Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok pengguna napza suntik
(penasun/IDU=Injecting Drug User), penjaja seks (SEX Work) dan pasangan, serta waria di beberapa propinsi
di Indonesia pada saat ini, maka kemungkinan terjadinya resiko penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum
tidak dapat diabaikan. Kebanyakan dari mereka , apakah sudah terinfeksi atau belum.
Estimasi yang dilakukan pada tahun 2003 diperkirakan di Indonesia terdapat sekitar 90.000-130.000 orang
terinfeksi HIV, sedangkan data yang tercatat oleh Departemen Kesehatan RI sampai dengan Maret 2005 tercatat
6.789 orang hidup dengan HIV/AIDS.
Melihat tingginya prevalensi di atas maka masalah HIV/AIDS saat ini bukan hanya masalah kesehatan
masyarakat yang sangat luas. Oleh karena itu penanganan tidk hanya dari segi medis tetapi juga dari psikososial
dengan berdasarkan pendekatan kesehatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencehan primer, sekunder, dan
tertier. Salah satu upaya tersebut adalah deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV
atau belum melalui konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, bukan dipaksa atau dijawabkan. Mengetahui
status HIV lebih dini memungkinkan pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan, perawatan,
dukungan, dan pengobatan sehingga konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela merupakan pintu masuk
semua layanan tersebut di atas.
Perubahan perilaku seseorang dari beresiko menjadi kurang beresiko terhadap kemungkinan tertular HIV
memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan
logika. Proses mendorong ini sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual. Konseling merupakan salah
satu pendekatan yang perlu di kembangkan untuk mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara
mandiri. Layanan koneseling HIV/AIDS sukarela dapat dilakukan sarana kesehatan dan sarana kesehatan
lainnya, yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan /atau masyarakat. Layanan konseling dan testing
HIV/AIDS sukarela ini harus berlandaskan pada pedoman konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, agar nutu
layanan dapat dipertanggung jawabkan.

B. Tujuan

Tujuan Umum
Menurukan angka kesakitan HIV/AIDS melalui peningkatan mutu pelayanan konseling dan testing
HIV/AIDS sukarela dan perlindungan bagi petugas layaan VCT dan klien.
Tujuan Khusus :
Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS.
Menjaga mutu layanan melalui penyedian sumber daya dan manajemen yang sesuai.

1
Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS.

C. Sasaran

Pedoman ini digunakan bagi sarana kesehatan maupun sarana kesehatan lainnya yang menyelenggarakan
layanan koneling dan testing HIV/AIDS.

D. Pengertian-pengertian

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan pertahanan
diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseoarang.
Ante Natal Care (ANC) adalah suatu perawatan perempuan selama kehamilannya. Biasanya di lakukan di KIA
(Kliik Ibu dan Anak), dokter kebidanan atau bidan.
Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh
orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang memerlukan berdasarkan beberapa
criteria klinis, juga dalam rangka Prevention of Nother To Child Transmission (PMTCT).
Human Immuno-deficiency Virus (HIV)adalah virus yang menyebabkan AIDS.
Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien utuh, menilai
kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar kebutuhan klien, dan disalurkan kepada layanan
yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan jika di perlukan.
Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan atau testing HIV/AIDS.
Konselor adalah pemberi layanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling HIV dan dinyatakan
mampu. Konseling pasangan adalah konseling yang di lakukan terhadap pasangan seksual atau calon pasangan
seksual klien. Konseling pasca tes adalah diskusi anatar konselor dengan klien, bertujuan menyampaikan hasil
tes HIV klien, membantu klien beradaptasi dengan hasil tes. Materi diskusi adalah menyampaikan hasil secara
jelas, menilai pemahaman mental emosional klien, membuat rencana menyertakan orang lain yang bermakna
dalam kehidupan klien, menjawab respon emosional yang tiba-tiba mencuat, menyusun rencana tentang
kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku beresiko dan perawatan, membuat perencanaan
dukungan.
Konseling pra tes adalah diskusi antara klien dan konselor, bertujuan menyiapkan klien untuk testing
HIV/AIDS. Isi diskusi adalah klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan
pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari depan, membantu klien
memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan informed consent, dan konseling seks yang aman.
Konseling pra tes kelompok adalah diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya ta lebih dari lima
orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka untuk testing HIV/AIDS. Sebelum melakukannya, ditanyakan
kepada para klien tersebut apakah mereka setuju untuk berproses bersama.

2
Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus HIV/AIDS.
Perawatan dan dukungan adalah layanan konprehesif yang disediakan untuk ODHA dan keluarganya. Termasuk
di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan pencegahan infeksi opurtunistik, dukungan
sosioekonomi dan perawatan di rumah.
Periode jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai badan orang tersebut
membentuk antibody melawan HIV yang cukup untuk dapat di deteksi dengan pemeriksaan rutin tes HIV.
Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk mendapatkan layanan.
Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa secara
kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan
medic lainnya) bagi dirinya atau atas specimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan
memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keprluan penelitian.
Prevention of Mother-To-Child Transmission (PMTCT) adalah pencegahan penularan HIV dari ibu kepada anak
yang akan atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu
kepada anak.
Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan petugasnya
mengirimka klien, sample darah atau informasi, member petunjuk kepad institusi lain atas dasar kebutuhan klien
untuk mendapatkan layanan yang lebih memadai. Pengiriman ini senantiasa di lakukan dengan surat pengantar,
bergantung pada jenis layanan yang di butuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau
persetujuan para pemberi layanan, dan disertai umpan balik dari proses atau hasil layanan.
Tuberklosa (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberklosa. TB seringkali merupakan infeksi yang
menumpang pada mereka yang telah terinfeksi virus HIV
Konseling dan Testing (Couselling adan Testing) adalah konseling dan testing HIV/AIDS sukarela, suatu
prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dank lien untuk memahami HIV/AIDS beserta resiko dan
konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan
perilaku kea rah perilaku lebih sehat dan lebih aman.

3
BAB II

KONSELING & TESTING SUKARELA (VCT )

A. Definisi Konseling dalam VCT


Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung
jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.

B. Peran Konseling dan Testing Sukarela (VCT)

VCT

Merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HI

Penerimaan sero-status,
coping & perawatan diri
Memfasilitasi

* Perencanaan perubahan

masa depan perilku

* Perawatan
anak yatim piatu

* Pewarisan
Memfasilitsi
Voluntary
intervensi MCTC
Conselling
Normalisasi
Testing
HIV/AIDS

Manajemen dini infeksi


Rujukan Terapi opurtunistik & IMS ;
dukungan social pencegahan & introduksi ARV
dan sebaya perawatan
reproduksi

4
Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT)
merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan
HIV/AIDS berkelanjutan.

Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien saat klien mencari pertolongan medic dan
testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun
negative. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi opurtunustik,
dan ART.
VCT harus di kerjakan secara professional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana
memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggai dan memahami diri akan resiko enfeksi HIV,
mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk
menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan
meningkatkan perilaku sehat. Testing HIV dilakukan secara sukrela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah
klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko.

C. Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)


1. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV.
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, tanpa tekanan.
Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan klien. Kecuali testing HV pada donor darah di unit
tranfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukrela sehingga
tidak direkomendasikan untuk testig wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU,
rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan.

2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.


Layanan harus bersifat professional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang
disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak
diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disinpan
dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien
selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat di ketahui.

3. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif


Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling
pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan
klien dalam menerima hasl testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

4. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.

5
WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk
melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa di ikuti oleh konseling pasca testing oleh
konselor yang sama atau konselor lainnya yang setuju oleh klien.

D. Model Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) .

Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang di butuhkan, misalnya klinik IMS,
klinik TB, ART, dan sebagainya. Lokasi layanan VCT hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas sehingga
mudah di akses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup mudah di mengerti sesuai dengan
etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi.

Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting, dan sangat bergantung pada kondisi dan
situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti indivisual atau pasangan, perempuan
atau laki-laki, dewasa atau anak muda.

Model layanan VCT terdiri dari :

1. Mobile VCT (Penjangkauan dan keliling)


Layanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela model penjangkauan dan keliling (mobile VCT)
dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok
masyarakat yang memiliki perilaku beresiko atau beresiko tertular HIV/AIDS diwilayah tertentu.
Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan
survey tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah setempat.
2. Status VCT (Klinik VCT tetap)
Pusat Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela terintegrasi dalam sasaran kesehatan dan sarana
kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana
kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat
akan Konseling dan Testing HIV/AIDS, layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan
terkait dengan HIV/AIDS.

E. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV agar dapat mencegah dirinya dari
penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain. Masyarakat yang dating ke pelayanan
VCT disebut dengan klien. Sebutan klien dan bukan pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien
akan berperan aktif dalam proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama
mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS, perilaku berisiko,
testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negative atau positif .

6
BAB III
SARANA, PRASARANA, DAN SUMBER DAYA MANUSIA
1. Sarana
Papan nama / petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di
depan ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.

2. Ruang tunggu
Ruang tunggu yang nyaman hendaknya didepan ruang konseling atau di samping tempat pengambilan sample
darah.
Dalam ruang tunggu tersedia
Materi KIE : Poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV/AIDS, IMS, KB, ANC, TB,
hepatitis, penyalahgunaan Napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan, dan seks yang aman.
Informasi prosedur konseling dan testing.
3. Kotak saran
Tempat sampah, tissue, dan persediaan air minum
Bila mungkin sediakan TV, video, dan mainan anak
Buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien, kalau mungkin computer untuk mencatat data
Meja dan kursi yang tersedia dan nyaman
4. Kalender.

Sesudah jam layanan selesai, ruang ini dapat dipakai untuk dinamika kelompok, diskusi, proses edukasi,
pertemuan para konselor, dan pertemuan pengelolaan layanan konseling dan jejaringanya.

5. Jam Kerja Layanan


Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat.
Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu
terlalu lama. Layanan Konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan jam kerja para penjangkau dan
ketersedian waktu klien.Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari sehingga mempermudah
akses klien yang bekerja atau bersekolah.Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber daya maka
konseling dan testing tidak dapat dilakukukan setiap hari kerja.Oleh karena itu jam kerja VCT disesuaikan
dengan jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan testing seperti KIA, TB, IMS, IDU.
6. Ruang konseling

Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaannya, dan terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan
darah. Hindari klien dari ruang konseling bertemu dengan klien/pengunjung lain, artinya ada satu pintu untuk
masuk dan satu pintu untuk keluar bagi klien yang letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai
konseling dank lien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu.

7
7. Ruang pengambilan darah
Lokasi ruang pengambilan darah harus dekat dengan ruang konseling, jadi dapat terpisah dari ruang
laboratorium.
Peralatan yang harus ada dalam ruang pengambilan darah adalah :
- Jarum dan semprit steril
- Tabung dan botol tempat penyimpanan darah
- Stiker kode
- Kapas alcohol
- Cairan desinfektan
- Sarung tangan karet
- Apron plastic
- Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir
- Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi, dan barang tajam (sesuai petunjuk
Kewaspadaan Universal Departemen Kesehatan)
- Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca pajanan okupasional.

8. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan


Ruang ini berisi :
- Meja dan kursi
- Tempat pemeriksaan fisik
- Stetoskop & tensimeter
- Kondom dan alat peraga penggunaannya
- KIE HIV/AIDS dan infeksi opurtunistik
- Blanko resep
- Alat timbangan badan.
9. Ruang laboratorium
Di dalam sarana kesehatan atau sarana kesehatan lainnya, laboratorium letaknya ada di bagian patologi klinik
atau di pelayanan VCT sendiri.
Materi yang harus tersedia dalam laboratorium adalah :
- Reagen untuk testing dan peralatnnya
- Sarung tangan karet
- Jas laboratorium
- Lemari pendingin
- Alat sentrifusi
- Ruang penyimpanan testing-kit, barang habis pakai

8
- Buku-buku register (stok barang hais pakai, penerimaan sampel, hasil testing, penyimpanan sampel,
kecelakaan okupasional) atau computer pencatat
- Cap tanda positif atau negative
- Cairan desinfektan
- Pedoman testing HIV
- Pedoman pajanan okupasional
- Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat di kunci

Contoh denah pelayanan VCT

R. Tunggu R. Konseling R. Pengambila Ruang Toillet

Konseling Darah & Lab Staff VCT

Ruang

Penerimaan R. Tunggu

Hasil Testing
E

N Ruang Kasir

R E

Y X

Yang perlu diperhatikan dalam pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS sukarela adalah :

Memiliki akses dengan unit rawat jalan


Letak ruang konseling, tempat pengambilan darah , dan staf medik hendaknya berada di tempat yang saling
berdekatan.
Pemeriksaan darah dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang tidak jauh dari tempat layanan VCT,
sedangkan pengambilan darah dilakukan di tempat pelayanan konseling.
9
10. Prasarana
11. Aliran Listrik
Dibutuhkan aliran listrik untuk penerangan yang cukup baik untuk membaca dan menulis, serta ada alat untuk
pendingin ruangan.
12. Air
Diperlukan air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan serta membersihkan alat-
alat.
Sambungan telepon
Diperlukan sambungan telepon, terutama untuk berkomunikasi dengan layanan lain yang terkait.
13. Pembuangan limbah padat dan limbah cair
Mengacu kepada pedoman pelaksanaan Kewaspadaan tentang pengelolaan limbah yang memadai.
14. Sumber Daya Manusia
Layanan VCT harus mempunyai sumber daya manusia yang sudah terlatih dan kompeten .
Petugas pelayanan VCT terdiri dari :
- Kepala klinik VCT
- Konselor VCT terlatih sesuai dengan standar WHO atau lebih sesuai dengan kebutuhan.
- Seorang petugas laboratorium dan atau seorang petugas pengambil darah yang berlatar belakang analis .
- Seorang dokter yang bertanggung jawab secara medis dalam penyelenggaraan layanan CST .
- Petugas administrasi untuk data entry yang sudah mengenal ruang lingkup pelayanan VCT .
- Petugas keamanan yang sudah mengenal ruang lingkup pelayanan VCT
- Tenaga lain sesuai kebutuhan, misalnya relawan.

Semua petugas layanan VCT bertanggung jawab atas konfidensialitas klien. Klien akan menandatangani
dokumen konfidensialitas terlebih dahulu yang memuat perlindungan dan kerahasianan klien.
Pendokumentasien data harus dipersiapkan secara tepat dan cepat agar memudahkan dalam pelayanan dan
rujukan.

10
BAB IV
PENATALAKSANAAN PELAYANAN VCT

Struktur Organisasi
Struktur organisasi pelayanan ini terdiri dari :
1. Kepala Klinik VCT / Koordinator Konselor
Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manejerial dan program terkait dengan
pengembangan layanan VCT dan penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS.
Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT
engelola seluruh pelaksanaa kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan
yang berhubungan dengan institusi pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.
A. Tugas Kepala Klinik VCT
- Menyusun perencanan kebutuhan operasional.
- Mengawasi elaksanaa kegiatan.
- Mengevaluasi kegiatan.
- Bertanggung jawab untuk meastikan bahwa layanan secara keseluruhan berkualitas sesuai dengan
pedoman VCT Departemen Kesehatan RI.
- Mengkoordinir pertemuan berkala dengan seluruh staf konseling dan testing, minimal satu bulan sekali.
- Melakukan jejaring kerja dengan rumah sakit, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang VCT
untuk memfasilitasi pengobatan, perawatan, dan dukungan.
- Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat dan Departemen kesehatan RI serta pihak terkait
lainnya.
- Melakukan monitoring internal dan penilaian berkala kinerja seluruh petugas pelayanan VCT, termasuk
konselor VCT.
- Mengembangkan standar prosedur operasional pelayanan VCT.
- Memantapkan system atau mekanisme monitoring dan evakuasi layanan yang tepat.
- Menyusun dan melaporkan laporan bulanan dan laporan tahunan kepada Dinas Kesehatan setempat.
- Memastikan logistik terkait dengan KIE dan bahan lain yang di butuhkan untuk pelayanan Konseling
dan Testing.
- Memantapkan pengembangan diri melalui pelatihan peningkatan keterampilan dan pengetahuan
HIV/AIDS.

2. Administrasi
11
Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki keahlian di bidang administrasi dan berlatar
belakang pelatihan dasar HIV AIDS .
A. Tugas Administrasi
- Bertanggung jawab terhadap kepala unit VCT
- Bertanggungjawab terhadap pengurusan perijinan klinik VCT dan registrasi konselor VCT
- Melakukan surat menyurat dan administrasi terkait
- Melakukan tata laksana dokumen, pengarsipan, melakukan pengumpulan, pengelolaan, dan analisis data
- Membuat pencatat dan pelaporan
3. Koordinator Pelayanan Medis
Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang bertanggungjawab secara teknis medis dalam
penyelenggaraan layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab langsung kepada kepala klinik
VCT.
A. Tugas penanggungjawab pelayanan medis :
- Melakukan koordinasi pelaksanaan medis
- Melakukan peneriksaan medis, pengobatan, perawatan maupun tindak lanjut terhadap klien.
- Melakukan rujukan (pemeriksaan penunjang, laboratorium,dokter ahli, dan konseling lanjutan)
- Melakukan konsultasi kepada dokter ahli
- Membuat laporan kasus

4. Koordinator Pelayanan Non Medis


Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu mengembangan program perawatan, dukungan
dan pengobatan HIV/AIDS terkait psikologis, social, dan hokum. Koordinator pelayan non medis minimal
sarjana kesehatan/ non kesehatan yang berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologi atau sarjana ilmu social
yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung jawab terhadap kepala unit VCT.
A. Tugas koordinator pelayanan non medis :
- Mengususlkan perencanaan kegiatan dan kebutuan operasional.
- Melakukan koordinasi dengan konselor dan petugas managemen kasus
- Menyelenggarakan layanan VCT sesuai dengan pedoman nasional Departemen Kesehatan RI.
- Membantu melakukan jejaring kerja dengan rumah sakit, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
VCT untuk memfasilitasi pengobatan, perawatan, dan dukungan.
- Melakukan monitoring internal dan penilaian berkala kinerja konselor VCT dan manajer kasus
- Mengembangkan dan melaksanakan standar prosedur operasional pelayanan VCT
- Mengajukan draff laporan bulanan dan laporan tahunan kepada kepala unit VCT
- Menyeiapkan logistic terkait dengan KIE dan alat peraga yang dibutuhkan untuk pelayanan VCT
- Memantapkan pngembangan diri melalui pelatihan peningkatan keterampilan dan pengetahuan
HUV/AIDS
12
5. Konselor VCT

Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT.
Tenaga konselor VCT minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor
sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien
konseling pasca testing.

A. Tugas Konselor VCT


- Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien, pendokumentasian dan pencatatan konseling klien dan
penyimpanannya agar terjaga kerahasiaannya.
- Pemburuan data dan pengetahuan HIV/AIDS
- Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan dukungan di masyarakat dan jejaring
internal dengan berbagai bagian rumah sakit yang terkait
- Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien merasa berdaya untuk
membuat pilihan untuk melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan testing, konselor
perlu mendapat jaminan bahwa klien betul menyetujuiya melalui penandatanganan informed consent
tertulis
- Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat pribadi dan rahasia.selama
konseling pasca testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut seperti,dukungan psikokosial
dan rujukan.informasi ini diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.
- Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan mereka yang dipinggirkan,sebab mereka
sangat rawan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminatif.
- Beberapa hal yang diperhatikan seorang konselor:
- Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan tindakan medik.
- Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
- Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.
Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan
persetujuan klien
B. Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah:
- Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti tentang HIV/AIDS secara menyeluruh
,yaitu yang berkaitan dengan gangguan kesehatan fisik dan mental
- Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan konseling dan testing sukarela HIV
yang ditertibkan oleh departemen kesehatan RI tahun 2000
6. Petugas Laboratorium
Petugas laboatorium minimal seorang petugas pengambil darah yang berlatarbelakang perwat. Petugas
laboratorium atau teknisi telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV dengan cara ELISA,
testing cepat, dan mengikuti algoritma testing yang diadopsi dari WHO.
A. Tugas petugas Laboatorium :
13
- Mengambil darah klien sesuai SOP
- Melakuka pemeriksaan laboratorium sesuai prosedur dan standar laboratorium yag telah di tetapkan.
- Menerapkan kewaspadaan baku dan transmisi
- Melakukan pencegahan pasca pajanan okupasional
- Mengikuti perkembangan kemajuan teknologi pemeriksaa laboratorium
- Mencatat hasil testing HIV dan sesuaikan dengan nomor indentifikasi klien
- Menjaga kerahasiaan hasil testing HIV
- Melakukan pencatatan, menjaga kerahasiaan, dan merujuk ke laboratorium rujukan.

7. Tahapan Pelayanan VCT


Konseling Pra Testing
Alur penatalaksanaan VCT dan keterampilan melakukan konseling pra testing dan konseling pasca testing perlu
memperhatikan tahapan berikut ini :

Perencanaan Rawatan

Psikososial anjutan
Konseling Pasca-testing

KoselingPasca-testing
Konseling Pra-testing

Penilaian Risiko Klinik

Keterampilan Mikro Konseling Dasar

Komunikasi Perubahan Perilaku

Alasan di lakukannya VCT

Informasi Dasar HI

14
Tahapan Penatalaksanaan :
1. Penerimaan kien :
- Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama (anonimus) sehingga nama tidak ditanyakan
- Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak menunggu
- Jelaskan tentang prosedur VCT .
- Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap klien mempunyai nomor kodenya sendiri.
- Kartu periksa Konseling dan Testing
- Klien mempunyai kartu dengan nomor kode.
- Data ditulis oleh konselor. Untuk meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh konselor
dan perawat/pengambil darah.
2. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah sebagai berikut :
- Bersama konselor mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan informasi aurat dan lengkap tentang
HIV/AIDS, perilaku berisiko, testing HI dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negative atau
positif.
- Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya
dan penyebaran infeksi, dengan cara menggunakan berbagai informasi dan alat prevensi yang tersedia
bagi mereka.
- Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya akan satus HIV dirinya dan
merencanakan kehidupan lebih lanjut.
3. Konseling pra testing HIV/AIDS
- Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir.
- Perkenalan dan arahan
- Membangun keercayaan kilen pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan
sehingga terjalin hibungan baik dan terbin sekap saling memahami.
- Alasan kunjungan dan klarisifikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV/AIDS
- Penilaian risko untuk membantu klien mengetahui factor resiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaan
darah
- Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi
tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV
- Di dalam konseing pra testing seorang konselor VCT harus dapat membuat keseimbangan antara
pemberian informasi, penilaian resiko dan merespon kebutuhan emosi klien.
- Konselor VCT melakukan penilaian ssistem dukunagn
- Klien memberika persetujuan tertulisnya (Informed Consent) sebelum dilakukannya testing HIV/AIDS.

15
4. Konseling Pra testing HIV/AIDS dalam keadan khusus
Dalam keadaan klien terbaring maka konseling dapat dilakukan di samping tempat tidur atau dengan
memindahkan tempat tidur klien ke ruang yang nyaman dan terjaga kerahasiaanya
Dalam keadaan klien tidak stabil maka VCT tidak dapat dlakukan langsung kepada klien dan menunggu hingga
kondisi klien stabil
Dalam keadaan pasien kritis tetapi stabil dapat dilakukan konseling.
A. Informed Concent
Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya.

Aspek penting didalam persetujuan tertulis itu adalah sebagai berikut :

- Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan dampak sebagai akibat dari tindakkannya
danklien menyetujuinya.
- Klein mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu menyatakan persetujuannya (secara
intelekstual dan psikiater).
- Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan meski konselor memahami bahwa mereka
memang sangat memerlukan pemeriksaan HIV.
- Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena keterbatasan dalam
memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan
informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya.
B. Informed Consent pada anak.
Ditinjau dari aspek hukum bahwa anak mempunyai keterbatasan kemampuan berpikir dan menimbang ketika
berhadapan dengan HIV/AIDS. Jika mungkin anak didorong untuk menyertakan orang tua/wali dilayanan
kesehatan. Meskipun demikian jika anak tidak menghendaki orangtua/wali sidertakan, bukan berarti ia tidak
diperbolehkan mendapatkan informasi layanan yang tepat. Akses layanan VCT juga berlaku bagi mereka yang
berumur dibawah usia dewasa menurut hokum, dan disesuaikan dengan kemampuan anak unuk menerima dan
memproses serta memahami informasi dari hasil testing HIV/AIDS. Konselor terlatih perlu melakukan penilaian
kemampuan anak dalam aspek ini. Dalam melakukan testing HIV pada anak, dibutuhkan persetujuan dari
orangtua/wali.
C. Batasan umur untuk dapat menyatakan persetujuan testing HIV
Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran
abstrak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara hukum seseorang di anggap dewasa ketika seorang
laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun
sampai usia dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan persetujuan orangtua .

16
Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua aau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan
(informed consent), jika ia tak punya orangtua atau pengampuh, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala
rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung jawab atas diri anak harus menandatangani informed
consent.
Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan testing HIV, maka oangtua atau pengampunya harus
mendampingi secara penuh .
D. Persetujuan yang dilakukan orangtua untuk anak
Orangtua dapat memberikan persetujuan onseling dan testing HIV/AIDS untuk anaknya. Namun sebelum
meminta persetujuan, konselor telah melakukan penilaian akan situasi anak, apakah melakukan testing akan lebi
bai dari pada tidak. Jika orangtua yang bersikeras ingin mengetahui status anak, maka konselor harus melakukan
konseling terlebih dahulu dan menilai apakah orangtua atau pengampunya akan menempatkan pengetahuan ata
status HIV anak untuk kebaikan anak atau merugikan anak. Jika konselor dalam keraguan, bimbinglah anak
untuk dapat memutuskan dengan didampingi tenaga ahli. Anak senantiasa diberitau betapa pentingnya hadir
seseorang yang bermakna dalam hidupnya untuk mengetahui kesehatan dirinya.

E. Testing HIV dalam VCT


Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaannya. Testig dimaksud untuk menegakkan
diagnose. Terdapat serangkaian testing yang berbeda-beda karena perbedaan prinsip metoda yang di gunakan.
Testig yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibody HIV dalam serum atau plasma.
Spesimen adalah darah klien yang di ambil secara intravena, plasma atau serumnya. Pada saat ini belum
digunakan specimen lain seperti saliva, uruin, dan spot darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid
testing) memungkinkan klien mendapatkan hasil testing pada hari yang sama. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu
untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk
penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah benar milik klien. Petugas laboratorium harus
menjaga mutu dan kofidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (technical error) maupun manusia
(human error). Petugas laboratorium (perawat) (mengambil) darah setelah klien menjalani konseling pra testing.

Bagi pengamblan darah teknisi laboratorium harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan penandatanganan informed consent.
- Hasil testing HIV harus diverifikasi oleh dokter patologi klinis atau dokter terlatih ata dokter
penanggungjawab laboratorium.
- Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.
- Dalam laporan pemeriksaan hanya tertulis nomor atau kode pengenal.
- Jangan member tanda berbeda yang mencolok terhadap hasil yang positif dan negative
- Meskipun specimen berasal dari sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya yang berbeda, tetap
harus dipastikan bahwa klien telah menerima konseling dan menandatangani informed consent.
17
E. Bagan alur testing HIV .
Pemeriksaan darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus memperhatikan gejala atau tanda klinis serta
pravalensi HIV diwilayah. Prevelensi HIV diatas 30% digunakan strategi II menggunakan reagen yang berbeda
sensitivity dan specificity.
Untuk prevalensi HIV di bawah 10% dapat menggunakan strategi III, menggunakan tiga jenis reagen yang
berbeda sensitivity dan specificity.
Bagan testing strategi II dan III .

STRATEGI II

A1 (Pemeriksaan I)
18
A1 + A1

A2 (Pemeriksaan II)

A1 + A2 A1 + A2

Laporan Positif Di ulang A1 dan A2

A1 + A2 + A1 + A2 - A1 A2

Laporkan Positive Laporkan Indenterminate Laporan Negatif

Keterangan :

A1 dan A2 merupakan dua jeis pemeriksaan testing antibody HIV yang berbeda.

19
STRATEGI III

A1 (Pemeriksaan 1)

A1 + A1

Laporan Negatif

A2 (Pemeriksaan II)

A1 + A2 + A1 + A2

Ulangi A1 dan A2

20
A1 + A2 + A1 + A2 - A1 A2

Laporan Negatif

A3 (Pemeriksaan III)

A1 + A2 + A3 + A1 + A2 + A3 - A1 + A2 A3 + A1 + A2 A3

Laporan Positif Indeterminate Risiko Risiko

Tinggi Rendah

Indeterminate Dianggap negatif

Keterangan :

A1, A2 dan A3 merupakan tiga jenis pemeriksaan antibody HIV yang berbeda.

Bagan alur strategi II (menggunaka 2 jenis testing berbeda)

Spesimen darah yang tidak reaktif sesduah testing cepat pertama dikatakan sebagai sero negative, dan kepada
klien disampaikan bahwa hasilnya negative. Tidak dibutuhkan testing ulang. Spesimen darah yang sero-reaktif
pada testing cepat pertama membutuhkan testing ulang dengan testing kedua yang mempunyai prinsip dan
metode reagen yang berbeda. Bila hasil testing pertama reaktif dan hasil testing kedua reaktif maka dikatakan
hasilnya positif. Bila hasil testing pertama reaktif dan hasil testing kedua non reaktif maka pemeriksaan harus
diulang kembali dengan menggunakan testing cepat pertama dan testing cepat kedua. Bila hasil keduanya reaktif
maka dikatakan positif. Bila hasi pertama reaktif dan hasil kedua tetap non reaktif, maka dikatakan tidak dapat
ditentukan/inderterminate. Bila ternyata setelah diulang keduanya non reaktif maka dikatakan negative.
21
F. Bagan alur strategi III (pasien asimtomatik)

Awalnya sama dengan strategi II, bila hasil testing reaktif dengan kedua testing cepat perlu dilanjutkan
dengan testing cepat ketiga. Apabila ketiganya reaktif maka dikatakan positif. Apabila dari ketiga testing cepat
salah satunya non reaktif maka dikatakan tidak dapat ditentukan/inderteminate. Bila setelah testing kedua salah
satunya non reaktif, dan dilanjutkan dengan testing ketiga hasilnya juga non reaktif (dari ketiga testing hanya
satu yang reaktif) maka perlu dinilai perilaku pasien. Hasil yang dikatakan positif baik strategi II atau strategi III
tidak diperlukan testing konfirmasi pada laboratorium rujukan.

Hasil yang tidak dapat di tentukan/ indenterminate baik pada strategi II yang menggunakan dua jenisa testing
maupun pada strategi III yang menggunakan tiga jenis testing, perlu dilakukan konfirmasi dengan WB (Western
Blot). Kalau hasil testing masih meragukan, ulangi testing dua minggu setelah pengambilan specimen pertama.
Bila masih meragukan, maka specimen dirujuk ke laboratorium rujukan misalnya dengan pemeriksaan Western
Blot.

Bila dengan testing konfirmasi ini masih meragukan, testing lanjutan harus dijalankan sesudah empat minggu,
tigda bulan, enam bulan dan dua belas bulan. Bila tetap indeterminate setelah dua belas bulan maka boleh
dikatakan negative .

G. Konseling Pasca Testing


Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing.
Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing, memberikan hasil
testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak klien mendiskusikan strategi untuk
menurunkan penularan HIV.
1. Kunci utama dalam menyampaikan hasil testing.
- Periksa ulang seluruh hasil klien dalam catatan medic. Lakukan hal ini sebelum bertemu klien, untuk
memastikan kebenarannya.
- Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.
- Berhati-hatilah dalam memanggail klien dari ruang tunggu
- Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada klien atau lainnya secara verbal dan non
verbal selagi berada di uang tunggu
- Hasil testing tertulis.
2. Tahapan penatalaksanaan konseling pasca testing
Penerimaan klien :
- Memanggil klien secara wajar
- Pastikan klien dating tepat waktu dan usahakan tidak menunggu
- Ingat akan semua kunci utama dalam menyampaikan hasil testing.

22
Pedoman penyampaian hasil testing negative
- Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela
- Buatlah ikhtisar dan gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks aman, pemberian makanan pada
bayi dan penggunaan jarum suntik yang aman
- Periksa kembali reaksi emosi yang ada
- Buatlah rencana lebih lanjut
Pedoman penyampaian hasil testing positif
- Perhatian komunikasi non verbal saat menggali klien memasuki ruang konseling
- Pastikan klien siap menerima hasil .
- Tekanan kerahasiaan .
- Lakukan secara jelas dan langsung .
- Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
- Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil testing .
- Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan .
- Galilah ekspresi dan ventilasikan emosi .
Terangkan secara ringkas tentang :
- Tersedianya fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan .
- 24 jam pendampingan .
- Dukungan informasi verbal dengan informasi tertulis .
- Rencana nyata .
- Adanya dukungan dan orang terdekat .
- Apa yang akan dilakukan klien dalam 48 jam .
- Strategi mekanisme penyesuaian diri .
- Tanyakan apakah klien masih ingin bertanya .
- Beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan dikemudian hari .
- Rencanakan tindak lanjut atau rujukan, jika diperlukan .

Konfidensialitas
Persetujuan untuk mengungkapkan status HIV seorang individu kepada pihak ketiga seperti institusi
rujukan , petugas kesehatan yang secara tidak langsung melakukan perawatan kepada klien yang terinfeksi dan
pasangannya, harus senantiasa diperhatikan. Persetujuan ini dituliskan dan dicantumkan dalam catatan medic.

23
Konselor bertanggung jawab mengkomunikasikan secara jelas perluasan konfidensialitas yang ditawarkan
kepada klien.
Dalam keadaan normal, penjelasan rinci seperti ini dilakukan dalam konseling pra testing atau saat
penandatanganan kontrak pertama. Berbagi konfidensialitas, artinya rahasia diperluas kepada orang lain, harus
terlebih dahulu dibicarakan dengan klien. Orang lain yang dimaksud adalah anggota keluarga, orang yang
dicintai, orang yang merawat, teman yang dipercaya, atau rujukan pelayanan lainnya ke pelayanan medic dan
keselamatan klien. Konfidensialitas juga dapat dibuka jika diharuskan oleh hokum (statutory) yang jelas.
Contoh, ketika kepolisian membutuhkan pengungkapan status untuk perlindungan kepada korban perkosaan.
Korban perkosaan dapat segera diberi ART agar terlindung dari infeksi HIV.

VCT dan Etika Pemberitahuan kepada pasangan


Dalam koteks HIV/AIDS, UNAINDS dan WHO mendorog pengungkapan status HIV/AIDS.
Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan martabat individu yang terinfeksi ; pertahankan
kerahasiaan sejauh mungkin; menuju kepada hasil yang lebih menguntungkan individu, pasangan seksual, dan
keluarga; membawa keterbukaan lebih besar kepada masyarakat tentang HIV/AIDS; dan memenuhi etik
sehingga memaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.
Dalam rangka mendorong pengungkapan yang menguntungkan, bentuk lingkungan yang membuat orang
tertarik memeriksakan diri, dan menguatkan mereka untuk mengubah perilaku. Ini dapat dilakukan melalui :
- Lebih memapankan pelayanan VCT
- Menyediakan insentif agarpelayanan tes mempunyai akses lebih mudah ke pelayanan dukungan dan
perawatan masyarakat, dan contoh hidup positif
- Membuang disinsetif untuk tes dan pengungkapan melalui pencegahan orang dari stigma dan
diskriminasi .

Meski epidemic telah brjalan lebih lima belas tahun dan prevalensi HIV sangat tinggi di masyarakat,
HIV/AIDS terus menerus disangkal pada tingkat nasional, social dan individual; sangat di stigmatisasi; dan
menyebabkan diskriminasi serius. Banyak alasan mengapa stigma penyengkalan, diskriminasi dan rahasia
berada disekitar HIV/AIDS, dan akan berbeda dari budaya kebudaya. Pengungkapan kepada pasangan
memerlukan strategi dengan mengintegrasikan komponen dalam program VCT dan merancangnya untuk
membantu mengurangi penyangkalan, stigma, dan diskriminasi berkaitan dengan penyakit.

Isu-isu Gender

Menjawab isu gender sama pentingnya dengan memusatkan perhatian terhadap peningkatan penggunaan
kondom. Konsistensi, tetap bertahan menggunakan kondom, merupakan bentuk perubahan perilaku. Perilaku
seksual laki-laki berkaitan dengan rasa keperkasaan.

Pada banyak budaya, asumsi tentang maskulinitas dapat meningkatkan penggunaan lakohol alcohol atau
perilaku tindak kekerasan terhadap perempuan, yang dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko. Perempuan
24
juga merasa kecewa dalam melakukan negosiasi penggunaan kondom dengan pasangannya. Kerangka model ini
merupakan prosedur kunci penyediaan layanan VCT.

Meski demikian model memerlukan adaptasi sesuai kebutuhan layanan. Pada beberapa layanan, pasangan dapat
datang bersama. Jika kunjungan tinggi, maka pemberian informasi dapat dilakukan secara berkelompok, baru
kemudian konseling pre-testing satu per satu :

Model Standar Emas

Gejala atau kecemasan yang membawa seseorang memutuskan untuk tes status HIV

Konseling pra tes mencakup penilaian kondisi perilaku berisiko dan kondisi
psikososial, dan penyediaan informasi factual tertulis ataupun lisan

Beri waktu untuk berfikir

Penundaan pengambilan darah Pengambilan darah pengambilan

HIV Negatif HIV Positif

Mendorong mengubah perilaku kearah Sampaikan berita degan hati-hati, menilai


positif, hilangkan yang negative kemampuan mengelola berita hasil, sediakan waktu
untuk diskusi, bantu agar adaptasi dengan situasi dan
buat rencana tepat dan rasional.

Katakan meski situasinya masih berisiko


rendah, tetap hars merawat diri untuk
hindari infeksi dan kenungkinan Berikan konseling berkelanjutan yang melibat

penularan sertakan keluarga dan teman; gerakkan dukunga


keluarga dan masyarakat;cari dukungan
lainnya;tumbuhkan perilaku bertanggung jawab

Berikan konselin berkelanjutan, termasuk dorongan


Lakukan periksa ulang adalah pajanan selama 12
untuk mengurangi penularan; jika dibutuhkan kenali
bulan setelah tes atau pajanan sesudah tes.
sumber dukungan lain, termasuk layanan medic RS,
25
Sarankan tes ulang dan melakukan tes ulang
Perawatan rumah
Pelayanan Dukungan Berkelanjutan

A. Konseling Lanjutan
Sesudah konseling pasca testing, dimana klien telah menerima hasil testing, perlu mendapatkan pelayanan
dukungan berkelanjutan. Salah satu layanan yang ditawarkan adalah dukungan konseling lanjutan sebagai
bagian dari VCT, apapun hasil testing yang ditemi klien. Namun karena persepsi klien terhadap hasil testing
berbeda-beda, maka dapat saja konseling lanjutan sebagai pilihan jika dibutuhkan klien untuk menyesuaikan diri
dengan status HIV.

B. Kelompok Dukungan VCT


Kelompok dukungan VCT dapat dikembangkan oleh ODHA, OHIDHA, masyarakat yang peduli HIV/AIDS,
dan penyelenggaraan layanan. Layanan ini terdapat di tempat layanan VCT dan di masyarakat. Konselor atau
kelompok ODHA akan membantu klien, baik dengan hasil negative maupun positif, untuk bergabung dalam
kelompok ini. Kelompok dukungan VCT dapat diikuti oleh pasangan dan keluarga.
C. Pelayanan Penanganan Manajemen kasus
Tujuannya membantu klien untuk mendapatkan pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan. Tahapan dalam
manajemen kasus, indentifikasi, penilaian kebutuhan pengembangan rencana tindak individu, rujukan sesuai
kebutuhan dan tepat dan koordinasi pelayanan tindak lanjut .
D. Perawatan dan Dukungan
Begitu diagnosis klien ditegakkan dengan HIV positif, maka ia perlu dirujuk dengan pertimbangan akan
kebutuhan rawatan dan dukungan. Kesempatan ini digunakan klien dan klinis untuk menyusun rencana dan

26
jadwal pertemuan konseling lanjutan dimana penyakitnya menuntut tindakan medic lebih lanjut, seperti
pemberian terapi profilaksis dan akses ke ART.

BAB V
PENUTUP

Pedoman pelayanan konseling vct merupakan bagian dari sasaran MDGs penanggulangan dan penurunan
angka kesakitan tentang HIV AIDS .
Penerapan implementasi ini merupakan acuan dalam pelaksanaan penanggulangan HIV AIDS di RSUP Dr
M.Djamil Padang .

27
Lampiran 1. : Formulir Persetujuan utuk test .

RM....../VCT/2016

28
FORMULIR PERSETUJUAN UNTUK TES HIV

Sebelum menandatangani formulir persetujuan ini, harap mengetahui bahwa :

Anda mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam pemeriksaan dengan dasar kerahasiaan.
Anda mempunyai hak untuk menarik persetujuan dari tes HIV sebelum pemeriksaan tersebut dilangsungkan.

Saya telah menerima informasi dan konseling menyangkat hal-hal berikut ini :

Keberadaan dan kegunaan dari testing HIV


Tujuan dan kegunaan dari tes HIV
Apa yang dapat dan tidak dapat diberitahukan dari tes HIV
Keuntungan serta resiko dari tes HIV dan dari mengetahui hasil tes HIV saya.
Pemahaman dari positif, negatif, false negatif, false positif, dan hasil intermediate serta nampak dari
masa jendela.
Pengukuran untuk pencegahan dari pemaparan dan penularan akan HIV

Saya dengan sukarela menyetujui untuk menjalani tes HIV pemeriksaan HIV dengan ketentuan bahwa
hasil tes tersebut akan tetap rahasia dan terbuka hanya kepada saya seorang.

Saya menyeujui untuk menerima pelayanan konseling setelah menjalani tes HIV pemeriksaan untuk
mendiskusikan hasil tes HIV saya dan cara-cara untuk mengurangi resiko untuk terkena HIV atau
menyebarluaskan HIV kepada orang lain untuk waktu ke depannya.

Saya mengetahui bahwa pelayanan kesehatan saya pada klinik ini tidak akan mempengaruhi
keputusan saya secara negatif terhadap tes HIV atau tidak menjalani tes HIV atau hasil dari tes HIV
saya.

Saya telah memberikan kesempatan untuk bertanya dan pertanyaan saya ini telah diberikan jawaban
yang memuaskan saya

29
Saya dengan ini mengizinkan tes HIV/ Pemeriksaan HIV

Untuk dilaksanakan pada tanggal

____________________________ ____________________________

Tanda tangan atau cap jempol Klien/Pasien Tanda tangan Konselor

30
Lampiran 2 : Form Konseling test sukarela

SEMEN PADANG HOSPITAL

RM......./VCT/2016

Formulir Konseling Test Sukarela

31
Nomor Regiser :

Alamat
:Kota/Kota.Seksualitas : 1 Laki-laki 2. Perempuan

Umur:Tahun Pendidikan Terakhir

Status Perkawinan 1. Menikah 2. Belum/Tidak Menikah 3. Cerai Jumlah anak kandung..orang

Status Kehamilan 1. Trimester I 2. II 3.III 4.Tidak Hamil Umur anak terkeciltahun

Kelompok Beresiko 1. PS (Langsung/tidak langsung) lamanya....Bln/Thn 2.waria 3.Penasun


Lamanya.bln/Thn 4. Gay 5.Pelanggan PS 6.Pasien TB 7.Pasangan Risti 6. WBP 9.Lainnya.

Pekerjaan 1.Tidak Bekerja 2.Bekerja, Jenis Pekerjaan.

Tanggal Konseling Pre Tes HIV / /

Status Pasien 1.Baru 2. Lama

Alasan Testing HIV 1.Ingin Tahu Saja 2.Mumpung gratis 3.Untuk Bekerja 4.Ada gejala
tertentu 5.Akan menikah 6.Merasa Beresiko
7.Rujukan............. 8.Tes Ulang Window Period 9.dirujuk
dari LSM 10.Lainnya

Mengetahui adanya tes dari 1.Brosur 2.Koran 3.TV 4.Dokter 5.Teman 6.Petugas Outrace
7.Poster 8.Lay Konserlor 9.lainnya.

Pernah tes HIV sebelumnya 1.Ya Dimana..Kapan..Hr/Bln/Thn

Hasil 1.Negatip 2.Positip 3.Tidak Tahu

2.Tidak

Kesediaan untuk tes 1.Ya 2.Tidak

Kajian Tingkat Resiko

32
Hubungan seks vaginal 1.Ya, Kapanhr/bln/thn 2.Tidak
beresiko

Anal seks beresiko 1.Ya, Kapanhr/bln/thn 2.Tidak

Bergantian peralatan suntik 1.Ya, Kapanhr/bln/thn 2.Tidak

Tranfusi Darah 1.Ya, Kapanhr/bln/thn 2.Tidak

Transmisi Ibu ke Anak 1.Ya, Kapanhr/bln/thn 2.Tidak

Lainnya

Tes Antibodi HIV

Tanggal Tes HIV / /

Jenis Tes HIV 1.Rapid Test 2. Elisa 3.Kombinasi

Hasil Tes R1 1.Non Reaktif 2.Reaktif Nama


Reagen:...

Hasil Tes R2 1.Non Reaktif 2.Reaktif Nama


Reagen:...

Hasil Tes R3 1.Non Reaktif 2.Reaktif Nama


Reagen:...

Kesimpulan Hasil Tes HIV 1.Negatip 2.Positip 3.Indenterminate

Konseling Pasca Testing

Tanggal Konseling Pasca / /


Testing

Terima Hasil 1.Ya 2.Tidak

Skrining Gejala TB 1.Ya 2.Tidak

Tindak Lanjut 1.Rujuk ke MK 2.Rujuk ke RS 3. Rujuk keRehab 4.Rujuk ke


LSM 5.Datang kembali karena window period 6.Rujuk ke dokter
(boleh diisi lebih dari satu)
7.Rujuk ke klinik IMS 8.Rujuk ke klinik TB 9.Rujuk ke Metadon
10.Rujuk ke Layanan LJSS 11.ODHA rujuk ARV

33
Nama Konselor

Status Klinik 1.Mobile Klinik 2.Klinik Utama 3.klinik Satelit

Lampiran 3 : Form Sumpah Kerahasiaan

SEMEN PADANG HOSPITAL

RM....../VCT/2016

FORMULIR SUMPAH KERAHASIAAN

34
Saya mengerti bahwa di dalam tugas pelayanan saya, sayan akan berhubungan dengan informasi pribadi
yang sensitif sifatnya mengenai klien/pasien yagn datang ke tempat layanan. Saya mengerti bahwa informasi itu
sangatlah rahasia dan saya bersumpah untuk melindungi kerahasiaan dari semua klien/pasien yang datang ke
tempat layanan.
Saya akan melindungi kerahasian dari klien/pasien dan status HIV dirinya dengan rekan ditempat kerja.Kasus
klien/pasien yang akan didiskusikan di dalam forum yang formal dengan pengawasan dan tetap tidak
menggunakan identitas klien/pasien.
Saya akan melindungi kerahasiaan dari para klien/pasien dengan tidak mendiskusikan atau membuka informasi
apapun mengenai mereka kepada orang-orang yang tidak diberi izin atau otoritas, termasuk fakta bahwa mereka
menghadiri pelayanan seperti ini.
Jika keterangan dari pekerjaan saya menagani hasil tes HIV, saya mengerti bahwa hasil tes klien/pasien harus
ditangani dengan amat sangat rahasia. Saya mengerti bahwa adanya potensi bahaya sosial yang mungkin terjadi
kepada para klien/pasien yang hasil tesnya tidak tertutup kepada orang-orang yang tidak mempunyai izin atau
otoritas.
Saya mengerti bahwa kesengajaan membuka informasi apapun mengenai klien/pasien didalam pelayanan ini
dapat menyebabkan pemutusan hubungan atau tuntutan hukum kepada diri saya.

________________________ __________________________

NAMA PETUGAS/STAF VCT/LAB TANGGAL&TANDA TANGAN STAF

____________________________ _________________________________

NAMA SAKSI TANGGAL DAN TANDA TANGAN SAKSI

___________________________ _________________________________

NAMA DARI TANGGAL&TANDA TANGAN

PENANGGUNG JAWAB LAYANAN DARI PENANGGUNGJAWAB LAYANAN

Lampiran 4 : Form Permintaan untuk pemeriksaan Rapid Test HIV

35
SEMEN PADANG HOSPITAL

RM......../VCT/2016

FORM PERMINTAAN UNTUK PEMERIKSAAN

HIV DI LABORATORIUM

Catatan Medik Klien

Kode Klien :.. Tanggal


:

KLIEN SUDAH MENANDATANGANI PERSETUJUAN PEMERIKSAAN

YA
TIDAK

KLIEN MEMILIKI RESIKO TERULAR HIV

YA
TIDAK

36
KLIEN MENUNJUKKAN GEJALA AIDS

YA
TIDAK

KOMENTAR TAMBAHAN :

Yang meminta Pemeriksaa

_______________________ ____________________

Nama/Tanda Tangan Dokter Tanggal

37
38
Lampiran 5 : Form Pengkajian awal VCT

SEMEN PADANG HOSPITAL

PENGKAJIAN AWAL Nama :


KONSELING DAN TEST SUKARELA

Tgl.Lahir : L/P

No RM :

I.DATA AWAL (Diisi oleh Konselor)

Tanggal :Jam BB :., TB


:.

Rujukan : Ya dari RS
Puskesmas..

Dr. .. Lainnya,

Dx Rujukan
.

Tidak Datang Sendiri


Diantar

TANDA VITAL Tekanan Darah :...mmHg Respirasi: Nadi:. Suhu:. 0C


Nyeri:.

39
II. RIWAYAT KEPERAWATAN

Sumber Data Pasien Keluarga Teman Lainnya.

Keluhan Utama :

PSIKOSOSIAL DAN KAJIAN TINGKAT RESIKO

Status Pernikahan Single Menikah Bercerai Janda/Duda

Anak Tidak ada Ada, Jumlah anak : .

Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Akademi Sarjana


Lainnya

Warganegara WNI WNA

Pekerjaan PNS Swasta TNI/Polri Tidak Bekerja Lainnya

Tinggal Bersama Suami/Istri Anak Orangtua Sendiri


Lainnya

Nama : . No.telepon : ..

Kebiasaan Merokok Alkohol Lainnya

Jenis dan Jumlah per hari : .

Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha

Masalah dalam Berbicara Tidak Ya, Jelaskan :

Bahasa Sehari-hari
40

Perlu Penterjemah Tidak Ya, Bahasa : ..

Faktor Resiko Heterosex Homosex Bisex Perinatal Tranfusi IDU


Pajanan Lainnya

KEBUTUHAN KOMUNIKASI / PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

Bicara : Normal Serangan awal gangguan bicara, kapan :


______________________________________________

Bahasa sehari-hari : Indonesia, Aktif/Pasif Daerah, Jelaskan :


______________________________________________

Inggris, Aktif/ Pasif Lain-lain, Jelaskan :


_______________________________________________

Perlu Penterjemah Tidak Ya, Bahasa : ____________________________ Bahasa Isyarat :


Tidak Ya

Hambatan Belajar Cara Balajar yang Disukai

Bahasa Cemas Menulis

Pendengaran Emosi Kognitif Audia Visual /Gambar

Hilang memori Kesulitan bicara Diskusi

Motivasi buruk Tidak ada Partisipasi dari caregiver Membaca

Masalah penglihatan Secara Fisiologis tidak mampu belajar Mendengar

Tidak ditemukan hambatan belajar Demonstrasi

Tingkat Pendidikan : TK SD SMP SMA Akademi Sarjana Lain-lain

Potensial Kebutuhan Pembelajar Proses Penyakit Pengobatan / Tindakan Terapi/ Obat

Nutrisi Lain-lain, Jelaskan ____________________________________

41
NUTRISI

Diet saat ini :

Penurunan/Kenaikan bera Badan selama 6 bulan terakhir :

Tidak Ya, Jelaskan : .

Tanda Tangan Konselor :

42
Form 6 : Hasil Pemeriksaan Rapid Test

SEMEN PADANG HOSPITAL

RM......./VCT/2016

KONSELING VCT

Layanan Konseling dan Tes HIV Form 6 -


_______________

Catatan Medis Klien

LAPORAN TES VCT ANTIBODI

Kode Klien : _________________ Tanggal : __________________

43
LAPORAN LABORATORIUM

NAMA REGENSIA HASIL PEMERIKSAAN

1. Non Reaktif Reaktif

2. Non Reaktif Reaktif

3. Non Reaktif Reaktif

HASIL AKHIR

NON REAKTIF REAKTIF INDETERMINATE

CATATAN :

Hasil tes Non Reaktif termasuk pemaparan terhadap HIV yang terjadi baru-baru ini.

( Klien mungkin sedang dalam masa jendela dari infeksi HIV

____________________________

Tanda tangan yang berwenang

( Salinan dari laporan ini tidak boleh diberikan kepada klien)

44

Anda mungkin juga menyukai