Referat Hiv Aids Aspek Psikiatri
Referat Hiv Aids Aspek Psikiatri
I. PENDAHULUAN
virus (HIV) mematikan. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. dari
analisis specimen yang didapatkan pada orang yang meninggal sebelum tahun
tersebut. Di Amerika kasus pertama terjadi pada musim panas tahun 1981. Pada saat
itu mulai dilaporkan adanya Pneumonia Pneumocystic Carinii dan Sarcoma Kaposi
pada seorang pria muda yang menderita homoseksual dan penurunan kekebalan.
Meskipun demikian sebenarnya gambaran yang serupa dengan gangguan ini telah ada
sejak tahun 1959. Hal ini diukung adanya bukti peningkatan penyakit penyakit yang
berhubungan dengan HIV dan AIDS, khususnya di Afrika dan Amerika, namun saat
itu belum dikenal. Menurut Centre for Desease Control and Prevention (CDC) pada
tahun 2001 diperkirakan 500.000 sampai 600,000 orang Amerika akan terinfeksi
virus HIV dan 320,000 lainnya dengan AIDS. Infeksi virus ini memcapai puncaknya
150.000 pada pertengahan tahun 80 an dan berkurang sampai 40.000 pada awal tahun
90an.(1)
Di Indonesia, kasus ini baru dilaporkan pada tahun 1987. Saat itu ditemukan 4
kasus HIV dan 2 kasus AIDS. Dari tahun ke tahun kasus-kasus HIV / AIDS
cenderung meningkat. Data terakhir sampai pada bulan maret 2003 yang
dikumpulkan YAI ada 2876 kasus. Menurut data dari Departemen Kesehatan
1
Kelompok umur 20 tahun hingga 29 tahun, adalah kelompok yang paling rawan
terkena virus HIV. Data terakhir menunjukkan 2.877 orang di kelompok usia ini
penyakit tanpa penyebab yang jelas, diduga merupakan defek pada sistem imunitas
yang diatur oleh tubuh yang menurunkan resistensi terhadap penyakit tersebut.
maka dianggap virus tersebutlah penyebabnya. Virus ini ditularkan melalui cairan
Mereka yang termasuk kelompok beresiko tinggi meliputi: (1) pria homoseksual
secara aktif sejak tahun 1977. (2) pengguna zat adiktif intravena. (3) penerima
transfusi darah sejak tahun 1977. (4) pasangan seksual dari tiap orang dalam
kelompok berisiko tinggi. (5) orang dengan luka terbuka yang kontak dengan darah
HIV. (petugas laboratorium, laundry). Diduga 2/3 dari penderita AIDS mempunyai
Ketika seseorang diberitahu bahwa dia terinfeksi HIV maka responnya beragam.
Pada umumnya dia akan mengalami lima tahap yang digambarkan oleh Kubler Ross
ini biasanya akan dilanjutkan dengan respons lain sampai pada akhirnya dapat
menerima. Penerimaan seseorang tentang keadaan dirinya yang terinfeksi HIV belum
tentu juga akan diterima dan didukung oleh lingkungannya. Beban yang diderita
2
Odha baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial
dapat menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai keinginan bunuh diri.(1)
Oleh karena itu, untuk mengurangi beban psikososial Odha maka pemahaman
yang benar mengenai AIDS perlu disebarluaskan. Konsep bahwa dalam era obat
antiretroviral AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan juga
Odha bahwa Odha tetap dapat menikmati kualitasi hidup yang baik dan berfungsi di
masyarakat.
II. DEFINISI
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah tahap akhir dan paling
serius dari penyakit infeksi HIV, yang menyebabkan kerusakan berat pada system
imunitas. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention), disebut AIDS
bila seseorang dengan infeksi HIV mempunyai jumlah sel CD4 dibawah 200 (CD4
juga disebut T-cell, adalah suatu tipe sel imunitas). AIDS juga didefinisikan bila
terdapat sejumlah infeksi oppurtunistik dan kanker yang terjadi pada seseorang
III. DIAGNOSIS
a. Tes Serum
Ada dua teknik pengujian yang sekarang secara luas tersedia untuk menemukan
antibodi anti-HIV dalam serum manusia. Para perawat kesehatan dan pasien harus
3
pada seseorang merupakan petunjuk bahwa dia telah terpapar oleh virus dan
berpotensi menularkannya pada orang lain. Dan hampir selalu pada akhirnya
berkembang menjadi AIDS. Bila hasil tes negatif dapat berarti dia tidak terpapar
virus-HIV dan tidak terinfeksi atau terpapar virus HIV tetapi antibody-HIV belum
berkembang.
absorbent assay (ELISA) dan Western blot assay. Elisa digunakan sebagai tes
penyaringan pertama karena tes tersebut lebih murah dari Western blot dan lebih baik
untuk penyaringan dalam skala besar. ELISA sensitive dan cukup spesifik, namun
ada laporan hasil negative palsu, tapi mengindikasikan positif palsu. Untuk alasan itu
hasil positif dari tes ELISA harus dikomfirmasikan dengan menggunakan tesyang
lebih mahal dan lebih rumit yaitu Western blot assay yang lebih sensitive dan spesifik
b. Konseling
Konseling sebelum dan sesudah tes harus dilakukan pada setiap orang, tidak
cukup hanya melalui telepon dan sebaiknya dilindungi arti dari hasil tes dan implikasi
1. Perbincangan arti hasil positif dan jelaskan salah arti (contoh hasil pemeriksaan
hanya menyatakan bahwa ada kontak dengan virus AIDS, tapi bukan
2. Perbincangan arti hasil negative (contoh : konversi serum butuh waktu, perilaku
4
berisiko yang baru saja terjadi, butuh waktu dalam pemeriksaan)
3. Selalu siap membahas rasa takut dan perihatin pasien (ketakutan yang tidak
5. Selidiki reaksi pasien bila hasilnya positif (contoh: saya akan bunuh diri bila
medik yang biasa). Bahaslah orang yang bertanggung jawab atas hasil
pemeriksaan itu.
8. Bahaslah dengan pasien masalah sero positif dan akibatnya terhadap status
sosial nantinya (contoh: asuransi kesehatan dan jiwa, pekerjaan, dan perumahan)
5
1. Penjelasan hasil pemeriksaan
- Jelaskan salah interpretasi (seperti: hasil negatif berarti kamu masih dapat
kena virus pada saat mendatang, itu tidak berarti kamu kebal terhadap
AIDS.
hasil pemeriksaannya.
jarum.
sperma atau organ dan jangan meminjamkan pisau cukur/silet, sikat gigi, dan
- Pasien dengan HIV positif sering memerlukan tim kesehatan jiwa (nilailah
kebutuhan untuk rawat inap atau rawat jalan, pikirkan terapi yang
6
- Mendukung aktif pada pasien (seperti : keluarga, teman, pelayanan social.
Diagnosa AIDS ditegakkan pada seorang pasien dengan HIV positif dengan
carinii) atau neoplasma (seperti : sarcoma Kaposi) sebagai tambahan, definisi kasus
pangawasan AIDS yang diperluas termasuk semua orang yang terinfeksi oleh HIV
yang mempunyai jumlah CD+4 T-limfosit kurang dari 200/l. atau kurang dari 14
persen CD+4 T-limfosit dari total limfosit yang didignosis sebagai tuberculosis
untuk bunuh diri. Dapat juga dijumpai gangguan mental organik seperti demensia dan
delirium sebagai akibat infeksi HIV langsung pada SSP atau infeksi yang kebetulan
spektrum luas perwujudan psikiatri dan neurologi dari infeksi HIV pada SSP.
Gangguan ini mencakup berbagai derajat gejala kognitif, motorik, dap perilaku. Pada
bagian akhir spektrum yang parah ini terdapat AIDS Dementia Complex (ADC), suatu
7
kondisi yang dapat mengakibatkan kerusakan SSP secara bermakna dan ini
merupakan suatu penyulit yang didefinisikan AIDS. Disisi lain dari spektrum ini
gejala yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk demensia karena gejala ini tidak
konsekuensi patofisiologi langsung dari infeksi HIV. Demensia dengan HIV tersebut
tidak disebabkan oleh infeksi HIV saja tapi juga dapat disebabkan oleh infeksi lain
atau tumor seperti infeksi SSP, tumor SSP, abnormalitas SSP akibat infeksi sistemik,
dan endokrinopati serta efek samping akibat penggunaan zat / obat pada SSP.
penyakit HIV merupakan suatu gangguan yang ditandai oleh defisit kognitif yang
atau kondisi lain selain infeksi HIV. Gambaran klinik khas dari gangguan ini
membaca serta mengatasi masalah, apati, spontanitas menurun, penarikan diri secara
sosial. Pada pemeriksaan fisik sering menunjukkan adanya tremor, gangguan gerakan
merupakan tanda prognosis yang buruk, karena biasanya berjalan secara cepat dan
progresif (dalam beberapa minggu atau bulan) menjadi demensia global yang parah,
8
mutisme, dan berakhir dengan kematian. 50-75 % HIV dengan demensia meninggal
2. Delirium
Delirium adalah nama generik untuk keadaan jiwa umum dengan banyak
penyebab. Pasien AIDS yang dirawat inap berisiko lebih tinggi untuk mengalami
delirium dengan kejadian 30% sampai 40%. Tidak seperti demensia, serangan
delirium biasanya akut, dan pasien dibawa kerumah sakit sebagai akibat dari
perubahan status keadaan mental. Gejala pada pasien mungkin keliru dikira
Delirium ditandai dengan adanya gangguan pada ketajaman dan kesadaran, dan
Halusinasi visual dan paranoid adalah umum karena disorientasi dan gangguan siklus
bersifat farmakologi dan lingkungan. Pengobatan berdasar gejala dengan obat hampir
selalu diperlukan, terutama untuk kasus yang parah. Obat neuroleptik merupakan
pengobatan utama farmakologi dan dapat diberikan secara oral maupun intravena.
9
Dosis awal sebaiknya rendah, dan harus diperhatikan untuk menghindari
terbukti memperburuk delirium akibat efek sedasinya yang meningkat, yang dapat
Saat seseorang diberitahu bahwa dia terinfeksi HIV maka responnya beragam.
Pada umumnya dia akan mengalami lima tahap yang digambarkan oleh Kubler Ross
ini biasanya akan dilanjutkan dengan respons lain sampai pada akhirnya dapat
menerima. Penerimaan seseorang tentang keadaan dirinya yang terinfeksi HIV belum
tentu juga akan diterima dan didukung oleh lingkungannya. Beban yang diderita
Odha baik karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial
dapat menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai keinginan bunuh diri.
1. Depresi
kriteria depresi. Pada perkembangannya tingkat depresi ditemukan lebih besar diawal
kelompok yang sudah lama mengetahui dirinya HIV, hal ini dikarenakan pada
10
Gejala dari depresi terbagi menjadi 2 kategori yakni gejala afektif dan gejala
somatik. Gejala afektif meliputi afek depresif, perasaan bersalah, putus asa bahkan
terdapat ide untuk bunuh diri. Sedangkan gejala somatik meliputi penurunan berat
badan, gangguan tidur, agitasi, mudah lelah, dan penurunan konsentrasi. (6)
Terdapat beberapa obat HIV yang memiliki efek samping yang dapat menjadi
pemicu terjadinya depresi, dan gejala psikologi yang lain yaitu: (6)
Oleh karena itu, sangat sulit membedakan gejala klinik depresi yang
disebabkan oleh penerimaan pasien terhadap HIV ataupun efek samping pengobatan,
kecuali kita memperoleh informasi mengenai onset perubahan perilaku dari pasien.
2. Gangguan Anxietas
Pasien yang terinfeksi HIV mungkin mengalami anxietas jenis apapun. Namun,
yang paling sering adalah gangguan cemas menyeluruh, gangguan stress pasca
trauma, dan gangguan obsesif kompulsif. Reaksi anxietas pada Odha sering kali
mencakup rasa khawatir yang mendalam, ketakutan, dan prihatin terhadap kesehatan,
11
masalah somatik, kematian, dan ketidakpuasan mengenai penyakitnya. Reaksi ini
kerap kali mengarah kepada sulit tidur dan berkonsentrasi dan meningkatnya keluhan
somatik. Lebih sering terjadi pada saat diagnosis dan selama pengobatan baru atau
penyakit akut. Penanganan tergantung pada luas dan sifat penyakit tertentu dan gejala
psikiater. (3,6)
3. Gangguan penyesuaian
Gangguan penyesuaian dengan afek cemas atau afek depresi dilaporkan terjadi
orang dengan infeksi HIV lebih tinggi ditemukan juga pada awal pasien didiagnosa
Percobaan bunuh diri juga meningkat pada pasien dengan infeksi HIV dan AIDS.
Faktor pendorong untuk bunuh diri diantara orang-orang dengan infeksi HIV adalah
V. FARMAKOTERAPI
Suatu daftar yang terus berkembang berisi agen yang bekerja dengan cara yang
berbeda dengan cara yang berbedadalam replikasi virus untuk pertama kalinya
menumbuhkan harapan bahwa HIV dapat disupresi secara permanen atau benar-benar
sebaiknya dimulai dengan terapi tripel yaitu kombinasi dua penghambat transkriptase
12
ditambah satu inhibitor protease. Terapi tripel dapat digunakan untuk orang yang
telah mengalami kontak seksual tak terduga dengan pasangan yang berpotensi
terinfeksi. (7)
Agen antiretroviral memiliki banyak efek samping, yang paling penting bagi
sitokrom P450 hepatik dan oleh karena itu dapat meningkatkan kadar beberapa obat
SSRI. Oleh karena itu harus berhati-hati meresepkan psikotropik kepada orang yang
biasa dilakukan untuk orang yang secara neurokognitif terganggu. Hal ini meliputi
yang dapat membahayakan fungsi kogitif lebih jauh, terutama benzodiazepine. Bila
harus digunakan maka sebaiknya obat tersebut diberikan dalam dosis yang rendah
dari biasa. Obat antidepresan dan anti psikotik bila diindikasikan, mungkin juga harus
VI. PSIKOTERAPI
pasien yang dilakukan oleh seorang terlatih dalam hubungan professional secara
13
yang ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan
harga diri, dan masalah tentang kematian. Psikiater dapat membantu pasien mengatasi
perasaan bersalah seputar perilaku yang menyebabkan dirinya terkena infeksi atau
gangguan trkait HIV. Baik terapi individu maupun kelompok menjadi lebih efektif.
Terapi individu dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang dan dapat berupa
Psikoterapi supportif pada pasien HIV bertujuan untuk menguatkan daya mental
yang ada, mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
membantu para anggota kelompok agar dapat mengerti lebih jelas sebab kesukaran
mereka; membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih baik, yang dapat
diterima dan yang lebih memuaskan. Agar proses kelompok berjalan lancer maka,
14
VII.KESIMPULAN
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang didiagnosis
pasien karena dampak sosial yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut dan prognosis
tidak menggembirakan. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan rasa aman finansial
yang terbaik untuk membantu pasien mengatasi perubahan citra tubuh yang menjadi
untuk bunuh diri. Dapat juga dijumpai gangguan mental organik seperti demensia dan
delirium. Meskipun begitu, juga dapat dikhawatirkan perubahan suasana afektif dari
pasien ini juga dipengaruhi oleh obat-obatan HIV/AIDS. Sehingga seorang psikiater
harus lebih mampu melihat gangguan ini apakah berasal dari penolakan pasien
sehingga tidak hanya berorientasi pada penyembuhan gejala tetapi juga dengan
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Sindroma Imuno-Defisiensi Akuisita (SIDA, AIDS), Ilmu
Kedokteran Jiwa Darurat, Alih Bahasa : Wicaksana M. Roan Cet 1, EGC.
Jakarta, 1998, 92 96.
2. Adler MW. Perkembangan Epidemiologi, dalam Petunjuk Penting AIDS. Edisi
ketiga. EGC : Jakarta, 1996.
3. Kaplan HI, Sadock BJ. Neuropsychiatric Aspect of HIV Infection and AIDS ,
Sypnosis of Psychiatry, 9 th ed. William & Wilkins, Baltimore USA. 2000 P 371
79
4. Goldenberg, David MD. HIV dan Psikiatri. Alih Bahasa. http://spirita.or.id
5. American Pshyciatry Association : HIV and Cognitive disorder and delirim,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV). Washington
.USA, 1994
6. American Pshyciatry Association : HIV Clinical Depression and anxiety,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV). Washington
.USA, 1994
7. Fernandez, Francisco; Ruiz, Pedro. Title: Psychiatric Aspects of HIV/AIDS, 1st
Edition. Pg. 150-160
8. Jeffrey J. Weiss and David R. Bang Berg. Pshycgiatric aspect of adherence to
medical care and treatment for HIV/AIDS. Chapter 22. Pg. 281-290
16