbangan, gangguan koordinasi, dan sebagainya).
e. Trauma
Trauma yang biasanya terjadi adalah trauma leher. Biasanya
gejala muncul dalam 7-10 hari setelah terjadi whiplash injury. Episode
vertigo muncul terutama ketika menggerakkan kepala dapat berlangsung
hingga berbulan-bulan. Selain itu juga terdapat nyeri pada leher dan
nistagmus pada pergerakkan kepala.

6. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa karakteristik vertigo sentral adalah (2):
Onset gradual
Lebih konstan
Durasi lebih panjang (minggu hingga bulan)
Intensitas ringan sampai sedang
Tidak dipengaruhi posisi kepala
Seringkali tidak disertai mual dan muntah
Seringkali disertai dengan gangguan status mental
Seringkali tidak berkaitan dengan tinnitus dan gangguan pendengaran
Nistagmus horizontal atau vertikal; tanpa adanya nistagmus fatigue
Disertai dengan tanda gangguan serebelum dan batang otak, seperti:
o Ataxia
o Pandangan kabur
o Diplopia
o Disfagia
o Disartria

Karakteristik V. Perifer V. Sentral


Onset Tiba-tiba, onset mendadak Perlahan, onset gradual
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan
Ya Kadang tidak berkaitan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Tidak ada atau kadang-
Gangguan status mental Biasanya ada
kadang
Defisit nervi cranial atau
Tidak ada Kadang disertai ataxia
cerebellum
Seringkali berkurang atau
Pendengaran Biasanya normal
dengan tinnitus
Nistagmus horizontal dan Nistagmus horizontal atau
Nistagmus rotatoar; ada nistagmus vertical; tidak ada nistagmus
fatique 5-30 detik fatique
Massa Cerebellar / stroke
Menieres disease
Encephalitis/ abscess otak
Labyrinthitis
Penyebab Insufisiensi A. Vertebral
Positional vertigo
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Bentuk vertigonya : melayang, goyang, berputar, rasa naik perahu
dan sebagainya.
Keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo : perubahan posisi
kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
Profil waktu : apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang
timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik
dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung,
hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga
kemungkinan trauma akustik.
b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik vestibuler atau serebeler ; dapat
berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
(2)
mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk
menentukan penyebab ; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan
dengan kelainan susunan saraf pusat, korteks serebri, serebelum, batang
otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik.
c. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada fungsi
vestibuler/serebeler :
Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita
tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis
tengah. Sedangkan pada kelainan serebelar badan penderita akan
(2)
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri bergantian. Pada
kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang dan pada
(2)
kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.
Dix-Hallpike (Manuver Nylen- Barany)
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-
kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng- gantung
45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45
ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo
dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
(2)
perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
(2)
ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap
(2)
seperti semula (non-fatigue).
Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga
kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga
diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C)
masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit.
Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi
(2)
sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG (5)
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah:
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lainnya seperti anemia, kehamilan, dan
kondisi ketidakseimbangan metabolik (hiperglikemia, hipoglikemia,
dll).
Pencitraan
Pencitraan fossa posterior penting dilakukan jika terdapat
kecurigaan adanya vertigo sentral.
1) MRI adalah pencitraan terpilih, terutama untuk mendiagnosis
infark, perdarahan, tumor, dan lesi substansi alba seperti
sklerosis mutiple.
2) CT scan dengan potongan hingga ke fossa posterior dapat
digunakan jika tidak tersedia MRI. CT Scan terbatas karena
resolusi yang lebih buruk dan adanya artifak tulang.
3) Angiografi intraarterial dahulu digunakan untuk mendiagnosis
oklusi di sistem vertebrobasilar. Namun, sekarang telah
berkembang CT angiografi, MRA, dan Doppler USG
menggantikan angiografi intrarterial.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah :
Elektrokardiografi (EKG) digunakan untuk melihat adanya fibrilasi
atrium atau disaritmia lainnya dan bukti adanya infark myocardial
akut.
Tes kalori dan Elektronystagmografi (ENG) digunakan untuk
melokalisasi lesi di apparatus vestibular atau di nukleus saraf
vestibular.
Audiometri dan Brain Auditory Evoked Response (BAER)

8. Diagnosis
Diagnosis vertigo sentral ditegakkan dengan :
9. PENATALAKSANAAN (5)
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai tujuan utama :
mengeliminasi keluhan vertigo,
memperbaiki proses-proses kompensasi vestibuler
mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif.
Beberapa golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan
vertigo di antaranya adalah :
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk
penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan
homatropin. Kedua preparat tersebut dapat juga dikombinasikan dalam
satu sediaan antivertigo. Antikolinergik berperan sebagai supresan
vestibuler melalui reseptor muskarinik. Pemberian antikolinergik per
oral memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek samping
yang timbul terutama berupa gejala-gejala penghambatan reseptor
muskarinik sentral, seperti gangguan memori dan kebingungan
(terutama pada populasi lanjut usia), ataupun gejala-gejala
penghambatan muskarinik perifer, seperti gangguan visual, mulut
kering, konstipasi, dan gangguan berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan
antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan
termasuk di antaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat,
meklozin, dan prometazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan
vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai
efek terhadap reseptor histamin sentral. Antihistamin mungkin juga
mempunyai potensi dalam mencegah dan memperbaiki motion
sickness. Efek sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian
penghambat histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per oral, dengan
lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, siklizin) sampai 12
jam (misalnya, meklozin).
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai
antivertigo di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin
sendiri merupakan prekrusor histamin. Efek antivertigo betahistin
diperkirakan berasal dari efek vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada
mikrosirkulasi di daerah telinga tengah dan sistem vestibuler. Pada
pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik, dengan kadar
puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek samping relatif jarang,
termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual
pada pasien dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar
antidopaminergik merupakan neuroleptik. Efek antidopaminergik pada
vestibuler tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa
antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh pada sistem
vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4
sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan sebagai
antiemetik, seperti domperidon dan metoklopramid. Efek samping dari
antagonis dopamin ini terutama adalah hipotensi ortostatik, somnolen,
serta beberapa keluhan yang berhubungan dengan gejala
ekstrapiramidal, seperti diskinesia tardif, parkinsonisme, distonia akut,
dan sebagainya.
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di
tempat khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler
diperkirakan terjadi melalui mekanisme sentral. Namun, seperti halnya
obat-obat sedatif, akan memengaruhi kompensasi vestibuler. Efek
farmakologis utama dari benzodiazepin adalah sedasi, hipnosis,
penurunan kecemasan, relaksasi otot, amnesia anterograd, serta
antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering digunakan
adalah lorazepam, diazepam, dan klonazepam.
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di
dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium
intrasel. Penghambat kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan
vestibuler. Flunarizin dan sinarizin merupakan penghambat kanal
kalsium yang diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo; kedua obat
ini juga digunakan sebagai obat migren. Selain sebagai penghambat
kanal kalsium, ternyata flunarizin dan sinarizin mempunyai efek sedatif,
antidopaminergik, serta antihistamin-1. Flunarizin dan sinarizin
dikonsumsi per oral. Flunarizin mempunyai waktu paruh yang panjang,
dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar obat dalam
darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan setelah pengobatan
dihentikan. Efek samping jangka pendek dari penggunaan obat ini
terutama adalah efek sedasi dan peningkatan berat badan. Efek jangka
panjang yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala parkinsonisme,
tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi pada populasi lanjut usia.

Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau
didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang
obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
a. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
b. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
c. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

10. PROGNOSIS (5)


Prognosis pasien dengan vertigo sentral sangat bervariasi, bergantung
dari penyakit yang mendasari. Namun, kemajuan bedah saraf memperbaiki
prognosis beberapa kondisi serius Prognosis pasien dengan infark arteri
vertebral atau basilar adalah buruk. Prognosis pasien dengan perdarahan
serebelum spontan adalah buruk.

B. Cerebellum
1. Anatomi
Cerebellum terletak di fossa cranii posterior dan di bagian superior
ditutupi oleh tentorium cerebelli, merupakan bagian terbesar otak belakang
(rhombencephalon) dan terletak di posterior ventriculus quartus, pons, dan
medula oblongata. Cerebellum berbentuk agak lonjong dan menyempit pada
bagian tengahnya serta terdiri dari dua hemispherium cerebelli yang
dihubungkan oleh bagian tengah yang sempit, yaitu vermis. Cerebellum
berhubungan dengan aspek posterior batang otak melalui tiga berkas serabut
saraf yang simetris yang disebut pendunculus cerebellaris superior,medius,
dan inferior.6
Fisura transversal membagi cerebellum ke lobus, lobules dan folia,
sedangkan sulkus para median memisahkan vermis median dari hemisfer.
Flokulus dan nodul dari kaudal lobus flokulonodular juga disebut sebagai
vestibulocerebellum atau archicerebellum. Lobus ini menerima pertama (dari
vestibular organ) dan sekunder (dari vestibular nuclei) proyeksi vestibular.
Korpus cerebella misalnya vermis dan hemisfer terdiri dari sponocerebellum
bagian medial dan pontocerebellum bagian lateral. Spinocerebbelum
menerima proyeksi dari saraf tulang belakang dan sistem trigeminal,
sedangkan pontocerebellum dipersaragi oleh serabut pontocerebellar dari
lobus anterior hingga posterior. Fissura prima membagi hemisfer cerebellar
menjadi lobus anterior dan lobus posterior.7

2. Vaskularisasi cerebellum
a. Arteri
Cerebellum menerima suplai darah dari tiga pasang arteri yaitu :
A. Serebelaris inferior anterior
A. Serebelaris superior
A. Serebelaris posterior inferior
b. Vena
Setiap hemisfer cerebellum mempunyai empat kelompok besar.
Vena-vena serebelaris rostromedilal
Vena-vena serebelaris rostrolateral
Vena-vena serebelaris kaudal
Vena flocuccaleres

3. Fisiologi
Cerebellum secara fungsional dan filogenetika mempuyai 3 fungsi yaitu :
Archicerebellum (vestibulocerebellum), bagian ini merupakan bagian
lobus flloculonodular, berfungsi utuk keseimbangan. Bagian ini terdiri
atas Floculo Nodularis. Menerima impuls sebagian besar dari vestibular.
Paleocerebellum (spinocerebellum), bagian ini berfungsi untuk posisi
berdiri dan berjalan. Menerima impuls sebagian besar dari spinal
sehingga disebut sebagai spinocerebellum. Bagian ini terdiri atas culmen
dan lobulus centralis yag terletak di anterior vermis, kemudian juga
uvula, pyramid dan parafloculus. Bagian ini dapat disederhanakan
sebagai vermis dan paravermis.
Neocerebellum (cerecerebellum) terletak di lobus posterior
cerebellum. Cerecerebellum mempunyai fungsi untuk koordinasi
gerakan halus dan komplek dari tubuh.
Pada manusia selain untuk keseimbangan juga mempunyai beberapa
fungsi lain. Cerebelum menerima impuls proprioseptif dari seluruh tubuh,
baik impuls motorik ataupun sensorik dari cerebrum. Impuls yang diterima
akan dikoordinasikan dan diteruskan, dihambat atau diperkuat. Secara
histologis dari cortex cerebelli menunjukkan bahwa impuls yang masuk akan
diperkuat dengan cara Avalanche Conduction. Pada umumnya fungsi utama
cerebellum adalah mengintegrasikan dan mengkoordinasikan reaksi somatik.
Impulsa motorik akan diperkuat dan disintesis kembali sehingga
menimbulkan kontraksi otot yang harmonis dan gerakan volunter yang halus
dan sinkron.
Cerebellum adalah bagian otak dimana korteks cerebri menerima
impuls darinya untuk melakukan koordinasi yang mengatur gerakan
volunter, sehingga memegang peranan penting pada setiap fungsi motorik.
Pada cerebellum juga terdapat daerah-daerah untuk taktil, pendengaran dan
penglihatan. Pusat-pusat motorik, taktil, pendengaran dan penglihatan baik
kortikal maupun subkortikal di cerebrum, diproyeksikan pada daerah yang
sama di cerebellum, yang kemudian memproyeksikannya kembali ke daerah
yang sama di cerebrum. Corteks cerebellum mendapat signal dari berbagai
sumber. Mula-mula perintah dari cortex cerebri dan sistem piramidal
diterima melalui ketiga sistem cerebrocerebellar. Yang terpenting adalah
jaras cerebropontocerebellar yaitu jaras yang menyilang menghubungkan
hemisfer cerebri pada sisi yang berlawanan melalui tractus cortico pontine
dan pedunculus cerebelli media. Jaras lain berasal dari area motor cerebri
yaitu cerebroolivocerebellar, cerebroreticulocerebellar, juga dari tractus
spinocerebellar.
Semua modalitas sensoris (taktile, auditori, visual) memberi impuls
pada cerebellum, mekanismenya masih belum jelas. Secara umum vermis
menerima input aferen dari medula spinalis, floculonoduler dari sistem
vestibuler dan hemisfer cerebellum dari cortex cerebri. Setelah menerima
signal aferen, cerebellum mengoreksi kesalahan atau kekurang akuratan dari
gerak otot.

4. Gejala lesi pada cerebellum


Lesi di neocerebellum dapat memberikan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Hipotonia : otot kehilangan kemampuan untuk melawan jika otot
dimanipulasi secara pasif. Pasien akan berjalan sempoyongan.
Disebabkan oleh karena hilangnya pengaruh fasilitas cerebellum
terhadap stretch reflex.
b. Disequilibrium : kehilangan keseimbangan oleh karena tak ada
koordinasi kontraksi otot skelet.
c. Dissynergia : kehilangan koordinasi kontraksi otot, meliputi :

Disarthria : Berbicara tergagap. Bicara tersendak-sendak dengan
suku kata terpisah.10

Distaxia : tidak bisa mengkoordinasikan kontraksi otot skelet

Dismetria : salah menafsir jarak. Tak mampu menghentikan gerakan
pada titik yang diinginkan.

Disdiadokokinesis : tak mampu mengubah gerakan dengan cepat,
disebabkan karena adanya kontraksi dan relaksasi yang lambat atau
berlebihan.(ex: dari fleksi ke extensi).

Intentio Tremor : tremor di tangan bila hendak melakukan sesuatu
gerakan. Tremor ini terjadi karena ada gangguan dalam koordinasi
gerakan, penderita sadar dan berusaha untuk mengoreksinya.
Tremor ini lebih tepat disebut sebagai tremor ataksik.

Titubasi : tremor yang ritmis pada kepala dengan kecepatan 3-4 kali
per menit dapat menyertai lesi cerebellum bagian tengah.

Nystagmus : bola mata distaxia kiri dan kanan, karena suatu iritasi
vestibuler fiber atau oleh karena penekanan nucleus vestibuler.

Gangguan pada mata : bisa berupa skew deviation dimana terjadi
deviasi ke atas dan keluar dari bola mata pada sisi yang berlawanan
dengan lesi dan deviasi ke bawah dan ke dalam dari bola mata pada
sisi lesi.

Gerakan Rebound : ketidakmampuan mengontrol gerakan. Contoh:
kalau lengan bawah difleksikan dengan pasif, kalau dilepas lengan
tersebut akan memukul dada.
d. Sindroma hemisfer cerebellaris : rusak satu hemisphaerum cerebella,
Gejala : Distaxia dan hipotonia anggota badan ipsilateral. etiologi :
neoplasma dan infark.
e. Sindroma vermis rostralis : rusak lobus anterior, gejala : distaxia kaki
dan truncus, etiologi : keracunan alkohol, terjadinya degenerasi bagian
anterior vermis.
f. Sindroma vermis caudalis : rusak lobus posterior dan flocculonodularis,
gejala : distaxia truncus sehingga tak mampu berdiri tegak dan
nystagmus etiologi : Tumor.
g. Sindroma pancerebellaris : rusak pada kedua hemisphaerum
cerebellaris, gejala : bilateral distaxia, disarthria, nystagmus, hipotonia,
etiologi : degenerasi, multiple sclerosis, keracunan alcohol.

Lesi di paleocerebellum dapat memberikan gejala-gejala gangguan sikap


tubuh dan tonus otot.

Lesi di archicerebellum dapat memberikan gejala-gejala berupa ataksia


trunkal, yaitu dimana penderita bila disuruh duduk tampak badannya
bergoyang. Disamping itu dapat juga memberikan gejala berupa vertigo
dimana penderita merasa sekitarnya atau badannya bergoyang.

5. Pentalaksanaan
a. Tatalaksanaan umum :
Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Stabilisasi hemodinamik ( infus kristaloid )
Pengendalian tekanan intracranial (manitol jika diperlukan)
Pengendalian kejang (anti kejang)
Analgetik dan antipiretik, jika diperlukan
Gastroprotektor, jika diperlukan
Manajemen nutrisi
b. Tatalaksanaan spesifik :
Trombolisis intrvena : ateplase dosis 0,6-0,9mg/kgBB, pada stroke
iskemik onset <6 jam
Terapi endo vascular : trombektomi mekanik, pada stroke iskemik
dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intracranial,
onset <8 jam
Manajement hipertensi (nicardipin, ACE-Inhibitor, calcium
antagonis, beta bloker, diuretic)
Manajemen gula darah (insulin, antidiabetik oral)
Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet : aspirin, clopidogrel,
cilostazol dan antikoagulan : warfarin, dabigatran)
Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfilin)
Neurorehabilitasi

Anda mungkin juga menyukai