BOBBY WAHYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN
HAK CIPTA
Bobby Wahyudi
NIM H252110095
RINGKASAN
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengintipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA
GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI
PEMAKAI AIR (GP3A)
DI KABUPATEN BOGOR
BOBBY WAHYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tugas Akhir : Ir. Fredian Tonny, MS
Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor
Nama : Bobby Wahyudi
NRP : H252110095
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui Oleh
Dr. Ir. Mamun Sarma, MS, M.Ec Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Bobby Wahyudi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
Sistematika Penulisan 4
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Latar Belakang
Sektor sumber daya air dan irigasi menjadi bagian yang sangat penting dalam
pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya penyediaan air untuk kebutuhan
pertanian. Penyediaan air untuk kebutuhan pertanian, khususnya padi, dilakukan
melalui penyelenggaraan sistem irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2006 tentang Irigasi (PP 20/2006), irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi sendiri meliputi prasarana irigasi, air irigasi,
manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
Aspek-aspek yang termasuk dalam suatu penyelenggaraan sistem irigasi tersebut
menjadikan sistem irigasi merupakan salah satu sistem yang bersifat sosia-teknis dan
komplek dimana tidak hanya berisikan seperangkat piranti teknis (hardware) tetapi
juga terdapat piranti kelembagaan (software) maka pengelolaannya harus
dilaksanakan dengan tepat dan terpadu.
Amanat yang terdapat dalam PP 20/2006 adalah pembagian wewenang
pengelolaan sistem irigasi, penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi, dan
penyelenggaraan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Berdasarkan luasannya
pengelolaan daerah irigasi (DI) dibagi menjadi 3 (tiga) kewenangan meliputi: 3.000
ha menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, 3.000 ha - 1.000 ha menjadi tanggung
jawab pemerintah Provinsi, dan < 1.000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah
Kabupaten. Pengelolaan di jaringan primer dan sekunder menjadi tanggung jawab
pemerintah, petani bertangung jawab terhadap pengelolaan di jaringan tersier.
Kelembagaan pengelolaan irigasi meliputi lembaga atau dinas yang membidangi
irigasi, Komisi Irigasi, dan P3A/GP3A. Adapun partisipasi masyarakat petani dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal,
pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan,
operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Partsipasinya dapat berupa sumbangan
pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana.
Sejak tahun 1997, Pemerintah Pusat memulai program untuk reformasi
kelembagaan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien,
akuntabel, dan berkelanjutan. Tujuannya adalah peningkatan peran serta (partisipasi)
masyarakat dalam mengelola fasilitas umum dan desentralisasi seperti yang
diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah1.
Sejalan dengan program Pemerintah tersebut Bank Dunia yang telah lama
mengikuti perkembangan perubahan peraturan yang ada di Indonesia menyediakan
dana untuk membantu Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan tersebut. Bank
Dunia telah terlibat dalam program JWIMP (Java Irrigation Improvement and Water
Management Project 1992-2002) dan WATSAL (Water Resources Sector Adjustment
Loan 1999-2003) yang merupakan program yang membantu pelaksanaan reformasi
pengelolaan irigasi dan penguatan kelembagaan P3A/GP3A yang dipusatkan di Pulau
Jawa. Program tersebut diikuti dengan IWIRIP (2001-2004) dengan tujuan yang sama
yang dilaksanakan di luar Pulau Jawa. Melihat dari pengalaman program-program
1
Preparation of Program Implementation Plan Phase I, 2004
tersebut Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia meluncurkan program WISMP
(Water Resources and Irrigation Sector Management Program).
WISMP merefleksikan pendekatan baru dalam pembangunan berbasis sektoral
untuk menjawab tantangan pelaksaan reformasi. Hal itu disebabkan karena kapasitas
kelembagaan, pemerintah daerah, dan petani dinilai masih memiliki kapasitas yang
lemah dan pengalaman yang kurang. Adapun tujuan program secara detail adalah:
penyempurnaan sistem pengaturan, pengelolaan lembaga, keberlajutan fiskal,
perencanaan dan kinerja dalam pengelolaan sumberdaya air dan irigasi dan fasilitasi
untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi2. Yang
menjadi sasaran program WISMP adalah sektor pengelolaan sumber daya air dan
sektor pengelolaan jaringan irigasi. Sektor pengelolaan sumber daya air tidak akan
dibahas dalam tesis ini meskipun tujuan utama program WISMP ini adalah
mengkonsolidasikan sektor sumberdaya air yang sudah didesentralisasi dan lembaga
pengelolaan irigasi partisipatif masyarakat.
Tujuan khusus untuk sektor pengelolaan jaringan irigasi adalah untuk
memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan, mendorong
kerjasama antar pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dengan pusat,
menata kelembagaan pemerintah daerah dan pusat, meningkatkan kualitas aparatur
pemerintah, meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah khususnya di
bidang pengelolaan sumber daya air serta rehabilitasi prasarana sungai prioritas dan
jaringan irigasi. Peserta WISMP adalah Provinsi dan Kabupaten yang pernah
mengikuti program JWIMP dan IWIRIP (Indonesia Water Resources and Irrigation
Reform Implementation Program) mengingat WISMP merupakan program lanjutan
dari program-program tersebut. Provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tengah. Program WISMP secara resmi dimulai pada tahun 2006.
Kabupaten Bogor yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat terpilih
mengikuti program WISMP bersama Kabupaten Cianjur, Karawang, Subang,
Sukabumi, Purwakarta, Bekasi, dan Bandung, karena di wilayah Kabupaten Bogor
terdapat 980 DI (43.608 ha) kewenangan pemerintah kabupaten, 8 DI kewenangan
provinsi karena letaknya yang lintas dengan kabupaten lain, serta 1 DI kewenangan
Pusat yang juga berbatasan dengan kabupaten lain. Kegiatan WISMP dilaksanakan
pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten Bogor sejumlah 10 DI
yang melibatkan 10 GP3A. Kegiatan-kegiatan pada WISMP pada dasarnya terbagi
dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahaan dan P3A, Peningkatan
Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan Irigasi Selektif, dan
Pendukung Pertanian Beririgasi. Dinas yang terlibat meliputi Badan Perencana
Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) serta
Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) sesuai pembagian peran yang ditetapkan
oleh Bappenas. Didalam pelaksanaan program WISMP Kabupaten Bogor, melalui
APBD, diharuskan menyediakan dana pendamping sebesar 20% dari besarnya dana
loan yang akan dianggarkan pada tahun berjalan. Dengan dana pinjaman dari Bank
Dunia dan dana pendamping dari APBD tersebut Kabupaten Bogor melaksanakan
kegiatan WISMP.
Setelah keikutsertaan WISMP Kabupaten Bogor selama 2006-2010 perlu
dievaluasi perkembangan yang telah ada serta bagaimana dampaknya terhadap
kebijakan pengelolaan irigasi secara partisipatif dalam kebijakan pengelolaan irigasi
2
Project Management Manual WISMP, 2005
di Kabupaten Bogor. Maka tesis ini disusun untuk mengetahui dampak dari
pelaksanaan kegiatan WISMP terhadap lembaga petani sebagai pelaksana
pengelolaan irigasi di Kabupaten Bogor meliputi dampak terhadap kelembagaan
pengelolaan irigasi, kondisi jaringan irigasi dan tata kelola airnya. Aspek-aspek
tersebut sesuai tujuan khusus pelaksanaan WISMP khususnya untuk pengelolaan
irigasi secara partisipatif. Lebih jauh, analisa penerapan kebijakan pengelolaan irigasi
secara partisipatif juga perlu dicarikan strategi untuk bisa dilanjutkan setelah
berakhirnya program WISMP.
Perumusan Masalah
Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait
pengelolaan irigasi secara partisipatif yaitu Bappeda, DBMP, dan Distanhut. Kegiatan
yang dilaksanakan meliputi kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan
P3A/GP3A, Peningkatan Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan
Irigasi Selektif, dan Pendukung Pertanian Beririgasi, Setiap tahunnya para pihak
menyusun rencana kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan
secara paralel sesuai pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan masing-masing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan
akhir peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani.
Sehingga pada awal evaluasi perlu dilihat dan dianalisa Bagaimanakah kinerja
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program
WISMP I pada lima tahun pertama ini sudah sesuai dengan yang
direncanakan?.
Penguatan kapasitas (pemberdayaan) kelembagaan pengelolaan irigasi
mempunyai peran sangat penting dalam usaha melaksanakan keberlanjutan
pengelolaan irigasi secara partisipatif. Mengingat kelembagaan pengelolaan irigasi
bersifat lintas instansi dan melibatkan beberapa organisasi, maka sangat penting
untuk merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A), sehingga dapat diambil langkah-langkah strategis yang tepat
dalam pengembangan program tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bogor terutama
untuk mendukung keberlanjutan pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran aktual tentang kondisi
lembaga petani yaitu Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten
Bogor, baik yang menerima program maupun yang tidak menerima program WISMP
dan sebagai bahan pembelajaran untuk pengambilan kebijakan selanjutnya bagi
pemerintah daerah. Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan dasar untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang komprehensif dan
representatif. Namun berdasarkan perumusan masalah di atas, secara spesifik tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP dan bukan penerima
program WISMP.
2. Merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A).
Manfaat Penelitian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
pengelolaan irigasi secara partisipatif di daerah lain seperti yang diamanatkan dalam
PP 20/2006 tentang Irigasi. Lebih jauh hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor tentang hasil pelaksanaan
WISMP dan pertimbangan kelanjutan program dalam kerangka kebijakan
pengelolaan irigasi Kabupaten Bogor.
Selanjutnya kajian ini merupakan media penerapan ilmu pengetahuan yang di
peroleh bagi penulis. Dan yang terakhir, kajian ini bermanfaat sebagai bahan
informasi dan rujukan bagi penulisan dan penelitian selanjutnya.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman pembaca terhadap isi tesis, maka penulis
membuat sistematika penulisan tesis dengan menguraikan isi pokok bab dari bab 1
sampai dengan bab terakhir. Bab 1 merupakan pendahuluan yang menguraikan latar
belakang, permasalahan, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan tinjauan pustaka
yang isinya menjelaskan pijakan teori apa yang digunakan dalam penelitian ini.
Selain pijakan teori, juga ditampilkan kajian empiris sebelumnya mengenai evaluasi
dampak program-program bantuan dana bergulir di Indonesia. Langkah ini perlu
dilakukan untuk melihat aspek mana yang telah dan belum dikaji oleh peneliti
sebelumnya.
Bab 3 merupakan metodologi penelitian yang menjelaskan metode apa yang
digunakan, data dan alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 4
menerangkan gambaran umum wilayah yang menjadi lokasi kajian. Bab 5 merupakan
pembahasan hasil analisis tentang pelaksanaan program WISMP, kinerja Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor dalam hal ini adalah Dinas Bina Marga dan Pengairan dan
analisis dampak pelaksanaan program WISMP terhadap GP3A. Bab 6 merupakan
hasil strategi pengembangan dan keberlanjutan program di Kabupaten Bogor yang
ingin disampaikan sebagai masukan alternatif strategi bagi pimpinan daerah dalam
menetukan arah kebijakan strategi yang tepat guna, mutu, waktu dan biaya. Terakhir
Bab 7 merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PT-PSP C 4. 2-2011)
4
WISMP Main Report, 2004
Secara umum pemberdayan P3A/GP3A/IP3A untuk memandirikan
lembaga/ organisasi tersebut dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan organisasi
sehingga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan
sistim irigasi partisipatif. Meskipun demikian, karena fungsi dan tugas P3A dalam
pengembangan dan pengelolaan irigasi sedikit berbeda dengan GP3A/IP3A, maka
sarana untuk menuju ke mandiri berbeda, dan tingkatan status hukum perlu
selektif sesuai kebutuhannya masing-masing
Pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air pada sistem irigasi (daerah
irigasi) ditujukan untuk memandirikan kelembagaan tersebut dalam bidang teknik,
sosial ekonomi, kelembagaan dan pembiayaan melalui perkuatan terhadap
organisasi sampai berstatus badan hukum, hak dan kewajiban anggota,
manajemen organisasi, pengakuan keberadaannya dan tanggung jawab
pengelolaan irigasi diwilayah kerjanya. Kemampuan teknis pengelolaan irigasi
dan teknis usaha tani. Kemampuan keuangan dan pengelolaannya dalam upaya
mengurangi ketergantungan dari pihak lain. Kemampuan kewirausahaan untuk
dapat menunjang jalannya roda organisasi dalam rangka membayar iuran
pengelolaan irigasi yang dimanfaatkan untuk pembiayaan pengelolaan jaringan
irigasi tersier dan jaringan irigasi lainnya yang menjadi tanggung jawabnya dan
partisipasi dalam pengelolaan jarigan irigasi primer dan sekunder yang menjadi
tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.
Program Pemberdayaan GP3A terdiri dari berbagai kegiatan seperti
kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan
teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi.
Program Pemberdayaan GP3A melalui kerjasama pengelolaan Irigsai secara
partisipatif, dilakukan untuk mengembangkan kemampuan GP3A di Kabupaten
Bogor yang memenuhi syarat untuk mengelola sistem irigasi secara partisipatif.
Sehingga apa yang dimaksud dengan pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan dapat tercapai.
Selanjutnya kegiatan dalam Komponen B ini dibagi dalam 4 sub kegiatan yaitu:
1. B.1 Kemampuan Pemerintahan P3A dengan tujuan utama peningkatan kinerja
Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan irigasi partisipatif seperti
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan P3A, IP3A dan Komisi
Irigasi Kabupaten/Provinsi;
2. B.2 Kemampuan Dinas Pengairan/Irigasi dengan tujuan utama peningkatan
kinerja pelayanan irigasi oleh dinas yang membidangi irigasi;
3. B.3 Perbaikan Pendanaan Dinas Pengairan dengan tujuan utama peningkatan
keberfungsian dan keberlanjutan sistem pembiayaan untuk pengelolaan irigasi;
4. B.4 Program Bantuan Pertanian Beririgasi dengan tujuan utama meningkatnya
produksi pertanian dan pendapatan petani di daerah proyek melalui penyediaan
air yang lebih baik, fasilitasi layanan sarana produksi dan akses perolehan
kredit usaha tani.
Tabel 2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
Luas Badan
No Daerah Irigasi Areal Nama GP3A Desa Kecamatan Hukum
(Ha) Sudah Belum
Klapa
1 Cibuntu 219 Maju Jaya Cibuntu
Nunggal
2 Cicadas 191 Giri Setra Cicadas Ciampea
3 Cikahuripan 501 Giri Saluyu Sukawening Dramaga
4 Cigede 338 Tirta Harmonis Gunung Bunder I Pamijahan
Darma
5 Cinangka 146 Cinangka Ciampea
Sauyunan
6 Citeureup 125 Leubak Leuwimekar Leuwiliang
7 Cihideung 166 Tirta Tani Cihideung Ilir Ciampea
8 Cibarengkok 790 Banyu Agung Pasir Gaok RancaBungur
9 Cinagara 194 Mina Pelita Cinagara Caringin
10 Angke 40 Mina Tirta Kemang Kemang
Sumber : DBMP Kab. Bogor
c. Komisi Irigasi
Komisi Irigasi dibentuk berjenjang pada tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi dan antar provinsi. Keanggotaan komisi irigasi beranggotakan wakil
pemerintah kabupaten/kota/provinsi/provinsi terkait, wakil komisi irigasi
kabupaten/kota/provinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan
wakil kelompok pengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasi dengan prinsip
keanggotaan proporsional dan keterwakilan.
Pada dasarnya tugas Komisi irigasi kabupaten/kota/provinsi membantu
bupati/walikota/gubernur terkait untuk : a). merumuskan kebijakan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi; b). merumuskan
pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam kabupaten/kota (khusus
Komisi Irigasi kabupaten/kota); c). merumuskan rencana tahunan penyediaan air
irigasi; d). merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi
bagi pertanian dan keperluan lainnya; e). merekomendasikan prioritas alokasi
dana pengelolaan irigasi; dan f). memberikan pertimbangan mengenai izin alih
fungsi lahan beririgasi (khusus Komisi Irigasi kabupaten/kota).
Lebih lanjut mengenai Komisi Irigasi diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007 tentang Komisi Irigasi.
Kinerja Oranisasi
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan kesan
buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot.
Kinerja menurut Mangkunegara (2000) Kinerja ( prestasi kerja ) adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kemudian menurut Sulistiyani (2003) Kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya. Hasibuan (2001) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu. Menurut Whitmore (1997) Kinerja adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu
perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan. Menurut Cushway
(2002) Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan
dengan target yang telah ditentukan.
Menurut Rivai (2004) mengemukakan kinerja adalah merupakan perilaku
yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut Mathis et al.
Terjamahaan Sadeli et al. (2001), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Menurut Witmore
dalam Coaching for Perfomance (1997) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran
umum keterampilan.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil
suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau
perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan
operasional. Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
(a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri,
(d) kompetensi.
Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun
waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja,
memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-
prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan
memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif5 .
Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan
yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan
perumusan serangkai kebijakan (policy formulation method and technique).
Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan
kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi
berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri, 2008)
Ada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni
meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional). Sementara
strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan akan benar-
benar beroperasi di sana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana perusahaan
akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih. Dan strategi tingkat
operasional akan menentukan bagaimana masing-masing bidang fungsional
(seperti sumber daya manusia atau akuntansi) benar-benar akan mendukung
strategi-strategi bisnis dan korporasi. Semua strategi ini harus berkaitan erat untuk
memastikan bahwa organisasi bergerak ke arah yang menyatu.
Data dari pemantauan lingkungan ini kemudian digunakan untuk membuat
rencana strategis bagi organisasi - yang kemudian dilaksanakan. Sebuah pepatah
lama menyatakan bahwa "gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan
untuk gagal. Jika sebuah organisasi tidak merencanakan arahnya, dia juga
5
wikipedia. 2011
terbilang tidak mengambil kendali atas masa depannya. Tahap implementasi
melibatkan hampir semua anggota organisasi. Akibatnya, perusahaan akan perlu
melibatkan lebih banyak karyawan dalam tahap perencanaan. Sementara perhatian
historis lebih diberikan untuk tahap perencanaan, organisasi saat ini yang cerdik
juga menyadari sifat kritis dari aspek pelaksanaan. Rencana terbaik tak ada artinya
jika implementasinya cacat.
Komponen terakhir dari manajemen strategis adalah evaluasi dan
pemantauan kemajuan perusahaan ke arah sasaran strategisnya. Organisasi-
organisasi yang meyakini bahwa proses terbilang selesai setelah rencana
diimplementasikan hanya akan menemukan diri mereka menemui kegagalan.
Penting sekali bagi organisasi untuk terus memantau kemajuannya.
Menurut Adisasmita (2006), dalam mewujudkan tujuan pembangunan
masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi :
1. Strategi pembangunan (growth strategy)
2. Strategi kesejahteraan (welfare strategy)
3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy)
4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy).
Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan
strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah
memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong
menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama,
pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian
pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan
masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa
dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih
luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme
perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up yang melibatkan peran serta
masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan.
Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada :
1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi
perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis,
jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran.
2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang
dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan sosial
masyarakat perdesaan.
3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk
mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan sosial
masyarakat.
4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang
kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan.
5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat
perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan
petani dan nelayan.
6. Penciptaan iklim sosial yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya
pemerintahan di perdesaan.
Kajian Empiris Terdahulu
Beberapa studi terkait dengan peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (GP3A), diantaranya seperti yang dilakukan oleh Caesarion
(2011), melakukan penelitian mengenai efektivitas program PUAP terhadap
kinerja usaha kecil dengan menggunakan metode statistik analisis regresi linier
berganda. Variabel yang digunakan adalah kesesuaian perencanaan dengan
pelaksanaan kegiatan usaha tani; pengembangan agribisnis perdesaan;
pengembangan usaha mikro; dan peran pendampingan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa setelah adanya bantuan program PUAP kinerja usaha kecil
pertanian menjadi lebih efektif.
1) Santosa et al. (2003) pendekatan penelitian evaluasi dampak yang dilakukan
adalah dengan menggunakan metode ESCAP (Economic and Social
Commision for Asian and Pacific) yakni dengan menilai beberapa indikator
seperti peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, efisiensi
penyaluran program dan kelangsungan dana. Program penanggulangan
kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai
Program Kerja Mandiri dan Proyek Pembangunan Fisik dalam Program PPK
yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya. Hasil kesimpulan dari
penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir lebih
berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding
dengan program padat karya.
2) Ravallion et al. (2005) melakukan evaluasi dampak pelaksanaan Program
Trajabar di Argentina. Penelitian ini bertujuan untuk melihat evaluasi dampak
(Impact Evaluation) tentang manfaat yang diperoleh orang miskin dari pasar
tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam mengukur evaluasi dampak ini
adalah Selisih-dalam selisih (Difference-in-difference). Evaluasi dampak yang
dilakukan menyangkut aspek tingkat pendapatan, tingkat partisipasi orang
miskin, dan tingkat pengangguran. Langkah yang dilakukan adalah
menghitung perubahan tingkat pendapatan orang miskin yang mengikuti
program Trajabar sebelum intervensi program (baseline) dan setelah adanya
intervensi. Selain itu dilakukan juga proses netting-out dengan membentuk
Kelompok Kontrol sehingga diperoleh besar dampak yang ditimbulkan dari
program tersebut.
3) Chandra et al. (2010) melakukan pendekatan evaluasi dampak pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan evaluasi
kualitatif yakni mengukur penilaian baik, sedang, dan buruk dari suatu
program dengan menitikberatkan pada proses pelaksanaan program mulai
dari input, proses, output, outcome, dan benefit.
4) Akbar (2011) melakukan penelitian mengenai Strategi Keberlanjutan
Program PUAP di Kabupaten Karawang dengan menganalisis pada kinerja
gapoktan penerima PUAP dengan metode analisis yang digunakan adalah
Importance Performance Analysis (IPA), Analisis Pendapatan Petani,
Evaluasi Faktor Internal (IFE- Internal Factor Evaluation), Evaluasi Faktor
Ekxternal (EFE- Eksternal Factor Evaluation), Analisis SWOT (Strengths-
Weaknesses-Opportunities-Threats) dan Analisis QSPM (Quantitative
Strategies Planning Matrix). Hasil analisis dan kajiannya memperioritaskan
strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek peningkatan
kualitas dan kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang.
Posisi penelitian ini adalah mengacu pada Akbar (2011) dan Ravallion et al.
(2005). Penulis membatasi evaluasi yang dianalisis pada dampak peningkatan
pendapatan penerima program WISMP. Penulis tertarik untuk meneliti kinerja
GP3A penerima program dan bukan penerima program GP3A terhadap tingkat
pendapatan petani, karena menurut penulis kinerja kelembagaan petani (GP3A)
dan tingkat pendapatan merupakan variabel yang langsung dirasakan oleh petani
dan juga merupakan indikator kemajuan dan prestasi kelompok dan masyarakat.
Selain itu penelitian ini juga dilakukan karena evaluasi dampak pelaksanaan
program WISMP terhadap peningkatan kinerja dan tingkat pendapatan petani
belum pernah dilakukan. Padahal penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor sebagai pelaksana program di daerah, juga bagi stakeholder lainnya untuk
mengetahui sejauhmana indikator-indikator tujuan program dapat dicapai.
III. METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian tentang strategi
peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Program WISMP yang prakarsai
oleh Direktorat Jederal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sejak
tahun 2005 dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam
pengelolaan air irigasi dan meningkatkan kesejahteraan.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga Ibu Kota Negara
Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin
sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri. Sampai
tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunaakan untuk sawah yaitu sekitar
hanya 18 % dari seluruh luas lahan yang ada di Kabupaten Bogor, luas lahan
sawah pad tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunakan irigasi
mencapai 81,10 %.
Penelitian ini dimulai dengan pengindetifikasian objek GP3A yang ada di
Kabupaten Bogor. Kemudian dilakukan penentuan objek penelitian yang dapat
mempengaruhi berkembangnya pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten
Bogor. Metode ini menggunakan data primer yakni melalui kuisioner dan
serangkaian wawancara langsung. Sumber data primer diperoleh dari responden
yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), responden yang dipilih
dianggap mempunyai pengetahuan, kemampuan dan beberapa pihak yang
berkepentingan.
Penilaian kinerja GP3A Mitra Tani dianalisis dengan menggunakan metode
Importance Performance Analysis. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan
dianalisis sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap
permasalahan dalam penelitian ini.
Dalam memperoleh strategi yang diinginkan untuk Pengelolaan Irigasi
Partisipatif di Kabupaten Bogor, selanjutnya dengan analisa SWOT dilakukan
pemilahan mana yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
nantinya diharapkan mampu memetakan kondisi yang ada, sehingga dapat dibuat
strategi kebijakan yang terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan
strategi WT.
Hasil strategi yang dilakukan dari analisis SWOT akan didapatkan beberapa
alternatif strategi pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten
Bogor. Kemudian dilakukan penyususnan matriks Quantitatif Strategy Planing
(QSP) untuk mendapatkan strategi pengembangan yang di inginkan.
Kerangka pemikiran kajian tentang Evaluasi Pelaksanaan Program Water
Resources and Irrigation Project (WISMP) Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan
Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor disajikan dalam Gambar 3.1.
PERMASALAHAN
Rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan
kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan
irigasi partisipatif
Pemerintah Pusat
Bappenas, WORLD BANK
Kementerian PU
Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor PROGRAM
Dinas Bina Marga WISMP APL I
dan Pengairan
Evaluasi
Peran Kelembagaan
Kesejahteraan Petani
Produktifitas Usaha Tani
Analisis SWOT
STRATEGI PENGEMBANGAN
Quantitif Strategi
PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF
Planing Matrik
DI KABUPATEN BOGOR
Leuwilian
2 Citeureup 125 Leubak Leuwimekar
g
Anggota :
75 P3A Sugih Mukti Barengkok
50 P3A Suka Asih Leuwimekar
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Exsternal Factor
Evaluation)
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh
mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mengembangkan penguatan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor adalah
dengan menggunakan matrik IFE, sedangkan untuk mengidentifikasi faktor
lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang
dihadapi adalah dengan menggunakan matrik EFE.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci
dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi Faktor-faktor Internal dan Eksternal
Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu
mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam
mengembangkan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan
di Kabupaten Bogor. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, seanjutnya
mendaftarkan kelemahannya. Identifikasikan faktor eksternal dengan
melakukan penaftaran semua peluang dan ancaman dalam mengembangkan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor.
Daftarkan peluang terlebih dahulu, selanjutnya mendaftarkan ancaman. Daftar
harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan.
Hasil kedua identifikasi faktor-faktor di atas menjadi faktor penentu eksternal
dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot.
b. Penentuan Nilai Bobot Variable
Pemberian bobot setiap faktor dimulai dengan hasil survey dari responden
dengan skala mulai dari 1 (tidak penting/kelemahan utama), 2 (kurang
penting/kelemahan kecil), 3 (penting/kekuatan kecil) dan 4 (sangat
penting/kekuatan utama) terhadap faktor-faktor internal dan skala dari 1 (tidak
penting/ tidak berpengaruh), 2 (kurang penting/kurang berpengaruh), 3
(penting/ kuat pengaruhnya) dan 4 ( sangat penting/ sangat kuat pengaruhnya)
terhadap faktor-faktor eksternal yang sudah didaftarkan. Kemudian penetuan
bobot akan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skala dengan jumlah
responden yang telah memilih skala tersebut. Setelah jumlah didapat dibagi
dengan jumlah responden sehingga didapat angka rata-rata nilai dan kemudian
dibagi total bobot faktor-faktor internal dan total bobot faktor-faktor eksternal
untuk mendapatkan nilai bobot. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat
pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5.
Jumlah
Jumlah
c. Penentuan Rating
Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya
akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk memperoleh nilai
rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata
dan setiap hasil yang dimiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan
pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah jika pecahan desimal berada
pada kisaran dibawah 0,5 (< 0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil rating
diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau di atas 0,5 (> 0,5) dibulatkan ke
atas. Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan
secara signifikan.
Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan
rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor
pembobotan berkisar antara 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor
pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal pengembangan penguatan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor lemah.
Dan jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 maka menunjukan kondisi
pengembangan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di
Kabupaten Bogor tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman
yang dihadapi dengan baik. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada
Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.
Tabel 3.6 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Internal
No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Bobot x Rating
Total
Total
1. Memanfaatkan kesempatan atau peluang dan kekuatan (O dan S). Analisis ini
diharapkan membuahkan rencana jangka panjang.
2. Mengatasi atau kurangi ancaman dan kelemahan (T dan W). Analisa ini lebih
condong menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana perbaikan
(short-term improvement plan).
6
sumber : e-je.blogspot.com
membantu pemerintah dalam mengembangkan empat tipe strategis. Matriks
SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S, W, O dan T) serta
empat sel alternatif strategi dan satu sel kosong. Terdapat delapan tahapan dalam
membentuk matriks SWOT yaitu :
1. Tentukan faktor-faktor peluang ekternal
2. Tentukan faktor-faktor ancaman ekternal
3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi S-O
6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi W-O
7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi S-T
8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi W-T
Terkait dengan penulisan tesis ini, data sebagai bahan analisis selain
didapatkan dari dokumen-dokumen yang ada, didapatkan juga dari kegiatan
survey berupa penyebaran kuesioner ke GP3A penerima dan bukan penerima
program WISMP APL I dengan masalah umum, kemampuan teknis, sistem
administrasi dan sumber daya manusia. Pertanyaan kuesioner tersebut mewakili
komponen yang terdapat pada analisis SWOT, yakni kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats).
Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 berdasarkan hasil
Estimasi Penduduk 2012 sebanyak 5.077.210 jiwa, sama dengan 11,80 % dari
jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat (43.021.826 jiwa), dan merupakan jumlah
penduduk terbesar di antara kabupaten/kota di Jawa Barat. Komposisi penduduk
tersebut, terdiri dari 2.604.873 jiwa penduduk laki-laki dan 2.472.337 jiwa
penduduk perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan atau dengan
rasio jenis kelamian (sex ratio) sebesar 105 (Sumber, BPS 2013).
Komposisi penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan usia pada tahun 2012
sangat bervariasi dimana penduduk berusia 5-9 tahun berjumlah 548.568 jiwa atau
sekitar 10,80% dan 10 14 tahun berjumlah 534.018 jiwa atau sekitar 10,52%.
Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak pada usia
sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 15 64 tahun berjumlah
3.561.983 jiwa atau sekitar 70,16%. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor setiap
tahunnya cenderung bertambah, kondisi ini dikarenakan dampak dari
perkembangan wilayah di Kabupaten Bogor yang letaknya dalam lingkup
Jabodetabekpunjur, yang mana pertumbuhan wilayahnya sangat pesat dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk pada setiap wilayah yang terus
bertambah.
Berdasarkan data dan perkembangan jumlah penduduk pada tahun 2011
tercatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor berjumlah 4.354.915 jiwa dari
40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Jumlah tertinggi terdapat di
Kecamatan Cibinong dengan jumlah penduduk 253.292 Jiwa, menyusul
Kecamatan Gunung Putri dengan jumlah penduduk 242.460 Jiwa dan Kecamatan
Bojonggede dengan jumlah penduduk 207.375 Jiwa. Sedangkan untuk kecamatan
yang jumlah penduduknya rendah yakni Kecamatan Cariu dengan jumlah
penduduk 47.248 Jiwa. Sedangkan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan
Ciomas mencapai 81.000 jiwa/ha, kepadatan terendah terdapat di Kecamatan
Tanjungsari mencapai 4000 jiwa/ha.
Menurut struktur mata pencaharian diketahui penduduk Kabupaten Bogor
umumnya bekerja dalam bidang Industri Pengolahan keadaan ini sesuai dengan
karakteristik daerahnya yang merupakan daerah industri dan perkotaan selain
bidang usaha tersebut, mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk
Kabupaten Bogor adalah bidang Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Restoran.
Secara rinci jumlah penduduk menurut strutur mata pencaharian dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan
usaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012
Laki-laki Perempuan Jumlah
No Lapangan Usaha Utama %
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1 2 3 4 5 6
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 164.894 101.598 85.996 4,74
dan Perikanan
2 Industri Pengolahan 346.312 229.458 575.770 31,73
3 Perdagangan Besar, Eceran, Hotel 286.283 225.068 511.351 28,18
dan Restoran
4 Jasa-jasa Kemasyarakatan 168.081 105.939 274.020 15,10
5 Lainnya(Pertambangan dan 352.058 15.341 367.399 20,25
Penggalian, Listrik, Gas dan Air
Bersih, Bangunan / Konstruksi,
Pengangkutan dan Komunikasi,
Keuangan, Persewaan, Jasa
Perusahaan)
Jumlah 1.317.628 677.404 1.814.536 100,00
Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2012
Kondisi Ekonomi
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan
perekonomian daerah. Tinggi rendahnya nilai PDRB yang dihasilkan suatu daerah
menggambarkan tinggi rendahnya tingkat perekonomian daerah tersebut.
Kinerja ekonomi Kabupaten Bogor sepanjang 2012 menunjukan hasil yang
cukup baik yaitu sebesar 15,50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada
tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 3,01%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi
selama tahun 2012 terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar
23,23% hal ini disebabkan oleh pesatnya tambang galian c di wilayah barat
Kabupaten Bogor, sedangkan pertumbuhan terendah disektror pertanian yaitu
sebesar 5,78%. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian
disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan kelembagaan
yang terlibat dalam pengelolaan irigasi, sehingga masih banyaknya jaringan
irigasi yang belum terpelihara dengan baik yang menyebabkan banyaknya
kebocoran dari sumber air untuk pertanian sehingga produksi dan peroduktivitas
pertaniannya masih sangat kecil, oleh karena itu program WISMP diperlukan di
Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan
ekonomi di sektor pertanian.
Pada tahun 2011 produksi padi mencapai 526.767 ton sedangkan pada
tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,25% menjadi 549.154 ton.
Sedangkan jika dilihat dari luas panen mengalami penurunan yaitu dari 85.768 Ha
pada tahun 2011 menjadi 85.652 hapada tahun 2012 atau turun sekitar 0,14%
(BPS Kab. Bogor, 2013). Selain tanaman padi tersebar juga berbagai jenis
tanaman palawija. Jenis yang ditanam adalah jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan talas. Pada tahun 2012 produksi jagung
mencapai 2.213 ton dengan luas panen 512 ha atau dengan produktivitas
mencapai 4,3 ton per hektar. Produksi ubi kayu sebanyak 159.670 ton dengan luas
panen 7.792 Ha sedangkan untuk ubi jalar ada sebanyak 56.255 ton dengan luas
panen 3.764 Ha.
Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan objek penelitian ini terbagi menjadi kelompok
penerima Program WISMP dan kelompok bukan penerima program WISMP di
dua desa yang berbeda. Deskripsi karakteristik responden dilihat dari beberapa
kriteria antara lain usia, tingkat pendidikan, lama pengalaman bertani, luas
kepemilikan lahan, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan
status usaha tani.
1. Usia Responden
Berdasarkan kriteria usia, responden dibagi menjadi empat kelompok usia
yaitu kelompok usia 21-40 tahun, kelompok 41-60 tahun, dan kelompok usia 61-
80 tahun. Sebaran responden dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan
kelompok GP3A Leubak sebagian besar adalah petani penggarap, dimana petani
menguasai lahan pertaniannya dengan cara bagi hasil atau sewa dengan pemilik
lahan.
Tabel 5.3 Dana APBN dan APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A
Mitra Tani peserta WISMP APL I
APBN APBD
No Tahun Jumlah
(dana loan) (dana pendamping 20%)
1 2007 89.600.000 22.400.000 112.000.000
2 2008 52.742.000 13.185.000 65.927.000
3 2009 50.000.000 - 50.000.000
4 2010 10.000.000 - 10.000.000
Jumlah 202.342.000 35.585.000 237.927.000
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Tabel 5.4 Dana APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A Leubak
(Leuwimekar-Barengkok) non peserta WISMP APL I
APBN
No Tahun APBD Jumlah
(dana loan)
1 2007 - - -
2 2008 - - -
3 2009 - 14.228.000 14.228.000
4 2010 - 11.472.000 11.472.000
Jumlah - 25.700.000 25.700.000
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Pendanaan dari APBN dan APBD untuk
pembinaan GP3A
GP3A yang belum menerima Program WISMP adalah Daerah Irigasi (DI)
Citeureup yang berada di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor propinsi Jawa
Barat. Luas areal lahan yang terairi DI Citeureup sekitar 125 hektar. Sumber air
DI Citeureup berasal dari Sungai Citeureup. Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A) di wilayah DI Citeureup bernama Leubak (Leuwimekar-
Barengkok). GP3A Leubak membawahi 2 (dua) P3A yang tersebar di dua desa
dengan rincian seperti pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Daerah Irigasi Citeureup
Luas Lokasi
Nama GP3A Areal L .A. Nama P3A
Kecamatan Desa Terairi
(Ha) (Ha)
Leubak 125 Leuwiliang Barengkok 75 Sugih Mukti
Kinerja Proyek
Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang
diharapkan. Sedangkan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) kinerja
merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar
yang telah ditentukan.
Dalam penilaian kinerja proyek yang dijalankan oleh GP3A dengan
Program WISMP dan GP3A tanpa Program WISMP dilihat dari aspek Usahatani
mengenai pola tanam, tingkat produksi dan pendapatan petani. Aspek Usahatani
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
Pola Tanam
Dari data sekunder Surat Keputusan Buapti Bogor Nomor
611/668/Kpts/Per-UU/2012 tanggal 18 Desember 2012 tentang Penetapan Pola
Tanam dan Tata Tanam (Musim Hujan dan Musim Kemarau) Tahun 2012-2013
Pada Daerah Irigasi Pemerintah dan Irigasi Desa di Kabupaten Bogor, diketahui
untuk GP3A Mitra Tani pada Daerah Irigasi Cianten Cigatet Kecamatan
Leuwiliang, diterapkan Pola I yaitu Padi Padi Palawija (Ubi Jalar) untuk satu
tahun musim tanam yang di mulai pada musim penghujan untuk MT I antara
bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Pebruari 2013 dengan tanam padi, MT
II antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 2013 dengan tanam padi dan
terakhir MT III antara bulan Juli sampai dengan September 2013 dengan
menanam palawija.
Untuk GP3A Leubak pada kurun waktu tersebut belum mampu melakukan
pola tanam seperti yang dilakukan oleh GP3A Mitra Tani, karena kondisi daerah
irigasi yang belum terpelihara dengan baik dan adanya bocoran-bocoran yang
belum tertangani secara optimal, seperti halnya pemanfaatan air irigasi selain
untuk pertanian, melainkan untuk komersil, seperti contoh yaitu oleh kolam
pemancingan, tempat pencucian kendaraan bermotor, rumah tangga bahkan oleh
salah satu badan usaha milik daerah, yang mana air tersebut tidak kembali secara
utuh kedalam jaringan irigasi semula, sehingga debit air yang dibutuhkan oleh
petani di GP3A Leubak daerah irigasi citeureup sangat jauh berkurang yang
menyebabkan krisis air untuk persawahan yang akhirnya tidak dapat menerapkan
pola tanam sesuai yang diharapkan.
Input
- Benih (Kg/Ha) 22,31 40,10 -17,78
- Pupuk (Kg/Ha)
a. Urea 208,97 295,13 -86,16
b. SP36 95,29 149,36 -54,07
c. KCL 74,87 35,88 38,99
- Tenaga Kerja 95,18 117,35 -22,17
(HOK)
Sumber : Data Primer diolah
Tabel 5.11 Perbedaan Kinerja GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa
Program WISMP
GP3A Dengan GP3A Tanpa
No Komponen
Program WISMP Program WISMP
1 Irigasi Irigasi Teknis Irigasi Sederhana
2 Pengaturan Pola - Terlibat dalam - Belum terlibat dalam
Tanam penyusunan RTT penyusunan RTT
ditingkat GP3A - Pola tanam masih
- Pola Tanam Padi- menyesuaikan dengan
Padi-Ubi Jalar kondisi alam dan
ketersediaan air
3 Hasil produksi Rata-rata mencapai di Rata-rata baru mencapai di
atas 5 ton/Ha atas 3 ton/Ha
Dari Tabel 5.11 menunjukan perbedaan yang sangat signifikan dalam
kontribusi pengelolaan jaringan irigasi, dapat dilihat bahwa GP3A yang
mendapatkan program WISMP, lebih terarah dan teratur dalam kontribusi
pengelolaan jaringan irigasi, sehingga memperlihatkan kinerja yang lebih baik
dari pada GP3A yang tidak menerima program WISMP. Dengan demikian bisa
menjadi tolok ukur bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor khususnya Dinas
Bina Marga dan Pengairan dalam melakukan pembinaan terhadap GP3A.
Rendahnya partisipasi GP3A dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi
bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) Tingkat pendapatan petani yang
rendah sehingga cukup berat untuk memberikan kontribusi yang tinggi dalam
pengelolaan jaringan irigasi yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar.
2) Jaminan/kepastian terhadap kecukupan air yang rendah sehingga menyebabkan
masyarakat petani menjadi apatis terhadap kegiatan pengelolaan jaringan irigasi.
Untuk meningkatkan peran serta masyarakat petani atau GP3A dalam
kontribusi pengelolaan jaringan irigasi maka yang perlu dilakukan yaitu
1) Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian yang
mempunyai nilai jual tinggi. 2) Peningkatan operasi pembagian air yang lebih
baik sehingga kemerataan air meningkat.
C D
Sumber : Data primer telah diolah
Berdasarkan grafik IPA pada gambar 5.2 di atas, maka indikator yang
berkaitan dengan tingkat kinerja dan kualitas kinerja GP3A yang berada di
Kabupaten Bogor dapat dikelompokan dalam masing-masing kuadran sebagai
berikut :
Variabel kinerja yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor
penunjang bagi pengembangan kelembagaan GP3A penerima Program
WISMP. Dalam aspek organisasi variabel GP3A memiliki AD/ART telah
terlaksana dengan baik sehingga memberikan kepuasan dalam tingkat kinerja
bagi anggotannya. Pada aspek teknis usaha tani variabel Dapat memperkecil
perbedaan produktivitas hasil tanaman daerah hulu dan hilir melalui
pengaturan air yang adil dan dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman
dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi
melalui pengaturan air yang baik dan efisien dinilai anggotanya sudah berjalan
dengan baik sehingga perlu untuk dipertahankan. Pada aspek peran
pemerintah mengenai Adanya program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan,
penyuluhan, pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A,
GP3A, dan IP3A sudah berjalan dengan optimal dan dapat membantu
meningkatkan kinerja GP3A sehingga pantas untuk dipertahankan dan jika
memungkinkan ditingkatkan lagi.
Perumusan Program
Formulasi alternatif pengembangan program pengelolaan irigasi partisipatif
yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor diperoleh dengan tiga tahap yaitu (1)
identifikasi faktor internal dan eksternal yang diperoleh melalui wawancara; (2)
tahap penggabungan; dan terakhir (3) tahap pengambilan keputusan. Metoda yang
digunakan dalam merumuskan strategi adalah pendekatan analisis SWOT, yakni
dengan mencocokan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan
dengan faktor-faktor ekternal berupa peluang dan ancaman, untuk mendapatkan
alternatif strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T, dan QSPM
(Quantitatif Strategic Planning Matrix).
Dari hasil evaluasi di atas maka di susun kedalam matrik SWOT untuk
menganalisis antara kekuatan dengan kelemahan dan peluang dengan ancaman.
Matriks SWOT tersebut digambarkan pada Tabel 5.15.
Tabel 5.16 Hasil analisis QSPM dalam perumusan strategi peningkatan kinerja
GP3A di Kabupaten Bogor.
Nilai
No Alternatif Strategi Prioritas
TAS
1 Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana
7,71 IV
yang ada
2 Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi
secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan
8,34 I
peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD
Kabupaten Bogor
3 Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi
8,14 II
koordinasi Komisi Irigasi
4 Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan,
7,53 V
bimbingan teknis, dan studi banding
5 Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi 7,93 III
dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif
6 Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi
Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh 6,89 VI
tenaga pendamping yang proporsional
Analisis QSPM dilakukan dengan cara memberikan nilai kemenarikan
relatif (Attractive Score = AS) pada masing-masing faktor internal maupun
ekternal. Strategi yang mempunyai total kemenarikan relatif (Total Attractive
Score = TAS) tinggi merupakan prioritas utama strategi.
Berdasarkan hasil analisis QSPM Tabel 5.18 didapatkan prioritas strategis
yang sangat tinggi sampai dengan yang terendah untuk keberlanjutan program
pengembangan pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten
Bogor. Strategi yang menjadi prioritas pertama adalah memprogramkan rencana
pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan
peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor dengan nilai
TAS 8,34. Strategi yang menjadi prioritas kedua adalah memperkuat koordinasi
antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi dengan nilai TAS 8,14.
Strategi yang menjadi prioritas yang ketiga adalah meningkatkan dukungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa
berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif dengan nilai TAS 7,93.
Startegi yang menjadi prioritas keempat adalah mengelola jaringan irigasi secara
partisipatif dengan dana yang ada dengan nilai TAS 7,71. Strattegi yang menjdi
prioritas kelima adalah memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan,
bimbingan teknis, dan studi banding dengan nilai TAS 7,53. Strategi yang menjdi
prioritas keenam adalah meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi
Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang
proporsional dengan nilai TAS 6,89.
VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM
6.1 Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor
Adapun visi dan misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor
adalah Terwujudnya Penyelenggaraan Sistem Jaringan Jalan dan
Irigasi Yang Dapat Mendorong Perkembangan Wilayah dan Perekonomian
Masyarakat.
Visi tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya yang dijabarkan dalam misi
dinas, yakni sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan infrastruktur jalan dan irigasi untuk mendukung
pengembangan wilayah dan perekonomian masyarakat
2. Meningkatkan keandalan mutu infrastruktur jalan dan irigasi sesuai dengan
fungsinya
3. Melestarikan Sumber-Sumber Air Permukaan Guna Menjaga Ketersediaan Air
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dinas dan masyarakat dalam
pembangunan infrastruktur jalan dan iaringan irigasi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian mengenai Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor, didapat
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terlihat perbedaan kinerja antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima
Program WISMP dan GP3A Leubak yang bukan penerima Program WISMP.
GP3A Mitra Tani setelah mendapatkan pembinaan dan pelatihan melalui
Program WISMP menjadi lebih terarah dan teratur dalam kontribusi
pengelolaan jaringan irigasi sehingga dapat meningkatkan jaringan irigasi
sederhana menjadi irigasi teknis, mampu melakukan penyusunan dan
mengusulkan Rencana Tata Tanam ditingkat GP3A kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor serta mampu meningkatkan hasil produksi rata-rata
mencapai di atas 5 Ton/Ha.
Saran
Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(GP3A) di Kabupaten Bogor didasarkan pada Aspek Tingkat Kinerja dan Kualitas
Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor dinilai perlu ada peningkatan kinerja. Faktor
yang perlu ditingkatkan kinerjanya terdiri dari :
a. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam
pembagian air (B3),
b. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air
diantara anggota atau dengan pihak luar (B4),
c. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat
yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek
pertanian lain non-irigasi) (C1),
d. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan
permodalan dari lembaga pembiayaan (D3)
e. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program
pemberdayaan tersebut. (E2)
f. Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya
manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3)
Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Strategi Peningkatan Kinerja
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor maka
GP3A dapat memberikan argumentatif kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dan
Pemerintah Pusat untuk memberikan perhatian dan keterlibatan atas pentingnya
keberlangsungan program pengelolaan irigasi partisipatif pada petani dengan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk itu saran yang diberikan
pada :
1. Pemerintah Kabupaten Bogor
a. Menyiapkan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya dari dana APBD
untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara rutin terhadap
GP3A;
b. Meningkatkan kerjasama dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian
untuk penerapan teknologi pertanian dan pengelolaan irigasi partisipatif.
c. Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian
yang mempunyai nilai jual tinggi.
d. Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan
air meningkat
2. Pemerintah Pusat
a. Menempatkan prioritas kebijakan dan meningkatkan anggaran bantuan
langsung masyarakat;
b. Melakukan pembinaan dan pelatihan kepada anggota GP3A penerima
program WISMP secara intensif; dan
c. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala pada anggota GP3A
penerima program WISMP.
3. Masyarakat Petani
a. Turut berperan serta dalam menjaga keberlangsungan program
pengelolaan irigasi partisipatif di perdesaan untuk kepentingan bersama
sesuai dengan rencana.
b. Pengembangan penguatan program WISMP terhadap pengelolaan irigasi
partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor sebaiknya dilakukan
dengan pola comunity base development (pembangunan berbasis
masyarakat) dengan prinsip partisipasi, edukasi dan local ownership
sehingga lebih mensejahterkan masyarakat lokal. Perencanaan dan
implementasi strategi dan program pengelolaan irigasi partisipatif yang
berkelanjutan harus memperhatikan carrying capacity (daya dukung),
capacity building (peningkatan kemampuan) lingkungan sehingga
pengelolaan irigasi secara partisipatif yang di desain untuk Kabupaten
Bogor akan sustainable (keberlanjutan), bertahan lama, semakin
berkembang dan mandiri.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/82137738/Kerangka-Acuan-Kerja-pendamping-PPSIP
www.jabar.bps.go.id/system/files_force/ publikasi/miskin072012_0.pdf
http://are.berkeley.edu/courses/ARE253/2004/handouts/PP04-10-peasants.pdf
RIWAYAT HIDUP