Anda di halaman 1dari 92

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA

GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR


(GP3A)
DI KABUPATEN BOGOR

BOBBY WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN
HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul


STRATEGI PENINGKATAN KINERJA GABUNGAN
PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (GP3A) DI KABUPATEN
BOGOR adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif atau dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya
kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Oktober 2014

Bobby Wahyudi
NIM H252110095
RINGKASAN

BOBBY WAHYUDI, Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani


Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT
dan LALA M. KOLOPAKING

Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait


pengelolaan irigasi secara partisipatif. Setiap tahunnya para pihak menyusun rencana
kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan secara paralel sesuai
pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masing-
masing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan akhir peningkatan
kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada awal
evaluasi perlu dilihat dan dianalisa bagaimanakah kinerja Gabungan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program WISMP I pada lima tahun
pertama ini sudah sesuai dengan yang direncanakan, Bagaimanakah kondisi
GP3A pada DI yang menerima dan DI tidak menerima Program WISMP I di
Kabupaten Bogor. Berdasarkan permasalahaan tersebut, secara spesifik tujuan
penelitian ini adalah 1) Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP
dan bukan penerima program WISMP. 2) Merumuskan Strategi Peningkatan
Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor. Data yang digunakan terdiri
dari data primer dan data sekunder. Metoda analisis yang digunakan adalah
Importance Performance Analisys (IPA) untuk mengetahui kinerja, Analisis
SWOT (Strangths-Weaknesses-Opportunities-Threats) dan Analisis Quantitative
Strategies Planning Matrix (QSPM). Hasil Importance Performance Analisys
(IPA) menunjukan ada 6 variabel di kuadran A (tingkat kinerja), 6 variabel di
kuadran B (pertahankan kinerja), 6 variabel di kuadran C (prioritas rendah) dan 2
variabel di kuadran D (cenderung berlebihan).
Berdasarkan hasil kajian, prioritas Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Bogor sebesar 30% atau 6
variabel yang dinilai harus ditingkatkan kinerjanya, antara lain a) Dapat memberi
rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air (B3), b) Dapat
memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara
anggota atau dengan pihak luar (B4), c) Dapat meningkatkan dan
mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan
air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) (C1), d) GP3A
memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan
dari lembaga pembiayaan (D3), e) Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk
menunjang program pemberdayaan tersebut. (E2), f) Adanya pendampingan
petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat
kabupaten/kota. (E3).
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal penekanan strategi dengan
memanfaatkan peluang eksternal terhadap kelemahan internal yang ada (Strategi
WO), dalam Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor menekankan pada strategi
menggunakan kekuatan internal yang ada dengan memanfaatkan peluang
eksternal, Hasil analisis QSPM didapatkan strategi yang menjadi prioritas adalah :
a) Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk
peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD
Kabupaten Bogor, dengan nilai TAS 8,34; b) Memperkuat koordinasi antar
stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi, dengan nilai TAS 8,14; c)
Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan
petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif dengan
nilai TAS 7,93.
Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan strategi peningkatan kinerja
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor maka
disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor adalah a) Menyiapkan anggaran
yang lebih besar dari sebelumnya dari dana APBD untuk melakukan pembinaan
dan pendampingan secara rutin terhadap GP3A; b) Meningkatkan kerjasama
dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian untuk penerapan teknologi
pertanian dan pengelolaan irigasi partisipatif. c) Peningkatan pendapatan petani,
melalui penanaman komoditas pertanian yang mempunyai nilai jual tinggi. d)
Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan air
meningkat.

Kata Kunci : GP3A, Kinerja, Strategi, WISMP


SUMMARY

BOBBY WAHYUDI, Strategies for Increasing The Performance of Water User


Associations Federation (WUAF) in Bogor District. Supervised by YUSMAN
SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING

WISMP activity in Bogor District was conducted by involved stakeholders


in participatory irrigation management approach. Each year the parties plan
activities based on mutual agreement and execute in parallel according to their
assigned roles. The activities performed by each agency are basically intended to
achieve the ultimate goal of improving the welfare of farmers through increased
incomes. In the beginning of the evaluation the performance of Water User
Associations Federation (WUAF) needs to be observed and analyzed for both
WUAFs who received WISMP and WUAFs who did not apply the program
especially in the first five years. Based on the problems analysis, specific purpose
of this study are 1) Analyzing the performance of WUAF program recipients and
non-recipients WISMP program 2) Formulating Strategies for Increasing The
Performance of WUAF.
This research was conducted in Bogor District. Data used in this study
consists of primary data and secondary data. Method for analysis was using the
Importance Performance Analisys (IPA) to determine the performance, SWOT
Analysis (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) to know the
opportunities and threats and Quantitative Analysis of Strategies Planning Matrixs
(QSPM) to develop strategies. The Importance Performance Analisys (IPA)
shows there are 6 variables in quadrant A (level of performance), 6 variables in
quadrant B (keep performance), 6 variables in quadrant C (low priority) and 2
variables in quadrant D (likely exaggerated).
Priority strategy for increasing the performance of WUAF in Bogor
District 30% or 6 variables were assessed to be improve, among other a) Having
ability to give a sense of justice to members (upstream and downstream) in the
distribution of water (B3), b) Having ability to solve problems, pressing / defuse
conflicts related water distribution among members and with outsiders (B4),
c) Having ability to improve and to maintain cropping intensity at a high level
with an efficient water management (in addition to other aspects of non-irrigated
agriculture), d) WUAF have another independent economic enterprises and
received funding assistance from financial institutions (D3), e) Allocation of
sufficient funds to support the development program (E2), f) Assistance of
farmers and empowerment unit with qualified human resources at the district level
/ city. (E3).
Based on internal and external factors analysis, strategy to increase
performance could be done by utilizing external opportunities to internal
weaknesses that exist (WO Strategies). Strategy for increasing the performance of
WUAF in Bogor District emphasis on strategies to use existing internal strength
by utilizing external opportunities. Analysis results obtained QSPM priority
strategies are a) Programmed plan of participatory irrigation management to
increase production and improve the welfare of farmers in RPJMD Bogor District,
with a value of 8.34 TAS, b) Strengthening coordination among stakeholders
through coordination function Irrigation Commission, with a value of 8.14 TAS,
c) Increasing government support for the development of the Bogor District
farmers to participate in participatory irrigation management by TAS value 7.93
To improve the effectiveness of strategy for increasing the performance of
WUAF in Bogor District, the recommendations to the Government are a) Setting
up a bigger budget from the local budget to provide guidance and assistance on a
regular basis to WUAF, b) Increasing cooperation with academia and research
institutions for the implementation of agricultural technology and participatory
irrigation management. c) Increasing income of farmers, through high sales value
agricultural commodities cultivation. d) Increasing operation system for better
water distribution to achieve equity.

Keywords: Performance, Strategy, WISMP, WUAF


@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengintipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA
GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI
PEMAKAI AIR (GP3A)
DI KABUPATEN BOGOR

BOBBY WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tugas Akhir : Ir. Fredian Tonny, MS
Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor
Nama : Bobby Wahyudi
NRP : H252110095

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS


Ketua Anggota

Diketahui Oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Mamun Sarma, MS, M.Ec Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 2014 Tanggal Lulus : 2014


PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah


memberikan petunjuk, semangat, kesempatan, dan kemudahan sehingga Kajian
Pembangunan Daerah yang berjudul Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar. Kajian ini merupakan salah saatu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Propesional pada Program Studi Manajemen
Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan
terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku
Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS selaku Anggota
Komisi Pembimbing dan Ir. Fredian Tony, MS selaku Penguji Luar Komisi
Pembimbing yang telaah memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan
kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibunda Hajjah Yetti Setiawati dan Ayahanda Drs. H. Soemarno, MM yang
selalu memberikan dorongan, doa dan semangat.
2. Istri saya Rubaiah Darmayanti, ST. M.Sc. yang telah memberikan dorongan
moril dan materil serta anak-anak kami tersayang Diva Carissa Ramasuci
Wahyudi dan Abyan Tsyaqif Musyafa Wahyudi.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui Kepala Badan Kepegawaian,
Pendidikan dan Pelatihan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB.
4. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor yang telah mendukung
penulis untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB.
5. Bapak Dr. Ir. Mamun Sarma, MS, M.Ec. selaku ketua Program Studi dan
seluruh sivitas akademika Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dan semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan,
sumbangsih pemikiran, motivasi serta doa kepada penulis sehingga kajian ini
dapat diselesaikan. Akhirnya penulis berharap semoga hasil dari kajian ini
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Oktober 2014

Bobby Wahyudi
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iv

I. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
Sistematika Penulisan 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 5


Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G3A) 5
Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management
Program) 6
Tujuan Program WISMP 7
Sasaran Program WISMP 7
Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif 8
Kelembagaan Pengelolaan Irigasi 10
Kinerja Organisasi 12
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja 12
Kinerja Kelompok Tani 14
Strategi 14
Kajian Empiris Terdahulu 16

III. METODE PENELITIAN 18


Kerangka Pemikiran 18
Lokasi dan Waktu Penelitian 20
Metoda Pengumpulan Data 20
Metoda Pengambilan Contoh 20
Metode Analisis 22
Importance Performance Analysis (IPA) 22
Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program. 25
Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor
Eksternal 25
Analisis Matriks IFE dan EFE 26
Analisis Matrik SWOT 28
Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) 31

IV. KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN 33


Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor 33
Kondisi Demografi 34
Kondisi Ekonomi 35
Kondisi Sumber Daya Pertanian 35
Karakteristik Responden 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 41


Sistem Manajemen Program WISMP 41
Sistem Pembiayaan Proyek 41
Sistem Pengelolaan Proyek 43
Kinerja Proyek 47
Pola Tanam 48
Tingkat Produksi GP3A 48
Perbedaan Kinerja GP3A WISMP dan GP3A Non WISMP 49
Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Kualitas Kinerja 50
Faktor Internal dan Eksternal Yang Berpengaruh Terhadap
Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor 56
Faktor Strategis Internal 56
Faktor Strategis Eksternal 58
Matrik IFE - EFE 60
Hasil Evaluasi Faktor Internal 61
Hasil Evaluasi Faktor Eksternal 61
Perumusan Program 62
Strategi S-O (Strengths-Opportunities) 64
Strategi S-T (Strengths-Threats) 64
Strategi W-O (Weaknesses- Opportunities) 64
Strategi W-T (Weaknesses - Threats ) 65

VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 67


Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor 67
Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai
Air (GP3A) di Kabupaten Bogor 67

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 72


Kesimpulan 72
Saran 72

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

2.1 Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi 10


2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor 11
2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor 11
3.1 Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor 21
3.2 Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan 23
3.3 Indikator yang digunakan Dalam Pengukuran Kinerja GP3A dengan
Program WISMP 24
3.4 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal 27
3.5 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Eksternal 27
3.6 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Internal 28
3.7 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Eksternal 28
3.8 Matriks SWOT 29
3.9 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif - QSPM 32
4.1 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan
ussaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012 35
4.2 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur 37
4.3 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan 37
4.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaaman Lama Bertani 38
4.5 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usaha Tani 38
4.6 Sebaran Responden Menurut Kepemilikan Lahan 39
4.7 Sebaraan Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga 39
4.8 Sebaraan Responden Menurut Komoditas Utama Usaha 40
5.1 Dana bantuan Pemerintah Pusat ke Pemkab Bogor 41
5.2 Nama DI dan GP3A Kabupaten Bogor yang menerima Program
WISMP I 41
5.3 Dana APBN dan APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan
terhadap GP3A Mitra Tani peserta WISMP APL I 42
5.4 Dana APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A
Leubak (Leuwimekar-Barengkok) non peserta WISMP APL I 42
5.5 Daerah Irigasi Cianten Cigatet 44
5.6 Daerah Irigasi Citeureup 44
5.7 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Cianten Cigatet 45
5.8 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Citeureup 45
5.9 Perbedaan GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program
WISMP 47
5.10 Perbandingan rata-rata penggunaan input dan hasil antara petani GP3A
penerima program WISMP dan GP3A bukan penerima program
WISMP 49
5.11 Perbedaan Kinerja GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa
Program WISMP 49
5.12 Data Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Kualitas Kinerja
Responden 51
5.13 Hasil Matrik IFE (Internal Factor Evaluation) 61
5.14 Hasil Matrik EFE (External Factor Evaluation) 62
5.16 Matriks SWOT strategi Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten
Bogor 63
5.17 Hasil Analisis QSPM dalam perumusan Strategi Peningkatan GP3A di
Kabupaten Bogor 65
6.1 Matriks Program Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor
PeriodeTahun 2015 - 2020. 71

DAFTAR GAMBAR

3.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran 19


3.2 Kuadran Importance Performance Analisys 22
3.3 Kerangka Formulasi Strategi 25
3.4 Indikator Faktor-Faktor Internal dan Eksternal 26
3.5 Diagram SWOT 28
4.1 Peta Administrasi Kabupaten Bogor 33
5.1 Grafik Pendanaan dari APBN dan APBD untuk pembinaan GP3A 43
5.2 Pembagian Kuadran IPA Terhadap Hasil Pengukuran Tingkat Kinerja
dan Kulitas Kinerja 53
I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor sumber daya air dan irigasi menjadi bagian yang sangat penting dalam
pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya penyediaan air untuk kebutuhan
pertanian. Penyediaan air untuk kebutuhan pertanian, khususnya padi, dilakukan
melalui penyelenggaraan sistem irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2006 tentang Irigasi (PP 20/2006), irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya
meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi sendiri meliputi prasarana irigasi, air irigasi,
manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
Aspek-aspek yang termasuk dalam suatu penyelenggaraan sistem irigasi tersebut
menjadikan sistem irigasi merupakan salah satu sistem yang bersifat sosia-teknis dan
komplek dimana tidak hanya berisikan seperangkat piranti teknis (hardware) tetapi
juga terdapat piranti kelembagaan (software) maka pengelolaannya harus
dilaksanakan dengan tepat dan terpadu.
Amanat yang terdapat dalam PP 20/2006 adalah pembagian wewenang
pengelolaan sistem irigasi, penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi, dan
penyelenggaraan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Berdasarkan luasannya
pengelolaan daerah irigasi (DI) dibagi menjadi 3 (tiga) kewenangan meliputi: 3.000
ha menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, 3.000 ha - 1.000 ha menjadi tanggung
jawab pemerintah Provinsi, dan < 1.000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah
Kabupaten. Pengelolaan di jaringan primer dan sekunder menjadi tanggung jawab
pemerintah, petani bertangung jawab terhadap pengelolaan di jaringan tersier.
Kelembagaan pengelolaan irigasi meliputi lembaga atau dinas yang membidangi
irigasi, Komisi Irigasi, dan P3A/GP3A. Adapun partisipasi masyarakat petani dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal,
pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan,
operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Partsipasinya dapat berupa sumbangan
pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana.
Sejak tahun 1997, Pemerintah Pusat memulai program untuk reformasi
kelembagaan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien,
akuntabel, dan berkelanjutan. Tujuannya adalah peningkatan peran serta (partisipasi)
masyarakat dalam mengelola fasilitas umum dan desentralisasi seperti yang
diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah1.
Sejalan dengan program Pemerintah tersebut Bank Dunia yang telah lama
mengikuti perkembangan perubahan peraturan yang ada di Indonesia menyediakan
dana untuk membantu Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan tersebut. Bank
Dunia telah terlibat dalam program JWIMP (Java Irrigation Improvement and Water
Management Project 1992-2002) dan WATSAL (Water Resources Sector Adjustment
Loan 1999-2003) yang merupakan program yang membantu pelaksanaan reformasi
pengelolaan irigasi dan penguatan kelembagaan P3A/GP3A yang dipusatkan di Pulau
Jawa. Program tersebut diikuti dengan IWIRIP (2001-2004) dengan tujuan yang sama
yang dilaksanakan di luar Pulau Jawa. Melihat dari pengalaman program-program

1
Preparation of Program Implementation Plan Phase I, 2004
tersebut Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia meluncurkan program WISMP
(Water Resources and Irrigation Sector Management Program).
WISMP merefleksikan pendekatan baru dalam pembangunan berbasis sektoral
untuk menjawab tantangan pelaksaan reformasi. Hal itu disebabkan karena kapasitas
kelembagaan, pemerintah daerah, dan petani dinilai masih memiliki kapasitas yang
lemah dan pengalaman yang kurang. Adapun tujuan program secara detail adalah:
penyempurnaan sistem pengaturan, pengelolaan lembaga, keberlajutan fiskal,
perencanaan dan kinerja dalam pengelolaan sumberdaya air dan irigasi dan fasilitasi
untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi2. Yang
menjadi sasaran program WISMP adalah sektor pengelolaan sumber daya air dan
sektor pengelolaan jaringan irigasi. Sektor pengelolaan sumber daya air tidak akan
dibahas dalam tesis ini meskipun tujuan utama program WISMP ini adalah
mengkonsolidasikan sektor sumberdaya air yang sudah didesentralisasi dan lembaga
pengelolaan irigasi partisipatif masyarakat.
Tujuan khusus untuk sektor pengelolaan jaringan irigasi adalah untuk
memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan, mendorong
kerjasama antar pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dengan pusat,
menata kelembagaan pemerintah daerah dan pusat, meningkatkan kualitas aparatur
pemerintah, meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah khususnya di
bidang pengelolaan sumber daya air serta rehabilitasi prasarana sungai prioritas dan
jaringan irigasi. Peserta WISMP adalah Provinsi dan Kabupaten yang pernah
mengikuti program JWIMP dan IWIRIP (Indonesia Water Resources and Irrigation
Reform Implementation Program) mengingat WISMP merupakan program lanjutan
dari program-program tersebut. Provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tengah. Program WISMP secara resmi dimulai pada tahun 2006.
Kabupaten Bogor yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat terpilih
mengikuti program WISMP bersama Kabupaten Cianjur, Karawang, Subang,
Sukabumi, Purwakarta, Bekasi, dan Bandung, karena di wilayah Kabupaten Bogor
terdapat 980 DI (43.608 ha) kewenangan pemerintah kabupaten, 8 DI kewenangan
provinsi karena letaknya yang lintas dengan kabupaten lain, serta 1 DI kewenangan
Pusat yang juga berbatasan dengan kabupaten lain. Kegiatan WISMP dilaksanakan
pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten Bogor sejumlah 10 DI
yang melibatkan 10 GP3A. Kegiatan-kegiatan pada WISMP pada dasarnya terbagi
dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahaan dan P3A, Peningkatan
Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan Irigasi Selektif, dan
Pendukung Pertanian Beririgasi. Dinas yang terlibat meliputi Badan Perencana
Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) serta
Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) sesuai pembagian peran yang ditetapkan
oleh Bappenas. Didalam pelaksanaan program WISMP Kabupaten Bogor, melalui
APBD, diharuskan menyediakan dana pendamping sebesar 20% dari besarnya dana
loan yang akan dianggarkan pada tahun berjalan. Dengan dana pinjaman dari Bank
Dunia dan dana pendamping dari APBD tersebut Kabupaten Bogor melaksanakan
kegiatan WISMP.
Setelah keikutsertaan WISMP Kabupaten Bogor selama 2006-2010 perlu
dievaluasi perkembangan yang telah ada serta bagaimana dampaknya terhadap
kebijakan pengelolaan irigasi secara partisipatif dalam kebijakan pengelolaan irigasi

2
Project Management Manual WISMP, 2005
di Kabupaten Bogor. Maka tesis ini disusun untuk mengetahui dampak dari
pelaksanaan kegiatan WISMP terhadap lembaga petani sebagai pelaksana
pengelolaan irigasi di Kabupaten Bogor meliputi dampak terhadap kelembagaan
pengelolaan irigasi, kondisi jaringan irigasi dan tata kelola airnya. Aspek-aspek
tersebut sesuai tujuan khusus pelaksanaan WISMP khususnya untuk pengelolaan
irigasi secara partisipatif. Lebih jauh, analisa penerapan kebijakan pengelolaan irigasi
secara partisipatif juga perlu dicarikan strategi untuk bisa dilanjutkan setelah
berakhirnya program WISMP.

Perumusan Masalah
Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait
pengelolaan irigasi secara partisipatif yaitu Bappeda, DBMP, dan Distanhut. Kegiatan
yang dilaksanakan meliputi kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan
P3A/GP3A, Peningkatan Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan
Irigasi Selektif, dan Pendukung Pertanian Beririgasi, Setiap tahunnya para pihak
menyusun rencana kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan
secara paralel sesuai pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan masing-masing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan
akhir peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani.
Sehingga pada awal evaluasi perlu dilihat dan dianalisa Bagaimanakah kinerja
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program
WISMP I pada lima tahun pertama ini sudah sesuai dengan yang
direncanakan?.
Penguatan kapasitas (pemberdayaan) kelembagaan pengelolaan irigasi
mempunyai peran sangat penting dalam usaha melaksanakan keberlanjutan
pengelolaan irigasi secara partisipatif. Mengingat kelembagaan pengelolaan irigasi
bersifat lintas instansi dan melibatkan beberapa organisasi, maka sangat penting
untuk merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A), sehingga dapat diambil langkah-langkah strategis yang tepat
dalam pengembangan program tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bogor terutama
untuk mendukung keberlanjutan pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran aktual tentang kondisi
lembaga petani yaitu Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten
Bogor, baik yang menerima program maupun yang tidak menerima program WISMP
dan sebagai bahan pembelajaran untuk pengambilan kebijakan selanjutnya bagi
pemerintah daerah. Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan dasar untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang komprehensif dan
representatif. Namun berdasarkan perumusan masalah di atas, secara spesifik tujuan
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP dan bukan penerima
program WISMP.
2. Merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A).

Manfaat Penelitian
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
pengelolaan irigasi secara partisipatif di daerah lain seperti yang diamanatkan dalam
PP 20/2006 tentang Irigasi. Lebih jauh hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor tentang hasil pelaksanaan
WISMP dan pertimbangan kelanjutan program dalam kerangka kebijakan
pengelolaan irigasi Kabupaten Bogor.
Selanjutnya kajian ini merupakan media penerapan ilmu pengetahuan yang di
peroleh bagi penulis. Dan yang terakhir, kajian ini bermanfaat sebagai bahan
informasi dan rujukan bagi penulisan dan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian


Secara umum Program WISMP terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan
kegiatan seperti kegiatan penyerahan kewenangan, pembinaan, pelatihan, motivasi,
fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit
pengelolaan irigasi. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji pelaksanaan program
WISMP APL Tahap I yang telah dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2006 sampai
dengan tahun 2010, dan pengambilan data sampel untuk penelitian ini adalah pada
akhir pelaksanaan APL I yaitu dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Supaya penelitian
dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua indikator kinerja
kegiatan Program WISMP ini diukur. Pengukuran dibatasi pada evaluasi dampak
kegiatan Program WISMP terhadap kinerja GP3A penerima manfaat. Dan
membatasi daerah penelitian pada GP3A Mitra Tani di Desa Karehkel dan GP3A
Leubak di Desa Leuwimekar Kecamatan Leuwiliang.

Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman pembaca terhadap isi tesis, maka penulis
membuat sistematika penulisan tesis dengan menguraikan isi pokok bab dari bab 1
sampai dengan bab terakhir. Bab 1 merupakan pendahuluan yang menguraikan latar
belakang, permasalahan, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan tinjauan pustaka
yang isinya menjelaskan pijakan teori apa yang digunakan dalam penelitian ini.
Selain pijakan teori, juga ditampilkan kajian empiris sebelumnya mengenai evaluasi
dampak program-program bantuan dana bergulir di Indonesia. Langkah ini perlu
dilakukan untuk melihat aspek mana yang telah dan belum dikaji oleh peneliti
sebelumnya.
Bab 3 merupakan metodologi penelitian yang menjelaskan metode apa yang
digunakan, data dan alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 4
menerangkan gambaran umum wilayah yang menjadi lokasi kajian. Bab 5 merupakan
pembahasan hasil analisis tentang pelaksanaan program WISMP, kinerja Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor dalam hal ini adalah Dinas Bina Marga dan Pengairan dan
analisis dampak pelaksanaan program WISMP terhadap GP3A. Bab 6 merupakan
hasil strategi pengembangan dan keberlanjutan program di Kabupaten Bogor yang
ingin disampaikan sebagai masukan alternatif strategi bagi pimpinan daerah dalam
menetukan arah kebijakan strategi yang tepat guna, mutu, waktu dan biaya. Terakhir
Bab 7 merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G3A)


Dalam rangka mendukung Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
Partisipatif (PPSIP) sesuai yang tertuang dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006
tentang Irigasi, perlu dilaksanakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani Pemakai
Air dalam hal ini adalah Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A).
Pemberdayaan GP3A merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
pengelolaan irigasi bagi petani pemakai air yang tergabung dalam wadah
organisasi GP3A.3
Pembaharuan kebijakan irigasi ini berjalan terus searah dengan
pengembangan dan pengalaman yang diperoleh pada pelaksanaan kebijakan
pengembangan irigasi yang diformulasikan dalam tahun 1987, yang memgandung
unsur-unsur yang sama. Namun kebijakan baru memberikan peran yang lebih
besar untuk pemberdayaan P3A dan Gabungan P3A (GP3A) yang lebih besar,
dengan prinsip satu sistem satu pengelolaan, dan lebih spesifik pada partisipasi
P3A dalam pengelolaan dan pendanaan sistem irigasi.
Program ini awalnya didasarkan atas Instruksi Presiden 3/1999, dan
disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 77/2001 dan Keputusan Menteri
lainnya mengenai penyerahan pengelolaan irigasi, pemberdayaan, pendanaan, dan
pendefinisian kembali tugas-tugas. Dengan disahkannya Undang-Undang Sumber
Daya Air No. 7/2004, PP77/2001 saat ini sedang disesuaikan dan dengan
demikian Keputusan Menteri juga harus disesuaikan sesuai Undang-Undang yang
baru.
Tujuan dari WISMP dalam rangka Pemeberdayaan GP3A adalah untuk
melanjutkan, mempertahankan dan memperbaiki program Pembaharuan
Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) di Indonesia.4
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) adalah istilah umum
untuk wadah kelembagaan dari sejumlah P3A yang memamfaatkan fasilitas
irigasi, yang bersepakat bekerjasama dalam pengelolaan pada sebagian daerah
irigasi atau pada tingkat sekunder.
Tujuan Pembentukan GP3A / IP3A
a. Untuk mengkoordinasikan anggota GP3A/IP3A yang ada diwilayah kerjanya
dalam rangka berpartisipasi pada penyelenggaraan pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi.
b. Untuk mengkoordinasikan peran serta anggotanya dalam pembagian,
pemberian dan penggunaan air irigasi diwilayah kerja GP3A/IP3A dengan
prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan irigasi.
c. Untuk mewakili perkumpulan petani pemakai air pada Komisi Irigasi
Kabupaten/Kota dan Komisi Irigasi Provinsi.

3
Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PT-PSP C 4. 2-2011)
4
WISMP Main Report, 2004
Secara umum pemberdayan P3A/GP3A/IP3A untuk memandirikan
lembaga/ organisasi tersebut dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan organisasi
sehingga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan
sistim irigasi partisipatif. Meskipun demikian, karena fungsi dan tugas P3A dalam
pengembangan dan pengelolaan irigasi sedikit berbeda dengan GP3A/IP3A, maka
sarana untuk menuju ke mandiri berbeda, dan tingkatan status hukum perlu
selektif sesuai kebutuhannya masing-masing
Pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air pada sistem irigasi (daerah
irigasi) ditujukan untuk memandirikan kelembagaan tersebut dalam bidang teknik,
sosial ekonomi, kelembagaan dan pembiayaan melalui perkuatan terhadap
organisasi sampai berstatus badan hukum, hak dan kewajiban anggota,
manajemen organisasi, pengakuan keberadaannya dan tanggung jawab
pengelolaan irigasi diwilayah kerjanya. Kemampuan teknis pengelolaan irigasi
dan teknis usaha tani. Kemampuan keuangan dan pengelolaannya dalam upaya
mengurangi ketergantungan dari pihak lain. Kemampuan kewirausahaan untuk
dapat menunjang jalannya roda organisasi dalam rangka membayar iuran
pengelolaan irigasi yang dimanfaatkan untuk pembiayaan pengelolaan jaringan
irigasi tersier dan jaringan irigasi lainnya yang menjadi tanggung jawabnya dan
partisipasi dalam pengelolaan jarigan irigasi primer dan sekunder yang menjadi
tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.
Program Pemberdayaan GP3A terdiri dari berbagai kegiatan seperti
kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan
teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi.
Program Pemberdayaan GP3A melalui kerjasama pengelolaan Irigsai secara
partisipatif, dilakukan untuk mengembangkan kemampuan GP3A di Kabupaten
Bogor yang memenuhi syarat untuk mengelola sistem irigasi secara partisipatif.
Sehingga apa yang dimaksud dengan pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan dapat tercapai.

Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management


Program)
Sejak krisis moneter pada tahun 1997, Pemerintah Indonesia telah
mempraksai program untuk reformasi kelembagaan, menuju perkembangan yang
berlanjut dan pemerintah yang efektif, efisien dan dapat dipertanggung jawabkan.
Tujuan pertamanya adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam
mengembangkan dan mengoperasikan fasilitas umum, seperti misalnya bangunan
prasarana sumber daya air dan jaringan irigasi, merubah peran Pemerintah dari
penyedia atau provider barang dan jasa menjadi pemberi peluang atau enabler
kepada masyarakat untuk memobilisasi kemampuannya sendiri dalam
memecahkan masalah. Tujuan kedua adalah desentralisasi keputusan Pemerintah
dan keuangan kepada propinsi dan kabupaten, yang diwujudkan dalam dua
Undang Undang (UU 22 dan 25) tahun 1999 dan diperbaiki dalam tahun 2004.
Bank Dunia melalui IWIRIP (Indonesia Water Resources and Irrigation
Reform Implementation Program), membantu Pemerintah Indonesia dalam
penyiapan WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management
Program). Tujuannya adalah (a) Memperbaiki pemerintahan sektor dengan
mengkonsolidasikan reformasi sektor dan memperkuat institusi-institusi rencana,
pengelolaan dan informasi pengelolaan baru yang dibentuk melalui WATSAL
(Water Resources Sector Loan) WATSAL; (b) Memperbaiki kinerja pengelolaan
sumber daya air dan irigasi melalui peningkatan kemampuan staf pemerintah dan
organinasi masyarakat irigasi, (c) Memperbaiki keberlanjutan fiskal sektor dengan
melaksanakan berbagai macam mekanisme pemulihan dana yang perlu
diperhatikan; dan (d) Melaksanakan program rehablitasi bergulir pada bangunan
prasarana sungai dan irigasi umum yang selektif dan stategis.
WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program)
merupakan program pemberdayaan (capacity building) atas pengembangan dan
pengelolaan sumber daya air yang dibiayai oleh dana dari bantuan luar negeri
(BLN). Disebutkan dalam PAD (Project Appraisal Document, 2005), WISMP
merupakan kelanjutan dari program Java Irrigation Improvement and Water
Resources Management Project (JIWMP; Loan 3762-IND) dan program
Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Project
(IWIRIP; Grant TF 027755). WISMP direncanakan akan diselenggarakan dalam
jangka waktu 10 tahun (2005-2015), yang pelaksanaannya dibagi dalam 3 tahap
yang disebut dengan Adaptable Program Loan (APL). APL 1 dilaksanakan dari
tahun 2006 - 2010, APL 2 dan 3 direncanakan akan dilaksanakan tahun 2011-
2015.

Tujuan Program Water Resources and Irrigation Sector Management Program


(WISMP)
WISMP - APL 1 memiliki tujuan umum sebagai berikut :
a) Menyempurnakan sistem perencanaan, pengaturan, kelembagaan, kinerja,
serta keberlanjutan fiskal dalam pengelolaan sumber daya air dan irigasi,
sesuai dengan kebijakan yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah,
UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Presiden
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
b) Melaksanakan fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi
pertanian beririgasi.

Sasaran Program WISMP


Dalam pelaksanaannya, WISMP dibagi atas 3 komponen utama : (a)
Komponen A -Perkuatan pengelolaan SDA wilayah sungai pada tingkat nasional
dan provinsi; (b) Komponen B - Perkuatan pengelolaan irigasi partisipatif pada
tingkat provinsi dan kabupaten; dan (c) Komponen C - Perkuatan pengelolaan
proyek di tingkat pusat.
Seperti yang diuraikan dalam Project Management Manual, 2005, kegiatan-
kegiatan dalam komponen B Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif adalah :
1. Pengembangan kemampuan P3A dan GP3A untuk dapat mengelola sistem
irigasi melalui pemberian (a) bantuan teknis dan pelayanan tenaga ahli untuk
membantu pelaksanaan; dan (b) pelatihan dan lokakarya antara lain untuk
pengembangan kemampuan teknis dan pengelolaan administrasi, mekanisme
pertukaran informasi diantara GP3A dan penentuan langkah untuk
memecahkan kendala yang muncul dalam mencapai tujuan bersama.
2. Mengembangkan kemampuan Dinas Pengairan/SDA, Bappeda, dan lembaga
terkait lainnya pada pengelolaan sumberdaya air di provinsi dan kabupaten
untuk pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif melalui penyediaan
(a) bantuan teknis untuk membantu antara lain dalamuntuk pembentukan
dan/atau pengembangan Komisi Irigasi dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi,
desain modul pelatihan untuk kemampuan komunikasi dan kemampuan O&P,
penentuan tingkat pelayanan irigasi, persiapan kemampuan pengelolaan aset
jaringan irigasi, pengembangan tata laksana jaminan mutu, persiapan
penyusunan harga satuan tenaga dan bahan dari Dinas, pengenalan tata laksana
anggaran kebutuhan nyata, dan kaji ulang serta pemutakhiran dari tata laksana
dan standar desain bangunan; (b) pelayanan tenaga ahli untuk kegiatan seperti
kalibrasi alat ukur dan bangunan bagi; (c) komputer, peralatan transportasi dan
komunikasi; dan (d) serangkaian pelatihan dan lokakarya.
3. Pengembangan layanan dukungan pertanian beririgasi di kabupaten dengan
GP3A yang terbentuk dan melaksanakan proyek pertanian beririgasi IAIP
(Irrigated Agriculture Improvement Program) melalui bantuan teknis
termasuk antara lain pelayanan penyuluhan terpadu), pelatihan UKM,
pengadaan peralatan pertanian, membangun gudang beras, fasilitas pemasaran,
dan penyediaan alokasi biaya sub proyek IAIP.

Selanjutnya kegiatan dalam Komponen B ini dibagi dalam 4 sub kegiatan yaitu:
1. B.1 Kemampuan Pemerintahan P3A dengan tujuan utama peningkatan kinerja
Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan irigasi partisipatif seperti
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan P3A, IP3A dan Komisi
Irigasi Kabupaten/Provinsi;
2. B.2 Kemampuan Dinas Pengairan/Irigasi dengan tujuan utama peningkatan
kinerja pelayanan irigasi oleh dinas yang membidangi irigasi;
3. B.3 Perbaikan Pendanaan Dinas Pengairan dengan tujuan utama peningkatan
keberfungsian dan keberlanjutan sistem pembiayaan untuk pengelolaan irigasi;
4. B.4 Program Bantuan Pertanian Beririgasi dengan tujuan utama meningkatnya
produksi pertanian dan pendapatan petani di daerah proyek melalui penyediaan
air yang lebih baik, fasilitasi layanan sarana produksi dan akses perolehan
kredit usaha tani.

Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif


Bantuan luar negeri yang digunakan untuk membiayai WISMP bersumber
dari : (1) Bank Dunia sebesar USD 45.000.000; (2) IDA (International
Development Assistance) Credit Nomor 3807-IND sebesar IDR 17.900.000; dan
(3) Grant dari Pemerintah Belanda Nomor TF 052124 sebesar USD 14.000.000.
Pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam WISMP dilakukan dengan sistem sharing
80% BLN (Loan/Credit/Grant) dan 20% pemerintah (APBN/APBDP/APBDK).
Kesepakatan pelaksanaan WISMP yang tertuang dalam Loan
Agreement/Development Credit Agreement/Grant Agreement ditandatangani pada
tanggal 24 Juni 2005 (Project Management Manual WISMP, 2005).

Seperti diamanatkan dalam PP 20/2006 Pengembangan dan pengelolaan


sistem irigasi dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
dengan mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani dalam
keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi. Sehingga pemberdayaan perkumpulan petani pemakai
air dan Dinas atau instansi kabupaten/kota atau provinsi yang terkait di bidang
irigasi harus ditingkatkan kapasitasnya secara berkesinambungan. Selanjutnya,
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan
memaksimalkan penggunaan sumber daya air baik yang berupa air hujan, air
permukaan, dan air tanah. Namun demikian PP 20/2006 menyebutkan bahwa
pemanfaatan yang maksimal adalah air permukaan.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip
satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan dengan
memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di
bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras. Hal tersebut untuk menghindari
adanya ketidakadilan dan menghilangkan potensi konflik antara hulu dan hilir.
Kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah, perkumpulan
petani pemakai air, dan komisi irigasi merupakan pihak-pihak yang
bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan irigasi
partisipatif.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi disusun dengan
memegang prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan
pengelolaan. Selanjutnya, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
dilaksanakan secara partisipatif dilakukan dengan pengaturan kembali tugas,
wewenang, dan tanggung jawab kelembagaan pengelolaan irigasi, pemberdayaan
perkumpulan petani pemakai air, penyempurnaan sistem pembiayaan
pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk mewujudkan keberlanjutan
sistem irigasi. Prinsip partisipatif dalam keseluruhan proses pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi diawali dari pemikiran awal, pengambilan keputusan,
dan pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, pembangunan, peningkatan,
operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Kemudian, Pemerintah, pemerintah
provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
memfasilitasi dan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan perkumpulan
petani pemakai air dengan tidak melupakan prinsip kemandirian (PP 20/2006).
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang efisien dan
efektif diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi dan hak guna air
untuk irigasi. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan (Project Implementation
Plan WISMP, 2004):
a. adanya pergeseran nilai air dari sumber daya air milik bersama yang
melimpah dan dapat dimanfaatkan tanpa biaya menjadi sumber daya yang
bernilai ekonomi dan berfungsi sosial;
b. terjadinya kerawanan ketersediaan air secara nasional;
c. meningkatnya persaingan pemanfaatan air antara irigasi dengan penggunaan
oleh sektor-sektor lain;
d. makin meluasnya alih fungsi lahan irigasi untuk kepentingan lainnya.
Sesuai dengan kenyataan tersebut di atas, pemerintah, pemerintah provinsi,
atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyediakan
pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder,
sedangkan perkumpulan petani pemakai air dapat berperan serta.
Perkumpulan petani pemakai air menyediakan pembiayaan pengembangan
dan pengelolaan sistem irigasi yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan
pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai
kewenangannya dapat membantu sesuai permintaan perkumpulan petani pemakai
air dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Kelembagaan Pengelolaan Irigasi


Dalam PP 20/2006 Bab III mengenai Kelembagaan Pengelolaan Irigasi
(KPI), yang termasuk dalam KPI adalah instansi pemerintah yang membidangi
irigasi, perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi. KPI dibentuk oleh
pemerintah untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi. Mengenai
perangkat KPI dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Instansi Pemerintah yang membidangi irigasi
Sesuai dengan tingkatannya maka instansi pemerintah yang membidangi
irigasi ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi
Pemerintah Pusat Provinsi Kabupaten/Kota
Bappenas Bappeda Provinsi Bappeda
Kementerian Pekerjaan Dinas PU / PSDA Kabupaten/Kota
Umum Provinsi Dinas PU / PSDA
Kementerian Dalam Negeri Dinas Pertanian Kabupaten/Kota
Kementerian Pertanian Provinsi Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota

b. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)


Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33/PRT/2007 tentang
Pedoman Pemberdayaan P3A (Permen PU 33/2007) disebutkan petani pemakai
air adalah semua petani yang mendapat manfaat secara langsung dari pengelolaan
air dan jaringan irigasi, termasuk irigasi pompa yang meliputi pemilik sawah,
penggarap sawah, penyakap sawah, pemilik kolam ikan yang mendapat air irigasi,
dan badan usaha di bidang pertanian yang memanfaatkan air irigasi. Perkumpulan
petani pemakai air atau disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang
menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau
desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga
lokal pengelola irigasi. Sedangkan gabungan petani pemakai air atau disebut
GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama
memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder,
gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.pada beberapa daerah
irigasi terdapat Induk perkumpulan petani pemakai air atau disebut IP3A adalah
kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan
air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan
beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi. Adapun pemberdayaan
perkumpulan petani pemakai air diartikan sebagai upaya penguatan dan
peningkatan kemampuan P3A/GP3A/IP3A yang meliputi aspek kelembagaan,
teknis dan pembiayaan dengan dasar keberpihakan kepada petani melalui
pembentukan, pelatihan, pendampingan, dan menumbuhkembangkan partisipasi
(Permen PU 33/2007). Adapun Nama-nama GP3A tersebut dapat di lihat pada
Tabel 2.2 dan Tabel 2.3
Tabel 2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
Luas Badan Hukum
No Daerah Irigasi Areal Nama GP3A Desa Kecamatan
Sudah Belum
(Ha)
1 Cidurian Sodong 740 Sodong Saluyu Pangaur Jasinga
Sendung
2 Cidurian Sendung 482 Sipak Jasinga
Lestari
3 Cianteun Cigatet 421 Mitra Tani Karehkel Leuwiliang
Cibungbulan
4 Cigamea 502 Seulir Julangga Sukamaju
g
5 Cigambreng 177 Sauyunan Tapos 1 Tenjolaya
Marayana
6 Cimarayana 315 Cinangneng Ciampea
Mukti
7 Situbala 96 Harum Sari Purwasari Darmaga
8 Cibeet Cikompeni 790 Ciunjang Jaya Sirnasari Tanjung Sari
9 Ciomas Tonjong 410 Tirta Buana Cikutamahi Cariu
10 Cipamingkis Leungsir 703 Sugih Mukti Sukasirna Jonggol
Sumber : DBMP Kab. Bogor

Tabel 2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
Luas Badan
No Daerah Irigasi Areal Nama GP3A Desa Kecamatan Hukum
(Ha) Sudah Belum
Klapa
1 Cibuntu 219 Maju Jaya Cibuntu
Nunggal
2 Cicadas 191 Giri Setra Cicadas Ciampea
3 Cikahuripan 501 Giri Saluyu Sukawening Dramaga
4 Cigede 338 Tirta Harmonis Gunung Bunder I Pamijahan
Darma
5 Cinangka 146 Cinangka Ciampea
Sauyunan
6 Citeureup 125 Leubak Leuwimekar Leuwiliang
7 Cihideung 166 Tirta Tani Cihideung Ilir Ciampea
8 Cibarengkok 790 Banyu Agung Pasir Gaok RancaBungur
9 Cinagara 194 Mina Pelita Cinagara Caringin
10 Angke 40 Mina Tirta Kemang Kemang
Sumber : DBMP Kab. Bogor

c. Komisi Irigasi
Komisi Irigasi dibentuk berjenjang pada tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi dan antar provinsi. Keanggotaan komisi irigasi beranggotakan wakil
pemerintah kabupaten/kota/provinsi/provinsi terkait, wakil komisi irigasi
kabupaten/kota/provinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan
wakil kelompok pengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasi dengan prinsip
keanggotaan proporsional dan keterwakilan.
Pada dasarnya tugas Komisi irigasi kabupaten/kota/provinsi membantu
bupati/walikota/gubernur terkait untuk : a). merumuskan kebijakan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi; b). merumuskan
pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam kabupaten/kota (khusus
Komisi Irigasi kabupaten/kota); c). merumuskan rencana tahunan penyediaan air
irigasi; d). merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi
bagi pertanian dan keperluan lainnya; e). merekomendasikan prioritas alokasi
dana pengelolaan irigasi; dan f). memberikan pertimbangan mengenai izin alih
fungsi lahan beririgasi (khusus Komisi Irigasi kabupaten/kota).
Lebih lanjut mengenai Komisi Irigasi diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007 tentang Komisi Irigasi.

d. Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia di sini adalah semua orang yang terlibat secara
langsung dalam usaha pengelolaan sistem irigasi. Assesment terhadap sumber
daya manusia harus meliputi kualitas, kuantitas, status, jabatan, dan kompetensi.
Kajian permasalahan dan hambatan dalam SDM serta rekomendasi
pemberdayaannya.

Kinerja Oranisasi
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan kesan
buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot.
Kinerja menurut Mangkunegara (2000) Kinerja ( prestasi kerja ) adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kemudian menurut Sulistiyani (2003) Kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya. Hasibuan (2001) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu. Menurut Whitmore (1997) Kinerja adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu
perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan. Menurut Cushway
(2002) Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan
dengan target yang telah ditentukan.
Menurut Rivai (2004) mengemukakan kinerja adalah merupakan perilaku
yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut Mathis et al.
Terjamahaan Sadeli et al. (2001), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Menurut Witmore
dalam Coaching for Perfomance (1997) kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran
umum keterampilan.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil
suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau
perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan
operasional. Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
(a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri,
(d) kompetensi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja


Menurut Mathis et al. (2001) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
individu tenaga kerja, yaitu: 1) Kemampuan mereka, 2) Motivasi, 3) Dukungan
yang diterima, 4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) Hubungan
mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
(output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang
diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2000)
menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor
kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu
pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b.
Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental
merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai
potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara
(2001), berpendapat bahwa Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi
dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja.
Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu
mencapai prestasi kerja (performance) dengan predikat terpuji. Selanjutnya
Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif
yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil
risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang
menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik
yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari
kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut
Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1) Faktor individu
: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat
sosial dan demografi seseorang. 2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap,
kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3) Faktor organisasi : struktur
organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward
system). Menurut Kopelman (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah: karakteristik individual (individual characteristics), karakteristik
organisasi (organizational charasteristic), dan karakteristik kerja (work
characteristics). Lebih lanjut oleh Kopelman dijelaskan bahwa kinerja selain
dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga sangat tergantung dari karakteristik
individu seperti kemampuan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, norma dan
nilai.
Dalam kaitannya dengan konsep kinerja, terlihat bahwa karakteristik
individu seperti kepribadian, umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan suku
bangsa, keadaan sosial ekonomi, pengalaman terhadap keadaan yang lalu, akan
menentukan perilaku kerja dan produktivitas kerja, baik individu maupun
organisasi sehingga hal tersebut akan menimbulkan kepuasan bagi pelanggan atau
pasien. Karakteristik individu selain dipengaruhi oleh lingkungan, juga
dipengaruhi oleh: 1) karakteristik orgnisasi seperti reward system, seleksi dan
pelatihan, struktur organisasi, visi dan misi organisasi serta kepemimpinan; 2)
karakteristik pekerjaan, seperti deskripsi pekerjaan, desain pekerjaan dan jadwal
kerja.
Kinerja Kelompok Tani
Berbagai penelitian tentang kelompok tani telah dilakukan dengan tolok
ukur yang berbeda-beda. Perbedaan tolok ukur ini mungkin disebabkan peneliti
belum mengetahui tolok ukur yang ada, atau telah mengetahui tetapi tidak
mungkin menerapkannya karena berbagai keterbatasan. Faktor lainnya adalah
peneliti mempunyai kepentingan tertentu terhadap suatu aspek yang hendak
diteliti. Zakiah et al. (2000) telah mengamati dinamika kelompok tani berdasarkan
SK Mentan No. 41/Kpts/OT.210/1992 di wilayah Proyek Pengembangan Lahan
Rawa Terpadu (Integrated Swamps Development Project = ISDP). Proyek ini
implementasinya dimulai tahun 1994/95 sampai 2000 di Riau, Jambi, Palembang,
dan Kalimantan Barat. Disimpulkan oleh Zakiah et al. (2000) bahwa menurunnya
dinamika kelompok disebabkan oleh faktor teknis dan faktor sosial. Faktor teknis
di antaranya adalah kegagalan panen oleh berbagai sebab seperti serangan hama
dan kondisi air, sedang kan faktor sosial yang utama adalah realisasi dari
perencanaan yang sudah disepakati yang selalu tidak bisa ditepati. Faktor sosial
lainnya adalah kurangnya kepercayaan anggota terhadap pengurus dalam
mengelola modal kelompok, keberadaan petugas yang dapat membina kelompok,
dan rendahnya kemampuan untuk menjalin hubungan dengan lembaga lain
khususnya dengan koperasi unit desa (KUD).

Strategi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun
waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja,
memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-
prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan
memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif5 .
Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan
yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan
perumusan serangkai kebijakan (policy formulation method and technique).
Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan
kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi
berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri, 2008)
Ada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni
meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional). Sementara
strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan akan benar-
benar beroperasi di sana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana perusahaan
akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih. Dan strategi tingkat
operasional akan menentukan bagaimana masing-masing bidang fungsional
(seperti sumber daya manusia atau akuntansi) benar-benar akan mendukung
strategi-strategi bisnis dan korporasi. Semua strategi ini harus berkaitan erat untuk
memastikan bahwa organisasi bergerak ke arah yang menyatu.
Data dari pemantauan lingkungan ini kemudian digunakan untuk membuat
rencana strategis bagi organisasi - yang kemudian dilaksanakan. Sebuah pepatah
lama menyatakan bahwa "gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan
untuk gagal. Jika sebuah organisasi tidak merencanakan arahnya, dia juga

5
wikipedia. 2011
terbilang tidak mengambil kendali atas masa depannya. Tahap implementasi
melibatkan hampir semua anggota organisasi. Akibatnya, perusahaan akan perlu
melibatkan lebih banyak karyawan dalam tahap perencanaan. Sementara perhatian
historis lebih diberikan untuk tahap perencanaan, organisasi saat ini yang cerdik
juga menyadari sifat kritis dari aspek pelaksanaan. Rencana terbaik tak ada artinya
jika implementasinya cacat.
Komponen terakhir dari manajemen strategis adalah evaluasi dan
pemantauan kemajuan perusahaan ke arah sasaran strategisnya. Organisasi-
organisasi yang meyakini bahwa proses terbilang selesai setelah rencana
diimplementasikan hanya akan menemukan diri mereka menemui kegagalan.
Penting sekali bagi organisasi untuk terus memantau kemajuannya.
Menurut Adisasmita (2006), dalam mewujudkan tujuan pembangunan
masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi :
1. Strategi pembangunan (growth strategy)
2. Strategi kesejahteraan (welfare strategy)
3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy)
4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy).
Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan
strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah
memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong
menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama,
pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian
pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan
masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa
dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih
luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme
perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up yang melibatkan peran serta
masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan.
Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada :
1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi
perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis,
jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran.
2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang
dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan sosial
masyarakat perdesaan.
3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk
mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan sosial
masyarakat.
4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang
kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan.
5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat
perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan
petani dan nelayan.
6. Penciptaan iklim sosial yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya
pemerintahan di perdesaan.
Kajian Empiris Terdahulu
Beberapa studi terkait dengan peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (GP3A), diantaranya seperti yang dilakukan oleh Caesarion
(2011), melakukan penelitian mengenai efektivitas program PUAP terhadap
kinerja usaha kecil dengan menggunakan metode statistik analisis regresi linier
berganda. Variabel yang digunakan adalah kesesuaian perencanaan dengan
pelaksanaan kegiatan usaha tani; pengembangan agribisnis perdesaan;
pengembangan usaha mikro; dan peran pendampingan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa setelah adanya bantuan program PUAP kinerja usaha kecil
pertanian menjadi lebih efektif.
1) Santosa et al. (2003) pendekatan penelitian evaluasi dampak yang dilakukan
adalah dengan menggunakan metode ESCAP (Economic and Social
Commision for Asian and Pacific) yakni dengan menilai beberapa indikator
seperti peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, efisiensi
penyaluran program dan kelangsungan dana. Program penanggulangan
kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai
Program Kerja Mandiri dan Proyek Pembangunan Fisik dalam Program PPK
yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya. Hasil kesimpulan dari
penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir lebih
berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding
dengan program padat karya.
2) Ravallion et al. (2005) melakukan evaluasi dampak pelaksanaan Program
Trajabar di Argentina. Penelitian ini bertujuan untuk melihat evaluasi dampak
(Impact Evaluation) tentang manfaat yang diperoleh orang miskin dari pasar
tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam mengukur evaluasi dampak ini
adalah Selisih-dalam selisih (Difference-in-difference). Evaluasi dampak yang
dilakukan menyangkut aspek tingkat pendapatan, tingkat partisipasi orang
miskin, dan tingkat pengangguran. Langkah yang dilakukan adalah
menghitung perubahan tingkat pendapatan orang miskin yang mengikuti
program Trajabar sebelum intervensi program (baseline) dan setelah adanya
intervensi. Selain itu dilakukan juga proses netting-out dengan membentuk
Kelompok Kontrol sehingga diperoleh besar dampak yang ditimbulkan dari
program tersebut.
3) Chandra et al. (2010) melakukan pendekatan evaluasi dampak pelaksanaan
program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan evaluasi
kualitatif yakni mengukur penilaian baik, sedang, dan buruk dari suatu
program dengan menitikberatkan pada proses pelaksanaan program mulai
dari input, proses, output, outcome, dan benefit.
4) Akbar (2011) melakukan penelitian mengenai Strategi Keberlanjutan
Program PUAP di Kabupaten Karawang dengan menganalisis pada kinerja
gapoktan penerima PUAP dengan metode analisis yang digunakan adalah
Importance Performance Analysis (IPA), Analisis Pendapatan Petani,
Evaluasi Faktor Internal (IFE- Internal Factor Evaluation), Evaluasi Faktor
Ekxternal (EFE- Eksternal Factor Evaluation), Analisis SWOT (Strengths-
Weaknesses-Opportunities-Threats) dan Analisis QSPM (Quantitative
Strategies Planning Matrix). Hasil analisis dan kajiannya memperioritaskan
strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek peningkatan
kualitas dan kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang.
Posisi penelitian ini adalah mengacu pada Akbar (2011) dan Ravallion et al.
(2005). Penulis membatasi evaluasi yang dianalisis pada dampak peningkatan
pendapatan penerima program WISMP. Penulis tertarik untuk meneliti kinerja
GP3A penerima program dan bukan penerima program GP3A terhadap tingkat
pendapatan petani, karena menurut penulis kinerja kelembagaan petani (GP3A)
dan tingkat pendapatan merupakan variabel yang langsung dirasakan oleh petani
dan juga merupakan indikator kemajuan dan prestasi kelompok dan masyarakat.
Selain itu penelitian ini juga dilakukan karena evaluasi dampak pelaksanaan
program WISMP terhadap peningkatan kinerja dan tingkat pendapatan petani
belum pernah dilakukan. Padahal penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor sebagai pelaksana program di daerah, juga bagi stakeholder lainnya untuk
mengetahui sejauhmana indikator-indikator tujuan program dapat dicapai.
III. METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian tentang strategi
peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Program WISMP yang prakarsai
oleh Direktorat Jederal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sejak
tahun 2005 dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam
pengelolaan air irigasi dan meningkatkan kesejahteraan.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga Ibu Kota Negara
Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin
sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri. Sampai
tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunaakan untuk sawah yaitu sekitar
hanya 18 % dari seluruh luas lahan yang ada di Kabupaten Bogor, luas lahan
sawah pad tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunakan irigasi
mencapai 81,10 %.
Penelitian ini dimulai dengan pengindetifikasian objek GP3A yang ada di
Kabupaten Bogor. Kemudian dilakukan penentuan objek penelitian yang dapat
mempengaruhi berkembangnya pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten
Bogor. Metode ini menggunakan data primer yakni melalui kuisioner dan
serangkaian wawancara langsung. Sumber data primer diperoleh dari responden
yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), responden yang dipilih
dianggap mempunyai pengetahuan, kemampuan dan beberapa pihak yang
berkepentingan.
Penilaian kinerja GP3A Mitra Tani dianalisis dengan menggunakan metode
Importance Performance Analysis. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan
dianalisis sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap
permasalahan dalam penelitian ini.
Dalam memperoleh strategi yang diinginkan untuk Pengelolaan Irigasi
Partisipatif di Kabupaten Bogor, selanjutnya dengan analisa SWOT dilakukan
pemilahan mana yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
nantinya diharapkan mampu memetakan kondisi yang ada, sehingga dapat dibuat
strategi kebijakan yang terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan
strategi WT.
Hasil strategi yang dilakukan dari analisis SWOT akan didapatkan beberapa
alternatif strategi pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten
Bogor. Kemudian dilakukan penyususnan matriks Quantitatif Strategy Planing
(QSP) untuk mendapatkan strategi pengembangan yang di inginkan.
Kerangka pemikiran kajian tentang Evaluasi Pelaksanaan Program Water
Resources and Irrigation Project (WISMP) Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan
Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor disajikan dalam Gambar 3.1.
PERMASALAHAN
Rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan
kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan
irigasi partisipatif

Pemerintah Pusat
Bappenas, WORLD BANK
Kementerian PU

Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor PROGRAM
Dinas Bina Marga WISMP APL I
dan Pengairan

Kinerja GP3A Kinerja GP3A


Tanpa Program Dengan Program
WISMP WISMP

Evaluasi
Peran Kelembagaan
Kesejahteraan Petani
Produktifitas Usaha Tani

Analisis SWOT

STRATEGI PENGEMBANGAN
Quantitif Strategi
PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF
Planing Matrik
DI KABUPATEN BOGOR

Gambar 3.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran


Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian secara umum ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor, khususnya
pada Daerah Irigasi yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang, yang sudah memiliki
pengurus GP3A, sebanyak 1 Daerah Irigasi dalam masa periode pelaksanaan
program WISMP I (2005-2010), dan 1 Daerah Irigasi yang belum menerima
program WISMP 1. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia dengan
jumlah penduduk terbanyak di provinsi Jawa Barat. Sejak pelaksanaan kegiatan
Program WISMP tahun 2007 belum pernah dilakukan evaluasi dampak terhadap
peningkatan pendapatan petani penerima manfaat oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor sebagai pelaksana Program WISMP di Kabupaten Bogor.
Mengingat segala upaya yang telah dilakukan untuk program ini, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan program dan dana yang dialokasikan, evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan Program WISMP di Kabupaten Bogor harus dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana indikator keberhasilan program tercapai, sehingga
penggunaan segala sumber daya tersebut tidak sia-sia. Pengambilan sampel
dilaksanakan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 2013, dalam dua
priode, priode kedua selama 30 hari, merupakan priode evaluasi dan melengkapi
kekurangan data yang telah diperoleh pada priode pertama.

Metode Pengumpulan Data


Dilihat dari sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan data
primer dan data sekunder (Kuncoro, 2003). Data sekunder yaitu data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada
masyarakat pengguna data. Dalam hal ini penulis menggunakan dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan program WISMP dari berbagai lembaga
pemerintah seperti Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum
berupa dokumen Project Appraisal Document (PAD), Project Implementation
Program (PIP) dan Project Management Manual (PMM) serta dari Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kabuapten Bogor, Kantor Kecamatan Leuwiliang, Kantor
Desa Karehkel, Kantor Desa Barengkok, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bogor baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan
Program WISMP.
Data primer adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan yang
menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro, 2003). Data
primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang selengkapnya
disajikan dalam lampiran yang ditujukan kepada GP3A penerima manfaat dan
GP3A bukan penerima manfaat. Selain kuesioner, untuk memperdalam
pemahaman terhadap masalah yang sedang diteliti, penulis juga melakukan
wawancara (interview) pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan
program WISMP di GP3A, antara lain dengan Kepala GP3A dan pengurusnya,
pendamping/penyuluh yang mendampingi GP3A tersebut.

Metoda Pengambilan Contoh


Kecamatan Leuwiliang dipilih secara purposive sebagai lokasi contoh,
selanjutnya pada kecamatan terpilih ditentukan 2 desa sebagai lokasi penelitian.
Penentuan desa terpilih berdasarkan penyebaran jumlah kelompok tani penerima
program WISMP antara tahun 2006 sampai tahun 2010. Dua desa terpilih adalah
Desa Karehkel dan Desa Leuwimekar.
Pengambilan contoh dilakukan terhadap GP3A Mitra Tani pada DI Cianten
Cigatet yang berlokasi di Desa Karehkel sebagai penerima manfaat Program
WISMP dan GP3A Leubak pada DI Citeureup yang berlokasi di Desa
Leuwimekar sebagai bukan penerima manfaat Program WISMP dipilih secara
purposive sebagai lokasi contoh, alasan pertimbangan pemilihan GP3A Mitra
Tani dan GP3A Leubak dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Keberadaan GP3A Mitra Tani sudah terbentuk sejak awal dimulainya
program WISMP sebagai lembaga otonom dari unit usaha GP3A penerima
bantuan dana WISMP. GP3A Mitra Tani merupakan GP3A yang sudah lama
berdiri di antara rata-rata GP3A lainnya.
2. Kelengkapan administrasi juga merupakan salah satu penilaian didalam
menentukan GP3A yang dipilih untuk penelitian.
3. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Karehkel dan Desa
Leuwimekar adalah buruh dan petani dengan jumlah warga miskinnya hampir
merata.
4. GP3A Leubak pada DI Citeureup Desa Leuwimekar sebagai kelompok yang
tidak/belum pernah menerima program WISMP hanya dari dana APBD saja.

Jumlah pengambilan petani contoh dilakukan secara proporsional. Total


petani contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 petani contoh
dengan pembagian 15 petani contoh penerima program WISMP dan 15 petani
contoh bukan penerima program WISMP.

Tabel 3.1 Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor


Luas Badan
No Daerah Irigasi Areal Nama GP3A dan P3A Desa Kecamatan Hukum
(Ha) Sudah Belum
Leuwilian
1 Cianteun Cigatet 421 Mitra Tani Karehkel
g
Anggota :
22 P3A Hegar Mukti Barengkok
71 P3A Mekar Tani Leuwimekar
73 P3A Cinta Damai Cibeber I
75 P3A Laksana Paritas Leuwiliang
180 P3A Sugih Tani Karehkel

Leuwilian
2 Citeureup 125 Leubak Leuwimekar
g
Anggota :
75 P3A Sugih Mukti Barengkok
50 P3A Suka Asih Leuwimekar
Sumber : DBMP Kab. Bogor

Metode analisis SWOT dan QSPM dilakukan secara purposive terhadap


pengambil kebijakan pelaksanaan program WISMP yaitu Ketua GP3A 2 orang,
Tenaga Pendamping Masyarakat 2 orang, Staf Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor 2 orang, Staf Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor 2 orang dan Staf Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kabupaten Bogor 2 orang.
Metoda Analisis
Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum mengenai
pelaksanaan pengelolaan program WISMP di GP3A Mitra Tani. Penilaian kinerja
GP3A Mitra Tani dianalisis dengan menggunakan metode Importance
Performance Analysis. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis
sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap permasalahan
dalam penelitian ini.

Metode Importance Performance Analysis (IPA)


IPA bertujuan untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor- faktor
pelayanan yang menurut pelanggan sangat memengaruhi loyalitas dan kepuasan
mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut pelanggan perlu ditingkatkan
karena kondisi saat ini belum memuaskan pelanggan. IPA menyatukan
pengukuran faktor tingkat kinerja (performance) dan tingkat kepentingan
(importance) yang kemudian digambarkan dalam diagram dua dimensi yaitu
diagram importance-performance untuk mendapatkan usulan praktis dan
memudahkan penjelasan data. Grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran
berdasarkan hasil pengukuran importance-performance seperti yang terlihat pada
Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Kuadran Importance-Performance Analysis


Kuadran yang terdapat pada Gambar 3.2, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kuadran A, Concentrate Here menunjukkan faktor atau atribut yang


dianggap sangat penting, namun memperlihatkan tingkat kepuasan yang rendah
menurut pelanggan.
2. Kuadran B, Keep up with The Good Work menunjukkan unsur pokok yang
sudah ada pada produk sehingga wajib dipertahankan karena dianggap sangat
penting dan memuaskan pelanggan.
3. Kuadran C, Low Priority menunjukkan faktor yang kurang penting
pengaruhnya bagi pelanggan (keberadaannya biasa-biasa saja) dan dianggap
kurang memuaskan.
4. Kuadran D, Possible Overkill menunjukkan faktor yang menurut pelanggan
kurang penting namun pelaksanaannya berlebihan. Faktor yang dianggap
kurang penting tetapi kinerjanya sangat memuaskan.
Matriks di atas digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut-atribut
guna perbaikan ke depan. Skala yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala 1
sampai 5 dengan keterangan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan


Skor / Nilai Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan
5 Sangat Penting Sangat Puas
4 Penting Puas
3 Cukup Penting Cukup Puas
2 Kurang Penting Kurang Puas
1 Tidak Penting Tidak Puas

Rumus yang di gunakan dalam metode Importance-Performance Analysis


(IPA) (Ariyoso. 2009)
Tki = Xi/Yi X 100%
Keterangan :
TKi = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan
Yi = Skor penilaian kepentingan

Penerapan teknik Importance-Performance Analysis (IPA) dimulai dengan


identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati.
Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-
literatur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial. Di lain
pihak, sekumpulan atribut yag melekat kepada barang atau jasa yang dievaluasi
berdasarkan seberapa penting masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan
bagaimana barang atau jasa tersebut dipersepsikan oleh konsumen.
Proses pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan survei ke
lapangan. Pengukuran kinerja GP3A penerima manfaat dapat dinilai melalui
evaluasi kinerja beberapa aspek, yaitu aspek organisasi/kelembagaan, aspek teknis
irigasi, aspek teknis pertanian aspek keuangan dan bidang usaha dan aspek peran
pemerintah. Selanjutnya setiap aspek tersebut diberi indikator kinerja seperti
terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Indikator yang digunakan dalam pengukuran Kinerja GP3A
penerima dan bukan penerima Program WISMP, Aspek Kinerja GP3A
Aspek Indikator
Aspek Organisasi / 1. GP3A memiliki AD/ART
Kelembagaan 2. GP3A Berbadan Hukum
3. Memilki Bank Rekening dan NPWP.
4. Tertib admnistrasinya (ada peta jaringan irigasi,
buku anggota, program kerja dan sebagainya).
5. GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus
6. Dapat mengatasi masalah organisasi, mengatasi
konflik antar anggota atau dengan pihak luar.
Aspek Teknis Irigasi 1. Memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan
berfungsi baik.
2. Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan
Rencana Pembagian Airnya setiap tahun.
3. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu
dan hilir) dalam pembagian air.
4. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan
konflik pembagian air diantara anggota atau dengan
pihak luar.
5. GP3Adapat berpartisipasi pada kegiatan
pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan.
Aspek Teknis Usaha Tani 1. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas
tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan
air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-
irigasi).
2. Dapat memperkecil perbedaan produktivitas hasil
tanaman daerah hulu dan hilir melalui pengaturan air
yang adil.
3. Dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman
dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada
tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik
dan efisien.
Aspek Keuangan dan 1. Terwujudnya perkumpulan petani pemakai air yang
Bidang Usaha dapat menghimpun dana 50% dari Angka
Kebutuhan Nyata Operasi & Pemeliharaan jaringan
primer dan sekunder.
2. Dapat menggerakan di atas 70% jumlah anggotanya
untuk memberi kontribusi iuran pengelolaan irigasi.
3. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri
dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga
pembiayaan.
Aspek Peran Pemerintah 1. Adanya program pemberdayaan dalam bentuk
pelatihan, penyuluhan, pendampingan dan
sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A, GP3A, dan
IP3A.
2. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk
menunjang program pemberdayaan tersebut.
3. Adanya pendampingan petani dan unit
pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang
handal ditingkat kabupaten/kota.
Tahap Kedua dilakukan penyebaran dan pengisian kuisioner oleh para
petani penerima program WISMP. Data hasil survei diolah untuk mendapatkan
gambaran tentang kepentingan dan kepuasan terhadap kinerja GP3A dari pihak
penerima program. Persepsi digambarkan dalam diagram kartesius.
Tahap ketiga, menghitung nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat
kinerja untuk setiap faktor, rentang skala Importance-Performance yang
digunakan adalah skala Likert, dengan nilai terendah adalah 1 (satu) dan nilai
tertinggi adalah 5 (lima). Kriteria jawaban tingkat kepentingan terdiri atas: SP =
sangat penting (nilai 5), P = penting (nilai 4), CP = cukup penting (nilai 3), KP =
kurang penting (nilai 2), dan TP = tidak penting (nilai 1), sedangkan kriteria
jawaban tingkat kinerja terdiri atas SB = sangat baik (nilai 5), B = baik (nilai 4),
CB = cukup baik (nilai 3), KB = kurang baik (nilai 2), dan TB= tidak baik (nilai
1).
Tahap keempat, membuat grafik IPA dengan mempergunakan nilai rata-rata
tingkat kinerja pada sumbu X dan tingkat kepentingan pada sumbu Y untuk
mengetahui secara spesifik letak masing-masing faktor pada IP-matrix.
Memplotkan nilai rata-rata setiap atribut kepentingan pada sumbu vertikal dan
nilai rata-rata setiap atribut tingkat kepuasan pada sumbu horisontal yang
kemudian digambarkan dalam diagram dua dimensi yaitu diagram importance-
performance, dimana pusat pemotongan garis adalah nilai rata-rata yang terdapat
pada dimensi kepentingan dan kepuasan. Dan tahap terakhir adalah melakukan
interpretasi dan analisis seputar indikator-indikator apa yang masuk ke dalam
kategori Concentrate Here, Keep Up with the Good Work, Low Priority, dan
Possibly Overkill.

Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program


Berdasarkan pada hasil analisis LQ, SSA, Rasio efektivitas dan analisis
diskriptif maka dalam penyusunan strategi program pengembangan jagung di
Kabupaten Karawang, dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap
analisis, dan tahap keputusan. Setelah dilakukan penetapan strategi, selanjutnya
menyusun perancangan program sesuai dengan visi-misi-tujuan Kabupaten
Karawang. Kerangka formulasi strategi menurut David (2002) ditunjukkan pada
Gambar 3.3.

1. Tahap Masukan (Input Stage)


Evaluasi Faktor Eksternal Evaluasi Faktor Internal
(EFE- External Factor Evaluation) (IFE-Internal Factor Evaluation)
2. Tahap Analisis (Matching Stage)
Matriks SWOT
3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Stage)
Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif
(Quantitative Strategic Planning Matrix)
Gambar 3.3 Kerangka Formulasi Strategi

Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor Eksternal


Agar penelitian lebih terfokus dan tepat dalam pengidentifikasian faktor-
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan pengidentifikasian faktor-faktor
eksternal (peluang dan ancaman) harus ditentukan dahulu indikator yang termasuk
keladamnya.
Sebagai dasar analisa dalam penelitian ini adalah pengembangan penguatan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Untuk
Indikator faktor internal adalah stakeholder di Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor yang terkait dalam pengelolaan irigasi, dan petani di wilayah Kabupaten
Bogor. Sedangkan yang menjadi faktor-faktor eksternal adalah semua stakeholder
yang di luar wilayah Kabupaten Bogor seperti Pemerintah Pusat/Provinsi, dan
Program Bantuan WISMP. Indikator faktor internal dan eksternal dapat dilihat
pada gambar 3.4.

Faktor Eksternal Faktor Internal

1. Pemerintah Pusat 1. Pemerintah Daerah


2. Pemerintah Provinsi Kabuapaten Bogor
3. Program WISMP 2. Gabungan
Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A)

Gambar 3.4 Indikator Faktor-Faktor Internal dan Eksternal

Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Exsternal Factor
Evaluation)
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh
mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mengembangkan penguatan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor adalah
dengan menggunakan matrik IFE, sedangkan untuk mengidentifikasi faktor
lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang
dihadapi adalah dengan menggunakan matrik EFE.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci
dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi Faktor-faktor Internal dan Eksternal
Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu
mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam
mengembangkan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan
di Kabupaten Bogor. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, seanjutnya
mendaftarkan kelemahannya. Identifikasikan faktor eksternal dengan
melakukan penaftaran semua peluang dan ancaman dalam mengembangkan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor.
Daftarkan peluang terlebih dahulu, selanjutnya mendaftarkan ancaman. Daftar
harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan.
Hasil kedua identifikasi faktor-faktor di atas menjadi faktor penentu eksternal
dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot.
b. Penentuan Nilai Bobot Variable
Pemberian bobot setiap faktor dimulai dengan hasil survey dari responden
dengan skala mulai dari 1 (tidak penting/kelemahan utama), 2 (kurang
penting/kelemahan kecil), 3 (penting/kekuatan kecil) dan 4 (sangat
penting/kekuatan utama) terhadap faktor-faktor internal dan skala dari 1 (tidak
penting/ tidak berpengaruh), 2 (kurang penting/kurang berpengaruh), 3
(penting/ kuat pengaruhnya) dan 4 ( sangat penting/ sangat kuat pengaruhnya)
terhadap faktor-faktor eksternal yang sudah didaftarkan. Kemudian penetuan
bobot akan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skala dengan jumlah
responden yang telah memilih skala tersebut. Setelah jumlah didapat dibagi
dengan jumlah responden sehingga didapat angka rata-rata nilai dan kemudian
dibagi total bobot faktor-faktor internal dan total bobot faktor-faktor eksternal
untuk mendapatkan nilai bobot. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat
pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5.

Tabel 3.4 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal


Bobot Rata- Nilai
No Faktor Strategis Internal
1 2 3 4 N Jumlah rata Bobot

Jumlah

Tabel 3.5 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Eksternal


Bobot Rata- Nilai
No Faktor Strategis Internal
1 2 3 4 N Jumlah rata Bobot

Jumlah

c. Penentuan Rating
Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya
akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk memperoleh nilai
rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata
dan setiap hasil yang dimiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan
pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah jika pecahan desimal berada
pada kisaran dibawah 0,5 (< 0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil rating
diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau di atas 0,5 (> 0,5) dibulatkan ke
atas. Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan
secara signifikan.
Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan
rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor
pembobotan berkisar antara 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor
pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal pengembangan penguatan
pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor lemah.
Dan jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 maka menunjukan kondisi
pengembangan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di
Kabupaten Bogor tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman
yang dihadapi dengan baik. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada
Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.
Tabel 3.6 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Internal
No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Bobot x Rating

Total

Tabel 3.7 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Eksternal


No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating

Total

Analisis Matriks SWOT


Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) Program WISMP APL I yang di teliti di
Kabupaten Bogor. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari
spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal
yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT
dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang
mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)
mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang
ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya
bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,
dan terakhir adalah bagimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang
mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah
ancaman baru.
Menurut Rangkuti (2004) Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini
didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal, yaitu
kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan
ancaman.

Gambar 3.5 Diagram SWOT


Petunjuk umum yang sering diberikan untuk perumusan adalah :

1. Memanfaatkan kesempatan atau peluang dan kekuatan (O dan S). Analisis ini
diharapkan membuahkan rencana jangka panjang.

2. Mengatasi atau kurangi ancaman dan kelemahan (T dan W). Analisa ini lebih
condong menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana perbaikan
(short-term improvement plan).

Tabel 3.8 Matriks SWOT


Strengths (S) Weakness (W)
Faktor Eksternal

Tentukan Faktor-faktor Tentukan Faktor-faktor


Faktor Internal Kekuatan Internal Kelemahan Internal

Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O


Ciptakan Strategi yang
Ciptakan Strategi yang
meminimalkan
Tentukan Faktor-faktor menggunakan kekuatan
kelemahan dengan
Peluang Ekternal untuk memamfaatkan
memamfaatkan
peluang
peluang
Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T
Ciptakan Strategi yang Ciptakan Strategi yang
Tentukan Faktor-faktor menggunakan kekuatan meminimalkan
Ancaman Ekternal untuk mengatasi kelemahan dan
ancaman menghindari ancaman

Dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT adalah perkembangan hubungan


atau interaksi antar unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap
unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Didalam penelitian analisis
SWOT kita ingin memproleh hasil berupa kesimpulan-kesimpulan berdasarkan
ke-4 faktor dimuka yang sebelumnya telah dianalisa :

a. Strategi Kekuatan-Kesempatan (S dan O atau Maxi-maxi)


Strategi yang dihasilkan pada kombinasi ini adalah memanfaatkan kekuatan
atas peluang yang telah diidentifikasi. Misalnya bila kekuatan perusahaan adalah
pada keunggulan teknologinya, maka keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk
mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan kualitas yang
lebih maju, yang keberadaanya dan kebutuhannya telah diidentifikasi pada
analisis kesempatan.

b. Strategi Kelemahan-Kesempatan (W dan O atau Mini-maxi)


Kesempatan yang dapat diidentifikasi tidak mungkin dimanfaatkan karena
kelemahan perusahaan. Misalnya jaringan distribusi ke pasar tersebut tidak
dipunyai oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah
bekerjasama dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan menggarap pasar
tersebut. Pilihan strategi lain adalah mengatasi kelemahan agar dapat
memanfaatkan kesempatan.

c. Strategi Kekuatan-Ancaman (S atau T atau Maxi-min)


Dalam analisa ancaman ditemukan kebutuhan untuk mengatasinya. Strategi
ini mencoba mencari kekuatan yang dimiliki perusahaan yang dapat mengurangi
atau menangkal ancaman tersebut. Misalnya ancaman perang harga.

d. Strategi Kelemahan-Ancaman (W dan T atau Mini-mini)


Dalam situasi menghadapi ancaman dan sekaligus kelemahan intern, strategi
yang umumnya dilakukan adalah keluar dari situasi yang terjepit tersebut.
Keputusan yang diambil adalah mencairkan sumber daya yang terikat pada
situasi yang mengancam tersebut, dan mengalihkannya pada usaha lain yang lebih
cerah. Siasat lainnya adalah mengadakan kerjasama dengan satu perusahaan yang
lebih kuat, dengan harapan ancaman di suatu saat akan hilang. Dengan
mengetahui situasi yang akan dihadapi, anak perusahaan dapat mengambil
langkah-langkah yang perlu dan bertindak dengan mengambil kebijakan-
kebijakan yang terarah dan mantap, dengan kata lain perusahaan dapat
menerapkan strategi yang tepat6.

Analisa SWOT adalah suatu metoda penyusunan strategi perusahaan atau


organisasi yang bersifat satu unit bisnis tunggal. Ruang lingkup bisnis tunggal
tersebut dapat berupa domestik maupun multinasional. SWOT itu sendiri
merupakan singkatan dari Strength (S), Weakness (W), Opportunities (O), dan
Threats (T) yang artinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau
kendala, dimana yang secara sistematis dapat membantu dalam mengidentifikasi
faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor didalam perusahaan (S dan W). Kata-kata
tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana matang untuk mencapai
tujuan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Tahap awal proses penetapan strategi adalah menaksir kekuatan, kelemahan,
kesempatan, dan ancaman yang dimiliki organisasi. Analisa SWOT
memungkinkan organisasi memformulasikan dan mengimplementasikan strategi
utama sebagai tahap lanjut pelaksanaan dan tujuan organiasasi, dalam analisa
SWOT informasi dikumpulkan dan dianalisa. Hasil analisa dapat menyebabkan
dilakukan perubahan pada misi, tujuan, kebijaksanaan, atau strategi yang sedang
berjalan.
Dalam penyusunan suatu rencana yang baik, perlu diketahui daya dan dana
yang dimiliki pada saat akan memulai usaha, mengetahui segala unsur kekuatan
yang dimiliki, maupun segala kelemahan yang ada. Data yang terkumpul
mengenai faktor-faktor internal tersebut merupakan potensi di dalam
melaksanakan usaha yang direncanakan. Dilain pihak perlu diperhatikan faktor-
faktor eksternal yang akan dihadapi yaitu peluang-peluang atau kesempatan yang
ada atau yang diperhatikan akan timbul dan ancaman atau hambatan yang
diperkirakan akan muncul dan mempengaruhi usaha yang dilakaukan.
Faktor-faktor strategis ekternal dan internal merupakan pembentuk Matriks
SWOT. Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk

6
sumber : e-je.blogspot.com
membantu pemerintah dalam mengembangkan empat tipe strategis. Matriks
SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S, W, O dan T) serta
empat sel alternatif strategi dan satu sel kosong. Terdapat delapan tahapan dalam
membentuk matriks SWOT yaitu :
1. Tentukan faktor-faktor peluang ekternal
2. Tentukan faktor-faktor ancaman ekternal
3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi S-O
6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk
mendapatkan strategi W-O
7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi S-T
8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk
mendapatkan strategi W-T
Terkait dengan penulisan tesis ini, data sebagai bahan analisis selain
didapatkan dari dokumen-dokumen yang ada, didapatkan juga dari kegiatan
survey berupa penyebaran kuesioner ke GP3A penerima dan bukan penerima
program WISMP APL I dengan masalah umum, kemampuan teknis, sistem
administrasi dan sumber daya manusia. Pertanyaan kuesioner tersebut mewakili
komponen yang terdapat pada analisis SWOT, yakni kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats).

Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)


Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya
ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya
tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak yaitu Quantitative Strategic
Planning Matrix (QSPM) atau matriks PerencanaanStrategi Kuantitatif.
Analisis ini selain membuat peringkat strategi, juga dirancang untuk
menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik ini secara
sasaran menunjukan strategi alternatif mana yang terbaik.
QSPM adalah alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi
alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor kunci eksternal dan internal
yang dikenali pada tahap awal. Langkah untuk mengembangkan matriks QSPM
ini sebagai berikut :

Langkah : Mendaftar peluang dan ancaman kunci ekternal dan


Pertama kekuatan serta kelemahan internal dalam kolom kiri
QSPM.
Langkah Kedua : Memberikan nilai/bobot untuk faktor kunci eksternal dan
internal
Langkah Ketiga : Memeriksa (tahap pencocokan) matrik dan
mengidentifikasi strategi alternatif harus dipertimbangkan
untuk ditetapkan.
Langkah : Menetapkan nilai daya tarik (Attractive Score) yang
Keempat menunjukan daya tarik relatif dari tiap strategi terhadap
strategi lainnya (yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak
menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = sangat menarik)
Langkah Kelima : Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractive Score)
yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya
tarik setiap baris. Semakin tinggi nilai TAS semakin
menarik strategi itu.
Langkah : Menghitung jumlah total nilai daya tarik menunjukan
Keenam total nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM.
Jumlah ini menunjukan strategi mana yang paling
menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi jumlah
total nilai daya tarik, menunjukan strategi itu semakin
menarik

Seperti alat analitis perumusan strategi lainnya, QSPM memerlukan penilaian


intuitif yang baik. QSPM merupakan teknik yang dipakai pada tahap Pengambilan
Keputusan. Teknik ini secara jelas menunjukan strategi alternatif yang man yang
paling baik untuk dipilih (David, 2002). Bentuk dasar QSPM tersaji dalam Tabel
3.9.

Tabel 3.9 Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif QSPM


Strategi alternatif
Faktor-faktor Strategis Bobot I II III N
AS TAS AS TAS AS TAS ASn TASn
FAKTOR INTERNAL
Kekuatan :
.................................
.................................
Kelemahan :
.................................
.................................
.................................
FAKTOR EKSTERNAL
Peluang :
.................................
.................................
Ancaman :
.................................
.................................
JUMLAH
RANGKING
AS = Nilai Daya Tarik, TAS = Total Nilai Daya Tarik
IV. KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN

Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor


Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6190 Lintang Utara
64710 Lintang Selatan dan 1062345-1071330 Bujur Timur, dengan
tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian
utara, hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar29,28 % berada pada
ketinggian di atas 15-1001 50 m di atas permukaan laiut (dpl), 42,62 % berada
pada ketinggian 100 150 dpl. 19, 53% berdidiri pada ketinggian 500 1000 m
dpl, 8, 34 % berada pada ketinggian 1000 2000 m dpl dan 0,22 % berada pada
ketinggian 2000 2500 m dpl.
Secara Administratif Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Wilayah
Provinsi Jawa Barat, luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.301,95 Km. Berarti
luas Kabupaten Bogor sekitar 5,19% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 17 kelurahan, dan 413 desa, Ibukota
Kabupaten Bogor adalah Cibinong, dan memiliki batas-batas yang secara strategis
antara lain :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan (Provinsi
Banten), Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok,
b. Sebelah : Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta
Timur
c. Sebelah : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi
Selatan
d. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Provinsi Banten
e. Bagian : Kota Bogor
Tengah
Kabupaten Bogor berdekatan dengan Ibukota Negara sebagai pusat
pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup
tinggi dan merupakan daerah perlintasan antara Ibukota Negara dan Ibukota
Provinsi JawaBarat.

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Bogor


Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan (430
desa/kelurahan), 3.768 RW dan 14.951 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan.
Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah
adanya hasil pemekaran 5 (lima) kecamatan di tahun 2005, yaitu Kecamatan
Leuwisadeng (pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari
(pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran dari
Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari Kecamatan
Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari Kecamatan Ciampea).
Selain itu, pada akhir tahun 2006 telah dibentuk pula sebuah desa baru,
yaitu Desa Wirajaya, sebagai hasil pemekaran dari Desa Curug Kecamatan
Jasinga dan pada awal tahun 2011 telah dibentuk 2 ( dua) desa baru yaitu Desa
Gunung Mulya hasil pemekaran dari Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya
dan Desa Batu Tulis hasil pemekaran dari Desa Parakan Muncang Kecamatan
Nanggung.

Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 berdasarkan hasil
Estimasi Penduduk 2012 sebanyak 5.077.210 jiwa, sama dengan 11,80 % dari
jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat (43.021.826 jiwa), dan merupakan jumlah
penduduk terbesar di antara kabupaten/kota di Jawa Barat. Komposisi penduduk
tersebut, terdiri dari 2.604.873 jiwa penduduk laki-laki dan 2.472.337 jiwa
penduduk perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan atau dengan
rasio jenis kelamian (sex ratio) sebesar 105 (Sumber, BPS 2013).
Komposisi penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan usia pada tahun 2012
sangat bervariasi dimana penduduk berusia 5-9 tahun berjumlah 548.568 jiwa atau
sekitar 10,80% dan 10 14 tahun berjumlah 534.018 jiwa atau sekitar 10,52%.
Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak pada usia
sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 15 64 tahun berjumlah
3.561.983 jiwa atau sekitar 70,16%. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor setiap
tahunnya cenderung bertambah, kondisi ini dikarenakan dampak dari
perkembangan wilayah di Kabupaten Bogor yang letaknya dalam lingkup
Jabodetabekpunjur, yang mana pertumbuhan wilayahnya sangat pesat dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk pada setiap wilayah yang terus
bertambah.
Berdasarkan data dan perkembangan jumlah penduduk pada tahun 2011
tercatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor berjumlah 4.354.915 jiwa dari
40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Jumlah tertinggi terdapat di
Kecamatan Cibinong dengan jumlah penduduk 253.292 Jiwa, menyusul
Kecamatan Gunung Putri dengan jumlah penduduk 242.460 Jiwa dan Kecamatan
Bojonggede dengan jumlah penduduk 207.375 Jiwa. Sedangkan untuk kecamatan
yang jumlah penduduknya rendah yakni Kecamatan Cariu dengan jumlah
penduduk 47.248 Jiwa. Sedangkan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan
Ciomas mencapai 81.000 jiwa/ha, kepadatan terendah terdapat di Kecamatan
Tanjungsari mencapai 4000 jiwa/ha.
Menurut struktur mata pencaharian diketahui penduduk Kabupaten Bogor
umumnya bekerja dalam bidang Industri Pengolahan keadaan ini sesuai dengan
karakteristik daerahnya yang merupakan daerah industri dan perkotaan selain
bidang usaha tersebut, mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk
Kabupaten Bogor adalah bidang Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Restoran.
Secara rinci jumlah penduduk menurut strutur mata pencaharian dapat dilihat pada
Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan
usaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012
Laki-laki Perempuan Jumlah
No Lapangan Usaha Utama %
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1 2 3 4 5 6
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan 164.894 101.598 85.996 4,74
dan Perikanan
2 Industri Pengolahan 346.312 229.458 575.770 31,73
3 Perdagangan Besar, Eceran, Hotel 286.283 225.068 511.351 28,18
dan Restoran
4 Jasa-jasa Kemasyarakatan 168.081 105.939 274.020 15,10
5 Lainnya(Pertambangan dan 352.058 15.341 367.399 20,25
Penggalian, Listrik, Gas dan Air
Bersih, Bangunan / Konstruksi,
Pengangkutan dan Komunikasi,
Keuangan, Persewaan, Jasa
Perusahaan)
Jumlah 1.317.628 677.404 1.814.536 100,00
Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2012

Kondisi Ekonomi
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan
perekonomian daerah. Tinggi rendahnya nilai PDRB yang dihasilkan suatu daerah
menggambarkan tinggi rendahnya tingkat perekonomian daerah tersebut.
Kinerja ekonomi Kabupaten Bogor sepanjang 2012 menunjukan hasil yang
cukup baik yaitu sebesar 15,50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada
tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 3,01%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi
selama tahun 2012 terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar
23,23% hal ini disebabkan oleh pesatnya tambang galian c di wilayah barat
Kabupaten Bogor, sedangkan pertumbuhan terendah disektror pertanian yaitu
sebesar 5,78%. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian
disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan kelembagaan
yang terlibat dalam pengelolaan irigasi, sehingga masih banyaknya jaringan
irigasi yang belum terpelihara dengan baik yang menyebabkan banyaknya
kebocoran dari sumber air untuk pertanian sehingga produksi dan peroduktivitas
pertaniannya masih sangat kecil, oleh karena itu program WISMP diperlukan di
Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan
ekonomi di sektor pertanian.

Kondisi Sumber Daya Pertanian


Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara
Republik Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah
semakin sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri.
Sampai tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunakan untuk sawah, yaitu
sekitar hanya 18% dari seluruh luas lahanyang ada di Kabupaten Bogor.
Dengan luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang
menggunkan irigasi mencapai 81,10% Kabupaten Bogor juga salah satu daerah
yang dapat memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional. Potensi tanaman
padi di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :

a. Luas Lahan Sawah 47.932 Ha :


- Sawah pengairan teknis : 1.917 Ha ( 4%)
- Sawah setengah teknis : 12.942 Ha (27%)
- Sawah pengairan sederhana : 13.900 Ha (29%)
- Sawah tadah hujan : 9.107 Ha (19%)
- Sawah irigasi desa/Non PU : 10.066 Ha (21%)
b. Luas Pemanfaatan Lahan Sawah :
- Ditanami padi 3 kali satu tahun : 5.679 Ha
- Ditanami padi 2 kali satu tahun : 31.386 Ha
- Ditanami padi 1 kali satu tahun : 7.843 Ha
- Tidak ditanami padi : 2.821 Ha
- Sementara tidak diusahakan : 203 Ha

Pada tahun 2011 produksi padi mencapai 526.767 ton sedangkan pada
tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,25% menjadi 549.154 ton.
Sedangkan jika dilihat dari luas panen mengalami penurunan yaitu dari 85.768 Ha
pada tahun 2011 menjadi 85.652 hapada tahun 2012 atau turun sekitar 0,14%
(BPS Kab. Bogor, 2013). Selain tanaman padi tersebar juga berbagai jenis
tanaman palawija. Jenis yang ditanam adalah jagung, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan talas. Pada tahun 2012 produksi jagung
mencapai 2.213 ton dengan luas panen 512 ha atau dengan produktivitas
mencapai 4,3 ton per hektar. Produksi ubi kayu sebanyak 159.670 ton dengan luas
panen 7.792 Ha sedangkan untuk ubi jalar ada sebanyak 56.255 ton dengan luas
panen 3.764 Ha.

Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan objek penelitian ini terbagi menjadi kelompok
penerima Program WISMP dan kelompok bukan penerima program WISMP di
dua desa yang berbeda. Deskripsi karakteristik responden dilihat dari beberapa
kriteria antara lain usia, tingkat pendidikan, lama pengalaman bertani, luas
kepemilikan lahan, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan
status usaha tani.
1. Usia Responden
Berdasarkan kriteria usia, responden dibagi menjadi empat kelompok usia
yaitu kelompok usia 21-40 tahun, kelompok 41-60 tahun, dan kelompok usia 61-
80 tahun. Sebaran responden dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur

GP3A Mitra Tani GP3A Leubak


Usia
Frekuensi % Frekuensi %
21 - 40 4 26,67 6 40,00
41 - 60 6 40,00 4 26,67
61 - 80 5 33,33 5 33,33
Total 15 100 15 100
Sumber : Data Primer telah diolah

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa para responden yang melakukan kegiatan


usahatani baik yang telah mendapatkan Program WISMP sebagian besar berada
pada rentang usia 41 60 tahun yakni pada GP3A Mitra Tani sebanyak 40%
sedanglkan pada GP3A Leubak sebanyak pada rentang usia 21 40 sebanyak
40%. Namun faktor usia tidak membatasi petani untuk melakukan kegiatan
usahatani, karena pada kelompok aksi dan kelompok kontrol terdapat responden
yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif yang masih mampu
melakukan aktifitas usahatani yakni sebesar 33,33%.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang banyak ditempuh oleh petani yang menjadi
responden umumnya setingkat sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dari SD masih sedikit ditempuh oleh responden, hanya sebagian kecil dari
mereka yang mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) ataupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Gambaran umum tingkat
pendidikan responden disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan


GP3A Mitra Tani GP3A Leubak
Tingkat Pendidikan
Frekuensi % Frekuensi %
Tidak Sekolah 1 6,67 2 13,33
SD 6 40,00 7 46,67
SLTP 4 26,67 3 20,00
SLTA 4 26,67 3 20,00
S1 - - - -
Total 15 100,00 15 100,00
Sumber : Data Primer telah diolah

Berdasarkan Tabel 4.3. dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden


hanya memiliki jenjang pendidikan pada tingkat SD. Hal ini terlihat pada
responden kelompok GP3A Mitra Tani memiliki persentase sebesar 40,00% dan
kelompok GP3A Leubak memiliki persentase 46,67% pada tingkat pendidikan
SD, sedangkan untuk tingkat SLTP dan SLTA tidak sebanyak responden yang
lulusan SD. Responden yang tamatan SLTP yakni sebesar 26,67% untuk
kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak sebesar 20,00%.
Sedangkan untuk tamatan SLTA kelompok GP3A Mitra Tani memiliki persentase
sebesar 26,67% % dan kelompok GP3A Leubak sebesar 20,00%. Dari kedua
kelompok responden tidak ada yang lulusan sarjana (S1). Secara umum
pendidikan petani di kelompok aksi dan kelompok kontrol adalah tamat SD dan
tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan petani miskin menunjukkan bahwa
kualitas sumber daya manusia petani tidak memadai di dalam pengembangan
agribisnis dan akses kesempatan kerja di luar pertanian.

3. Lama Pengalaman Bertani


Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner dengan para responden
dapat disampaikan bahwa sebagian besar responden berpengalaman bertani lebih
dari 15 (lima belas) tahun yakni 33,33% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan
40,00% untuk kelompok GP3A Leubak. Responden yang memiliki pengalaman
bertani kurang dari 5 tahun sebanyak 20% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan
13,33% untuk kelompok GP3A Leubak. Pengalaman usaha bertani dari responden
disajikan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani


GP3A Mitra Tani GP3A Leubak
Pengalaman Bertani
Frekuensi % Frekuensi %
< 5 Tahun 3 20,00 2 13,33
6 10 Tahun 3 20,00 4 26,67
11 15 Tahun 4 26,67 3 20,00
> 15 Tahun 5 33,33 6 40,00
Total 15 100,00 15 100,00
Sumber : Data Primer telah diolah
Pengalaman berusahatani padi menunjukan lamanya petani dalam berusaha
tani padi, semakin lama pengalaman bertani yang dimiliki maka dapat dikatakan
bahwa petani sudah menguasai teknik budidaya padi dalam kegiatan usaha tani
yang dijalankan.

4. Luas Lahan Usaha Tani


Hasil penyebaran kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar responden
baik yang telah maupun yang belum menerima program WISMP memiliki luas
lahan untuk usahatani berkisar antara 0,1 - 0,5 Ha, dimana luas lahan dibawah 0,1
Ha sebesar 20,00% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 26,67 % untuk
kelompok GP3A Leubak dan untuk luas lahan diantara 0,1 0,5 Ha sebesar
40,00% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 26,67% untuk kelompok GP3A
Leubak. Responden yang luas lahan usaha taninya lebih dari 0,5 Ha untuk
kelompok GP3A Mitra Tani sebanyak 40,00 % dan untuk kelompok GP3A
Leubak sebesar 46,66 %. Sebaran petani responden menurut luas lahan usaha tani
disajikan dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usaha Tani


GP3A Mitra Tani GP3A Leubak
Luas Lahan
Frekuensi % Frekuensi %
< 0,1 Ha 3 20,00 4 26,67
0,1 0,5 Ha 6 40,00 4 26,67
0,6 1 Ha 3 20,00 5 33,33
> 1 Ha 3 20,00 2 13,33
Total 15 100,00 15 100,00
Sumber : Data Primer telah diolah
Lahan merupakan modal utama produksi pertanian di pedesaan. Penguasaan
sumberdaya lahan pertanian bagi petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan
kelompok GP3A Leubak yang relatif sempit (rata-rata kurang dari 0,5 Ha)
menunjukkan adanya indikasi lemahnya akses lahan bagi petani kecil. Sempitnya
lahan pertanian mengakibatkan keluaran output hasil pertaniannya juga sedikit
dan tidak efisien

5. Status Kepemilikan Lahan


Sebagian besar cara yang dilakukan bagi petani kelompok GP3A Mitra Tani
didalam menggunakan lahan usaha tani adalah dengan sistem bagi hasil sebanyak
46,67%, sewa dan milik pribadi sebesar 26,67%. Untuk kelompok GP3A Leubak
cara petani didalam menggunakan lahan usaha tani adalah bagi hasil dan sewa
sebesar 40,00%, milik pribadi 20,00%. Status kepemilikan lahan dari responden
disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Sebaran Responden Menurut Kepemilikan Lahan


GP3A Mitra Tani GP3A Leubak
Kepemilikan Lahan
Frekuensi % Frekuensi %
Pribadi 4 26,67 3 20,00
Bagi Hasil 7 46,67 6 40,00
Sewa 4 26,67 6 40,00
Total 15 100,00 15 100,00
Sumber : Data Primer telah diolah

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan
kelompok GP3A Leubak sebagian besar adalah petani penggarap, dimana petani
menguasai lahan pertaniannya dengan cara bagi hasil atau sewa dengan pemilik
lahan.

6. Jumlah Tanggungan Keluarga


Jumlah tanggungan keluarga dapat mengukur tingkat kemampuan petani
dalam menghidupi keluarganya secara layak dari hasil usahataninya. Dengan luas
lahan usaha tani yang biasanya relatif tetap maka besarnya tanggungan keluarga
menjadi faktor yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga petani
tersebut. Sebaran jumlah tanggungan keluarga (termasuk kepala keluarga) petani
responden kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak disajikan
dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga


GP3A Mitra Tani GP3A Leubak
Jumlah Tanggungan
Frekuensi % Frekuensi %
1 4 orang 5 33,33 5 33,33
5 6 orang 6 40,00 7 46,67
> 7 orang 4 26,67 3 20,00
Total 15 100,00 15 100,00
Sumber : Data Primer telah diolah
Berdasarkan Tabel 4.7. terlihat bahwa sebagian besar jumlah tanggungan
keluarga di kedua kelompok tersebut berada di kisaran jumlah 5 6 orang yakni
sebesar 40% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 46,67% untuk kelompok
GP3A Leubak. Salah satu ciri yang menonjol petani di Desa Leuwimekar adalah
ukuran keluarga yang relatif besar. Jumlah anak cenderung besar, karena anak
dinilai bukan sebagai aset (investasi), tetapi sebagai sumber faktor produksi
(tenaga kerja) untuk menambah pendapatan keluarga.

7. Komoditas Utama Usaha


Data menunjukkan sebagian besar komoditas utama kelompok GP3A Mitra
Tani adalah usahatani bidang padi sebesar 86,67% dan komoditas hortikultura
sebesar 13,33% sedangkan untuk kelompok GP3A Leubak usahatani bidang padi
sebesar 60.00% dan komoditas hortikultura sebesar 40,00%. Hal ini dikarenakan
GP3A Mitra Tani sudah mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan
Rencana Pembagian Air setiap tahun, dapat meningkatkan dan mempertahankan
intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien
(disamping aspek pertanian lain non-irigasi), sehingga dapat meningkatkan
produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada
tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien. Karena GP3A
Mitra Tani memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi dengan baik.
Hasil sebaran kuesioner usahatani petani responden kelompok GP3A Mitra Tani
dan kelompok GP3A Leubak menurut komoditas utama usaha disajikan daam
Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Sebaran Responden Menurut Komoditas Utama Usaha


GP3A Mitra Tani GP3A Leubak
Komoditas Utama
Frekuensi % Frekuensi %
Komoditas Padi 13 86,67 9 60.00
Komoditas Palawija 2 13,33 6 40.00
Industri rumah tangga 0 0,00 0 00,00
Total 15 100,00 15 100,00
Sumber : Data Primer telah diolah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Manajemen Program WISMP


Sistem Pembiayaan Proyek
Salah satu program yang dikembangkan dalam reformasi untuk
pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan irigasi dalam rangka
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan produksi pertanian, serta untuk
menunjang keberlanjutan pembangunan.
Program ini didanai dari loan/credit/grant Bank Dunia No 4711-IND And
Credit No 3807-IND serta dana APBD Provinsi/Kabupaten sebagai pendamping
/supporting / dana paralel financial. Berikut ini data dana bantuan yang diturunkan
ke Kabupaten Bogor.
Tabel 5.1 Dana bantuan Pemerintah Pusat ke Pemkab Bogor
APBN APBD
No Tahun Jumlah
(dana loan) (dana pendamping 20%)
1 2007 1.348.454.000 252.065.000 1.600.519.000
2 2008 1.134.583.000 222.696.000 1.357.279.000
3 2009 1.361.400.000 340.350.000 1.701.750.000
4 2010 460.000.000 550.265.000 1.010.265.000
Jumlah 4.304.437.000 1.365.376.000 5.669.813.000
Sumber : DBMP Kab. Bogor

Penggunaan pendanaan kegiatan program WISMP seperti yang terlihat pada


Tabel 5.1, akan diperuntukkan untuk daerah irigasi yang berada di Kabupaten
Bogor sebanyak 10 daerah irigasi. Dimana sebelum turunnya program WISMP
tersebut pemerintah Kabupaten Bogor sudah melaksanakan survei ke petani
pemakai air dan menampung permasalahan seputar sistim irigasi serta
Pembentukan Kabupaten Project Managemen Unit (KPMU) sesuai Keputusan
Bupati Bogor No 611/464/KPTS/HUK/2005, selanjutnya didukung dengan
adanya surat keputusan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Bogor No 050/433/Bapp/2005 tentang Pembentukan Kabupaten
Project Implementation Unit (KPIU). Daerah irigasi yang masuk kedalam
program WISMP harus disahkan melalui Nota Kesepahaman dan Nota
Kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Daerah irigasi
tersebut terdiri dari 10 Daerah Irigasi yang menjadi Aset pemerintah seperti yang
terlihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Nama D I dan GP3A Kabupaten Bogor yang menerima program WISMP I
No Nama Daerah Irigasi Nama GP3A Luas Desa Kecamatan
(Ha)
1 Cidurian Sodong Sodong Saluyu 740 Pangaur Jasinga
2 Cidurian Sendung Sendung Lestari 482 Sipak Jasinga
3 Cianteun Cigatet Mitra Tani 421 Karehkel Leuwiliang
4 Cigamea Seulir Julangga 502 Sukamaju Cibungbulang
5 Cigambreng Sauyunan 177 Tapos 1 Tenjolaya
6 Cimarayana Marayana Mukti 315 Cinangneng Ciampea
7 Situbala Harum Sari 96 Purwasari Dramaga
8 Cibeet Cikompeni Ciunjang Jaya 790 Sirnasari Tanjung Sari
9 Ciomas Tonjong Tirta Buana 410 Cikutamahi Cariu
10 Cipamingkis Leungsir Sugih Mukti 703 Sukasirna Jonggol
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Program pembiayaan yang digulirkan melalui program WISMP terhadap
GP3A di Kabupaten Bogor seperti yang terlihat dalam tabel 5.3, dimulai pada
tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 kepada GP3A Mitra Tani, untuk Dana
Loan sebesar Rp. 202.342.000,- dengan dana pendamping sebesar 20% dengan
cara roll sharing finacing, artinya 80% dana loan dan 20% dana APBD
diluncurkan dalam satu Daerah Irigasi dan dalam satu kegiatan yang sama,
selanjutnya sistem keuangan ini pada tahun 2009 berubah menjadi paralel
financing artinya dana pendamping dari APBD tidak harus bergulir dalam
kegiatan yang sama, sehingga menjadi lebih memudahkan dalam penyerapan
anggarannya, karena merupakan kegiatan yang berbeda dari kegiatan yang didanai
oleh program WISMP.

Tabel 5.3 Dana APBN dan APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A
Mitra Tani peserta WISMP APL I
APBN APBD
No Tahun Jumlah
(dana loan) (dana pendamping 20%)
1 2007 89.600.000 22.400.000 112.000.000
2 2008 52.742.000 13.185.000 65.927.000
3 2009 50.000.000 - 50.000.000
4 2010 10.000.000 - 10.000.000
Jumlah 202.342.000 35.585.000 237.927.000
Sumber : DBMP Kab. Bogor

Tabel 5.4 menunjukan pembiayaan yang di lakukan oleh Pemerintah


Daerah Kabupaten Bogor dalam kegiatan pembentukan dan pembinaan GP3A,
salah satunya GP3A Leubak yang baru terbentuk pada tahun 2009, terlihat bahwa
jumlah anggaran yang di terima oleh GP3A Leubak sangat sedikit dibandingkan
GP3A Mitra Tani, karena dana tersebut hanya di alokasikan dalam bentuk
pembentukan, pelatihan dan pembinaan, sedangkan dana loan dari program
WISMP mencakup lebih luas lagi kedalam kegiatan desain dan konstruksi
partisipatif, sehingga GP3A yang mendapatkan program WISMP bisa lebih baik
karena dengan dana yang sebesar itu mereka mampu melakukan operasi dan
pemeliharaan terhadap daerah irigasi yang menjadi kewenangannya, selain
anggotanya dapat melaksanakan pengelolaan irigasi di tingkat tersier, untuk
GP3Anya mampu turut serta dalam pengelolaan irigasi di tingkat sekunder,
sehingga jaringan irigasinya dapat terpelihara dengan baik dan mampu
menyediakan air yang cukup.

Tabel 5.4 Dana APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A Leubak
(Leuwimekar-Barengkok) non peserta WISMP APL I
APBN
No Tahun APBD Jumlah
(dana loan)
1 2007 - - -
2 2008 - - -
3 2009 - 14.228.000 14.228.000
4 2010 - 11.472.000 11.472.000
Jumlah - 25.700.000 25.700.000
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Pendanaan dari APBN dan APBD untuk
pembinaan GP3A

Gambar 5.1 merupakan grafik perbandingan perolehan dana bantuan


dalam rangka pembinaan terhadap GP3A, untuk melihat seberapa jauh perbedaan
dan kesenjangan antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima manfaat program
WISMP dan GP3A Leubak yang tidak menerima manfaat program WISMP.
Dengan perbedaan tersebut ternyata program WISMP mampu memberikan
manfaat lebih terhadap penigkatan kinerja bagi GP3A Mitra Tani.

Sistem Pengelolaan Proyek


Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional.
Kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air, sementara ketersediaan air
semakin terbatas (kuantitas, kualitas, waktu) sedangkan fungsinya tidak dapat
tergantikan oleh yang lain. Oleh karena itu, irigasi sebagai salah satu komponen
pendukung keberhasilan pembangunan pertanian memiliki peran yg sangat
penting.
Agar irigasi dapat berfungsi dengan baik, maka harus di buat perangkat
yang dapat melakukan pemeliharan baik secara rutin maupun berkala.
Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi sebagai pengganti PP
77/2001 tentang irigasi, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air. Operasi
dan pemeliharaan adalah kegiatan pengaturan air dan jaringan irigasi yang
meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya,
termasuk usaha mempertahankan kondisi jaringan irigasi agar tetap berfungsi
dengan baik. Maka dibentuklah kelompok-kelompok tani dari masyarakat petani
pemakai air untuk dapat melakukan pemeliharan secara partisipatif, untuk
jaringan tersiaer dikelola oleh P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dan untuk
jaringan sekunder oleh GP3A yang merupakan Gabungan dari beberapa P3A
dalam satu hamparan Daerah Irigasi.
GP3A yang mendapatkan Program WISMP adalah Daerah Irigasi (DI)
Cianteun Cigatet yang berada di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor
propinsi Jawa Barat. Luas areal lahan yang terairi DI Cianteun Cigatet sekitar 421
hektar. Sumber air DI Cianteun Cigatet berasal dari Sungai Cianteun. Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di wilayah DI Cianteun Cigatet
bernama Mitra Tani. GP3A Mitra Tani membawahi 5 (lima) P3A yang tersebar di
lima desa dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Daerah Irigasi Cianten Cigatet
Luas Lokasi
Nama GP3A Areal L .A. Nama P3A
Kecamatan Desa Terairi
(Ha) (Ha)
Mitra Tani 421 Leuwiliang Barengkok 22 Hegar Mukti
Leuwimekar 71 Mekar Tani
Cibeber I 73 Cinta Damai
Leuwiliang 75 Laksana Paritas
Karehkel 180 Sugih Tani
Sumber Profil GP3A Mitra Tani

GP3A yang belum menerima Program WISMP adalah Daerah Irigasi (DI)
Citeureup yang berada di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor propinsi Jawa
Barat. Luas areal lahan yang terairi DI Citeureup sekitar 125 hektar. Sumber air
DI Citeureup berasal dari Sungai Citeureup. Gabungan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (GP3A) di wilayah DI Citeureup bernama Leubak (Leuwimekar-
Barengkok). GP3A Leubak membawahi 2 (dua) P3A yang tersebar di dua desa
dengan rincian seperti pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Daerah Irigasi Citeureup
Luas Lokasi
Nama GP3A Areal L .A. Nama P3A
Kecamatan Desa Terairi
(Ha) (Ha)
Leubak 125 Leuwiliang Barengkok 75 Sugih Mukti

Leuwimekar 50 Suka Asih


Sumber Profil GP3A Leubak

Pada tanggal 07 Oktober 2004 melalui bimbingan Tenaga Pendamping


Masyarakat (TPM), GP3A Mitra Tani dikukuhkan melalui rapat pengukuhan
GP3A yang disahkan oleh Kepala desa dan Camat menjadi GP3A Mitra Tani
dengan anggota 150 orang. Sebagai legalitas GP3A Mitra Tani, tanggal 22
Desember 2006, GP3A Mitra Tani telah dikukuhkan dihadapan Notaris (Akta
Notaris No 188 Tahun 2006). Visi GP3A Mitra Tani adalah Menjadikan GP3A
MITRA TANI Sebagai lembaga terdepan dalam usaha Peningkatan
Kesejahteraan Petani Pemakai Air di Kecamatan Leuwiliang. Dengan misi
yang akan dilaksanakan oleh GP3A Mitra Tani adalah : 1). Meningkatkan SDM
Petani; 2). Mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) /
KOPERASI; 3). Memberdayakan Petani untuk Pengembangan Ekonomi Produktif
sebagai penunjang Usaha Pertanian. Sedangkan tujuan dari dibentuknya GP3A
Mitra Tani ini adalah sebagai berikut : 1). Terwujudnya Sistem pertanian yang
terintegrasi di setiap wilayah DI Cianten Cigatet; 2). Terciptanya Lapangan Kerja
di daerah pedesaan; 3). Meningkatnya Pendapatan bagi Para Petani Pemakai Air
di DI Cianten Cigatet.
GP3A Leubak dikukuhkan pada tanggal 21 April 2009 melalui bimbingan
Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM), melalui rapat pengukuhan GP3A yang
disahkan oleh Kepala desa dan Camat menjadi GP3A Mitra Tani dengan anggota
100 orang. Sebagai legalitas GP3A Leubak, tanggal 26 Nopember 2012, GP3A
Leubak telah dikukuhkan dihadapan Notaris (Akta Notaris No13 Tahun 2012).
Untuk GP3A Leubak belum memiliki visi dan misi dalam pelaksanaan
kelembaagaan mereka, oleh karena GP3A Leubak belum measuk kedalam
Program WISMP yang di dalam AD/ARTnya memang mencantum visi dan
misinya. Akan tetapi secara tradisional mereka menganut faham Cai Walatra,
Tani Sejahtera artinya jika air tersedia secara cukup maka mereka akan sejahtera,
maka oleh sebab itu permasalahan air ini harus di jaga kelestariannya.
Proses pembentukan organisasi P3A dan GP3A dilakukan secara
musyawarah. Setelah P3A/GP3A terbentuk selanjutnya disusun anggaran dasar
(AD) dan anggaran rumah tangga (ART) sebagai panduan pengurus untuk
menjalankan gerak organisasi. Tingkat implementasi AD/ART sampai saat ini
sekitar 51-75% sesuai dengan ketetapan. AD/ART disusun oleh pengurus GP3A
bersama unit P3A bersama tenaga pendamping Masyarakat (TPM). Berikut ini
tabel mengenai waktu pembentukan kepengurusan P3A dan GP3A dapat dilihat
pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8.

Tabel 5.7 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Cianteun Cigatet


Nama Organisasi Pembentukan Tempat Pembentukan
P3A Hegar Mukti 7 Maret 2008 Desa Barengkok
P3A Mekar Tani 4 Agustus 2004 Desa Cibeber I
P3A Cinta Damai 6 Agustus 2004 Desa Leuwi Mekar
P3A Laksana Paritas 3 Agustus 2004 Desa Leuwiliang
P3A Sugih Tani 2 Agustus 2004 Desa Karehkel
GP3A Mitra Tani 7 Oktober 2004 Desa Leuwiliang
Sumber : DBMP Kab. Bogor

Tabel 5.8 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Citeureup


Nama Organisasi Pembentukan Tempat Pembentukan
P3A Sugih Mukti 07 Mei 2008 Desa Barengkok
P3A Suka Asih 27 April 2008 Desa Leuwi Mekar
Sumber : DBMP Kab. Bogor

Struktur kepengurusan organisasi GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak


terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara, serta adanya bagian-
bagian yang terdiri atas bagian teknis, bagian humas, dan bagian usaha, dengan
membawahi lima anggota P3A untuk GP3A Mitra Tani dan dua anggota P3A
untuk GP3A Leubak dengan unit ulu-ulu pada setiap P3A.
Perubahan tujuan pembangunan pertanian dari swasembada beras menjadi
melestarikan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan
kesempatan kerja di pedesaan dan perbaikan gizi keluarga, serta sejalan dengan
semanagat demokrasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat dan perlu adanya kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi .
Dampak dari pelaksanaan WISMP I terhadap GP3A yang dilaksanakan di
Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :
1. Adanya pengaturan ketersediaan air bagi pertanian
- Pengaturan air ini penting dilakukan guna menjaga konflik diantara
sesama petani karena ada yang tidak terairi . Hal ini dilakukan terutama
dimusim kemarau yang volume airnya berkurang.
2. Kelembagaan GP3A berperan aktif dalam partisipatif Pelaksanaan kegiatan
Program WISMP APL 1
- Kegiatan Program WISMP APL I yang dititik beratkan pada penguatan
kelembagaan diharuskan keaktifan para pengurusnya dalam melaksanakan
operasi pemeliharaan saluran irigasi, dan penentuan pola tanam di
Kabupaten Bogor
3. Pengaturan pola tanam
- GP3A/P3A yang mendapatkan Program WISMP APL I telah dapat
menentukan pola tanam berdasarkan musim tanam (MT I, MT II, dan MT
III dengan pola tanam padi-padi-palawija) berdasarkan Rencana Tata
Tanam Detail dan Rencana Tata Tanam Global.
4. Peningkatan hasil produksi usaha tani dan pendapatan petani
- Pada GP3A yang mendapatkan program WISMP mendapatkan pelatihan
diversifikasi pertanian, hal ini terlihat dengan meningkatnya hasil produksi
pertanian dengan hasil produktivitas 64,95 Ku/Ha.
5. Legalisasi badan hukum GP3A pada 50 % daerah irigasi
- Penguatan kelembagaan dengan mendaftarkan GP3A/P3A ke kantor akte
notaris untuk ditingkatkan statusnya menjadi badan hukum. Hal ini
dimaksudkan supaya organisasi yang dibentuk dapat tumbuh dan
berkembang serta dapat melaksanakan kegiatan operasi pemeliharaan
sistem irigasi secara mandiri. Adapun daftar Nama-nama GP3A yang
statusnya telah badan hukum dapat dilihat pada Tabel 5.4 bawah ini.
6. Adanya pendampingan oleh TPP (Tenaga Pendamping Petani)/TPM (Tenaga
Pendamping Masyarakat) .
- Tenaga Pendamping Masyarakat dalam Program WISMP APL I sebanyak
5 orang yang tersebar di masing-masing daerah irigasi untuk penempatan
sesuai dengan domisili TPM terdekat
7. Adanya manajemen konflik dan pertemuan berkala oleh GP3A .
- Konflik yang sering terjadi terutama dalam pengaturan pembagian air,
dimana air yang tersedia sering digunakan bersama-sama oleh masing-
masing petani maupun pihak perusahaan daerah. Majemen konflik akan
mengatur pembagian air tersebut sehingga tidak terjadi konflik dalam
pembagian air tersebut
8. Adanya Forum Gabungan GP3A (FORGAB) tingkat Kabupaten Bogor
- FORGAB P3A pada saat program WISMP APL I tahun ke 3, dimana
Forum ini dibentuk untuk mempermudah koordinasi dengan Komisi Irigasi
dan Bupati Kabupaten Bogor. Di samping itu untuk menampung saran,
masukan dan permasalahan yang sering terjadi di daerah irigasi yang
berada di Kabupaten Bogor
Dari dampak dari pelaksanaan WISMP I terhadap GP3A yang dilaksanakan
di Kabupaten Bogor maka dapat dilihat perbedaan antara GP3A dengan Program
WISMP dan GP3A Tanpa Program WISMP seperti yang terlihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Perbedaan GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program
WISMP
GP3A Mitra Tani GP3Aleubak
Komponen
Dengan Program WISMP Tanpa Program WISMP
- Belum ada aturan yang
- Memiliki AD/ART,
mengatur kelompok,
- Memiliki rekening bank,
- Belum adanya rekam data
- Sudah berbadan hukum,
Aspek Organisasi/Kelembagaan administrasi,
- Tertib Adminitrasi, dan
- Belum mampu mengatasi
mampu mengatasi masalah
permasalahan yang muncul
organisasi
dalam kelompoknya
- Irigasi Teknis. - Irigasi Sederhana,
- Memiliki jaringan irigasi yang - Masih sering terjadi konflik
Aspek Teknis Irigasi
terpeliharan dan berfungsi pembagian air diantara anggota
baik. atau dengan pihak luar.
- Sudah dapat meningkatkan
produktivitas hasil tanaman - Belum mampu meningkatkan
dari waktu ke waktu dan dan mempertahankan
mempertahankannya pada intensitas tanaman pada tingkat
tingkat yang tinggi melalui yang tinggi karena masih
pengaturan air yang baik dan belum optimalnya pola
efisien. pengaturan air yang efisien
- Pola tanam : (disamping aspek pertanian
Aspek Teknis Usaha Tani Padi - Padi - Ubi jalar lain non-irigasi).
- Produksi Padi Cenderung - Belum menerapkan pola tanam
meningkat di atas 5 ton/ha sendiri.
- Pendapatan pengurus dan - Belum mampu meningkatkan
anggota GP3A meningkat produksi padi, masih di bawah
dengan adanya peningkatan 3 ton/ha
daya beli, tingkat kesehatan, - Pendapatan belum meningkat
dan pendidikan rata-rata anak (statis)
sekolah
- Tersedia dari Iuran Anggota.
- Terwujudnya perkumpulan - belum memiliki usaha
petani pemakai air yang dapat ekonomi lain yang mandiri
Aspek Keuangan dan Bidang
menghimpun dana 50% dari yang mendapat bantuan
Usaha
Angka Kebutuhan Nyata permodalan dari lembaga
Operasi & Pemeliharaan pembiayaan
jaringan primer dan sekunder.
- Mendapatkan pelatihan, - Kurangnya pendampingan
penyuluhan, pendampingan petani dan unit pemberdayaan
Aspek Peran Pemerintah dan sebagainya yang sesuai dengan sumber daya manusia
kebutuhan P3A, GP3A, dan yang handal ditingkat
IP3A. kabupaten/kota.
Sumber : Data primer diolah

Kinerja Proyek
Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang
diharapkan. Sedangkan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) kinerja
merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar
yang telah ditentukan.
Dalam penilaian kinerja proyek yang dijalankan oleh GP3A dengan
Program WISMP dan GP3A tanpa Program WISMP dilihat dari aspek Usahatani
mengenai pola tanam, tingkat produksi dan pendapatan petani. Aspek Usahatani
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

Pola Tanam
Dari data sekunder Surat Keputusan Buapti Bogor Nomor
611/668/Kpts/Per-UU/2012 tanggal 18 Desember 2012 tentang Penetapan Pola
Tanam dan Tata Tanam (Musim Hujan dan Musim Kemarau) Tahun 2012-2013
Pada Daerah Irigasi Pemerintah dan Irigasi Desa di Kabupaten Bogor, diketahui
untuk GP3A Mitra Tani pada Daerah Irigasi Cianten Cigatet Kecamatan
Leuwiliang, diterapkan Pola I yaitu Padi Padi Palawija (Ubi Jalar) untuk satu
tahun musim tanam yang di mulai pada musim penghujan untuk MT I antara
bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Pebruari 2013 dengan tanam padi, MT
II antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 2013 dengan tanam padi dan
terakhir MT III antara bulan Juli sampai dengan September 2013 dengan
menanam palawija.
Untuk GP3A Leubak pada kurun waktu tersebut belum mampu melakukan
pola tanam seperti yang dilakukan oleh GP3A Mitra Tani, karena kondisi daerah
irigasi yang belum terpelihara dengan baik dan adanya bocoran-bocoran yang
belum tertangani secara optimal, seperti halnya pemanfaatan air irigasi selain
untuk pertanian, melainkan untuk komersil, seperti contoh yaitu oleh kolam
pemancingan, tempat pencucian kendaraan bermotor, rumah tangga bahkan oleh
salah satu badan usaha milik daerah, yang mana air tersebut tidak kembali secara
utuh kedalam jaringan irigasi semula, sehingga debit air yang dibutuhkan oleh
petani di GP3A Leubak daerah irigasi citeureup sangat jauh berkurang yang
menyebabkan krisis air untuk persawahan yang akhirnya tidak dapat menerapkan
pola tanam sesuai yang diharapkan.

Tingkat Produksi GP3A


Pada akhirnya usaha tani yang dilakukan akan memperhitungkan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara
biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut
merupakan pendapatan usahatani yang dijalankan petani. Analisis pendapatan
petani bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang terhadap suatu kegiatan
usahatani. Analisis pendapatan memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan
penerimaan (input) dan keadaan pengeluaran (output) selama jangka waktu
tertentu. Total nilai produk yang dihasilkan dengan diperoleh dari perkalian antara
jumlah produk yang dihasilkan (output) dengan harga produk tersebut itulah yang
maksud dengan penerimaan. Sedangkan pengeluaran biaya adalah pengorbanan
semua sumberdaya ekonomi dalam santuan uang yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi.
Penggunaan input dalam kegiatan usaha tani responden antara GP3A Mitra
Tani dan GP3A Leubak di Kecamtan Leuwiliang dan Kabupaten Bogor
menunjukan bahwa secara umum penggunaan inputnya tidak terlalu berbeda
hanya saja tingkat penggunaan input di GP3A Leubak lebih besar dibandingkan
dengan GP3A Mitra Tani.
Penggunaan input pada GP3A Mitra Tani lebih sedikit dibandingkan pada
GP3A Leubak namun hasil produksinya lebih banyak yakni berselisih 1.873,01
kg. Hal ini bisa jadi sebagai efek dari keberadaan program WISMP yang telah
memberikan pembinaan dan pelatihan terhadap anggotannya. Penggunaan pupuk
pada GP3A Mitra Tani dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan GP3A
Leubak. Penggunaan tenaga kerja di GP3A Mitra Tani lebih rendah dibandingkan
dengan GP3A Leubak yakni berselisih 22,17 HOK. Hal ini disebabkan proporsi
penggunaan tenaga kerja oleh GP3A Leubak untuk penanaman dan pemanenan
cenderung dilakukan dengan sistem borongan. Perbandingan rata-rata penggunaan
input dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Perbandingan rata-rata penggunaan input dan hasil antara petani GP3A
penerima program WISMP dan GP3A bukan penerima program
WISMP
Uraian GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Selisih
Produksi
- Luas lahan (Ha) 421 125 296
- Hasil (Kg/Ha) 5.631,98 3.758,97 1.873,01

Input
- Benih (Kg/Ha) 22,31 40,10 -17,78
- Pupuk (Kg/Ha)
a. Urea 208,97 295,13 -86,16
b. SP36 95,29 149,36 -54,07
c. KCL 74,87 35,88 38,99
- Tenaga Kerja 95,18 117,35 -22,17
(HOK)
Sumber : Data Primer diolah

Perbedaan Kinerja GP3A WISMP dan GP3A Non WISMP


Berdasarkan PP 20/2006 (pasal 26) bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
petani dimulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, kontribusi,
sumberdaya manusia dan kemampuan teknis dalam pengelolaan jaringan irigasi.
Hal ini dimaksudkan agar bisa ditindak lanjuti pada posisi mana tingkat partisipasi
GP3A tersebut yang perlu ditingkatkan atau perlu dipertahankan.

Tabel 5.11 Perbedaan Kinerja GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa
Program WISMP
GP3A Dengan GP3A Tanpa
No Komponen
Program WISMP Program WISMP
1 Irigasi Irigasi Teknis Irigasi Sederhana
2 Pengaturan Pola - Terlibat dalam - Belum terlibat dalam
Tanam penyusunan RTT penyusunan RTT
ditingkat GP3A - Pola tanam masih
- Pola Tanam Padi- menyesuaikan dengan
Padi-Ubi Jalar kondisi alam dan
ketersediaan air
3 Hasil produksi Rata-rata mencapai di Rata-rata baru mencapai di
atas 5 ton/Ha atas 3 ton/Ha
Dari Tabel 5.11 menunjukan perbedaan yang sangat signifikan dalam
kontribusi pengelolaan jaringan irigasi, dapat dilihat bahwa GP3A yang
mendapatkan program WISMP, lebih terarah dan teratur dalam kontribusi
pengelolaan jaringan irigasi, sehingga memperlihatkan kinerja yang lebih baik
dari pada GP3A yang tidak menerima program WISMP. Dengan demikian bisa
menjadi tolok ukur bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor khususnya Dinas
Bina Marga dan Pengairan dalam melakukan pembinaan terhadap GP3A.
Rendahnya partisipasi GP3A dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi
bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) Tingkat pendapatan petani yang
rendah sehingga cukup berat untuk memberikan kontribusi yang tinggi dalam
pengelolaan jaringan irigasi yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar.
2) Jaminan/kepastian terhadap kecukupan air yang rendah sehingga menyebabkan
masyarakat petani menjadi apatis terhadap kegiatan pengelolaan jaringan irigasi.
Untuk meningkatkan peran serta masyarakat petani atau GP3A dalam
kontribusi pengelolaan jaringan irigasi maka yang perlu dilakukan yaitu
1) Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian yang
mempunyai nilai jual tinggi. 2) Peningkatan operasi pembagian air yang lebih
baik sehingga kemerataan air meningkat.

Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Kualitas Kinerja


Hasil evaluasi kinerja GP3A dengan menggunakan metode Importance-
Performance Analysis (IPA) seperti yang terlihat pada Tabel 5.12 adalah data
antara tingkat kepentingan dan kepuasan terhadap kualitas kinerja responden yang
akan digunakan untuk membuat diagram kartesius mengenai posisi penempatan
data berdasarkan Importance-Performance Analysis (IPA).
Tabel 5.12 Perbandingan Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Kualitas Kinerja
Responden

Sumber : Data primer. Telah diolah.


Dari tabel 5.12 diketahui bahwa tingkat kepentingan terhadap indikator
tingkat kualitas kinerja GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak setelah dirata-
ratakan. Menurut Martinez, 2003 ada dua macam metode untuk menampilkan data
IPA, yaitu pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata
sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan untuk
mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua
menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan
pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu perioritas penanganan dengan tujuan
untuk mengetahui secara sepesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran
berapa.
Untuk tingkat kepentingan terhadap indikator penilaian kualitas kinerja
dari GP3A Mitra Tani sebagai penerima program WISMP dan GP3A Leubak
sebagai bukan penerima program WISMP menunjukan skor 4,45 artinya bahwa
kedua GP3A menganggap seluruh aspek tersebut adalah penting untuk dilakukan
agar dapat mengembangkan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang
berkelajutan di Kabupaten Bogor. Untuk penilaian tingkat kepuasan responden
terhadap aspek-aspek tersebut pada kondisi saat ini oleh GP3A Mitra Tani dengan
skor 3,23 artinya GP3A Mitra Tani merasa cukup puas dengan kulitas kinerja
yang telah mereka capai sampai saat ini, namun tentunya dengan meningkatkan
variabel GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus, dapat mengatasi
masalah organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar, dapat
memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara
anggota atau dengan pihak luar, serta GP3A dapat berpartisipasi pada kegiatan
pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan, yang merupakan prioritas utama
bagi GP3A untuk menentukan alternatif strategi dengan demikian diharapkan
kulitas kinerja GP3A menjadi lebih optimal.
Sedangkan penilaian tingkat kepuasan responden terhadap aspek-aspek di
atas pada kondisi saat ini oleh GP3A Leubak dengan skor 1,68 dinilai sangat
rendah, artinya GP3A Leubak masih belum puas dengan kualitas kinerja mereka
sampai saat ini, sehingga diperlukan peningkatan dari baerbagai aspek agar
kinerja GP3A Leubak kedepannya dapat lebih optimal.
Dari hasil skoring kuisioner responden terhadap tingkat kepentingan dan
tingkat kualitas kinerja diketahui perbedaan antara GP3A Mitra Tani sebagai
penerima program WISMP dan GP3A Leubak sebagai bukan penerima program
WISMP dengan selisih skor kualitas kinerja sebesar 1,55 lebih besar GP3A Mitra
Tani menunjukan bahwa ada manfaat perubahan dari seluruh aspek indikator
kualitas kinerja dengan adanya program WISMP di Kabupaten Bogor.
IPA menyatukan pengukuran faktor tingkat kepentingan (importance) dan
tingkat kepuasan (performance) yang kemudian digambarkan dalam diagram dua
dimensi yaitu diagram importance-performance untuk mendapatkan usulan
praktis dan memudahkan penjelasan data, dimana pusat pemotongan garis adalah
nilai rata-rata yang terdapat pada dimensi kepentingan dan kepuasan. Grafik IPA
dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran Importance
Performance Analysis seperti yang terlihat pada Gambar 5.2.
A B

C D
Sumber : Data primer telah diolah

Gambar 5.2 Pembagian Kuadran IPA Terhadap Hasil Pengukuran Tingkat


Kinerja dan Kualitas Kinerja GP3A

Berdasarkan grafik IPA pada gambar 5.2 di atas, maka indikator yang
berkaitan dengan tingkat kinerja dan kualitas kinerja GP3A yang berada di
Kabupaten Bogor dapat dikelompokan dalam masing-masing kuadran sebagai
berikut :

1. Kuadran A : Tingkatkan Kinerja


Pada kuadran A terdapat enam variabel (30 %) yang dinilai sangat penting
dan sesuai dengan keinginan anggotanya. Variabel-variabel yang termasuk
dalam Kuadran A tersebut yaitu :
a. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam
pembagian air (B3),
b. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air
diantara anggota atau dengan pihak luar (B4),
c. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat
yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian
lain non-irigasi) (C1),
d. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan
permodalan dari lembaga pembiayaan (D3)
e. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program
pemberdayaan tersebut. (E2)
f. Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya
manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3)
Variabel yang terdapat dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang
sangat penting namun kondisinya saat ini belum memuaskan responden,
sehingga lembaga atau instansi terkait dipandang perlu untuk meningkatkan
kinerja pada berbagai sektor tersebut. Pada aspek teknis irigasi variabel dapat
memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air
dan dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air
diantara anggota atau dengan pihak luar merupakan variabel yang belum
optimal. Pada aspek usaha tani variabel dapat meningkatkan dan
mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan
pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) juga
dirasakan belum optimal oleh anggota karena tingkat kinerjanya masih sangat
rendah. Pada aspek keuangan dan bidang usaha variabel GP3A memiliki
usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari
lembaga pembiayaan dinilai belum sesuai denganharapan karena GP3A
masih kesulitan dalam hal berhubungan dengan pihak lembaga pembiayaan
maka perlu untuk ditingkatkan kinerjanya. Pada aspek peran pemerintah
variabel Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program
pemberdayaan tersebut dan Adanya pendampingan petani dan unit
pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat
kabupaten/kota dinilai belum dapat meningkatkan kinerja GP3A karena
masih rendahnya dana bantuan yang mencukupi dan tenaga pendamping yang
ada belum mampu mendampingi petani secara optimal karena hanya tersedia
5 orang Tenaga Pendamping Petani untuk 30 GP3A yang sudah terbentuk
sampai bulan Desember 2013, sehingga dipandang perlu untuk ditingkatkan.
Berdasarkan hasil analisis, maka variabel-variabel yang termasuk dalam
kuadran A adalah sebagai prioritas utam bagi GP3A untuk menentukan
alternatif strategi agar kinerja GP3A menjadi lebih optimal di kemudian hari.

2. Kuadran B : Pertahankan Kinerja


Yang termasuk dalam Kuadran B terdapat enam variabel (30%), yang di nilai
sudah optimal dalam pelaksanaanya, yaitu diantaranya :
a. GP3A memiliki AD/ART (A1)
b. Dapat memperkecil perbedaan produktivitas hasil tanaman daerah hulu
dan hilir melalui pengaturan air yang adil. (C2)
c. Dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan
mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang
baik dan efisien. (C3)
d. Terwujudnya perkumpulan petani pemakai air yang dapat menghimpun
dana 50% dari Angka Kebutuhan Nyata Operasi & Pemeliharaan jaringan
primer dan sekunder. (D1)
e. Dapat menggerakan di atas 70% jumlah anggotanya untuk memberi
kontribusi iuran pengelolaan irigasi. (D2)
f. Adanya program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan, penyuluhan,
pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A, GP3A, dan
IP3A. (E1)

Variabel kinerja yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor
penunjang bagi pengembangan kelembagaan GP3A penerima Program
WISMP. Dalam aspek organisasi variabel GP3A memiliki AD/ART telah
terlaksana dengan baik sehingga memberikan kepuasan dalam tingkat kinerja
bagi anggotannya. Pada aspek teknis usaha tani variabel Dapat memperkecil
perbedaan produktivitas hasil tanaman daerah hulu dan hilir melalui
pengaturan air yang adil dan dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman
dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi
melalui pengaturan air yang baik dan efisien dinilai anggotanya sudah berjalan
dengan baik sehingga perlu untuk dipertahankan. Pada aspek peran
pemerintah mengenai Adanya program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan,
penyuluhan, pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A,
GP3A, dan IP3A sudah berjalan dengan optimal dan dapat membantu
meningkatkan kinerja GP3A sehingga pantas untuk dipertahankan dan jika
memungkinkan ditingkatkan lagi.

3. Kuadran C : Prioritas Rendah


Pada kuadran C terdapat enam variabel (30%) yang dinilai tingkat
kepentingan dan kinerjanya rendah. Variabel tersebut yaitu :
a. Memilki Bank Rekening dan NPWP. (A3)
b. GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus (A5)
c. Dapat mengatasi masalah organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau
dengan pihak luar. (A6)
d. Memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi baik. (B1)
e. Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan Rencana Pembagian
Airnya setiap tahun. (B2)
f. GP3A dapat berpartisipasi pada kegiatan pengembangan dan pengelolaan
sistem jaringan. (B5)
Variabel ini memiliki tingkat kepuasan yang rendah cenderung belum
dianggap penting oleh petani responden, artinya pada aspek organisasi
manfaat dari kepemilikan bank rekening dan NPWP oleh petani responden
dinilai masih sangat rendah sehingga masih menggap tidak terlalu penting
untuk memiliki rekening bahkan NPWP. Begitu pula dengan variabel GP3A
aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus dan dapat mengatasi masalah
organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar belum
bisa memuaskan anggotanya karena dinilai kinerjanya sangat rendah. Dari
aspek teknis irigasi anggota masih menilai rendah untuk pemeliharaan irigasi
karena mungkin belum berjalan sesuai harapan dan keterlibatan GP3A dalam
partisipasi kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan dianggap
kurang penting namun memiliki kinerja yang sudah cukup baik.

4. Kuadran D : Cenderung Berlebihan


Pada kuadran D terdapat dua variabel (10%) yang dinilai tingkat kepentingan
rendah dengan kinerjanya tinggi, dengan kata lain pada kuadran ini beberapa
variabel dilaksanakan secara berlebihan, variabel tersebut yaitu :
a. GP3A Berbadan Hukum (A2)
b. Tertib admnistrasinya (ada peta jaringan irigasi, buku anggota, program
kerja dan sebagainya). (A4)
Variabel yang terletak pada kuadran ini dianggap sudah baik namun tidak
dianggap penting oleh petani responden, pada aspek organisasi atau
kelembagaan variabel GP3A berbadan hukum serta tertib administrasi
dianggap kurang penting namun memiliki kinerja yang baik, karena semuanya
sudah dapat berjalan sesuai dengan rencana program.
Dari hasil Importance-Performance Analysis (IPA), terhadap tingkat
kepentingan dan tingkat kualitas kinerja diketahui perbedaan antara GP3A Mitra
Tani sebagai penerima program WISMP dan GP3A Leubak sebagai bukan
penerima program WISMP dengan selisih skor kualitas kinerja sebesar 1,55 lebih
besar GP3A Mitra Tani menunjukan bahwa ada manfaat perubahan dari seluruh
aspek indikator kualitas kinerja dengan adanya program WISMP di Kabupaten
Bogor.

Faktor Internal dan Eksternal Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan


Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor
Untuk mengetahui faktor-faktor strategis yang berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor digunakan analisis faktor internal
eksternal. Tahap awal analisis ini adalah mengidentifikasi terlebih dahulu
indikator faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan dan indikator eksternal
yaitu peluang dan ancaman. Faktor internal dan eksternal ditentukan oleh penulis
melalui studi pustaka, wawancara dengan pihak dinas instansi terkait, ketua
GP3A, Tenaga Pendamping Masyarakat dan juga dengan pengalaman penulis
sebagai bagian dari instasi pengelola dan pembina lembaga petani GP3A di
Kabupaten Bogor.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh beberapa faktor stratetgis dalam
rangka peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Faktor strategis tersebut
terdiri dari faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor
eksternal yang meliputi peluang dan ancaman.

Faktor Strategis Internal


Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
GP3A di Kabupaten Bogor, untuk faktor kekuatan (strengths) antara lain : (1)
Lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup; (2) Petani sudah
mempunyai wadah untuk berpartisipasi melaui GP3A; (3) Komisi Irigasi
Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda Irigasi sudah terbit; (4) Jaringan
irigasi berfungsi dengan baik; (5) Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
menyediakan Dana Pendamping untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif.
Adapun faktor-faktor Kekuatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup
- Dengan luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang
menggunkan irigasi mencapai 81,10% Kabupaten Bogor masih cukup
menyediakan lahan sawah bagi para petani di seluruh wilayah Kabuapten
Bogor, selain itu juga Bogor salah satu daerah yang dapat memberikan
kontribusi kebutuhan beras nasional.
2. Petani sudah mempunyai wadah untuk berpartisipasi melaui GP3A
- Dengan telah dibentuknya GP3A pada setiap jaringan Daerah Irigasi
diharapkan dapat meningkatkan kemapuan dan keterampilan anggotanya
sehingga pengelolaan irigasi partisipatif dapat terlaksana dengan baik.
3. Komisi Irigasi Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda Irigasi sudah
terbit.
- Sesuai dengan Permen PU No. 31 Tahun 2007, Komisi Irigasi berfungsi
sebagai lembaga koordinasi dan komunikasi dalam rangka pemanfaatan air
irigasi. Komisi Irigasi minimal melakukan rapat tiga kali dalam setahun,
yaitu sebelum musim tanam. Hasil Rapat Komisi Irigasi setidaknya
menentukan rencana tata tanam global sehingga sejak awal musim tanam
rencana pelaksanaan pengelolaan air irigasi sudah disepakati. Hal ini untuk
menghindari konflik kepentingan terhadap air irigasi yang biasa terjadi.
Komisi Irigasi diharapkan dapat menjadi payung yang cukup baik dalam
mengawal pelaksanaan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan
di Kabupaten Bogor.
- Dengan telah diterbitkannya Perda Irigasi Kabupaten Bogor diharapkan
keandalan air irigasi, keandalan sarana dan prasarana irigasi dapat
terkendali dengan baik, sehingga dapat mewujudkan tertib pengelolaan
jaringan irigasi yang dibangun pemerintah, pemerintah provinsi, dan
Pemerintah Daerah, yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi tingkat daerah.
4. Jaringan irigasi berfungsi dengan baik
- Terjaminnya penyediaan air irigasi memiliki arti penting dalam produksi
padi karena bibit unggul, pupuk, pestisida dan cara bercocok tanam yang
baik akan memberikan hasil tinggi jika air irigasinya cukup tersedia dan
pemberian air dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Pada
dasarnya, air perlu diatur agar pemberiannya pada lahan tepat jumlah dan
waktu. Dengan teknologi manapun, untuk mengelola air irigasi dengan
baik, perlu dilaksanakan serangkaian kegiatan yang menyangkut semua
aspek operasi dan pemeliharaan, mulai dari pengerahan tenaga untuk
pembersihan, perbaikan dan penyelesaian konflik tentang pembagian air
dan perencanaan untuk musim tanam berikutnya.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyediakan Dana Pendamping untuk
penerapan pengelolaan irigasi partisipatif.
- Ketersediaan dana pemeliharaan, menjadi faktor utama tertunda atau
kurang baiknya pemeliharaan jaringan irigasi. Saat ini, ketersedian dana
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sudah mencapai kurang dari 50
% kebutuhan, sehingga banyak jaringan irigasi menjadi tidak terpelihara
dan memberikan konsekuensi yang lebih mahal karena jaringan irigasi
tersebut harus direhabilitasi. Dengan tersediaanya dana yang cukup untuk
pelaksanaan pengembangan progam pengelolaan irigasi partisipatif di
Kabupaten Bogor maka penerapan program kedepannya diharapkan dapat
berkelanjutan sehingga akan lebih banyak lagi jaringan irigasi yang
terpelihara.

Yang menjadi faktor kelemahan (weaknesses) meliputi : (1) Kurangnya


pengalaman dan pelatihan; (2) Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan air; (3) Bukan pemilik lahan hanya penggarap; (4) Partisipasi petani
hanya untuk mendapat upah; (5) Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan
petani.
Adapun faktor-faktor Kelemahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kurangnya pengalaman dan pelatihan
- Pelatihan masyarakat merupakan salah satu kegiatan penyuluhan dalam
rangka memberdayakan masyarakat khususnya untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat sasaran penyuluhan
pertanian. Keberadaan masyarakat yang memiliki sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dalam bidang yang relevan dengan
pembangunan pertanian, diharapkan akan dapat mendukung dan
berperanserta dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu pelatihan
masyarakat perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan memperhatikan
faktor efisiensi, efektivitas dan relevansi.
2. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air
- Kesadaran masyarakat perlu dirancang sedemikian rupa mengingat pada
dasarnya mereka adalah orang dewasa, petani atau orang yang berprofesi
selain petani yang kegiatannya berkaitan dengan pembangunan pertanian.
Oleh karenanya, maka dalam pelaksanaan meningkatkan dan
menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air
harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi orang dewasa
diantaranya bersifat partisipatif, reflektif, dan memberikan umpan balik.
3. Bukan pemilik lahan hanya penggarap
- Dengan banyaknya petani penggarap, maka penghasilan petani berada di
bawah standar. Terlebih petani pemilik lahan yang diasumsikan 1 hektar
hanya bisa meraup dua juta rupiah per bulannya.
4. Partisipasi petani hanya untuk mendapat upah
- Masih sangat banyak petani kita yang hidup secara subsisten, dengan
mengkonsumsi komoditi pertanian hasil produksi mereka sendiri. Mereka
adalah petani-petani yang luas tanah dan sawahnya sangat kecil, atau
buruh tani yang mendapat upah berupa pangan, seperti padi, jagung,
ataupun ketela. Mencari keuntungan adalah wajar dalam usaha pertanian,
namun hal itu tidak dapat dijadikan orientasi dalam setiap kegiatan usaha
para petani. Petani kita pada umumnya lebih mengedepankan orientasi
sosial-kemasyarakatan, yang diwujudkan dengan tradisi gotong royong
(sambatan/kerigan) dalam kegiatan mereka. Sehingga perencanaan
terhadap perubahan kegiatan pertanian harus pula mempertimbangkan
konsep dan dampak perubahan sosial-budaya yang akan terjadi.
5. Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani.
- Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses
kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang
masih lemah. Dan kurang tersediannya anggaran pemerintah daerah dalam
hal meningkatkan kemandirian masyarakat petani melalui pembinaan.

Faktor Strategis Eksternal


Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap pengembangan
penguatan program WISMP terhadap pengelolaan irigasi partisipatif yang
berkelanjutan di Kabupaten Bogor, untuk faktor peluang (opportunities) antara
lain : (1) Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 7/2004,
PP Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Irigasi Partisipatif; (2) Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk
penerapan pengelolaan irigasi partisipatif; (3) Adanya pendamping masyarakat
untuk petani; (4) Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi
dengan baik; (5) Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk
meningkatkan pendapatan petani.
Adapun faktor-faktor peluang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 7/2004, PP
Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Irigasi Partisipatif.
- Prinsip utama pengelolaan irigasi dalam Reformasi
KebijakanPengembangan dan Pengelolaan Irigasi adalah pengelolaan
irigasi yang melibatkan seluruh stakeholder (Pemerintah, petani, LSM
danlainnya) yang terkait mulai dari perencanaan, pendanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, dengan tujuan akhir untuk mengoptimalkan
penggunaan air irigasi, sehingga dapat meningkatkan satu hasil usahatani.
2. Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk penerapan pengelolaan
irigasi partisipatif.
- Hal tersebut telah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk
mendanai pelaksanaan otonomi Daerah, pemerintah daerah diberikan
peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah
sebagai lain-lain pendapatan.
3. Adanya pendamping masyarakat untuk petani.
- Dalam rangka mendukung program Ketahanan Pangan Nasional dan upaya
peningkatan kemampuan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat petani dalam perbaikan jaringan irigasi secara
partisipatif, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air melaksanakan Program Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA) Bidang Irigasi
Tahun Anggaran 2014.
- Tenaga Pendamping Masyarakat yang selanjutnya disingkat TPM adalah
orang yang bertugas dalam melakukan sosialisasi tingkat masyarakat dan
pendampingan KPP4-ISDA, perlu mengikuti (training of trainer) ToT
yang diselenggarakan oleh (Tim Pelaksana Balai) TPB, agar TPM
memperoleh pembekalan baik pengetahuan maupun keterampilan sebagai
tenaga fasilitator KPP4-ISDA dilapangan. Pelaksanaan kegiatan Training
Of Trainer (ToT) bagi Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) tersebut
dimaksudkan untuk Memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi
Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) mengenai Program P4-ISDA,
sehingga diharapkan TPM.
4. Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik.
- Dengan diterbitkannya Perda Irigasi di Kabupaten Bogor dan telah
dibentuknya Komisi Irigasi kabupaten Bogor maka hal tersebut dapat
diasumsikan adanya usaha untuk menjaga jaringan sehungga dapat
berfungsi dengan baik.
5. Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk meningkatkan
pendapatan petani.
- Upaya peningkatan produksi padi harus dikaitkan dengan upaya
peningkatan pendapatan petani. Sumber pertumbuhan peningkatan nilai
tambah bagi petani meliputi: (1) pengembangan agroindustri pedesaan, (2)
konsolidasi manajemen usaha pertanian di tingkat petani untuk
meningkatkan posisi tawar petani, (3) pengembangan warehouse system
untuk tunda jual dan peningkatan mutu produk, dan (4) penerapan PTT
padi yang terintegrasi dengan komoditas lain.

Sedangkan yang menjadi faktor ancaman (threats) meliputi : (1) Rendahnya


tingkat koordinasi antar stakeholder terkait; (2) Kurangnya jumlah Tenaga
Pendamping Masyarakat; (3) Alih fungsi lahan (4) Kurangnya Sosialisasi; (5)
GP3A berperan sebagai kontraktor.
Adapun faktor-faktor ancaman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait
- Belum optimalnya integrasi dan koordinasi program kebijakan pemerintah
terkait dengan pengembangan ekonomi lokal dan daerah, serta masih
rendahnya kesadaran dalam pengelolaan irigasi partisipatif
2. Kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM)
- Jumlah TPM yang tersedia jauh dari jumlah yang ideal, hanya ada 5 orang
TPM untuk melayani masyarakat petani sekabupaten Bogor.
3. Alih fungsi lahan
- Ada sekitar 40 ribuan hektare lahan sawah di seluruh Kabupaten Bogor
yang hendak dipertahankan menjadi lahan pertanian abadi melalui
peraturan bupati maupun ditingkatkan lagi menjadi Perda bagi ketahanan
pangan. Hal ini sebagai tindak lanjut dari banyaknya lahan sawah yang
terus beralih fungsi dari peruntukan awalnya, yang dikhawatirkan akan
semakin tidak terkendali dan bisa menjadi ancaman untuk target produksi
padi 10 juta ton yang dicanagkan oleh pemerintah
4. Kurangnya Sosialisasi
- Sosialisasi atau pemasyarakatan program adalah tahapan penting dalam
program pengembangan program pengelolaan irigasi partisipatif yang
berkelanjutan. Kegiatan sosialisasi tidak hanya menyampaikan informasi
tentang program dan jasa layanannya, tetapi juga mencari dukungan dari
berbagai kelompok masyarakat.
5. GP3A berperan sebagai kontraktor
- Hal ini dapat menjadi ancaman dari tujuan khusus program WISMP bahwa
GP3A berperan aktif dalam pengelolaan irigasi tapi tidak secara
partisipatif namun jadi bersifat komersil atau mencari keuntungan semata,
sehingga tujuan utama agar mendapatkan hasil pembangunan yang lebih
baik nyatanya hanya sebagai tempat mencari keuntungan pribadi maupun
kelompok.

Matrik IFE - EFE


Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor strategis yang
mempengaruhi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor digunakan matrik
Internal Factor Evaluation (IFE) dan untuk faktor Internal dan matrik External
Factor Evaluation (EFE) untuk faktor eksternal. Tujuan menggunakan matrik IFE
dan matrik EFE ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor
strategis internal dan ekternal terhadap keberhasilan peningkatan kinerja GP3A di
Kabupaten Bogor.
Hasil Evaluasi Faktor Internal

Faktor-faktor strategis internal yang mempengaruhi peningkatan kinerja


GP3A di Kabupaten Bogor setelah diperoleh dari pengumpulan data kuisioner
sepuluh orang responden untuk penelitian bobot dan rating maka diperoleh hasil
perhitungannya pada tabel 5.13

Tabel 5.13 Hasil Matrik IFE (Internal Factor Evaluation)


No Faktor-faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan :
1 Lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup; 0,11 4 0,42
2 Petani sudah mempunyai wadah untuk berpartisipasi melaui
0,10 4 0,41
GP3A;
3 Komisi Irigasi Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda
0,10 4 0,39
Irigasi sudah terbit;
4 Jaringan irigasi berfungsi dengan baik; 0,10 4 0,40
5 Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyediakan Dana
0,08 3 0,25
Pendamping untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif
Jumlah 0,49 1,87
Kelemahan :
6 Kurangnya pengalaman dan pelatihan 0,10 4 0,39
7 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air 0,10 4 0,41
8 Bukan pemilik lahan hanya penggarap 0,10 4 0,40
9 Partisipasi petani hanya untuk mendapat upah 0,11 4 0,43
10 Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani 0,10 4 0,41
Jumlah 0,51 2,05
Jumlah Total 1,00 3,92
Sumber : Data primer diolah

Peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor ditentukan oleh faktor


internal dengan tingkat kepentingan relatif satu faktor dengan faktor lainnya
ditentukan oleh besarnya bobot faktor tersebut. Pada Tabel 5. 13 dapat dilihat
bahwa faktor internal yang dinilai paling penting terhadap keberhasilan
peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor adalah lahan sawah masih cukup
luas dan sumber air tersedia cukup, dengan nilai sebesar 0,42 dengan peringkat
sebesar 4 yang berarti faktor tersebut merupakan salah satu faktor kekuatan
utama.
Selain mengidentifikasi kekuatan internal, matrik IFE juga menunjukan
berbagai kelemahan dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor.
Faktor internal yang dimiliki kelemahan terbesar adalah partisipasi petani hanya
untuk mendapat upah yang memiliki nilai sebesar 0,43. Hal ini menunjukan
bahwa dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor harus mampu
merubah pola pikir mereka sehingga orientasinya berubah menjadi lebih baik dari
sekedar mendapatkan upah saja.

Hasil Evaluasi Faktor Eksternal


Berdasarkan hasil identifiksi faktor strategis eksternal yang mempengaruhi
peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor yang terdiri dari peluang dan
ancaman, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi faktor eksternal menggunakan
matrik EFE diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.14. Bobot yang diperoleh
menentukan tingkat kepentingan relatif satu faktor eksternal terhadap faktor
eksternal lainnya yang berpengaruh pada peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten
Bogor.

Tabel 5.14 Hasil Matrik EFE (External Factor Evaluation)


No Faktor-faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang :
1 Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 0,10 3 0,31
7/2004, PP Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Irigasi Partisipatif;
2 Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk penerapan 0,10 3 0,31
pengelolaan irigasi partisipatif;
3 Adanya pendamping masyarakat untuk petani; 0,10 3 0,31
4 Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi 0,11 3 0,32
dengan baik;
5 Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk 0,10 3 0,30
meningkatkan pendapatan petani.
Jumlah 0,52 1,55
Ancaman :
6 Rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait 0,09 3 0,28
7 Kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat 0,08 2 0,15
8 Alih fungsi lahan 0,09 3 0,28
9 Kurangnya Sosialisasi 0,12 4 0,47
10 GP3A berperan sebagai kontraktor 0,10 3 0,30
Jumlah 0,48 1,49
Jumlah Total 1,00 3,04
Sumber : Data primer diolah

Berdasarkan Tabel 5.14 terlihat bahwa faktor-faktor kunci eksternal yang


memberikan peluang terbesar dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten
Bogor adalah adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan
baik, peluang ini diharapkan dapat mendorong kemajuan peningkatan kinerja
kelembagaan petani. Nilai skor terbesar yang dimiliki faktor kunci eksternal ini
yaitu sebersar 0,32 dengan bobot 0,11 dan rating sebesar 3.
Faktor eksternal yang memberikan ancaman terbesar bagi peningkatan
kinerja GP3A di Kabupaten Bogor adalah kurangnya sosialisasi yang di tunjukan
dengan bobot 0,12 dan rating 4 sehingga skornya menjadi 0,47. Hal ini
menunjukan bahwa dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor harus
mampu mengatasi ancaman terbesar yaitu meningkatkan sosialisasi sehingga jika
masyarakat petani yang di wakili oleh lembaga GP3A maka akan meningkatkan
kualitas kinerja mereka.

Perumusan Program
Formulasi alternatif pengembangan program pengelolaan irigasi partisipatif
yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor diperoleh dengan tiga tahap yaitu (1)
identifikasi faktor internal dan eksternal yang diperoleh melalui wawancara; (2)
tahap penggabungan; dan terakhir (3) tahap pengambilan keputusan. Metoda yang
digunakan dalam merumuskan strategi adalah pendekatan analisis SWOT, yakni
dengan mencocokan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan
dengan faktor-faktor ekternal berupa peluang dan ancaman, untuk mendapatkan
alternatif strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T, dan QSPM
(Quantitatif Strategic Planning Matrix).
Dari hasil evaluasi di atas maka di susun kedalam matrik SWOT untuk
menganalisis antara kekuatan dengan kelemahan dan peluang dengan ancaman.
Matriks SWOT tersebut digambarkan pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Matriks SWOT strategi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten


Bogor.

Kekuatan (S) Kelemahan (W)


Faktor Internal 1. Lahan sawah masih cukup luas 1. Kurangnya pengalaman dan
dan sumber air tersedia cukup; pelatihan
2. Petani sudah mempunyai wadah 2. Rendahnya kesadaran masyarakat
untuk berpartisipasi melaui dalam pengelolaan air
GP3A; 3. Bukan pemilik lahan hanya
3. Komisi Irigasi Kabupaten Bogor penggarap
sudah terbentuk dan Perda Irigasi 4. Partisipasi petani hanya untuk
sudah terbit; mendapat upah
4. Jaringan irigasi berfungsi dengan 5. Kurangnya dukungan dana untuk
baik; pembinaan petani
5. Pemerintah Daerah Kabupaten
Faktor Eksternal Bogor menyediakan Dana
Pendamping untuk penerapan
pengelolaan irigasi partisipatif
Peluang (O) Strategi (S-O) Strategi (W-O)
1. Mekanisme partisipatif sudah 1. Mengelola jaringan irigasi secara 3. Memperkuat kualitas SDM petani
disebut jelas dalam UU SDA partisipatif dengan dana yang ada melalui pelatihan, bimbingan teknis,
No 7/2004, PP Irigasi no (S1, S2, S3, S4, O1, O3, O4); dan studi banding
20/2006, Permen PU No 2. Memprogramkan rencana (W1,W2,O1,O3)
30/2007 tentang Pedoman pengelolaan jaringan irigasi secara 4. Meningkatkan dukungan
Pengelolaan Irigasi partisipatif untuk peningkatan Pemerintah Daerah Kabupaten
Partisipatif; produksi dan peningkatan Bogor untuk pembinaan petani agar
2. Tersedianya dana hibah dari kesejahteraan petani dalam bisa berpartisipasi dalam
Pemerintah Pusat untuk RPJMD Kabupaten Bogor pengelolaan irigasi secara
penerapan pengelolaan irigasi (S3, S4, S5, O1, O2, O4, O5); partisipatif.
partisipatif; (W2, W3,W4,W5,O1,O2,O3)
3. Adanya pendamping 5. Meningkatkan kesadaran petani
masyarakat untuk petani; dalam Pengelolaan Irigasi
4. Adanya usaha untuk menjaga Partisipatif melalui sosialisasi dan
jaringan irigasi dapat pendampingan oleh tenaga
berfungsi dengan baik; pendamping yang proporsional
5. Adanya usaha untuk (W1,W2,W3,O3,O4)
meningkatkan produksi padi
untuk meningkatkan
pendapatan petani.
Ancaman (T) Strategi (S-T) Strategi (W-T)
1. Rendahnya tingkat koordinasi 6. Memperkuat koordinasi antar
antar stakeholder terkait stakeholder melalui fungsi
2. Kurangnya jumlah Tenaga koordinasi Komisi Irigasi;
Pendamping Masyarakat (S3,S5,T1,T2)
3. Alih fungsi lahan
4. Kurangnya Sosialisasi
5. GP3A berperan sebagai
kontraktor

Berdasarkan hasil analisis SWOT, diperoleh 6 (enam) alternatif strategi


yang dapat digunakan dalam Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor.
Strategi S-O (Strengths-Opportunities)
Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten
Bogor. Strategi tersebut menghasilkan dua alternatif strategi yaitu :
1. Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada
Pendanaan harus dimanfaatkan seefektif mungkin agar lebih tepat sasaran,
memiliki multiflier effect yang besar untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat petani.
2. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara
partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan
petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor
Untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan jaringan irigasi maka akan sangat
penting diprogramkan dalam rencana kerja resmi Pemerintah Kabupaten
Bogor. Seperti diketahui pengelolaan jaringan irigasi menurut Undang-
undang Sumber Daya Air No 7/2004 meliputi rehabilitasi dan upgrading serta
operasi dan pemeliharaan (O&P).

Strategi S-T (Strengths-Threats)


Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman yang ada dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di
Kabupaten Bogor. Strategi tersebut menghasilkan alternatif strategi yaitu
Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi
Komisi Irigasi. Maka dibentuklah Komisi Irigasi sesuai amanat UU RI No 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan implementasi dari PP No. 20 Tahun
2006 tentang Irigasi.

Strategi W-O (Weaknesses- Opportunities)


Strategi W-O merupakan strategi yang mengatasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di
Kabupaten Bogor. Strategi ini pun menghasilkan tiga alternatif strategi yaitu :
1. Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis,
dan studi banding
Strategi ini dilakukan untuk mengatasi faktor kelemahan kurangnya
pengalaman dan pelatihan dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan air dengan memanfaatkan peluang utama dengan telah
ditetapkannnya mekanisme partisipatif dalam UU, PP, beserta turunnya.
Peluang tersebut juga didukung dengan adanya dana hibah dari Pemerintah
Pusat sebagai stimulan penerapan pengelolaan irigasi partisipatif.
2. Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk
pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi
secara partisipatif
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintah
Daerah, peran pembinaan petani menjadi tanggung jawab pemerintah
kabupaten melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertanian dan
Kehutanan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.
3. Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif
melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang
proporsional. Strategi ini dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor
kelemahan kurangnya pengalaman dan pelatihan, rendahnya kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan air, kepemilikan lahan, partisipasi petani
hanya untuk mendapat upah dan kurangnya dukungan dana untuk pembinaan
petani, serta untuk menghindari faktor ancaman rendahnya tingkat koordinasi
antar stakeholder terkait, kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat
(TPM) dilapangan, alih fungsi lahan, kurangnya sosialisasi dan GP3A
berperan sebagai kontraktor yang akhirnya hanya mencari keuntungan
semata.

Strategi W-T (Weaknesses - Threats )


Strategi W-T merupakan strategi yang didasarkan pada kegiatan yang
bersifat bertahan dan ditunjukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman yang mungkin timbul dalam rangka pengembangan
program Pelaksanaan WISMP Terhadap peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten
Bogor. Berdasarkan hasil analisis SWOT maka strategi W-T tidak perlu
dilakukan.
Dengan banyaknya alternatif strategi yang diperoleh, harus dipilih
beberapa strategi yang akang di jadikan prioritas. Tahap pengambilan keputusan
merupakan tahap selanjutnya dari perumusan strategi dengan menggunakan
analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis ini ditunjukan
untuk menentukan prioritas strategi pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif
di Kabupaten Bogor.
Setelah dialakukan perhitungan nilai TAS, maka diperoleh hasil QSPM
seperti disajikan pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Hasil analisis QSPM dalam perumusan strategi peningkatan kinerja
GP3A di Kabupaten Bogor.
Nilai
No Alternatif Strategi Prioritas
TAS
1 Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana
7,71 IV
yang ada
2 Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi
secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan
8,34 I
peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD
Kabupaten Bogor
3 Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi
8,14 II
koordinasi Komisi Irigasi
4 Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan,
7,53 V
bimbingan teknis, dan studi banding
5 Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi 7,93 III
dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif
6 Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi
Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh 6,89 VI
tenaga pendamping yang proporsional
Analisis QSPM dilakukan dengan cara memberikan nilai kemenarikan
relatif (Attractive Score = AS) pada masing-masing faktor internal maupun
ekternal. Strategi yang mempunyai total kemenarikan relatif (Total Attractive
Score = TAS) tinggi merupakan prioritas utama strategi.
Berdasarkan hasil analisis QSPM Tabel 5.18 didapatkan prioritas strategis
yang sangat tinggi sampai dengan yang terendah untuk keberlanjutan program
pengembangan pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten
Bogor. Strategi yang menjadi prioritas pertama adalah memprogramkan rencana
pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan
peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor dengan nilai
TAS 8,34. Strategi yang menjadi prioritas kedua adalah memperkuat koordinasi
antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi dengan nilai TAS 8,14.
Strategi yang menjadi prioritas yang ketiga adalah meningkatkan dukungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa
berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif dengan nilai TAS 7,93.
Startegi yang menjadi prioritas keempat adalah mengelola jaringan irigasi secara
partisipatif dengan dana yang ada dengan nilai TAS 7,71. Strattegi yang menjdi
prioritas kelima adalah memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan,
bimbingan teknis, dan studi banding dengan nilai TAS 7,53. Strategi yang menjdi
prioritas keenam adalah meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi
Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang
proporsional dengan nilai TAS 6,89.
VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air


di Kabupaten Bogor merupakan langkah akhir dalam memberikan masukan
alternatif strategi bagi pimpinan daerah dalam menetukan arah kebijakan strategi
yang tepat guna, mutu, waktu dan biaya sehingga pelaksanaan kegiatan Water
Resources And Irrigation Management Program (WISMP) yang telah diterapkan
di Kabuapten Bogor mengenai pengelolaan irigasi partisipatif dapat terus
berlanjut walau pun program tersebut telah selesai. Dalam rancangan
pengembangan strategi program pengelolaan irigasi partisipatif yang
berkelanjutan ini, juga memperhatikan visi dan misi Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kabupaten Bogor.

6.1 Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor
Adapun visi dan misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor
adalah Terwujudnya Penyelenggaraan Sistem Jaringan Jalan dan
Irigasi Yang Dapat Mendorong Perkembangan Wilayah dan Perekonomian
Masyarakat.

Visi tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya yang dijabarkan dalam misi
dinas, yakni sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan infrastruktur jalan dan irigasi untuk mendukung
pengembangan wilayah dan perekonomian masyarakat
2. Meningkatkan keandalan mutu infrastruktur jalan dan irigasi sesuai dengan
fungsinya
3. Melestarikan Sumber-Sumber Air Permukaan Guna Menjaga Ketersediaan Air
4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dinas dan masyarakat dalam
pembangunan infrastruktur jalan dan iaringan irigasi.

6.2 Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai


Air (GP3A) di Kabupaten Bogor.
Strategi alternatif serta program pengembangan terbaik yang dapat
dilaksanakan pemerintah daerah untuk mempertahankan tingkat kinerja dan
partisipasi GP3A dalam rangka meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi
pertanian beririgasi, berdasarkan hasil analisis kajian dengan memperhatikan visi
dan misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, maka didapatkan 6
(enam) rumusan strategi, yang terbagi dalam 3 (tiga) katagori rencana
pembangunan daerah, antara lain yaitu :

A. Rencana Pembangunan Jangka Pendek


1. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif
untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam
RPJMD Kabupaten Bogor
2. Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi
Komisi Irigasi.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
1. Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk
pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara
partisipatif
2. Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada

C. Rencana Pembangunan Jangka Panjang


1. Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan
studi banding
2. Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif
melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang
proporsional

Melalui stakeholder yang terkait dalam pengelolaan irigasi partisipatif


seperti Petani, P3A/GP3A, Juru Pengairan, UPT Pengairan, Dinas Bina Marga
dan Pengairan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah, yang berkoordinasi dalam satu wadah yang di sebut
Komisi Irigasi, keenam rumusan strategi tersebut dapat dijabarkan sebagai
beriktut :
1. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara
partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan
petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor
Rehabilitasi bisa dilaksanakan dalam jangka waktu 5-10 tahun pada saat
terjadi penurunan fungsi layanan jaringan irigasi. Peran O&P adalah untuk
menjaga agar jaringan tidak mengalami penurunan fungsi sehingga
pendanaan untuk rehabilitasi, yang memerlukan dana besar, bisa dikurangi.
Dengan dimasukkannya pengelolaan irigasi secara partisipatif dalam RPJMD
maka keberlanjutan pendanaan akan terjamin, peran serta petani akan diakui,
dan jaringan irigasi dapat dijaga fungsi layanannya. Dalam RPJMD harus
dijelaskan tugas dan peran masing-masing dinas pemerintah daerah yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan irigasi antara lain Badan Perencanaan
dan Pembangunan Daerah, Dinas Bina Marga dan Pengairan serta Dinas
Pertanian dan Kehutanan.Tugas dan peran masing-masing dinas tersebut
sebaiknya dilengkapi dengan rencana penganggarannya.

2. Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi


Komisi Irigasi.
Yang dimaksud dengan stakeholder dalam pengelolaan irigasi adalah Petani,
P3A/GP3A, Juru Pengairan, UPT Pengairan, Dinas Bina Marga dan
Pengairan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah, yang berkoordinasi dalam satu wadah yang di sebut
Komisi Irigasi. Komisi Irigasi Kabupaten Bogor bertanggung jawab langsung
kepada Bupati, pengurus komisi irigasi terdiri dari ketua di jabat oleh Kepala
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, ketua harian di jabat oleh
Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan, dalam rangka memperkuat
koordinasi komisi irigasi bersidang 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun pada
waktu menjelang musim hujan dan musim kemarau, yang dihadiri oleh
seluruh anggota komisi irigasi dan di pimpin oleh ketua komisi irigasi.
Untuk dua strategi di atas tersebut merupakan pengembangan untuk strategi
rencana pembangunan jangka pendek. Adapun detail rencana jangka
panjangnya adalah sebagai berikut :
1. Adanya pengusulan anggaran perbaikan fisik saluaran irigasi mulai dari
pintu bendung sampai bangunan tersier.
2. Tersusunnya peraturan Gubernur Jawa Barat tentang sistem Irigasi.
3. Adanya pelimpahan wewenang pembangunan dan pemeliharan sistem
jaringan irigasi kepada GP3A.
4. Pelimpahan kewenangan pembinaan GP3A/P3A dari Dinas Bina Marga
dan Pengairan Kepada Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan
Ketahangan Pangan Penyuluhan Pertanian Peternakan Perikanan dan
Kehutanan (BKKP5K) Kabupaten Bogor.

3. Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk


pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi
secara partisipatif
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintah
Daerah, peran pembinaan petani menjadi tanggung jawab pemerintah
kabupaten melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertanian dan
Kehutanan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. Peningkatan
dukungan pemerintah kabupaten dalam pembinaan petani antara lain bisa
dilakukan dengan penyediaan dana yang cukup untuk kegiatan pelatihan,
bimbingan teknis dan lain sebagainya.

4. Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada


Kebijakan pengembangan program Pelaksanaan WISMP Terhadap
Keberlanjutan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor harus
berbasis masyarakat dengan menitikberatkan pada partisipasi masyarakat
dengan menerapkan prinsip local ownership (pengelolaan dan pemilikan oleh
masyarakat setempat) sehingga pola ini akan memberikan nilai ekonomi dan
edukasi yang besar khususnya bagi masyrakat petani untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Untuk dua strategi di atas tersebut merupakan pengembangan untuk strategi
rencana pembangunan jangka menengah. Adapun detail rencana jangka
menengahnya adalah sebagai berikut :
1. Pemberdayaan kelembagaan pengelolaan irigasi
2. Pengadaan TPM/KTPM kabupaten Bogors
3. Up dating PSETK
4. Rapat Koordinasi KPI secara berkala
5. Penentuan SK Bupati GP3A/P3A
6. Adanya kegiatan penyadaran Publik dalam sistem irigasi
7. Memfasilitasi kegiatan pelatihan-pelatihan di tingkat GP3A/P3A
(pelatihan administrasi dan keuangan)
5. Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis,
dan studi banding
Pemerintah Pusat sebagai stimulan penerapan pengelolaan irigasi partisipatif
meberikan dana hibah kepada pemerintah daerah. Melalui dana hibah tersebut
beberapa daerah irigasi dapat melaksanakan tahapan-tahapan partisipatif dan
memenuhi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa
berpartisipasi sehingga bisa menjadi contoh yang baik untuk daerah-daerah
irigasi yang belum menerapkannya.
Untuk dapat berpartisipasi secara berkelanjutan oleh petani, pemerintah
daerah harus mampu memberikan dana bantuan pembinaan terhadap petani,
pada saat pendanaan berupa hibah dari pemerintah pusat sudah selesai.
Melalui tahapan sosialisasi, pemerintah daerah harus mampu menyusun
PSETK, membentuk organisasi (GP3A), dan melegalisasi organisasinya.
Kemudian petani juga harus mengikuti pelatihan-pelatihan terkait desain dan
konstruksi sehingga dalam mewujudkan partisipasinya lebih terarah dan tepat
sasaran. Jika dana tersedia cukup, petani bisa diajak untuk melihat
keberhasilan penerapan partisipasi pada daerah irigasi di daerah lain.

6. Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif


melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang
proporsional. Strategi ini merupakan pengembangan untuk strategi
pembangunan jangka panjang. Adapun detail rencana jangka panjangnya
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengalaman dan pelatihan bagi para petani yang tergabung
dalam P3A/GP3A,
2. Melibatkan partisipasi petani dalam pengelolaan irigasi sesuai wilayah
dan kewenangannya,
3. Mengalokasikan dana APBD yang cukup untuk pembinaan petani,
4. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder terkait sehingga dapat terjalin
tata kerja yang baik,
5. Menambah jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dilapangan
yang sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dibutuhkan dalam
memberikan bimbingan dan arahan terhadap petani yang tergabung dlam
P3A/GP3A sehingga maksud dan tujuan yang diingikan dapat tercapai
sesuai target,
6. Melakuan invetarisasi dan sertifikasi lahan pertanian dan luas areal
pengairan untuk meminalisir terjadinya alih fungsi lahan,
7. Melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap GP3A yang telah
berbadan hukum yang telah memiliki keterampilan secara teknis, untuk
tidak berperan sebagai kontraktor semata, yang akhirnya hanya mencari
keuntungan, akan tetapi justru lebih memperkuat kemandirian serta
kemampuan dalam melakukan rehabilitasi, operasi dan pemeliaraan
dalam pengelolaan irigasi pada daerah irigasi wilayah kerja masing-
masing GP3A.

Dengan melihat strategi-strategi yang telah dibuat, selanjutnya disusun


rancangan program dan kegiatan yang bisa dilaksanakan untuk pengembangan
program pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor
yang disesuaikan dengan analisis IFE-EFE, Matrik IE, Matrik SWOT dan QSPM,
serta disesuaikan juga dengan visi misi Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kabupaten Bogor.
Rancangan program dan kegiatan ini disusun berdasarkan waktu
pelaksanaan kegiatan pada tahun 2015 samapai dengan 2020, pada akhir tahun
anggaran rancangan program tersebut diprioritaskan bisa tercapai. Rancangan
program dan kegiatan mengenai Pengembangan Program Pengelolaan Irigasi
Partisipatif Yang Berkelanjutan yang berdasarkan pada Strategi Peningkatan
Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor
PeriodeTahun 2015 2020 dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Matriks Pengembangan Program Pengelolaan Irigasi Partisipatif Yang


Berkelanjutan di Kabupaten Bogor Periode Tahun 2015 - 2020.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian mengenai Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor, didapat
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terlihat perbedaan kinerja antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima
Program WISMP dan GP3A Leubak yang bukan penerima Program WISMP.
GP3A Mitra Tani setelah mendapatkan pembinaan dan pelatihan melalui
Program WISMP menjadi lebih terarah dan teratur dalam kontribusi
pengelolaan jaringan irigasi sehingga dapat meningkatkan jaringan irigasi
sederhana menjadi irigasi teknis, mampu melakukan penyusunan dan
mengusulkan Rencana Tata Tanam ditingkat GP3A kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor serta mampu meningkatkan hasil produksi rata-rata
mencapai di atas 5 Ton/Ha.

2. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, dalam rancangan Strategi


Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di
Kabupaten Bogor menekankan pada strategi menggunakan kekuatan internal
yang ada dengan memanfaatkan peluang eksternal, Hasil analisis QSPM
didapatkan strategi yang menjadi prioritas adalah : a) Memprogramkan
rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan
produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten
Bogor; b) Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi
Komisi Irigasi.

Saran
Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(GP3A) di Kabupaten Bogor didasarkan pada Aspek Tingkat Kinerja dan Kualitas
Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor dinilai perlu ada peningkatan kinerja. Faktor
yang perlu ditingkatkan kinerjanya terdiri dari :
a. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam
pembagian air (B3),
b. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air
diantara anggota atau dengan pihak luar (B4),
c. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat
yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek
pertanian lain non-irigasi) (C1),
d. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan
permodalan dari lembaga pembiayaan (D3)
e. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program
pemberdayaan tersebut. (E2)
f. Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya
manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3)
Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Strategi Peningkatan Kinerja
Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor maka
GP3A dapat memberikan argumentatif kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dan
Pemerintah Pusat untuk memberikan perhatian dan keterlibatan atas pentingnya
keberlangsungan program pengelolaan irigasi partisipatif pada petani dengan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk itu saran yang diberikan
pada :
1. Pemerintah Kabupaten Bogor
a. Menyiapkan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya dari dana APBD
untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara rutin terhadap
GP3A;
b. Meningkatkan kerjasama dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian
untuk penerapan teknologi pertanian dan pengelolaan irigasi partisipatif.
c. Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian
yang mempunyai nilai jual tinggi.
d. Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan
air meningkat

2. Pemerintah Pusat
a. Menempatkan prioritas kebijakan dan meningkatkan anggaran bantuan
langsung masyarakat;
b. Melakukan pembinaan dan pelatihan kepada anggota GP3A penerima
program WISMP secara intensif; dan
c. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala pada anggota GP3A
penerima program WISMP.

3. Masyarakat Petani
a. Turut berperan serta dalam menjaga keberlangsungan program
pengelolaan irigasi partisipatif di perdesaan untuk kepentingan bersama
sesuai dengan rencana.
b. Pengembangan penguatan program WISMP terhadap pengelolaan irigasi
partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor sebaiknya dilakukan
dengan pola comunity base development (pembangunan berbasis
masyarakat) dengan prinsip partisipasi, edukasi dan local ownership
sehingga lebih mensejahterkan masyarakat lokal. Perencanaan dan
implementasi strategi dan program pengelolaan irigasi partisipatif yang
berkelanjutan harus memperhatikan carrying capacity (daya dukung),
capacity building (peningkatan kemampuan) lingkungan sehingga
pengelolaan irigasi secara partisipatif yang di desain untuk Kabupaten
Bogor akan sustainable (keberlanjutan), bertahan lama, semakin
berkembang dan mandiri.

Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yokyakarta:


Graha Ilmu
Akbar. (2011). Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang). Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta:
Ministry of Education and Culture.
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Artiningtyas. (2012). Analisis Tingkat Keberhasilan Pinjaman Bergulir PNPM
Mandiri Perkotaan Berdasarkan Tingkat Konsumsi Masyarakat (Studi
Kasus Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang. Tesis. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Bappeda Kab. Bogor. (2011). Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kab. Bogor Tahun
2008 2013. Bogor.
Bappenas. (2004). Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/161
BPS Kab. Bogor. (2011). Indikator Makro Kabupaten Bogor Tahun 2011. Bogor.
BPS Prov. Jabar. (2012). Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2012. Berita
Resmi Statistik No. 31/07/32/Th. XIV, 2 Juli 2012. Bandung.
Basri, A. F. M.,& Rivai, V. (2005). Perfomance Appraisal. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada
Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung :
ITB
Caesarion, Rio. (2011). Efektifitas Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) Terhadap Kinerja Usaha Kecil di Kabupaten
Lampung Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chandra, Rama. (2010). Analisis Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH)
dan Dampaknya terhadap Peserta Program. Tesis. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Chatani, Kazutoshi. (2012). Diagnosing The Indonesian Economy : Toward
Inclusive and Green Growth. Chapter 9 : Economic Growth
Employment Creation, and Poverty Alleviation. Penerbit Anthem
Press. Desa Cibedug. (2009).
Dokumen Jangka Panjang Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM
Pronangkis). Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Bogor.
Gardiner dkk. (2007). Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan Evaluasi Program-
Program Penanggulangan Kemiskinan. Modul 3 : Target, Indikator
dan Basis Data. Bappenas. Jakarta. www.ditpk.bappenas.go.id
Ginting, J. (2004). Analisis Faktor Penyebab Pendapatan Petani Miskin di
Kecamatan Deli Tua. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Guritno,Bambang dan Waridin. (2005). Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai
Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Motivasi Terhadap
Kinerja . Jurnal Riset Bisnis Indonesia Vol.1 No.1, p. 63-74.
Habibillah, Ahmad Darma. (2010). Evaluasi Pelaksanaan Program Dana
Penguatan Modal (DPM APBN TA. 2006) melalui Mekanisme
Pinjaman bagi Pembudidaya Ikan Skala Kecil di Kota Metro. Tesis.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Ismawan, Bambang. (2003). Peran Lembaga Keuangan Mikro. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia. Univeritas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Janvry, Alain de. (2004). Handout#10: Rural Development Policy and Household
and Community Behaviour.
Kabupaten Bogor Dalam Angka 2013, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.
Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portfolio Assessment-Its Theory
and Practice. Japan: Shizuoka University.
Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta.
Penerbit Erlangga.
Lederer, Adam Mark, Using Public Policy Models to Evaluate Nuclear
Stimulation Projects: Wagon Wheel in Wyoming, M.A., Department
of Political Science, May 1998.
Lehmann, H. (1990). The Systems Approach to Education. Special Presentation
Conveyed in The International Seminar on Educational Innovation
and Technology Manila. Innotech Publications-Vol 20 No. 05.
Martilla, John A and James, John C. (1977). Importance-Performance Analysis.
Journal of Marketing, Vol. 41, No. 1, pp. 77-79. American Marketing
Association. http://www.jstor.org/stable/1250495.
Mahaga, Radiana. (2009). Evaluasi Dampak Program Penanggulangan
Kemiskinan Tahap 2 (P2KP-2) di Jawa Barat terhadap Tingkat
Konsumsi Masyarakat. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.
Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PT-PSP C 4.
2-2011). Jakarta. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian
Pekerjaan Umum.
Project Appraisal Document (PAD) Water Resources and Irrigation Sector
Management Project I Buku 1. Jakarta. National Project Management
Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan
Umum.
Project Implementation Program (PIP) Water Resources and Irrigation Sector
Management Project I Buku 1. Jakarta. National Project Management
Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan
Umum.
Project Management Manual (PMM) Water Resources and Irrigation Sector
Management Project I Buku 1. Jakarta. National Project Management
Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan
Umum
Pasaribu, Ali Musa. (2012). Perencanaan & Evaluasi Proyek Agribisnis (Konsep
dan Aplikasi). Jakarta. Lily Publisher.
Pasaribu dkk. (2011). Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP 2011 dan Evaluasi
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Pusat Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor.
Ravallion et al. (2005). What Can Ex-Participants Reveal about a Programs
Impact?. The Journal of Human Resources, Vol. 40, No. 1. University
of Wisconsin Press. www.jstor.org/stabel/4129571
Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT.
Gramedia Pustaka Umum, Jakarta
Riadi, Alan. 2011. Pengaruh program pemberdayaan Gabungan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (GP3A) terhadap pendapatan petani anggota
GP3A di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Institut Pertanian
Bogor.
Rivai, R.S. 2010. Evaluasi dan Penyusunan Desa Calon Lokasi Pengembangan
usaha agribisnis Perdesaan (PUAP). Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian, Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.
Santosa, Hidayat, dan Indroyono. (2003). Evaluasi Dampak Program
Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran di Propinsi D.I. Jogjakarta.
Singarimbun, Masri. 1994. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LPS3ES
Soegijoko, et all. 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad
21. Jakarta.
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York :
Macmillan College Publishing Company
Suharsimi, Arikunto (2004 : 1)PENGERTIAN EVALUASI menurut para ahli
Suharyanto, Arys. 2007. Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi Masyarakat
Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian
Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Suradisastra, K., W.K. Sejati, Y. Supriatna, dan D. Hidayat. 2002. Institutional
Description of Balinese Subak. Jurnal Kajian dan Pengembangan
pertanian, Vo. 21 No.1, 2002. Badan Kajian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.
Syahyuti, 2007. Strategi dan Tantangan dalam Pengembangan Gabungan
Kelompoktani (GAPOKTAN) sebagai Kelembagaan Ekonomi di
Pedesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor
Tolang Lubis, Sutan. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung
Tunai di Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota
Medan. Medan : USU e-Repository 2008.
Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta
Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat
Warsito, Hermawan. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Water Resources and Irrigation Sector Management Project (WISMP) Main
Report, 2004. Jakarta. National Project Management Unit. Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum.

http://www.scribd.com/doc/82137738/Kerangka-Acuan-Kerja-pendamping-PPSIP
www.jabar.bps.go.id/system/files_force/ publikasi/miskin072012_0.pdf
http://are.berkeley.edu/courses/ARE253/2004/handouts/PP04-10-peasants.pdf
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 23 Desember 1976,


merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. H.
Soemarno, MM dan Hj. Yeti Setiawati. Pada tahun 1989 penulis menamatkan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri IPPOR Cariu Kabupaten Bogor, dilanjutakan
dengan menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri Cariu dan
lulus pada tahun 1992. Kemudian penulis hijrah ke Kota Bogor dan menamatkan
Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Bogor pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis
melanjutkan pendidikan pada Fakultas Teknik Sipil Universitas Pakuan Bogor
dan berhasil menyelesaikan pendidikan Strata Satu pada Tahun 2003. Pada tahun
2012 penulis mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan Strata Dua
di Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Pada tahun 2006 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai negeri Sipil
(PNS) di Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor pada Dinas Bina Marga dan
Pengairan.Pada tahun 2006 penulis ditugaskan di Seksi Pengelolaan pada Bidang
Pemeliharaan dan Pengelolaan Dinas Bina Marga dan Pengairan, kemudian pada
tahun 2012 penulis beralih tugas ke Seksi Pembangunan dan Rehabilitasi
Jembatan pada Bidang Pembangunan dan Rehabilitasi Dinas Bina Marga dan
Pengairan. Penulis Menikah dengan Rubaiah Darmayanti, M.Sc, yang merupakan
putri ke tiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. Marsam dan Hj. Siti
Watiah, saat ini penulis telah dikaruniai satu orang putri dan satu orang putra
yaitu Diva Carissa Ramasuci (21 Nopember 2002) dan Abyan Tsaqif Musyafa
Wahyudi (01 Mei 2012).

Anda mungkin juga menyukai