Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Farmasi Klinik Indonesia

Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

Swamedikasi di Kalangan Masyarakat Perkotaan di Kota Yogyakarta


Aris Widayati
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Indonesia

Abstrak
Penelitian observasional potong lintang ini bertujuan mengeksplorasi prevalensi dan pola swamedikasi
di Kota Yogyakarta. Sejumlah 640 sampel di Kota Yogyakarta dipilih secara klaster acak pada periode
MaretMei 2010. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik deskriptif. Sebanyak 50%
dari responden tersebut berswamedikasi satu kali, 33% dua kali dan 17% lebih dari dua kali. Responden
yang membeli obat modern sebanyak 86% dan obat tradisional sebanyak 14%. Obat swamedikasi diper-
oleh dari apotek (42%), toko/warung kelontong (35%), toko obat (7%), dan kombinasi ketiganya (16%).
Sebanyak 99% responden sembuh atau setidaknya berkurang keluhannya setelah berswamedikasi. Jika
tidak sembuh setelah berswamedikasi, 45% responden menyatakan akan pergi ke dokter, sementara
20% lainnya ke puskesmas, 5% ke rumah sakit dan 5% kembali melakukan swamedikasi. Sumber infor-
masi tentang obat mereka peroleh dari iklan (32%), dokter (17%), teman (17%), dan dari apotek (5%).
Alasan mereka berswamedikasi antara lain pengalaman sembuh menggunakan obat tersebut sebelum-
nya (24%), berpersepsi bahwa penyakitnya ringan (22%), cepat dan praktis (17%) dan murah (13%).
Temuan diatas mengindikasikan peluang dari aspek bisnis apotek sekaligus tantangan peningkatan
peran profesi apoteker terutama di apotek dalam membantu masyarakat berswamedikasi secara tepat.

Kata kunci: Swamedikasi, masyarakat perkotaan

Self-Medication among Urban Population in Yogyakarta


Abstract
This observational cross-sectional study is aimed at exploring prevalence and patterns of SM in Yog-
yakarta. A cluster random sampling technique was applied to select 640 adults in Yogyakarta between
March and May 2010. From a total of 559 completed questionnaires, 247 (44%) respondents who had
self-medicated during two previous weeks were included in subsequent analysis. Among these respon-
dents, 50%had self-me-dicated once, 33% twice and 17% more than two times. Eighty-six percent of
respondents had consumedmodern medicines while the rest 14% had used traditional ones. The drug
for SM was obtained from pharmacies (42%), groceries (35%), drug stores (7%) and combination of
those three sources (16%). Most of the respondents (99%) were recovered from their illnesses or at least
experienced a symptom relieve after SMs. Forty-five percent respondents stated that they will visit a
physician when they see no improvement after SM, while the rest said they will visit primary health
centers (20%) and hospitals (5%) orrepeat their SM (5%). Information about the medicines areobtained
from advertisements (32%), physicians (17%), friends (17%) and pharmacists (5%). The motivation for
SM are previous experience of being relieved (24%), perception that they haveminor illnesses (22%),
quick and easy (17%) and cheap (13%). Above findings indicate a business opportunityof pharmacies
and a challenge to improve the role of pharmacists in assisting people regarding the selection of medi-
cines for SM.

Key words: Self-medication, urban people

Korespondensi: Aris Widayati, S.Si., Apt., M.Si., Ph.D, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta, Indonesia, email: ariswidayati@usd.ac.id

145
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

Pendahuluan satu bagian penting dari upaya individu ang-


gota masyarakat untuk meningkatkan derajat
Swamedikasi didefinisikan oleh World Health kesehatannya. Penelitian-penelitian terdahulu
Organization (WHO)1 sebagai the selec- telah menunjukkan gambaran pola swamedi-
tion and use of medicinesby individuals to kasi di kalangan masyarakat Provinsi DIY, an-
treat self-recognised illnesses or symptoms. tara lain bahwa obat tradisional juga menjadi
Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil pilihan selain obat modern (mengandung ba-
pengertian bahwa swamedikasi merupakan han kimia sintetik) yang masih mendominasi,
proses pengobatan yang dilakukan sendiri harga obat untuk swamedikasi yang ekonomis
oleh seseorang mulai dari pengenalan kelu- dan terjangkau, tempat dan cara mendapatkan
han atau gejalanya sampai padapemilihan dan obat untuk swamedikasi yang dekat, cepat,
penggunaan obat. Gejala penyakit yang dapat mudah dan praktis, hasil terapi swamedikasi
dikenali sendiri oleh orang awam adalah pe- yang memuaskan dan akses informasi tentang
nyakit ringan atau minor illnesses2 sedangkan obat untuk swamedikasi yang terutama diper-
obat yang dapat digunakan untuk swamedi- olehdari iklan, dokter, teman dan pegawai di
kasi adalah obat-obat yang dapat dibeli tanpa apotek.811
resep dokter termasuk obat herbal atau tradi- Di satu sisi data-data tersebut di atas
sional.1,3,4 menunjukkan bahwa upaya pemerintah mem-
Prevalensi swamedikasi cenderung me- berdayakan masyarakat dalam meningkatkan
ngalami peningkatan di kalangan masyarakat derajat kesehatannya secara mandiri dapat
untuk mengatasi gejala atau keluhan kesehat- dikatakan telah mencapai hasilnya. Namun
an yang dianggap ringan. Di Kota Yogyakar- demikian, hal tersebut juga diiringi dengan
ta, data tahun 2005 menunjukkan 74,5% ibu adanya risiko terkait dengan pengenalan pe-
melakukan swamedikasi untuk mengatasi de- nyakit dan pemilihan serta penggunaan obat
mam yang diderita anaknya.5 Dari data tahun untuk swamedikasi yang mungkin tidak tepat.
2012 juga ditemukan bahwa perilaku self-care, Risiko ketidaktepatan pengenalan penya-
termasuk swamedikasi, dominan di kalangan kit, pemilihan dan penggunaan obat dalam
masyarakat di kota yang sama (36%) diantara swamedikasi telah diungkap oleh banyak
pilihan-pilihan lainnya berupa pergi ke pusat- penelitian sebelumnya. Sebuah penelitian
pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS) di kota Yogyakarta mengungkap ketikdak-
dan ke praktek dokter swasta.6 Data Riskes- sesuaian pengenalan penyakit keputihan pada
das (Riset Kesehatan Dasar) menunjukkan wanita (vaginal candidiasis) serta ketidakte-
bahwa 57,4% rumah tangga di Provinsi Dae- patan pilihan obatnya.12 Penelitian lain me-
rah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan ngungkap ketidaktepatan penggunaan antibio-
pengobatan sendiri dalam kurun waktu satu tika di kalangan masyarakat di Kota Yogyakar-
tahun terakhir, sementara di tingkat nasional ta yang digunakan untuk swamedikasi untuk
persentasenya sebesar 55,8%.7 Berdasarkan mengatasi gejala-gejala common cold seperti
data-data terdahulu tersebut dapat dikatakan batuk ringan, pilek, demam, sakit kepala.13
swamedikasi merupakan satu bagian penting Beberapa penelitian lain juga mengindikasi-
dalam sistem kesehatan. kan ketidaktepatan perilaku swamedikasi di
Selain dari data prevalensi swamedikasi kalangan masyarakat.811 Data-data tersebut
seperti di atas, gambaran pola swamedikasi semakin menguatkan adanya risiko swame-
di kalangan masyarakat, khususnya di kabu- dikasi, terutama pada aspek ketidaksesuaian
paten/kota di Provinsi DIY, juga menunjuk- pengenalan atau penegasan gejala atau penya-
kan bahwa swamedikasi merupakan salah kit oleh individu yang akan berswamedikasi

146
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

(self-recognize/self-diagnose) dan pemilihan syarakat dewasa (berumur lebih dari 18 ta-


obat. Dalam hal ini, sesuai dengan tuntutan hun) yang tinggal di Kota Yogyakarta. Jumlah
peran dan tanggung jawab profesi apoteker, sampel ditentukan berdasarkan rumus sampel
maka apoteker berkewajiban membantu indi- klaster acak, sesuai dengan teknik sampling
vidu ketika membeli obat di apotek untuk swa- yang digunakan. Jumlah sampel tersebut di-
medikasi, khususnya dalam pengenalan atau hitung berdasarkan proporsi 50%, margin of
penegasan gejala penyakit dan pilihan terapi.14 error (d) 0,05, Confidence Interval (CI) 95%,
Penelitian tentang swamedikasi telah ba- efek desain klaster 1,5 dan penambahan 10%
nyak dilakukan seperti yang telah dipaparkan untuk mengantisipasi tingkat partisipasi.
di atas. Namun demikian, mengingat perkem- Rincian langkah pengambilan sampel
bangan obat-obat yang bisa dibeli oleh ma- dengan teknik klaster acak pada penelitian
syarakat untuk swamedikasi baik obat modern ini adalah sebagai berikut. Teknik sampling
maupun obat tradisional atau herbal yang luar klaster acak dilakukan dengan membagi
biasa pesat, maka diperlukan eksplorasi lebih klaster dalam beberapa tingkatan. Tingkatan
luas lagi dan terus menerus mengenai pola klaster tertinggi adalah 14 kecamatan di Kota
swamedikasi. Penelitian-penelitian tentang Yogyakarta. Tingkatan klaster berikutnya
swamedikasi dengan pendekatan data potong adalah 45 kelurahan, kemudian 2524 Rukun
lintang harus terus dilakukan agar diperoleh Tetangga (RT) dan klaster terkecil adalah
gambaran terkini dan lengkap sebagai dasar rumah tangga (households) berdasarkan Kar-
peningkatan kerasionalan penggunaan obat tu Keluarga (KK) yang tercatat di kelurahan.
untuk swamedikasi.15 Oleh karena itu, peneli- Pada klaster tingkat kecamatan, seluruh keca-
tian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh matan diikutsertakan dalam proses sampling.
gambaran pola perilaku swamedikasi terkini Secara proporsional, 30% jumlah kelurahan
di kalangan masyarakat Kota Yogyakarta. Ha- di tiap kecamatan dipilih secara acak, meng-
sil penelitian ini nantinya diharapkan dapat di- hasilkan 15 kelurahan terpilih. Secara acak
gunakan untuk pengembangan strategi untuk proporsional pula dipilih 5% RT di setiap ke-
meningkatkan rasionalitas penggunaan obat lurahan terpilih, menghasilkan 41 RT terpilih.
khususnya untuk swamedikasi di masyarakat. Di tiap RT terpilih diambil secara acak 15
sampai 16 rumah tangga, menghasilkan 640
Metode rumah tangga terpilih. Pemilihan secara acak
pada tiap tingkatan klaster tersebut dilakukan
Penelitian ini merupakan bagian dari peneli- dengan menggunakan tabel bilangan acak. Di
tian observasional potong lintang yang lebih setiap rumah tangga terpilih, responden dipi-
besar yang meneliti tentang penggunaan an- lih secara acak sistematis menggunakan tabel
tibiotik untuk swamedikasi di kalangan ma- dengan urutan bilangan tertentu yang dikenal-
syarakat di Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, kan oleh de Vaus untuk memilih seorang in-
beberapa aspek metode penelitian yang dipa- dividu di dalam rumah tangga tersebut yang
parkan di bagian ini telah dipaparkan di be- memenuhi kriteria inklusi penelitian.17
berapa artikel lain.6,13,16 Penelitian ini mengob- Di dalam penelitian ini, data dikumpulkan
servasi pola perilaku swamedikasi di kalangan melalui kuesioner yang telah lebih dulu diuji
masyarakat perkotaan di Kota Yogyakarta bahasa, validitas dan reliabilitasnya. Pengum-
dengan pendekatan satu titik waktu (potong pulan data dilakukan pada bulan Maret sampai
lintang) yaitu prevalensi dan pola swamedi- Mei tahun 2010, oleh peneliti dibantu dengan
kasi selama periode dua minggu. 6 orang mahasiswa S1 yang telah terlebih da-
Sampel penelitian ini adalah warga ma- hulu dilatih untuk menjamin kualitas proses

147
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

pengambilan data. Data diolah dan dianalisis penjelasan mengenai penelitian ini disampai-
secara deskriptif (frekuensi, persentase, dan kan. Keikutsertaan responden dalam peneli-
median) dengan bantuan SPSS versi 16. tian ini dilakukan secara sukarela.
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat
ijin penelitian dari Dinas Perizinan Pemerin- Hasil
tah Kota Yogyakarta. Calon responden yang
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini Sebanyak 559 kuesioner telah terkumpul dan
jugadimintamengisi dan menandatangani per- dilakukan analisis. Prevalensi swamedikasi di
nyataan kesediaan dalam Lembar Pernyataan kalangan masyarakat perkotaan di Kota Yog-
Kesediaan atau informed consent setelah se- yakarta selama dua minggu sebesar 44% (247
belumnya diberi penjelasan yang cukup men- responden). Tabel 1 menerangkan karakteris-
genai penelitian ini dan dijelaskanan bahwa tik sosiodemografi dari total 559 responden
responden dijamin kerahasiaan identitas pri- yang melengkapi kuesioner dan 247 respon-
badinya. Responden berhak didampingi orang den diantaranya yang telah melakukan swa-
yang ditunjuk oleh responden sendiri saat medikasi.

Tabel 1 Karakteristik sosiodemografi responden penelitian mengenai swamedikasi di kalangan


masyarakat perkotaan di Kota Yogyakarta
Karakteristik sosiodemografi Persentase (%) dari total Persentase (%) dari respon-
responden yang melengkapi- den yang berswamedikasi
kuesioner (n=559) (n= 247)
Gender/jenis kelamin:
Perempuan 55 56
Laki - laki 45 44
Umur (tahun):
Median (range) 43 (1888) 43 (1883)
Status perkawinan:
Menikah 69 77
Tidak/janda/duda 31 23
Pendidikan tertinggi:
SMP 21 24
SMA 66 67
Tidak menyebutkan 13 9
Pendapatan keluarga per-
bulan:
Rp 1.500.000 47 56
Rp 1.500.000 44 42
Tidak menyebutkan 9 2
Kepemilikan asuransi ke-
sehatan:
Mempunyai 47 49
Tidak mempunyai 50 51
Tidak menyebutkan 3 0

148
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

Tabel 2 menggambarkan pola swamedika- (n=559). Data terdahulu oleh Rinukti dan Wi-
si dari responden yang melakukannya dalam dayati menunjukkan angka yang lebih tinggi
kurun waktu dua minggu terakhir. Dari 247 (74,5%). Data Riskesdas untuk swamedikasi
responden tersebut, sebanyak 50% berswa- di Provinsi DIY juga lebih tinggi (57,4%).5,7
medikasi 1 kali dalam 2 minggu terakhir, 33% Namun demikian, bukan berarti perilaku swa-
dua kali dan 17% lebih dari dua kali. Respon- medikasi di kalangan masyarakat kota Yogya-
den yang membeli obat modern tanpa resep karta menurun ketika data-data dari tahun ke
(obat bebas) sebanyak 86% dan obat tradi- tahun tersebut dibandingkan. Hal ini karena
sional sebanyak 14%. Obat untuk swamedika- penelitian ini berbeda metodologinya dengan
si tersebut dibeli dari apotek (42%), toko atau penelitian-penelitian terdahulu tersebut.
warung kelontong (35%), toko obat (7%) dan Penelitian ini mengambil sampel secara
kombinasi ketiganya (16%). Sebanyak 36% klaster acak yang mencakup seluruh wilayah
responden menyatakan sembuh setelah ber- kota Yogyakarta, sedangkan penelitian Rinuk-
swamedikasi dan hanya 1% yang menyatakan ti dan Widayati hanya meliputi satu area rukun
tidak sembuh, sementara 63% lainnya me- warga (RW) di satu kelurahan di kota Yogya-
nyatakan keluhannya berkurang. Respon dari karta dan Riskesdas meliputi seluruh Provinsi
247 responden tersebut ketika ditanyakan hal DIY. Perbedaan lainnya yaitu hasil yang dipa-
yang dilakukan jika tidak sembuh setelah ber- parkan dalam artikel ini mengungkap preva-
swamedikasi adalah pergi ke dokter (45%), lensi swamedikasi dalam kurun waktu dua
berobat ke puskesmas (20%), ke rumah sakit minggu, berbeda dengan kurun waktu pada
(5%) dan kembali melakukan swamedikasi penelitian Rinukti dan Widayati serta Riskes-
(5%). das bahwa analisis yang dilakukan pada data
Sumber informasi tentang obat yang digu- yang dikumpulkan dalam kurun waktu satu ta-
nakan untuk swamedikasi diperoleh dari iklan hun.5,7 Oleh karena itu, perbedaan angka prev-
(32%), dokter (17%), teman (17%) dan dari alensi swamedikasi di Kota Yogyakarta yang
apotek (5%). Alasan mereka berswamedikasi ditunjukkan oleh penelitian ini dan penelitian
adalah pengalaman sembuh menggunakan terdahulu harus diterjemahkan dengan seksa-
obat tersebut sebelumnya (24%), persepsi bah- ma. Namun demikian, mempertimbangkan
wa penyakitnya ringan (22%), merasa cepat metodologi yang digunakan, angka prevalensi
dan praktis jika berswamedikasi dibandingkan swamedikasi untuk kurun waktu dua minggu
dengan pergi berobat (17%) dan menyatakan sebesar 44% dari sampel yang merepresen-
bahwa swamedikasi itu murah (13%). tasikan penduduk Kota Yogyakarta melalui
Hampir semua responden menyatakan bah- pengambilan sampel klaster acak seperti yang
wa obat yang dibeli adalah untuk swamedikasi ditunjukkan oleh penelitian ini layak untuk
bagi diri sendiri dan atau anggota keluarga. Je- mendapat perhatian, karena angka tersebut
nis obat yang dibeli oleh responden pada umum- dapat berarti bahwa hanya dalam kurun waktu
nya adalah obat kombinasi untuk batuk, gejala dua minggu saja 44.000 orang dari 100.000
flu, pilek dengan harga di bawah Rp 10.000,00. penduduk Kota Yogyakarta melakukan swa-
medikasi. Hal ini tentunya menunjukkan be-
Pembahasan sarnya peluang, namun juga sekaligus tantan-
gan bagi pelayanan kefarmasian khususnya di
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa apotek-apotek di komunitas. Peluang terbesar
prevalensi swamedikasi di kalangan masyara- terutama dalam aspek bisnis dan peningka-
kat perkotaan di Kota Yogyakarta dalam ku- tan eksistensi profesi apoteker di komunitas,
run waktu dua minggu adalah sebesar 44% sementara tantangannya adalah dalam aspek

149
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

Tabel 2 Pola swamedikasi di kalangan masyarakat perkotaan di Kota Yogyakarta


Pola swamedikasi Persentase (%) n=247
Frekuensi swamedikasi 2 minggu terakhir
1 kali 50
2 kali 33
2 kali 17
Pilihan obat untuk swamedikasi
Obat mengandung bahan kimia 86
Obat tradisional/herbal 14
Tempat membeli obat untuk swamedikasi
Apotek 42
Toko/warungkelontong 35
Toko obat 7
Kombinasi ketiga di atas 16
Outcome therapy swamedikasi
Sembuh 36
Membaik 63
Tidak sembuh 1
Hal yang dilakukan apabila tidak sembuh
Akan periksa ke dokter 45
Akan ke Puskesmas 20
Akan ke rumah sakit 5
Akan berswamedikasi lagi 5
Lainnya (pijat, kerokan, istirahat, ditunggu sembuh, dievaluasi) 25
Sumber informasi tentang swamedikasi
Iklan 32
Dokter 17
Teman 17
Apotek 5
Lainnya (buku, internet, bidan, perkumpulankesehatan, puskesmas, 29
tokoobat)
Alasan melakukan swamedikasi
Pengalaman sembuh menggunakan obat yang sama 24
Persepsi penyakitnya ringan 22
Cepat dan praktis 17
Murah 13
Lainnya (sakitnya sering kambuh, punya persediaan, anjuran kelu- 24
arga, coba-coba, kepercayaan)

pelaksanaan pharmaceutical care oleh apo- belumnya baik di kota yang sama maupun
teker di apotek bagi individu yang berswame- di kota-kota lain di wilayah Provinsi Daerah
dikasi. Istimewa Yogyakarta (DIY).811 Walaupun
Pola swamedikasi yang tergambar melalui obat modern masih mendominasi pola swa-
hasil penelitian ini boleh dikatakan konsisten medikasi, namun eksistensi obat tradisional
dengan gambaran pola-pola swamedikasi se- atau herbal sudah mulai tampak. Pola pilihan

150
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

menggunakan obat modern untuk swamedika- negasan penyakit, penentuan tindakan, pe-
si perlu lebih dicermati lagi, terutama terkait milihan terapi dan pemantauan terapinya.14
dengan kesesuaian atau rasionalitas obat yang
dipilih, mengingat dalam penggolongan obat Simpulan
modern terdapat obat keras yang hanya boleh
digunakan di bawah pengawasan dokter (pre- Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa
scription only medicines) seperti antibiotika prevalensi perilaku swamedikasi pada ma-
yang seringkali digunakan masyarakat tanpa syarakat perkotaan khususnya di Kota Yog-
resep untuk swamedikasi.4,13 Temuan bahwa yakarta sebesar 44%. Gambaran pola swa-
iklan, dokter dan teman yang diakui sebagian medikasi yang ditunjukkan melalui penelitian
besar responden sebagai sumber informasi ini masih konsisten dengan data sebelumnya,
mengenai swamedikasi juga konsisten dengan antara lain obat modern lebih mendominasi
temuan penelitian-penelitian sebelumnya.5,8-12 dibanding obat tradisional atau herbal, meng-
Hal yang menarik untuk lebih dicermati gunakan obat dengan harga yang relatif mu-
adalah masalah rasionalitas iklan. Iklan obat rah, apotek sebagai tempat yang disukai untuk
bebas maupun tradisional atau herbal yang membeli obat untuk swamedikasi, iklan, dok-
sampai ke masyarakat melalui berbagai sal- ter dan teman sebagai sumber informasi, pen-
uran komunikasi perlu dievaluasi secara terus galaman, persepsi penyakit ringan, cepat dan
menerus, untuk menjamin bahwa masyara- praktis sebagai alasan utama berswamedikasi.
kat menerima informasi obat yang akurat dan Hasil tersebut mengindikasikan adanya pel-
handal melalui iklan. uang dalam aspek bisnis apotek, sekaligus tan-
Alasan-alasan tindakan swamedikasi yang tangan besar untuk meningkatkan mutu prak-
terungkap melalui penelitian ini juga serupa tek pelayanan kefarmasian di apotek, terutama
dengan yang terungkap dari penelitian-pene- pada aspek penjaminan kerasionalan penggu-
litian sebelumnya.5,8-13 Pengalaman sembuh naan obat untuk swamedikasi. Oleh karena
berswamedikasi merupakan alasan yang do- itu, perlu dikembangkan program jangka pan-
minan. Hal ini semakin menguatkan bahwa jang untuk peningkatan peran apoteker dalam
dalam konteks perilaku swamedikasi pen- kerasionalan swamedikasi oleh masyarakat.
galaman individu menjadi faktor yang domi-
nan. Alasan lainnya bahwa berswamedikasi Ucapan Terima Kasih
karena persepsi penyakitnya ringan, lebih
murah, cepat dan praktis telah sejalan dengan Ucapan terima kasih kepada semua respon-
tujuan pemerintah untuk meningkatkan akses den penelitian; tim pengumpul data peneli-
masyarakat terhadap obat-obat yang dapat tian: Anna S. Yuliasari, Andrian Liem, Wahyu
digunakan untuk mengatasi keluhan ringan Satyawan, Anna Maria Lisa Angela, Hiasinta
yang dapat ditangani sendiri dengan obat- Primastuti, Yohanes Dedy Setiawan.
obat bebas.4,18 Namun demikian, perlu pula
lebih dicermati lagi kesesuaian penegasan Daftar Pustaka
penyakit yang dipersepsikan ringan tersebut
(self-diagnose). Hal ini sangat penting karena 1. WHO. The role of the pharmacist in self-
kekeliruan penegasan penyakit akan beraki- care and self medication. World Health
bat pada kekeliruan pemilihan obat. Dalam Organisation: Geneva. 1998.
hal ini, apoteker harus mengambil perannya 2. Xu T, de Almeida NAC, Moles RJ. A
untuk membantu individu yang berswame- systematic review of simulated-patient
dikasi di apotek mulai dari membantu pe- methods used in community pharmacy

151
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013

to assess the provision of nonprescription 11. Handayani AI. Hubungan tingkat pen-
medicines. International Journal of Phar- didikan dan tingkat pendapatan dengan
macy Practice, 2012, 20(5): 307319. perilaku swamedikasi penyakit common
3. Schulz M. Self-medication: advice on self cold oleh ibu-ibu di Provinsi Daerah Is-
treatment. Journal of Pharmacy Unserer timewa Yogyakarta (skripsi). Universitas
Zeit, 2012, 41(4): 294301. Sanata Dharma Yogyakarta. 2008.
4. Hartini YS, Sulasmono. Apotek ulasan be- 12. Widayati A. Kajian perilaku swamedi-
serta naskah peraturan perundang-undan- kasi menggunakan obat antijamur vaginal
gan terkait apotek. Penerbit Universitas (Keputihan) oleh wanita pengunjung
Sanata Dharma: Yogyakarta. 2006. Apotek di Kota Yogyakarta Tahun 2006
5. Rinukti, Widayati A. Hubungan antara (Aspek appropriateness dan effective-
motivasi dan pengetahuan orang tua den- ness). www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/
gan tindakan penggunaan produk obat aris_widayati.pdf2006. Diakses pada 5
demam tanpa resep untuk anak-anak RW September 2013.
V Di Kelurahan Terban Kota Yogyakarta. 13. Widayati A, Suryawati S, de Crespigny C,
Sigma Jurnal Sains dan Teknologi, 2005, Hiller JE. Self medication with antibiot-
8(1): 2533. ics in Yogyakarta City Indonesia: a cross
6. Widayati A. Health seeking behaviour di sectional population-based survey. British
kalangan masyarakat urban di Kota Yog- Medical Care Research Notes, 2011, 4:
yakarta. Jurnal Farmasi Sains dan Komu- 491.
nitas (JFSK), 2012, 9(2): 5965. 14. FIP. Self care including self medication:
7. Depkes. Laporan Nasional Hasil Riset Ke- the professional role of the pharmacist.
sehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia The International Pharmaceutical Federa-
Tahun 2010. Kementerian Kesehatan RI: tion: Jerusalem. 1996.
Jakarta. 2010. 15. Hardon A, Hodgkin C, Fresle D. How to
8. Dharma AAS. Hubungan tingkat pen- investigate the use of medicines by con-
didikan dan tingkat pendapatan dengan sumers. World Health Organisation: Swit-
perilaku swamedikasi sakit kepala oleh zerland. 2004.
ibu-ibu di Provinsi Daerah Istimewa Yo- 16. Widayati A, Suryawati S, de Crespigny C,
gyakarta pada Bulan JuliSeptember 2007 Hiller JE. Knowledge and beliefs about
(skripsi). Universitas Sanata DharmaYog- antibiotics among people in Yogyakarta
yakarta. 2008. City Indonesia: a cross sectional popula-
9. Adikuntati YM. Hubungan tingkat pen- tion-based survey. Antimicrobial Resis-
didikan dan tingkat pendapatan dengan tance Infectious Control, 2012, 1(1): 17.
perilaku swamedikasi demam oleh ibu- 17. DeVaus DA. Surveys in social research.
ibu di Provinsi Daerah Istimewa Yogya- 5th ed. Allen and Unwin: New South
karta (skripsi). Universitas Sanata Dharma Wales. 2002.
Yogyakarta. 2008. 18. Linn AJ, Vervloet M, van Dijk L, Smit EG,
10. Darusman KB. Hubungan tingkat pen- Van Weert JC. Effects of e Health inter-
didikan dan tingkat pendapatan dengan ventions on medication adherence: a sys-
perilaku swamedikasi diare oleh ibu-ibu tematic review of the literature. Journal of
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Medical Internet Research, 2011, 13(4):
(skripsi).Universitas Sanata Dharma Yog- 103.
yakarta. 2008.

152

Anda mungkin juga menyukai