Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang
yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai
bahan bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi
trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas
minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku. Biodiesel bersifat biodegradable,
dan hampir tidak mengandung sulfur. Biodiesel menjadi alternatif bahan bakar terdiri
dari metil atau etil ester, hasil transesterifikasi baik dari triakilgliserida (TG) atau
esterifikasi dari asam lemak bebas (FFA) (Hikmah dkk, 2010).
Ide penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar diesel
didemonstrasikan pertama kalinya oleh Rudolph Diesel ( tahun 1900). Penelitian di
bidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan
hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui
(renewable). Perkembangan ini mencapai puncaknya di pertengahan tahun 80-an
dengan ditemukannya alkil ester asam lemak yang memiliki karakteristik hampir
sama dengan minyak diesel fosil yang dikenal dengan biodiesel (Bode, 2002)
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak
goreng bekas atau daur ulang. Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di
Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau
CPO), minyak kelapa, minyak jarak pagar (Primadi, 2010). Sifat dari biodiesel yang
dihasilkan oleh edible oil ini lebih cocok digunakan sebagai bahan bakar pengganti
minyak diesel. Dari sudut pandang lingkungan, penggunaan biodiesel memiliki
beberapa keuntungan misalnya dapat mereduksi emisi karbonmonoksida dan
karbondioksida, nontoxic dan biodegradable. Diharapkan biodiesel dapat mereduksi
penggunaan bahan bakar fosil (Julianti, 2014).
Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel
petroleum. Kelebihan tersebut antara lain :
1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi
2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.
3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.
4. Terdapat dalam fase cair
5. Menurunkan keausan ruang piston karena sifat pelumasan bahan bakar
yang bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem bahan
bakar).
6. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung
racun.
7. Meningkatkan nilai produk pertanian
(Bode, 2002 dan Handayani, 2010)
Meskipun biodiesel memiliki banyak keunggulan, namun biodiesel masih
memiliki beberapa kekurangan yaitu nilai kalori yang lebih rendah sehingga daya
efektif mesin juga lebih rendah dan stabilitas oksidasi yang buruk dibandingkan
dengan bahan bakar solar (Sukarno, 2012)
Biodiesel sudah banyak dikenal di negara-negara asing khususnya negara-
negara bukan anggota OPEC dan pengimpor minyak mulai tahun 1920. Pada negara-
negara tersebut biodiesel sudah diproduksi dan digunakan dalam skala komersial.

2.2 PROSES PRODUKSI BIODIESEL


Proses pembuatan biodiesel secara konvensional pada umumnya
menggunakan proses transesterifikasi minyak tumbuhan dengan alkohol rantai
pendek, menggunakan katalis homogen asam atau basa, misalnya H2SO4, NaOH,
dan KOH (Julianti, 2014). Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus
yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman
dengan kandungan asam lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu
esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan untuk minyak tanaman yang kandungan
asam lemak rendah dilakukan proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan
transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas dan trigliserida dalam
minyak menjadi metil ester (biodiesel) dan gliserol (Hikmah, 2010).

Tahapan reaksi dalam pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut :


1. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial

2. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alcohol - alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/ pemasok gugus alkyl, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME) (Handayani,
2010).

2.3 TRANSESTERIFIKASI
Transesterifikasi menjadi metode yang paling umum digunakan untuk
membuat biodiesel dari minyak nabati. Reaksi transesterifikasi ditunjukkan sebagai
berikut :

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi


(Borges, 2012)

2.3.1. Proses Transesterifikasi Katalis Asam


Proses ini merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam untuk
menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2%. Asam sulfat (sulfuric acid)
0,5 % berat dan alkohol (umumnya metanol) dengan molar rasio antara alkohol dan
bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang lebih baik.
Proses ini dilakukan pada rentang temperatur 40-50oC. Proses ini dilakukan di dalam
wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan konstan.
Gambar 2.2 Reaksi Esterifikasi Katalis Asam
(Christie, 1993)

Gambar 2.3 Mekanisme Reaksi Umum Transesterifikasi


dari Trigliserida-Katalis Asam
(Sivasamy, et.all., 2009)
2.3.2. Proses Transesterifikasi Katalis Basa
Proses transesterifikasi ini dilakukan setelah transesterifikasi terhadap
produk tahap pertama (transesterifikasi katalis asam). Proses ini menggunakan
katalis basa. Natrium hidroksida 0,5% berat dan alkohol (umumnya metanol)
dengan rasio molar antara alkohol dan produk tahap pertama sebesar 9:1 digunakan
dalam proses transesterifikasi ini. Proses transesterifikasi ini dilakukan pada
temperature 40-50oC dalam wadah berpengaduk magnetik dan kecepatan konstan.
Keberadaan pengaduk penting untuk memastikan terjadinya reaksi di seluruh bagian
reaktor.
Gambar 2.4 Mekanisme Transesterifikasi Minyak Nabati Katalis Basa
(Schuchardt, et.all., 1998)
Produk esterifikasi katalis basa ini akan berupa metil ester di bagian atas dan
gliserol di bagian bawah (akibat perbedaan densitas). Setelah dipisahkan dari
gliserol, metil ester tersebut selanjutnya di cuci dengan air distilat panas (10% vol).
Karena memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan metil ester, air pencuci ini
juga akan terpisahkan dari metil ester dan menempati bagian bawah reaktor. Metil
ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel.

2.3.3. Proses Transesterifikasi Co-Solvent dan Tanpa Katalis (Alkohol Super


Kritis)
Proses transesterifikasi ini dilakukan dengan menggunakan metanol
superkritik dan co-solvent CO2. Tidak adanya katalis pada proses ini memberikan
keuntungan tidak diperlukannya proses purifikasi metil ester terhadap katalis yang
biasanya terikut pada produk proses transesterifikasi konvensional menggunakan
katalis asam/basa. Penambahan co-solvent CO2 berfungsi untuk menurunkan
tekanan dan temperatur operasi proses transesterifikasi. Hal ini berkorelasi langsung
pada lebih rendahnya energi yang diperlukan dalam proses transesterifikasi
menggunakan metanol superkritik. Meskipun demikian, temperatur yang telibat
dalam proses ini masih cukup tinggi, yaitu sekitar 280 0C.

2.4 SYARAT MUTU BIODIESEL


Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang
dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan
berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di
Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan
diterbitkan olah Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006. Tabel
berikut menyajikan persyaratan kualitas biodiesel yang diinginkan
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biodiesel

(BSN, 2012)
2.5 MINYAK BIJI KARET
Biji karet terdiri dari 45-50 % kulit biji yang keras berwarna coklat dan 50-55
% daging biji yang berwarna putih. Bobot biji karet sekitar 3-5 gram tergantung dari
varietas, umur biji, dan kadar air (Andayani, 2008). Biji karet mengandung minyak
nabati yang dapat dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada berbagai industri
(Novia, dkk., 2009).
Buah karet berbentuk kotak tiga atau empat. Setelah berumur enam bulan
buah akan masak dan pecah sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji karet
mempunyai bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang mempunyai berat 2-4
gram/biji. Biji karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras berwarna coklat, 50-60%
kernel yang berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 45,63%
minyak, 2,71% abu, 3,71% air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat sehingga biji
karet berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Yuliani, dkk., 2007).
Tabel 2.2 Karakteristik Minyak Biji Karet Mentah
Spesific gravity (25 oC) 0,943
FFA (% berat) 37,69
Nilai Saponifikasi (mgKOH/g) 226,12
Nilai Iodin (gI2/100g) 142,45

Komposisi gliserida (% berat)


Trigliserida (TG) 40,32
Digliserida (DG) 18,44
Monogliserida (MG) 2,32
(Obewele, et al., 2010)
Biji karet mengadung sekitar 40-50%-b minyak nabati dengan komposisi
asam lemak yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat, sementara sisanya
berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat dan asam lemak lainnya
(Santoso, dkk., 2013). Tabel 2.2 merangkumkan komposisi asam lemak dalam
minyak biji karet

Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Biji Karet


Komposisi Persentase (%-b)
Asam Palmitat 10,2
Asam Stearat 8,76
Asam Oleat 24,6
Asam Linoleat 39,6
Asam Linolenat 16,3
(Saderi, 2012)
Komposisi minyak biji karet menunjukkan bahwa minyak biji karet
mengandungbahan-bahanyang sangat bermanfaat. Khususnya jika kita dapat
mengambil asam-asam lemak yang terkandung di dalamnya. Asam lemak juga
merupakan bahan yang mudah terbakar (combustible) dan bila diproses dengan
alkoholisis dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel yang saat ini banyak diteliti sebagai
sumber energi altematif dan terbarukan. Di samping itu hidrolisa minyak biji karet
juga menghasilkan gliserol sebagai hasil samping. Gliserolbanyak digunakan dalam
industri makanan, farmasi, kosmetika, bahan peledakdan lain-lain (Setyawardhani,
dkk., 2006).

2.6 SIFAT SIFAT BAHAN


2.6.1. Metil Ester (C19H37O2)
1. Berwujud cairan jernih tidak berwarna
2. Berat molekul : 214,344 gr/mol
3. Spesifik gravitasi : 0,87 0,89 (25 oC)
4. Titik leleh : 4,5 oC (760 mm)
5. Titik didih : 148oC (18 mm)
: 261,5 oC (760 mm)
6. Flash point : 130 oC
7. Angka Setana : 46 70
8. Titik Asap : -11 16 oC
9. Titik Tuang : -15 13 oC
(Science lab. 2005)

2.6.2. Air (H2O)


1. Merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
2. Merupakan elektrolit lemah dan dapat terionisasi menjadi H3O + dan
OH-
3. Berat Molekul : 18,016 gr/mol
4. Densitas : 1 gr/ml
5. Viskositas : 0,01002 cp
6. Panas Spesifik : 1 kal/gr
7. Tekanan Uap : 760 mmHg
8. Tegangan Permukaan : 73 dyne/cm
9. Panas Laten : 80 kal/gr
10. Indeks Bias : 1,333
11. Mempunyai kemampuan katalitik tertentu, terutama pada oksidasi
logam
(Science lab. 2005)

2.6.3. Metanol (CH3OH)


1. Warna : tidak berwarna dalam cairan
2. Densitas : 0,7918 gr/cm3
3. Titik Beku : - 97 oC ( 1 atm )
4. Titik Didih : 64,7 oC ( 1 atm )
5. Keasaman : 15,5 pKa
6. Berat molekul : 32,04 gr/mol
7. Viskositas ( 20 oC ) : 0,59 mPa.s
8. Titik Nyala : 11oC
9. Merupakan cairan yang mudah menguap
10. Mudah terbakar
11. Merupakan bahan kimia beracun
12. Dapat digunakan sebagai bahan bakar, anti beku, denaturasi dan
pelarut
(Science lab. 2005)

2.6.4. Gliserol (C3H5(OH)3)


1. Titik Beku : 18,17 oC
2. Titik Didih : 147,9 oC
3. Densitas : 1,2582 gr/ml
4. Indeks Bias nD20 : 1,47399 ( gliserol 100 % )
5. Tekanan Uap : 0,0025 mmHg ( 50 oC )
6. Viskositas : 1499 cp ( 20 oC )
7. Kapasitas Panas : 0,5795 kal/gr ( 20 oC )
8. Panas Penguapan : 21,060 kal/mol ( 55 oC )
9. Panas Pembentukan : 159,60 kkal/grmol
10. Konduktivitas panas : 0,00068 kal/cm2 oC
11. Titik Nyala : 177 oC ( 1 atm )
(Science lab. 2005)

2.6.5. Natrium Oksida (Na2O)


1. Berat molekul :40 g/mol
2. Titik didih :1830 K
3. Titik beku :596K
4. Tekanan kritis :25,331 kPa
5. Volume kritis :0,2 m3/kmol
6. Berwarna putih
(Science lab. 2005)

2.6.6 Asam Sulfat (H2SO4)


1. Berat molekul : 98,078 gr/mol
2. Titik leleh : 10,31 oC
3. Titik didih : 336,85 oC
4. Densitas (20 oC) : 1,8333 gr/ml
5. Viskositas (25 oC) : 23,541 cP
6. Larut dalam air
7. Larut dalam etil alkohol 95 %
(Science lab. 2005)

2.6.7 Asam Posfat (H3PO4)


1. Warna : Tidak berwarna, jernih
2. Berupa cairan
3. Spesific gravity : 1,69
4. pH :1
5. Titik beku : 42 oC (108 oF)
6. Titik didih : 213 oC (415 oF)
7. Tekanan Uap ( 20 oC) : 0,03 mmHg
8. Densitas Uap : 3,4
9. Mudah larut dalam air.
(BDH, 2005)

2.6.8 Kalsium Oksida (CaO)


1. Berat molekul : 56,10 gr/mol
2. Titik didih : 5162 oC
3. Titik lebur : 4737 oF
4. Spesific gravity : 3,2 3,4
5. Kelarutan dalam air : 0,031 g/100 ml pada 10 oC
0,007 g/100 ml pada 80 oC
6. Berupa butiran putih atau tepung
7. Bereaksi dengan air membentuk Kalsium Hidroksida
(Ash Grove, 2000 & Flinn Scientific, 2011)

2.6.9 Minyak Biji Karet


1. Spesific gravity : 0,91
2. Viskositas (40 oC) : 66,2 mm2/s
3. Flash point : 198 oC
4. Jumlah Kalor : 37,5 MJ/kg
5. Kadar asam : 34
(Saderi, 2012)

2.7 DESKRIPSI PROSES


2.7.1. Tahap Degumming
Asam phosfat (T- 101) dan minyak biji karet (T-102) dimasukkan
kedalam tangki degumming ( T-103). Kemudian campuran dialirkan ke
centrifuge (CT). Keluaran bagian atas CT dialirkan ke reaktor esterifikasi
(R-101) dan keluaran bawah dialirkan ke pengolahan limbah.

2.7.2. Tahap Estrifikasi


Reaktor esterifikasi (R-101) yang berisi minyak biji karet
ditambahkan methanol (T-104) dan asam sulfat (T-105). Keluaran dari R-
01 dimasukkan kedalam tangki netralisasi (T-106) dan ditambahkan CaO
(T-107) kemudian dipisahkan oleh Clarifier (CL) produk bagian atas
dialirkan ke reaktor transesterifikasi (R-202) dan produk bawah dialirkan
ke pengolahan limbah

2.7.3. Tahap Persiapan Transesterifikasi


Metanol 98% (T-104) dicampur dengan katalis (T-208) dalam
Mixer (M) dan dialirkan ke reaktor transesterifikasi (R-202) yang berisi
minyak biji karet (T-201).

2.7.4. Tahap Transesterifikasi


Reaktor ini menggunakan pengaduk dengan kecepatan pengadukan
sebesar 2 rps. Lamanya pengadukan adalah 2 jam yang dilakukan pada
temperatur 600C dan tekanan 1 atm. Adapun tahap transesterifikasi ini
menghasilkan campuran metil ester, gliserol, sabun, trigliserida, katalis,
dan air.

2.7.5. Tahap Pemisahan Metil Ester


Produk intermediet hasil reaksi kemudian dipompakan menuju
separator (S-401) pada temperatur 600C dan tekanan 1 atm yang
berfungsi untuk memisahkan larutan metil ester dari gliserol, katalis, dan
sabun. Adapun di dalam separator akan terbentuk dua lapisan. Lapisan
atas yaitu larutan metil ester, dan lapisan bahwa yaitu gliserol, katalis,
dan sabun, dan air. Larutan metil ester yang masih mengandung metanol
kemudian dipompakan ke flash drum (FD-303) yang dioperasikan pada
temperatur 104,70C dan tekanan 1 atm untuk memisahkan metanol (titik
didih = 64,7oC). Metanol hasil pemisahan kemudian ditampung dalam
tangki penampungan metanol (T-204). Gliserol yang mengandung sedikit
katalis, air, dan sabun kemudian ditampung dalam tangki penampung
sementara (T-203)

2.7.6. Tahap Pencucian Metil Ester


Setelah dari separator (S-401), larutan metil ester kemudian
dipompakan ke washing tank pertama (WT-306) untuk dicuci dengan
menggunakan CH3COOH (T-205) sebelum dipompakan ke dalam
dekanter (D-402). Adapun senyawa bekas cucian langsung dipompakan
ke unit pengolahan limbah. Setelah itu metil ester dipompakan ke
washing tank kedua (WT-307) dengan menggunakan air sebagai
pencucinya, kemudian dipompakan ke decanter (D-403). Adapun air
bekas cucian langsung dipompakan ke unit pengolahan limbah.

2.7.7. Tahap Pemurnian Metil Ester


Larutan metil ester kemudian dipompakan ke evaporator (E-308)
untuk menguapkan air yang masih terkandung di dalam metil ester. Metil
ester dengan kemurnian 98% kemudian ditampung dalam tangki metil
ester (T-207).

Diagram Alir Proses :

Anda mungkin juga menyukai