Abstrak
Penelitian observasional potong lintang ini bertujuan mengeksplorasi prevalensi dan pola swamedikasi
di Kota Yogyakarta. Sejumlah 640 sampel di Kota Yogyakarta dipilih secara klaster acak pada periode
MaretMei 2010. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik deskriptif. Sebanyak 50%
dari responden tersebut berswamedikasi satu kali, 33% dua kali dan 17% lebih dari dua kali. Responden
yang membeli obat modern sebanyak 86% dan obat tradisional sebanyak 14%. Obat swamedikasi diper-
oleh dari apotek (42%), toko/warung kelontong (35%), toko obat (7%), dan kombinasi ketiganya (16%).
Sebanyak 99% responden sembuh atau setidaknya berkurang keluhannya setelah berswamedikasi. Jika
tidak sembuh setelah berswamedikasi, 45% responden menyatakan akan pergi ke dokter, sementara
20% lainnya ke puskesmas, 5% ke rumah sakit dan 5% kembali melakukan swamedikasi. Sumber infor-
masi tentang obat mereka peroleh dari iklan (32%), dokter (17%), teman (17%), dan dari apotek (5%).
Alasan mereka berswamedikasi antara lain pengalaman sembuh menggunakan obat tersebut sebelum-
nya (24%), berpersepsi bahwa penyakitnya ringan (22%), cepat dan praktis (17%) dan murah (13%).
Temuan diatas mengindikasikan peluang dari aspek bisnis apotek sekaligus tantangan peningkatan
peran profesi apoteker terutama di apotek dalam membantu masyarakat berswamedikasi secara tepat.
Korespondensi: Aris Widayati, S.Si., Apt., M.Si., Ph.D, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta, Indonesia, email: ariswidayati@usd.ac.id
145
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
146
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
147
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
pengambilan data. Data diolah dan dianalisis penjelasan mengenai penelitian ini disampai-
secara deskriptif (frekuensi, persentase, dan kan. Keikutsertaan responden dalam peneli-
median) dengan bantuan SPSS versi 16. tian ini dilakukan secara sukarela.
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat
ijin penelitian dari Dinas Perizinan Pemerin- Hasil
tah Kota Yogyakarta. Calon responden yang
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini Sebanyak 559 kuesioner telah terkumpul dan
jugadimintamengisi dan menandatangani per- dilakukan analisis. Prevalensi swamedikasi di
nyataan kesediaan dalam Lembar Pernyataan kalangan masyarakat perkotaan di Kota Yog-
Kesediaan atau informed consent setelah se- yakarta selama dua minggu sebesar 44% (247
belumnya diberi penjelasan yang cukup men- responden). Tabel 1 menerangkan karakteris-
genai penelitian ini dan dijelaskanan bahwa tik sosiodemografi dari total 559 responden
responden dijamin kerahasiaan identitas pri- yang melengkapi kuesioner dan 247 respon-
badinya. Responden berhak didampingi orang den diantaranya yang telah melakukan swa-
yang ditunjuk oleh responden sendiri saat medikasi.
148
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
Tabel 2 menggambarkan pola swamedika- (n=559). Data terdahulu oleh Rinukti dan Wi-
si dari responden yang melakukannya dalam dayati menunjukkan angka yang lebih tinggi
kurun waktu dua minggu terakhir. Dari 247 (74,5%). Data Riskesdas untuk swamedikasi
responden tersebut, sebanyak 50% berswa- di Provinsi DIY juga lebih tinggi (57,4%).5,7
medikasi 1 kali dalam 2 minggu terakhir, 33% Namun demikian, bukan berarti perilaku swa-
dua kali dan 17% lebih dari dua kali. Respon- medikasi di kalangan masyarakat kota Yogya-
den yang membeli obat modern tanpa resep karta menurun ketika data-data dari tahun ke
(obat bebas) sebanyak 86% dan obat tradi- tahun tersebut dibandingkan. Hal ini karena
sional sebanyak 14%. Obat untuk swamedika- penelitian ini berbeda metodologinya dengan
si tersebut dibeli dari apotek (42%), toko atau penelitian-penelitian terdahulu tersebut.
warung kelontong (35%), toko obat (7%) dan Penelitian ini mengambil sampel secara
kombinasi ketiganya (16%). Sebanyak 36% klaster acak yang mencakup seluruh wilayah
responden menyatakan sembuh setelah ber- kota Yogyakarta, sedangkan penelitian Rinuk-
swamedikasi dan hanya 1% yang menyatakan ti dan Widayati hanya meliputi satu area rukun
tidak sembuh, sementara 63% lainnya me- warga (RW) di satu kelurahan di kota Yogya-
nyatakan keluhannya berkurang. Respon dari karta dan Riskesdas meliputi seluruh Provinsi
247 responden tersebut ketika ditanyakan hal DIY. Perbedaan lainnya yaitu hasil yang dipa-
yang dilakukan jika tidak sembuh setelah ber- parkan dalam artikel ini mengungkap preva-
swamedikasi adalah pergi ke dokter (45%), lensi swamedikasi dalam kurun waktu dua
berobat ke puskesmas (20%), ke rumah sakit minggu, berbeda dengan kurun waktu pada
(5%) dan kembali melakukan swamedikasi penelitian Rinukti dan Widayati serta Riskes-
(5%). das bahwa analisis yang dilakukan pada data
Sumber informasi tentang obat yang digu- yang dikumpulkan dalam kurun waktu satu ta-
nakan untuk swamedikasi diperoleh dari iklan hun.5,7 Oleh karena itu, perbedaan angka prev-
(32%), dokter (17%), teman (17%) dan dari alensi swamedikasi di Kota Yogyakarta yang
apotek (5%). Alasan mereka berswamedikasi ditunjukkan oleh penelitian ini dan penelitian
adalah pengalaman sembuh menggunakan terdahulu harus diterjemahkan dengan seksa-
obat tersebut sebelumnya (24%), persepsi bah- ma. Namun demikian, mempertimbangkan
wa penyakitnya ringan (22%), merasa cepat metodologi yang digunakan, angka prevalensi
dan praktis jika berswamedikasi dibandingkan swamedikasi untuk kurun waktu dua minggu
dengan pergi berobat (17%) dan menyatakan sebesar 44% dari sampel yang merepresen-
bahwa swamedikasi itu murah (13%). tasikan penduduk Kota Yogyakarta melalui
Hampir semua responden menyatakan bah- pengambilan sampel klaster acak seperti yang
wa obat yang dibeli adalah untuk swamedikasi ditunjukkan oleh penelitian ini layak untuk
bagi diri sendiri dan atau anggota keluarga. Je- mendapat perhatian, karena angka tersebut
nis obat yang dibeli oleh responden pada umum- dapat berarti bahwa hanya dalam kurun waktu
nya adalah obat kombinasi untuk batuk, gejala dua minggu saja 44.000 orang dari 100.000
flu, pilek dengan harga di bawah Rp 10.000,00. penduduk Kota Yogyakarta melakukan swa-
medikasi. Hal ini tentunya menunjukkan be-
Pembahasan sarnya peluang, namun juga sekaligus tantan-
gan bagi pelayanan kefarmasian khususnya di
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa apotek-apotek di komunitas. Peluang terbesar
prevalensi swamedikasi di kalangan masyara- terutama dalam aspek bisnis dan peningka-
kat perkotaan di Kota Yogyakarta dalam ku- tan eksistensi profesi apoteker di komunitas,
run waktu dua minggu adalah sebesar 44% sementara tantangannya adalah dalam aspek
149
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
pelaksanaan pharmaceutical care oleh apo- belumnya baik di kota yang sama maupun
teker di apotek bagi individu yang berswame- di kota-kota lain di wilayah Provinsi Daerah
dikasi. Istimewa Yogyakarta (DIY).811 Walaupun
Pola swamedikasi yang tergambar melalui obat modern masih mendominasi pola swa-
hasil penelitian ini boleh dikatakan konsisten medikasi, namun eksistensi obat tradisional
dengan gambaran pola-pola swamedikasi se- atau herbal sudah mulai tampak. Pola pilihan
150
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
menggunakan obat modern untuk swamedika- negasan penyakit, penentuan tindakan, pe-
si perlu lebih dicermati lagi, terutama terkait milihan terapi dan pemantauan terapinya.14
dengan kesesuaian atau rasionalitas obat yang
dipilih, mengingat dalam penggolongan obat Simpulan
modern terdapat obat keras yang hanya boleh
digunakan di bawah pengawasan dokter (pre- Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa
scription only medicines) seperti antibiotika prevalensi perilaku swamedikasi pada ma-
yang seringkali digunakan masyarakat tanpa syarakat perkotaan khususnya di Kota Yog-
resep untuk swamedikasi.4,13 Temuan bahwa yakarta sebesar 44%. Gambaran pola swa-
iklan, dokter dan teman yang diakui sebagian medikasi yang ditunjukkan melalui penelitian
besar responden sebagai sumber informasi ini masih konsisten dengan data sebelumnya,
mengenai swamedikasi juga konsisten dengan antara lain obat modern lebih mendominasi
temuan penelitian-penelitian sebelumnya.5,8-12 dibanding obat tradisional atau herbal, meng-
Hal yang menarik untuk lebih dicermati gunakan obat dengan harga yang relatif mu-
adalah masalah rasionalitas iklan. Iklan obat rah, apotek sebagai tempat yang disukai untuk
bebas maupun tradisional atau herbal yang membeli obat untuk swamedikasi, iklan, dok-
sampai ke masyarakat melalui berbagai sal- ter dan teman sebagai sumber informasi, pen-
uran komunikasi perlu dievaluasi secara terus galaman, persepsi penyakit ringan, cepat dan
menerus, untuk menjamin bahwa masyara- praktis sebagai alasan utama berswamedikasi.
kat menerima informasi obat yang akurat dan Hasil tersebut mengindikasikan adanya pel-
handal melalui iklan. uang dalam aspek bisnis apotek, sekaligus tan-
Alasan-alasan tindakan swamedikasi yang tangan besar untuk meningkatkan mutu prak-
terungkap melalui penelitian ini juga serupa tek pelayanan kefarmasian di apotek, terutama
dengan yang terungkap dari penelitian-pene- pada aspek penjaminan kerasionalan penggu-
litian sebelumnya.5,8-13 Pengalaman sembuh naan obat untuk swamedikasi. Oleh karena
berswamedikasi merupakan alasan yang do- itu, perlu dikembangkan program jangka pan-
minan. Hal ini semakin menguatkan bahwa jang untuk peningkatan peran apoteker dalam
dalam konteks perilaku swamedikasi pen- kerasionalan swamedikasi oleh masyarakat.
galaman individu menjadi faktor yang domi-
nan. Alasan lainnya bahwa berswamedikasi Ucapan Terima Kasih
karena persepsi penyakitnya ringan, lebih
murah, cepat dan praktis telah sejalan dengan Ucapan terima kasih kepada semua respon-
tujuan pemerintah untuk meningkatkan akses den penelitian; tim pengumpul data peneli-
masyarakat terhadap obat-obat yang dapat tian: Anna S. Yuliasari, Andrian Liem, Wahyu
digunakan untuk mengatasi keluhan ringan Satyawan, Anna Maria Lisa Angela, Hiasinta
yang dapat ditangani sendiri dengan obat- Primastuti, Yohanes Dedy Setiawan.
obat bebas.4,18 Namun demikian, perlu pula
lebih dicermati lagi kesesuaian penegasan Daftar Pustaka
penyakit yang dipersepsikan ringan tersebut
(self-diagnose). Hal ini sangat penting karena 1. WHO. The role of the pharmacist in self-
kekeliruan penegasan penyakit akan beraki- care and self medication. World Health
bat pada kekeliruan pemilihan obat. Dalam Organisation: Geneva. 1998.
hal ini, apoteker harus mengambil perannya 2. Xu T, de Almeida NAC, Moles RJ. A
untuk membantu individu yang berswame- systematic review of simulated-patient
dikasi di apotek mulai dari membantu pe- methods used in community pharmacy
151
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 2, Nomor 4, Desember 2013
to assess the provision of nonprescription 11. Handayani AI. Hubungan tingkat pen-
medicines. International Journal of Phar- didikan dan tingkat pendapatan dengan
macy Practice, 2012, 20(5): 307319. perilaku swamedikasi penyakit common
3. Schulz M. Self-medication: advice on self cold oleh ibu-ibu di Provinsi Daerah Is-
treatment. Journal of Pharmacy Unserer timewa Yogyakarta (skripsi). Universitas
Zeit, 2012, 41(4): 294301. Sanata Dharma Yogyakarta. 2008.
4. Hartini YS, Sulasmono. Apotek ulasan be- 12. Widayati A. Kajian perilaku swamedi-
serta naskah peraturan perundang-undan- kasi menggunakan obat antijamur vaginal
gan terkait apotek. Penerbit Universitas (Keputihan) oleh wanita pengunjung
Sanata Dharma: Yogyakarta. 2006. Apotek di Kota Yogyakarta Tahun 2006
5. Rinukti, Widayati A. Hubungan antara (Aspek appropriateness dan effective-
motivasi dan pengetahuan orang tua den- ness). www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/
gan tindakan penggunaan produk obat aris_widayati.pdf2006. Diakses pada 5
demam tanpa resep untuk anak-anak RW September 2013.
V Di Kelurahan Terban Kota Yogyakarta. 13. Widayati A, Suryawati S, de Crespigny C,
Sigma Jurnal Sains dan Teknologi, 2005, Hiller JE. Self medication with antibiot-
8(1): 2533. ics in Yogyakarta City Indonesia: a cross
6. Widayati A. Health seeking behaviour di sectional population-based survey. British
kalangan masyarakat urban di Kota Yog- Medical Care Research Notes, 2011, 4:
yakarta. Jurnal Farmasi Sains dan Komu- 491.
nitas (JFSK), 2012, 9(2): 5965. 14. FIP. Self care including self medication:
7. Depkes. Laporan Nasional Hasil Riset Ke- the professional role of the pharmacist.
sehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia The International Pharmaceutical Federa-
Tahun 2010. Kementerian Kesehatan RI: tion: Jerusalem. 1996.
Jakarta. 2010. 15. Hardon A, Hodgkin C, Fresle D. How to
8. Dharma AAS. Hubungan tingkat pen- investigate the use of medicines by con-
didikan dan tingkat pendapatan dengan sumers. World Health Organisation: Swit-
perilaku swamedikasi sakit kepala oleh zerland. 2004.
ibu-ibu di Provinsi Daerah Istimewa Yo- 16. Widayati A, Suryawati S, de Crespigny C,
gyakarta pada Bulan JuliSeptember 2007 Hiller JE. Knowledge and beliefs about
(skripsi). Universitas Sanata DharmaYog- antibiotics among people in Yogyakarta
yakarta. 2008. City Indonesia: a cross sectional popula-
9. Adikuntati YM. Hubungan tingkat pen- tion-based survey. Antimicrobial Resis-
didikan dan tingkat pendapatan dengan tance Infectious Control, 2012, 1(1): 17.
perilaku swamedikasi demam oleh ibu- 17. DeVaus DA. Surveys in social research.
ibu di Provinsi Daerah Istimewa Yogya- 5th ed. Allen and Unwin: New South
karta (skripsi). Universitas Sanata Dharma Wales. 2002.
Yogyakarta. 2008. 18. Linn AJ, Vervloet M, van Dijk L, Smit EG,
10. Darusman KB. Hubungan tingkat pen- Van Weert JC. Effects of e Health inter-
didikan dan tingkat pendapatan dengan ventions on medication adherence: a sys-
perilaku swamedikasi diare oleh ibu-ibu tematic review of the literature. Journal of
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Medical Internet Research, 2011, 13(4):
(skripsi).Universitas Sanata Dharma Yog- 103.
yakarta. 2008.
152