Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. Pendahuluan
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype paratyphi A,
B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain dengan demam tinggi yang
terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut nadi yang relatif lambat, kadang
gangguan kesadaran seperti mengigau, perut kembung, splenomegali dan lekopeni.
Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk
memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Sebaliknya di negara maju seperti
Amerika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya, seiring dengan perbaikan lingkungan,
pengelolaan sampah dan limbah yang memadai dan penyediaan air bersih yang cukup,
mampu menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis.
Di abad ke 19 demam tifoid masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama
di Amerika, namun sekarang kasusnya sudah sangat berkurang. Tingginya jumlah penderita
demam tifoid tentu menjadi beban ekonomi bagi keluraga dan masyarakat. Besarnya beban
ekonomi tersebut sulit dihitung dengan pasti mengingat angka kejadian demam tifoid secara
tepat tak dapat diperoleh.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeces dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Suddarth, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypii (Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman
yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii dengan gejala demam
yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang
ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman
Salmonella thypii.

2.2. Manifestasi Klinis


Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal
(gejala awal tumbuhnya penyakit/ gejala yang tidak khas):
1. Perasaan tidak enak badan
2. Lesu
3. Nyeri kepala
4. Pusing
5. Diare
6. Anoreksia
7. Batuk
8. Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
Menyusul gejala klinis yang lain
1. Demam
Demam berlangsung 3 minggu
1) Minggu I : demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada
sore dan malam hari nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis, pada
pemeriksaan fisik tidak hanya didapat peningkatan suhu badan
2) Minggu II : Demam terus, Bradikardikardi relatif lidah thypoid (kotor ditengah, tepi
dan ujung merah tremor), Hepatomegali, Plenomegali, Meteorismus, Gangguan
kesadaran seperti samnolen
3) Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur angsur.
2. Gangguan Pada Saluran Pencernaan
1) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
2) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3) Terdapat konstipasi, diare
3. Gangguan Kesadaran
1) Kesadaran yaitu apatis somnole.
2) Gejala lain ROSEOLA (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit)

2.3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa yang
merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu
tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan
antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O= Ohne
Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch
(menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul;
merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap
fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang
lazim disebut aglutinin.
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan
carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun

2.4. Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk ke lambung.
Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta berkembangbiak sehingga organ-
organ tersebut membesar (Ngastiyah 2005).
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu pertama sakit, terjadi
hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).

2.5. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella
thypii, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam tifoid
lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9)
melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih
sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella thypii.
Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut
akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi
terhadap kuman Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel
darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih cepat

2.6. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk di isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5 - 7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah
baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid dimasa lampau. Mobilisasi
dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita.
Penderita dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya perlu diubah - ubah untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
2. Diet
Diet demam thypoid adalah diet yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan makan
penderita thypoid dalam bentuk makanan lunak rendah serat. Tujuan utama diet demam
thypoid adalah memenuhi kebutuhan nutrisi penderita demam thypoid dan mencegah
kekambuhan. Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah
mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain:
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
3. Obat
Obat - obat antimikrobia yang sering digunakan :
a. Kloramfenikol
b. Tiamfenikol
c. Cotrimoxazole
d. Ampicilin dan amoxilin
Obat - obat simtomatik: Antipiretika

2.7. Pencegahan
Sanitasi dan kebersihan adalah penting untuk mencegah terjadinya penyakit tipus.
Tipus tidak melibatkan hewan dan penularannya adalah dari manusia ke manusia. Tipus
hanya berjangkit pada lingkungan dimana kotoran manusia dan air seni manusia dapat
mencemari makanan dan minuman. Kehati-hatian penyiapan makanan dan mencuci tangan
adalah hal yang penting untuk mencegah penyakit tipus.
Dua jenis vaksin tipus tersedia untuk mencegah penyakit tipus: vaksin hidup yang
diminum Ty21a (dijual dengan merek Vivotif oleh Crucell Switzerland AG) dan injeksi
typhoid polysaccharide vaccine (dijual dengan merek Typhim Vi oleh Sanofi Pasteur dan
'Typherix oleh GlaxoSmithKline). Kedua jenis vaksin tersebut efektif melindungi antara 50
hingga 80% mereka yang telah divaksinasi dan direkomendasikan bagi pelancong yang akan
berkunjung ke daerah endemik.
Pengulangan vaksin direkomendasikan setiap 5 tahun sekali bagi vaksin oral dan setiap
dua tahun sekali untuk vaksin injeksi. Di Indonesia biasanya hanya tersedia vaksin dalam
bentuk injeksi. Dan jika sudah divaksin dan masih terkena biasanya ringan. Vaksinasi
dianjurkan untuk dilakukan pada anak-anak dan dewasa sesuai jadwal imunisasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

3.1.2. Riwayat Kesehatan Pasien


1) Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan demam sudah 2 hari, muntah 3x
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan demam, pusing, mual
muntah 3x, semula di rumah sudah diperiksakan ke mantri setempat, tetapi karena
demam lagi maka segera dibawa ke rumah sakit.
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah dirawat di rumah
sakit, hanya pilek atau batuk dan biasanya diperiksakan ke mantri setempat. Tidak ada
riwayat alergi. Pasien mendapat immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak,
DT dan Hepatitis.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini dan tidak ada penyakit
herediter yang lain.

3.1.3. Pola Kebiasaan Pasien Sehari-Hari


1) Pola Nutrisi
Sebelum sakit: Makan 3 x sehari, dengan nasi, lauk dan sayur, makanan yang tidak
disukai yaitu kubis dan yang paling disukai yaitu mie ayam. Pasien makan dengan
piring dan sendok biasa, tanpa memperhatikan warna dan bahannya. Minum 7 - 8
gelas sehari.
Selama sakit: Makan 3x sehari, dengan diet bubur halus, hanya habis porsi, karena
lidahnya terasa pahit. Pasien makan dari tempat yang disediakan oleh rumah sakit.
Minum 7 - 8 gelas sehari.
2) Pola Eliminasi
Sebelum sakit: BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning. BAK 3-4 x
sehari , warna kuning jernih.
Selama sakit: selama 2 hari pasien belum BAB. BAK 3-4 x sehari, warna kuning
jernih
3) Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit: pasien tidur dengan teratur setiap hari pada pukul 20.00 WIB sampai
jam 05.00 WIB. Kadang-kadang terbangun untuk BAK. Pasien juga terbiasa tidur
siang dengan waktu sekitar 2 jam. Ibu pasien selalu membacakan cerita sebagai
pengantar tidurnya.
Selama sakit: pasien susah tidur karena suasana yang ramai dan sakit pada perut
hilang timbul
4) Pola Aktivitas
Sebelum sakit: pasien bermain dengan teman - temannya sepulang sekolah dengan
pola permainan berkelompok dan jenis permainan menurut kelompok.
Selama sakit: pasien hanya terbaring di tempat tidur.

3.1.4. Pengkajian Psiko - Sosio Spiritual


1) Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya.
Pasien menyadari kalau dirinya berada dirumah sakit dan dia mengetahui bahwa dia
sakit dan perlu perawatan tetap dirinya masih ketakutan dengan lingkungan barunya.
2) Hubungan pasien dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain.
Hubungan pasien dengan tetangga dan keluarga sangat baik, banyak tetangga dan sanak
saudara yang menjenguknya di rumah sakit. Sedangkan hubungan dengan pasien lain
tidak begitu akrab. Pasien ketakutan.
3) Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya.
Pasien beragama Islam, dalam menjalankan ibadahnya pasien dibantu oleh
keluarganya. Ibu pasien selalu mengajakya berdoa untuk kesembuhannya.

3.1.5. Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan Umum: pasien tampak lemah.
2) Kesadaran: composmentis.
3) Kepala: normochepalic, rambut hitam, pendek dan lurus dengan penyebaran yang
merata.. Tidak ada lesi.
4) Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
5) Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip, bersih.
6) Mulut
a. Mulut: tidak ada stomatitis
b. Bibir tidak kering.
c. Gigi: kotor dan terdapat caries,
d. Lidah: kotor
7) Telinga: pendengaran baik, tidak ada serumen.
8) Leher: tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
9) Dada: simetris, pernapasan vesikuler.
10) Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.
11) Ekstremitas :
a. Atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh keluarga.
b. Bawah : tidak ada lesi
12) Anus : tidak ada haemorroid.
13) Tanda - tanda Vital :
a. Tekanan Darah: 120/80 mmHg
b. Nadi: 120 x/menit
c. Suhu: 39 C
d. Respirasi: 24 x/menit

3.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium
1) Hematologi
Hb: 11,6 d/dl (14 18 d/dl)
Ht: 34,7% (34 48%)
Eritrosit: 4,11 juta/uI (3,7 5,9.106 juta/uI)
Leukosit: 12.200 /uI (4,6 11.103 /uI)
LED 1 jam: 40 /1 jam (P = 7 15 /jam)
2 jam: 80 /1jam (L = 3 -11 /jam)
Trombosit: 232.000 /uI (150 400.103 /uI)
2) Urine
Phisis= warna: kuning
Protein= (negatif)
Glukosa = (negatif)
Sedimen = epitel : +
Lekosit= + (6 8)
Eritrosit= + (1 -2)
Kristal= - (negatif)
Silinder= - (negatif)

3.2. Pathway Demam Thifoid

3.3. Diagnosa keperawatan


DX 1: Hipertermia b/d Penyakit
Definisi: Suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan Karakteristik:
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2. Serangan atau konvulsi (kejang)
3. Kulit kemerahan
4. Pertambahan RR
5. Takikardi
6. Saat disentuh tangan terasa hangat

Intervensi
NOC
Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil:
1. Suhu 36 37C
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Monitor WBC, Hb, dan Hct
6. Monitor intake dan output
7. Berikan anti piretik:
8. Kelola Antibiotik:
9. Selimuti pasien
10. Berikan cairan intravena
11. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
12. Tingkatkan sirkulasi udara
13. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
15. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)

Implementasi
Nama: An. SN
Tanggal lahir : 11 februari 2011
Kamar : 511A
Jam Tindakan
08.00 Mengobservasi vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi: 120 x/menit,
Suhu: 39 C, Respirasi: 24 x/menit
Respon: Ibu pasien mengatakan anak tampak lemah, badan teraba hangat

09.00 Memberikan kompres air hangat di bagian lipatan paha dan ketiak, dan
menganjurkan anak banyak minum air putih
Memberikan therapy dokter inj. Norages 3cc melalui bolus
Respon: Ibu pasien mengatakan kompres diberikan sesring mungkin

10.00 Mengobservasi vital sign: Tekanan Darah: 110/70 mmHg, Nadi: 120 x/menit,
Suhu: 38 C, Respirasi: 24 x/menit
Respon: Ibu pasien mengatakan anak tampak lemah, badan masih teraba hangat

11.00 Mengobservasi keadaan pasien, pasien tampak tidur terpasang infus asering 40tts/i
mikro berjalan dengan lancar,
Respon: ibu pasien mengatakan anak baru tidur dan sesekali rewel, kompres air
hangat masih diberikan

12.00 Mengobservasi vital sign: Tekanan Darah: 110/70 mmHg, Nadi: 100 x/menit,
Suhu: 37 C, Respirasi: 24 x/menit
Menganjurkan anak makan siang dan banyak minum air putih
Respon: ibu pasien mengatakan demam berkurang dan air putih habis 500 cc

Evaluasi
S:
Pasien mengatakan demam sudah 2 hari,
Ibu pasien mengatakan anaknya semula di rumah sudah diperiksakan ke mantri
setempat, tetapi karena demam lagi maka segera dibawa ke rumah sakit.
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada riwayat alergi. Anaknya mendapat
immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, DT dan Hepatitis.
O:
Pasien tampak lemah, kes: compos mentis, Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi: 120
x/menit, Suhu: 39 C, Respirasi: 24 x/menit

A: masalah hipertermi belum teratasi

P: lanjutkan intervensi:
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Monitor intake dan output
7. Berikan anti piretik:
8. Kelola Antibiotik:
9. Selimuti pasien
10. Berikan cairan intravena
11. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

DX 2: Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d


Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
Definisi: Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
1. Membran mukosa dan konjungtiva pucat
2. Luka, inflamasi pada rongga mulut
3. Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
4. Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
5. Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
6. Keengganan untuk makan
7. Kram pada abdomen
8. Suara usus hiperaktif

Intervensi
NOC:
1. Nutritional status: Nutrisi Adekuat
2. Nutritional Status : Intake makanan dan cairan
3. Kontrol Berat Badan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Hasil laboratorium normal (transferin, albumin, dan elektrolit)
6. Tidak terjadi penurunan berat badan
NIC :
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Monitor Nutrisi
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Implementasi
Jam Tindakan
08.00 Mengobservasi keadaan pasien, sarapan yang habis porsi, dengan diit yang
diberikan bubur, mengidentifikasi adanya alergi makanan
Respon: Ibu pasien mengatakan anak tampak lemah, selera makan berkurang,
dan anak tidak ada alergi makanan
10.00
Menganjurkan anak banyak minum air putih hangat dan makan snack yang
diberikan oleh Rumah Sakit
Menganjurkan pada ibu pasien agar memberikan anak makan sedikit-
sedikit tapi sering
Respon: Ibu pasien mengatakan anak menghabiskan porsi snack dan 200 cc
susu + 150cc air putih

12.00 Menganjurkan anak makan siang dan banyak minum air putih
Mengajarkan pada anak tehnik relaksasi nafas dalam saat ingin muntah
Respon: ibu pasien mengatakan anaknya masih ada mual, muntah 3x sebanyak
50cc, air putih yang habis sebanyak 600cc

Evaluasi
S:
Pasien mengatakan muntah 3x
Ibu pasien mengatakan anaknya mual muntah 3x, semula di rumah sudah
diperiksakan ke mantri setempat, tetapi karena demam lagi maka segera dibawa ke
rumah sakit.
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada riwayat alergi. Anaknya mendapat
immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, DT dan Hepatitis.
O:
1. Pasien tampak lemah, kes: compos mentis,
2. Pasien makan 3x sehari, dengan diet bubur halus, hanya habis porsi.
3. Pasien makan dari tempat yang disediakan oleh rumah sakit.
4. Pasien minum 5-7 gelas sehari.

A: Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan


pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi belum teratasi

P: lanjutkan intervensi:
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

DX 3 : Nyeri Akut b/d Agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis)


Definisi:
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul dari kerusakan
jaringan baik secara aktual atau potensial atau merupakan kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Internasional) yang terjadi secara tiba-tiba atau dengan waktu yang lama dengan intensitas
ringan sampai berat dan dapat diantisipasi atau diprediksikan dan lamanya kurang dari 6
bulan.
Batasan Karakteristik
1. Laporan secara verbal atau nonverbal
2. Fakta dari observasi
3. Posisi antalgik (menghindari nyeri)
4. Gerakan melindungi
5. Tingkah laku berhati-hati
6. Muka meringis (nyeri)
7. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
8. Terfokus pada diri sendiri
9. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang lain dan lingkungan)
10. Tingkah laku distraksi, contoh jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas
berulang-ulang
11. Respon autonom (seperti berkeringat, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
12. Perubahan otonom dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
13. Tingkah laku ekspresif (contoh gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/ berkeluh kesah)
14. Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Intervensi
NOC :
1. Tingkat Nyeri,
2. Kontrol Nyeri
3. Tingkat Kenyamanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Pasien tidak mengalami nyeri,
dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur

NIC:
Manajemen Nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Implementasi
Jam Tindakan
08.00 Mengobservasi vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi: 120 x/menit,
Suhu: 39 C, Respirasi: 24 x/menit, skala nyeri: 7-9
Respon: Ibu pasien mengatakan anak tampak rewel dan anak mengeluh perutnya
sakit hilang timbul

09.00 menganjurkan anak banyak minum air putih dan memberikan therapy dokter inj.
Ondansentron 0,5 mg bolus
Respon: Ibu pasien mengatakan anaknya tampak rewel dan susah tidur

10.00 Mengobservasi vital sign: Tekanan Darah: 110/70 mmHg, Nadi: 120 x/menit,
Suhu: 38 C, Respirasi: 24 x/menit, skala nyeri: 5-7
Respon: Ibu pasien mengatakan anak tampak lemah, rewel berkurang dan masih
sering terbangun saat tidur/ susah tidur karena suasana kamar yang ramai dan
sakit perut yang hilang timbul
Respon: ibu pasien mengatakan demam berkurang dan air putih habis 500 cc

Evaluasi
S:
pasien mengatakan susah tidur karena suasana yang ramai dan sakit pada perut hilang timbul
O:
1. Pasien tampak lemah, kes: compos mentis, skala nyeri: 7-9
2. Pasien tampak terbaring lemah

A: Masalah nyeri akut b/d agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis) belum teratasi

P: lanjutkan intervensi:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
9. Tingkatkan istirahat

Anda mungkin juga menyukai