Anda di halaman 1dari 23

Referat

PEMFIGUS VULGARIS

Oleh :

Cahyu Nancy
Jaro Shafii
Noreba
Regina Putri Riandes
Suci Maya Sari
Sunarti
Venty Rahman
Yulia Rahmawati

Pembimbing :

Dr.dr. Endang Herliyanti Darmani, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017
PEMFIGUS VULGARIS

Cahyu Nancy1, Jaro Shafii1, Noreba1, Regina Putri Riandes1, Suci Maya Sari1,
Sunarti1, Venty Rahman1, Yulia Rahmawati1, Endang Herliyanti Darmani2

1
KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
2
Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru

ABSTRACT
Pemphigus vulgaris is an autoimmune skin diseases in the form of bulls
that arise in a long time, attack the skin and mucous membranes that are
histopatologic marked with interepidermal bulls due to the akatolisis process..
Generally concerning ages 4th and 5th decades, with predilection in the mouth
then in between the thighs, scalp, face, neck, axilla, and genital. Management of
pemphigus vulgaris is divided into 3 phases, namely control phase, consolidation
phase, and maintenance phase.

Keywords: Pemphigus vulgaris, an autoimmune skin diseases, management

ABSTRAK
Pemfigus vulgaris ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula
yang timbul dalam waktu yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa
yang secara histopatologik ditandai dengan bula interepidermal akibat proses
akatolisis. Penyakit ini mengenai umur dekade ke-4 dan ke-5, dengan predileksi di
mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital.
Tatalaksana pemfigus vulgaris dibagi dalam 3 fase, yaitu fase kontrol, fase
konsolidasi, dan fase rumatan.

Kata kunci : Pemphigus vulgaris, penatalaksanaan

1
PENDAHULUAN
Pemfigus vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dari jenis pemfigus
yaitu sekitar 80% dari semua kasus pemfigus. Penyakit ini tersebar diseluruh
dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Angka kejadian Pemfigus
vulgaris bervariasi 0,5-3,2 % kasus per 100.000 penduduk.1,2
Penyebab pasti timbulnya penyakit ini belum diketahui, namun
kemungkinan yang relevan adalah berkaitan dengan faktor genetik dan lebih
sering menyerang pasien yang sudah menderita penyakit autoimun lainnya.
Kelainan pada kulit yang ditimbulkan akibat Pemfigus vulgaris dapat bersifat
lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada daerah
yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan, dan
umbilicus. Terapi pada Pemfigus vulgaris ditujukan untuk mengurangi
pembentukan autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan telah
menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek samping
obat tetap harus diwaspadai.3,4

PEMFIGUS VULGARIS
Definisi
Pemfigus vulgaris merupakan kelainan autoimun berupa bula dan vesikel
di kulit ataupun mukosa, berasal dari lapisan suprabasal epidermis dan disebabkan
oleh proses akantolisis, secara imunopatologi terdapat immunoglobulin yang
menyerang sel keratinosit.1

Epidemiologi
Pemfigus vulgaris merupakan jenis pemphigus yang tersering ditemukan
yaitu sekitar 80% dari semua kasus pemfigus. Penyakit ini tersebar diseluruh
dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensi kedua jenis kelamin
sama, biasanya mengenai umur dekade ke-4 dan ke-5, kadang-kadang dapat
dijumpai pada anak-anak. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika
dibandingkan di negara barat. Di Negara-negara timur seperti India, Cina,
Malaysia, dan Timur Tengah kasus pemfigus yang paling umum adalah pemfigus
foliaseus. Ras Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi memiliki peningkatan
kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan, pemfigus vulgaris ini lebih sering

2
terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih.
Pemfigus vulgaris jarang sekali terjadi pada orang barat. 1,2,5

Etiopatogenesis
Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas yakni:5,6
1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis)
2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada dipermukaan
keratinosit yang sedang berdiferensiasi.
Lepuh pada Pemfigus vulgaris akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap
antigen Pemfigus vulgaris. Antigen ini merupakan transmembran glikoprotein
dengan berat molekul 160 kD untuk PF dan berat molekul 130 kD untuk Pemfigus
vulgaris yang terdapat pada permukaan sel-sel keratinosit target antigen pada
Pemfigus vulgaris yang hanya dengan lesi oral ialah desmoglein dan kulit ialah
desmoglein 1 dan 3. Sedangkan pada PF, target antigen nya ialah desmoglein 1. 5,7
Terjadinya lepuh pada Pemfigus vulgaris dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Terjadinya lepuh pada Pemfigus vulgaris

Desmoglein adalah salah satu komponen desmosom. Komponen yang lain,


misalnya desmoplakin, plakoglobin dan desmokolin. Fungsi desmosome ialah
meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang terdapat ada kulit
dan mukosa pada penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibodi
subklas IgG dan IgG 4, tetapi yang patogenik ialag IgG 4. Pada pemphigus juga
5-8
ada factor genetik, umumnya berkaitan dengan HLA-DR4. Gambaran
desmosom pada sel keratinosit dapat dilihat Gambar 2.

3
Gambar 2. Skematik diagram desmosom

Gejala Klinis
Pemfigus vulgaris ditandai dengan adanya bula berdinding tipis, kendur,
dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun
di atas dasar eritematous. Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat
menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara
cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan
dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya
sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Penyembuhan
lesi berupa hiperpigmentasi tanpa terbentuknya jaringan parut.4,9
Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela
paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai
sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat
juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan.9
Tanda Nikolsky positif karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis
sehingga lapisan atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan
ringan. Kulit tanpa lapisan mukosa sangat jarang ditemukan pada Pemfigus
vulgaris. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus Pemfigus vulgaris.7,9

4
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan
mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan
meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan
mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Esofagus dapat
terlibat dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis sebagai
akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga
terlibat.9

Gambar 3. Pemfigus vulgaris. A. Bula kendur B. Lesi oral. 7

Gambar 4. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit.7

5
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan untuk
mendiagnosis Pemfigus vulgaris. Kulit lepuh dapat dijumpai, namun perlu
dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan adanya
Nikolskys sign yang menunjukkan terjadinya lisis epidermis (epidermolisis) pada
Pemfigus vulgaris. Tanda ini didapatkan dengan menekan dan menggeser kulit
diantara dua bula atau menekan atap bula. Tanda ini patognomonik karena hanya
ditemukan pada pemfigus dan nekrolisis epiderma toksik.9,10

1. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi


Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan
diperiksa di bawah mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada
pinggir lesi yang masih baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran
histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit
satu dengan yang lain.7,9,11

Gambar 5. Gambaran hitopatologi pemfigus. (A). Pemfigus vulgaris (B).


Pemfigus foliaseus (C). Pemfigus paraneoplastik.

6
2. Imunofluoresensi
Imunofluoresensi langsung (Direct Immunofluorescence)
Imunofluoresensi langsung dilakukan dengan cara mengambil sampel dari
biopsi, kemudian diwarnai dengan cairan fluoresens. Imunofluoresensi
langsung menunjukan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in
vivo. Imunofluoresensi langsung menunjukkan IgG yang menempel pada
permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.3,7

Imunofluoresensi tidak langsung


Pemeriksaan ini ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung
dinyatakan positif. Pemeriksaan ini dideteksi melalui serum pasien. Pasien
dinyatakan menderita pemfigus vulgaris jika serum mengandung autoantibodi
IgG yang menempel di epidermis.7

Gambar 6. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung.


(B). Imunofluoresensi tidak langsung.

DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding pada pemfigus vulgaris ialah pemfigoid bulosa dan
dermatitis herpetiformis. Tabel 1 menerangkan perbedaan pemfigus vulgaris,
pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis.

7
Tabel 1. Perbedaan pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa dan dermatitis
herpetiformis.

Ruam kulit pada pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis


dapat dilihat pada ambar

Gambar 7. Pemfigoid bulosa pada dada7

8
Gambar 8. Imunofluoresensi pada pemfigoid7

Gambar 9. Dermatitis herpatiformis7

Gambar 10. Imunofloresensi pada dermatitis herpetiformis


menunjukkan deposit IgA secara granular

9
Gambar 11. Biopsi lesi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan
Penumpukan neutrofil dan eosinofil dan vesikulasi sub-epidermal

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pemfigus vulgaris adalah sepsis, gangguan
keseimbangan elektrolit dan kaheksia. Selain itu komplikasi juga dapat terjadi
akibat pengobatan kortikosteroid yang diberikan, yaitu:5

1. Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena
penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada
infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko timbulnya jaringan
parut.
2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan
malignansi yang sekunder (misalnya, sarkoma kaposi), karena sistem
imunitas yang terganggu.
3. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang
menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma
dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresi yang
berkepanjangan.
4. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat
imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat.
Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan
penyakit seperti septikemia atau TB untuk mencapai stadium lanjut
sebelum diagnosis.
5. Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.
6. Insufisiensi adrenal telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang
glukokortikoid.

10
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Tatalaksana harus dilakukan segera setelah didiagnosis meskipun lesi hanya
sedikit, karena lesi akan cepat meluas dan jika tidak ditatalaksana dengan baik
prognosisnya buruk. Tatalaksana pemfigus vulgaris dibagi dalam 3 fase, yaitu fase
kontrol, fase konsolidasi, dan fase rumatan. 13,14,15

1. Fase kontrol
adalah fase penyakit dapat dikontrol, terbukti dari tidak terbentuknya lesi baru
dan penyembuhan lesi yang sudah ada.
Direkomendasikan kortikosteroid dosis tinggi, umumnya prednison 100-150
mg/hari secara sistemik, alternatif adalah deksametason 100 mg/hari. Dosis harus
di taper off segera setelah lesi terkontrol. Selama terapi kortikosteroid dosis tinggi
harus dipantau risiko diabetes, infeksi, hipertensi, gangguan jantung dan paru.
Obat-obat imunosupresi, seperti azathioprin, mikofenolat mofetil,
methrotrexat, dan siklosfosfamid, dikombinasi dengan kortikosteroid dosis rendah
dapat mengurangi efek samping kortikosteroid.
Azatrioprin merupakan terapi adjuvan yang sering digunakan karena relatif
murah dan aman dikombinasikan dengan kortikosteroid dosis tinggi. Dosis
azatriopin 2,5 mg/kgBB/ hari. Prednison dengan azatriopin lebih efektif daripada
prednison saja, azatriopin tanpa prednison baru memberikan efek positif 3-5
minggu kemudian. Mikofenolat mofetil 2 gram/hari dapat memberikan efek
positif, tetapi jarang digunakan karena efek toksiknya. siklofosfamid 1-3
mg/kgBB/ hari efektif jika dikombinasikan dengan kortikosteroid.
Plasmaferesis dapat dikombinasi dengan obat-obat imunosupresi, dilakukan
tiga kali seminggu dengan mengganti 2 L plasma setiap plasmaferesis.
Plasmaferesis tanpa kombinasi obat imunosupresi dapat menyebabkan rebound
pembentukan antibodi. Plasmaferesis memiliki resiko infeksi, saat ini banyak
digantigan dengan Intra Venous Immunoglobuline (IVIG).
Jao, et al, dikutif dari Bystryn, et al menyatakan serum antibodi berkurang
lebih dari setengah pada 1-2 minggu pertama pemakaian IVIG. Intra Venous
Immunoglobuline (IVIG) bekerja meningkatkan katabolisme molekul

11
immunoglobulin, sehingga dapat mengurangi antibodi. Dosis IVIG 2gram/kgbb
selama 3-5 hari.
2. Fase konsolidasi
Merupakan fase terapi untuk mengontrol penyakit hingga sebagian besar
(sekitar 80%) lesi kulit sembuh, fase ini dimulai saat berlangsung penyembuhan
kulit hingga sebagian besar lesi kulit telah sembuh. Lama fase ini hanya beberapa
minggu, jika penyembuhan lambat dosis terapi kortikosteroid ataupun terapi
adjuvan imunosupsresan perlu ditingkatkan.
3. Fase rumatan
Fase pengobatan dengan dosis terendah yang dapat mencegah munculnya lesi
kulit baru, fase ini dimulai saat sebagian besar lesi telah sembuh dan tidak tampak
lagi lesi baru. Pada fase ini dosis kortikosteroid diturunkan bertahap, sekitar
seperempat dosis setiap satu hingga dua minggu. Penurunan yang terlalu cepat
berisiko memunculkan lesi kulit baru, penurunan yang terlalu lambat
meningkatkan risiko efek samping kortikosteroid. Jika pada fase ini muncul lesi
baru minimal dapat diberi kortikosteroid topikal. Jika lesi jumlahnya banyak,
dosis kortikosteroid ditingkatkan 25-50%. Pada fase ini obat- obat imunosupresi
perlu dibatasi karena mempunyai efek samping infertilitas dan meningkatkan
risiko kanker.
Obat topikal seperti sulfadiazine perak 1% dapat mencegah infeksi sekunder.
Lesi mukosa dapat diberi obat kumur diphenhydramine hydrochloride.
Kortikosteroid topikal dapat memberikan efek positif pada lesi minimal. Pasien
harus tetap mandi setiap hari untuk mengurangi risiko infeksi sekunder,
mengurangi penebalan krusta dan mengurangi bau badan.

Non Medikamentosa
Terapi pemphigus vulgaris diberikan dengan dosis optimal. Namun, pasien
masih merasakan gejala-gejala ringan dari penyakit ini, maka perawatan luka yang
baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi.
Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan
mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas yang dikurangi
adalah olahraga dan makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut.4

12
Prognosis
Tingkat kesembuhan dari pemfigus bervariasi, sebelum adanya
pengobatan steroid, rata-rata pasien dengan pemfigus vulgaris meninggal dunia.
Pengobatan dengan steroid sistemik telah mengurangi angka kematian scara
signifikan. Pemfigus vulgaris yang tidak di obati sering berakibat fatal karena
rentan terhadap gangguan infeksi dan cairan dan elektrolit.
Sebagian besar kematian terjadi selama beberapa tahun pertama penyakit,
dan jika pasien bertahan 5 tahun, prognosisnya baik. Pemfigus vulgaris yang di
deteksi lebih dini lebih mudah dikendalikan daripada penyakit yang meluas, dan
tingkat kematian mungkin lebih tinggi jika terapi terlambat.
Morbiditas dan mortalitas terkait dengan tingkat penyakit, dosis prednisolon
maksimum yang diperlukan untuk menginduksi remisi, dan adanya penyakit
lainnya. Prognosis lebih buruk pada pasien yang lebih tua dan pada pasien dengan
penyakit lainnya. Prognosis biasanya lebih baik di masa kanak-kanak daripada di
masa dewasa.

Kesimpulan
Pemfigus vulgaris merupakan kasus yang jarang ditemukan, parah dan
berpotensial mengancam kehidupan. secra umum, insiden Pemfigus vulgaris
berkisar antara 0,76-5 kaus baru per 1 juta penduduk per tahun. Pemfigus vulgaris
dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering menyerang usia pertengahan.
Pemfigus vulgaris dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di
kalangan yahudi. Gambaran klinis ditandai oleh adanya lepuh pada kulit maupun
mukosa yang bersifat kronis. Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk
mengurangi pembentukan autoantibodi. penggunaan kortikosteroid dan
imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas
akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai. Bila diagnosis dapat ditegakkan
secara dini dengan pengetahuan yang cukup mengenai Pemfigus vulgaris, maka
dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga prognosis penyakit ini akan lebih
baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar RS. Penyakit kulit berlepuh. Dalam: Siregar RS, Hartanto H.


Penyunting. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2004.h.186-201.

2. Stanley JR. Paynee AS. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Penyunting. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. Edisi ke- 8. Volume 1. New York: Mc
Graw Hill Companies; 2008.h.58699.

3. Zeina B, Sakka N; Pemphigus vulgaris. [Internet]. 2010. [Diakses tanggal


10 Juli 2017]. Tersedia di: www.emedicine.medscape.com.

4. Amagai M. Pemphigus. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP.


Penyunting. Dermatology. Volume ke -1. Spain: Elsevier; 2003.h.449-61.

5. Wiryadi E.B. Dermatosis vesikobulosa Kronik. Dalam: Menaldi.S.L,


Bramono K, Indriatmi W. Penyunting, Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2016.h.234-47.

6. Hertl M. Pemphigus. Dalam : Hertl M. Penyunting. Autoimmune disease


of the skin: pathogenesis, diagnosis, management. Edisi ke -3. Austria:
Springer-Verlag Wien; 2005.h.60-79.

7. Stanley JR. Paynee AS. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Penyunting. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. Edisi ke- 8. Volume 1. New York: Mc
Graw Hill Companies; 2008.h.58699.

8. Hall JC. Bullous Dermatoses. Dalam : Hall JC. Penyunting. Sauer's


Manual of Skin Diseases. Edisi ke- 8. Lippincott Williams & Wilkins.
2000.h.232-36.

9. James WD, Berger TG, Elston DM. Chronic Blistering Dermatoses.


Dalam : James WD, Berger TG, Elston DM . Penyunting. Andrews
Disease of the Skin Clinical Symptoms. Edisi ke- 12. San Francisco:
Philadelphia. Saunders Elsevier;2006.h.451-65.

10. Brown, Robin Graham, Tony Burns. Kelainan Bulosa. Dalam : Brown,
Robin Graham, Tony Burns. Penyunting. Dermatologi Lectures Notes.
Edisi Ke -8. Jakarta: Erlangga Medical Series;2002.h.144-46.

14
11. Beers, Mark H.MD. Dalam : Beers, Mark H.MD, Jones TV, Porter RS.
Penyunting. The Merck Manual of diagnosis and therapy. Edisi ke -8.
Merck Research Laboratories. 2006.h.950-52.

12. Habif TP. Dalam : Thomas P, Habif TP. Penyunting. Clinical


dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke -6.
Mosby.2003.h.547-86.

13. Stanley JR, Amagai M. Pemphigus, bullous impetigo, and the


staphylococcal scalded-skin syndrome. N Engl J Med. 2006;355(17):1800-
10.

14. Wojnarwoska F, Venning V, Burge S. Bullous eruption. Dalam :


Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM. Penyunting. Rooks
textbook of dermatology. Edisi ke -6. Blackwell Publishing;2004.h.1817-
66,

15. William V. Pemfigus vulgaris: Diagnosis dan tatalaksana. [Internet].


2016. [Diakses tanggal 15 Juli 2017]. Tersedia di:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_247Pemfigus%20Vulgaris-
Diagnosis%20dan%20Tatalaksana.pdf.

15
Lampiran
Laporan Kasus Bangsal

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

NAMA PASIEN : Ny. R PENDIDIKAN : SD

UMUR/TGL LAHIR : 48 tahun/1-1-1969 AGAMA : Islam

JENIS KELAMIN : Perempuan SUKU : Melayu

PEKERJAAN : IRT NO RM RSAA : 960148

ALAMAT : Jln. Kampung Baru, TANGGAL MRS : 13-07-17

Bangko, Rohil

STATUS : Menikah

ANAMNESIS ( ALLO/ AUTO ) : Alloanamnesis

KELUHAN UTAMA :

Kulit yang melepuh-lepuh di badan dan punggung sejak 1 bulan yang lalu.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan kulit yang melepuh-lepuh di


badan dan punggung. Awalnya muncul bintil-bintil berisi air yang gatal pada
tangan dan dada. Kemudian bintil-bintil berisi air dirasakan semakin banyak dan
besar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan muncul gelembung-gelembung yang
berisi air di badan, punggung, kepala dan kaki. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan
dirawat selama 4 hari. Keluhan gelembung-gelembung berisi air di tubuh pasien
berkurang. Beberapa hari dirumah, pasien mengeluhkan gelembung-gelembung
yang ada ditubuh pecah dan kulitnya melepuh. Kulit yang melepuh mengenai
hampir seluruh tubuh, menyebar, dan lepuh yang berukuran besar lebih banyak
daripada yang berukuran kecil. Sebagian kecil lepuh yang sudah pecah,

16
menimbulkan lecet pada kulit, tidak nyeri dan terdapat keropeng. Pasien dibawa
ke Rumah Sakit dan dirawat selama 4 hari. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSUD
Arifin Achmad karena dokter spesialis kulit dan kelamin di Rumah Sakit tersebut
tidak ada.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Keadaan gizi : Overweight (IMT 25,71 kg/m2)

Pemeriksaan Thorak : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Abdomen : Tidak ada kelaina

STATUS DERMATOLOGIS ( Lokasi- Efloresensi-Penyebaran )

Lokasi: Regio scalp

Efloresensi: Erosi, pus, krusta

Penyebaran: Regional

Lokasi: Regio facialis, colli, thorakal anterior dan posterior, abdomen anterior
dan posterior

Efloresensi: Erosi, krusta

Penyebaran: Generalisata

Lokasi: Inguinal

Efloresensi: Erosi, krusta, ekskoriasi

Penyebaran: Regional

17
Lokasi: Ekstremitas

Efloresensi: Plak hiperpigmentasi, erosi, krusta

Penyebaran: Regional

18
PEMERIKSAAN SARAF TEPI : Tidak dilakukan

TES SENSIBILITAS KULIT : Tidak dilakukan

( Raba- Nyeri Suhu )

TES LAIN : Tidak dilakukan

KELAINAN SELAPUT / MUKOSA : Tidak ada kelainan

KELAINAN KUKU : Tidak ada kelainan

KELAINAN RAMBUT : Tidak ada kelainan

KELAINAN KELENJER LYMFE : Tidak ada pembesaran KGB

( REGIONAL )

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :

DARAH: - Rutin : Hb 15,3 mg/dl Leuko 14.090/ul Eri 4910000 /ul LED Dif, eosinofil 4%,
basofil 0,1 %

- Khusus : tidak dilakukan

URINE : - Rutin : tidak dilakukan

- Khusus : tidak dilakukan

FAECES : - Rutin : tidak dilakukan

19
- Khusus : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI :

Pemeriksaan Sediaan Basah/Langsung : tidak dilakukan

Pewarnaan dengan KOH 10% : tidak dilakukan

Pewarnaan GRAM : tidak dilakukan

Pewarnaan GIEMSA : tidak dilakukan

Pewarnaan Ziehl Neelsen : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN SEROLOGIK :

Tes Serologi VDRL : - Kualitatif : tidak dilakukan

- Kuantitatif : tidak dilakukan

Tes Serologi TPHA : - Kualitatif : tidak dilakukan

- Kuantitatif : tidak dilakukan

Tes Serologi Lain : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN LAIN : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN ANJURAN :

- Pemeriksaan Imunofluoresensi tidak langsung


- Pemeriksaan histopatologis

20
RESUME :

Pasien perempuan usia 49 tahun, datang ke IGD RSUD AA dengan


keluhan utama lepuh-lepuh di badan. Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan
kulit yang melepuh-lepuh di badan dan punggung. Awalnya muncul bintil-bintil berisi
air yang gatal pada tangan dan dada. Kemudian bintil-bintil berisi air dirasakan semakin
banyak dan besar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan muncul gelembung-gelembung
yang berisi air di badan, punggung, kepala dan kaki. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan
dirawat selama 4 hari. Keluhan gelembung-gelembung berisi air di tubuh pasien
berkurang. Beberapa hari dirumah, pasien mengeluhkan gelembung-gelembung yang
ada ditubuh pecah dan kulitnya melepuh. Kulit yang melepuh mengenai hampir seluruh
tubuh, menyebar, dan lepuh yang berukuran besar lebih banyak daripada yang
berukuran kecil. Sebagian kecil lepuh yang sudah pecah, menimbulkan lecet pada kulit,
tidak nyeri dan terdapat keropeng. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat selama 4
hari. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSUD Arifin Achmad karena dokter spesialis kulit
dan kelamin di Rumah Sakit tersebut tidak ada. Dari pemeriksaan dermatologis
diketahui : Erosi (+), pus (+), krusta (+), eksoriasi (+)

DIAGNOSIS BANDING :

- Pemfigus vulgaris
- Pemfigus foliaseus
- Toksik Epidermal Nekrolisis
DIAGNOSIS : Pemfigus vulgaris

TERAPI

UMUM :
- Istirahat/tirah baring
- Rawat inap
- Tidak menggaruk-garuk lepuh
KHUSUS :
- SISTEMIK
IVFD RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 2x1

Inj. Ceftriaxone 2x1

Inj. Dexametason 3x5 mg/hari

21
Inj. Levofloxine 1x500 mg

- LOKAL :
Kompres NaCL 0,9 % seluruh tubuh kecuali kepala

Kompres PK 1:10.000/8 jam pada kepala

TINDAKAN : -

PROGNOSIS :

QUO AD SANAM : Bonam


QUO AD VITAM : Bonam
QUO AD KOSMETIKUM : Dubia

22

Anda mungkin juga menyukai