PANKREATITIS AKUT
Pembimbing:
dr. Swa Kurniati, DTM&H
Penyaji:
Ranetta Putri (2012-061-011)
Gabriella Sabrina (2012-061-012)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Swa Kurniati, DTM&H atas
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan di dalamnya. Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di kemudian
hari.
Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang turut
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1. Fisiologi Pankreas...........................................................................................2
2.2. Etiologi Pankreatitis Akut...............................................................................4
2.3. Patogenesis......................................................................................................5
2.4. Klasifikasi Pankreatitis Akut..........................................................................5
2.5. Manifestasi Klinis..........................................................................................7
2.6. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................7
2.7. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................8
2.8. Kriteria Diagnosis..........................................................................................9
2.9. Diagnosis Banding.........................................................................................10
2.10. Perjalanan Penyakit dan Komplikasi ...........................................................10
2.11. Tatalaksana....................................................................................................13
BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
lain dalam sekresi pankreas, berikatan dengan lipase dan mencegah inhibisi. Enzim
proteolitik yaitu endopeptidase (tripsin, kimotripsin), yang berperan dalam ikatan
peptida pada protein dan polipeptida. Enzim proteolitik disekresikan sebagai prekusor
inaktif (zimogen). Enterokinase, enzim yang terdapat di mukosa duodenum, berikatan
dengan tripsinogen dan mengubahnya menjadi tripsin. Tripsin kemudian
mengaktifkan zimogen proteolitik. Semua enzim pankreas bekerja optimal dalam pH
alkali.2,3
Autoproteksi Pankreas
Pankreas memiliki autoproteksi oleh sintesa protease inhibitor, seperti pancreatic
secretory trypsin inhibitor (PSTI) dan serine protease inhibitor. Inhibitor protease ini
dapat ditemukan di sel asinar, sekresi pankreas dan 1 dan 2 globulin di plasma.
6
Selain itu rendahnya konsentrasi kalsium di pankreas menurunkan aktivasi tripsin.
Hilangnya salah satu dari proteksi tersebut menyebabkan aktivasi zimogen,
autodigesti dan pankreatitis akut.2
7
risiko pankreatitis post ERCP adalah sfingterektomi papila minor, disfungsi sfingter
Oddi, riwayat pankreatitis post ERCP, usia < 60 tahun, dan > 2 injeksi kontras.
Hipertrigliseridemia menyebabkan 1,3-3,8% kasus pankreatitis akut.
Trigliserid sermua biasanya >11,3 mmol/L (> 1000 mg/dL). Penyebab dari
hipertrgiliseridemia adalah alkohol, defisiensi apolipoprotein CII dan pasien
ketoasidosis diabetikum.2
2.3 Patogenesis
Salah satu teori patogenik pankreatitis akut adalah autodigesti yang terjadi
ketika enzim proteolitik (tripsinogen, kimotripsinogen, proelastase, dan fosfolipase A)
diaktivasi di pankreas, bukan di lumen usus. Beberapa faktor seperti endotoksin,
eksotoksin, infeksi virus, iskemia dan trauma diduga berperan dalam aktivasi enzim
tersebut. Enzim proteolitik yang teraktivasi, terutama tripsin, tidak hanya mencerna
jaringan pankreas dan peripankreas tetapi juga mengaktivasi enzim lain seperti
fosfolipase dan estalase.
Beberapa studi menyatakan bahwa pankreatitis adalah penyakit yang
terdiri dari 3 fase. Fase inisial dikarakteristikkan dengan aktivasi enzim digestif
intrapankreas dan kerusakan pada sel asinar. Fase kedua meliputi aktivasi,
kemoatraksi dan sekuestrasi dari neutrofil di pankreas, sehingga menyebabkan reaksi
inflamasi intrapankreas. Fase ketiga terjadi karena efek dari aktivasi enzim proteolitik
dan sitokin, yang dilepaskan oleh pankreas yang mengalami inflamasi, ke organ lain.
Enzim-enzim yang aktif mencerna membran sel dan menyebabkan proteolisis, edema,
perdarahan interstisial, kerusakan vaskular, nekrosis koagulasi, nekrosis lemak dan
nekrosis sel parenkim. Kerusakan dan kematian sel menyebabkan pelepasan histamin,
senyawa vasoaktif dan bradikinin peptida yang menghasilkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas vaskular dan edema di organ-organ lain, terutama di paru.
Hal ini dapat menyebabkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
acute respiratory distress syndrome (ARDS).2
8
dengan kontras, didapatkan parenkim pankreas yang homogen dan biasanya
terlihat inflamasi pada lemak peripankreas. Terdapat juga cairan peripankreas.
Gejala klinis dari pankreatitis edematosa interstisial menghilang dalam minggu
pertama.
2. Pankreatitis nekrosis
Sekitar 5-10% pasien mengalami nekrosis pada parenkim pankreas,
jaringan peripankreas dan keduanya. Gangguan dari perfusi pankreas dan tanda
nekrosis peripankreas terjadi dalam beberapa hari. Pasien dengan nekrosis
peripankreas memiliki tingkat mortalitas lebih besar dibandingkan pasien dengan
pankreatitis edematosa interstisial.
Nekrosis pankreas dan peripankreas dapat bersifat steril atau terinfeksi.
Tidak ada korelasi antara luasnya nekrosis dengan risiko infeksi dan durasi gejala.
Infeksi nekrosis jarang terjadi pada minggu pertama. Diagnosis dari pankreatitis
nekrosis penting untuk menentukan pemberian antibiotik. Adanya infeksi dapat
dicurigai apabila terdapat gas ekstraluminal di pankreas dan/atau jaringan
peripankreas yang terlihat dengan CT scan dengan kontras. Selain itu dapat juga
dilakukan fine needle aspiration lalu dilakukan kultur atau pewarnaan Gram.
Infeksi sekunder pada pankreatitis nekrosis berhubungan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas.
9
2. Pankreatitis akut sedang
Pankreatitis akut sedang dikarakteristikkan dengan gagal organ
transien (gagal organ yang terjadi < 48 jam) atau adanya komplikasi lokal atau
sistemik. Contoh dari komplikasi lokal adalah akumulasi cairan di
peripankreas yang bermanifestasi sebagai nyeri abdomen, leukositosis dan
demam. Komplikasi sistemik yaitu eksaserbasi dari penyakit jantung koroner,
presipitasi penyakit paru kronis. Pankreatitis akut sedang dapat sembuh sendiri
atau memerlukan tatalaksana yang lama (pada nekrosis steril tanpa gagal
organ).
10
protein plasma ke rongga retroperitoneal dan terjadi retroperitoneal burn karena
aktivasi enzim proteolitik, peningkatan pembentukan dan pelepasan peptida kinin
yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, dan efek
sistemik dari enzim proteolitik dan lipolitik yang dilepaskan ke sirkulasi.
Jaundice dapat ditemukan akibat adanya obstruksi akibat edema kaput pankreas.
11
Foto polos abdomen dan USG biasa dilakukan pada pasien dengan
kecurigaan pankreatitis akut. Kelainan pada pankreas maupun sistem bilier
dapat dilihat dengan bantuan USG.Meski foto polos abdomen tidak banyak
membantu penegakkan diagnosis pankreatitis akut, namun pencitraan ini dapat
memberi petunjuk etiologi misalnya adanya batu empedu, tanda prognostik
misalnya adanya efusi pleura maupun keberadaan penyulit seperti ileus.
CT scan tidak dilakukan rutin pada pasien dengan kecurigaan
pankreatitis akut. Peran CT scan untun menentukan derajat keparahan
pankreatitis akut ditentukan dengan kriteria Balthazar-Ranson.6-8
12
sebanyak lebih dari tiga kali lipat batas normal; dan/atau (iii) temuan
karakteristik dari pencitraan abdomen.
Pencitraan CT dengan kontras (CECT) dan/atau MRI pankreas hanyalah
dilakukan pada pasien dengan tampilan yang tidak jelas sehingga diagnosis
sulit ditegakkan atau pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikkan dalam
48-72 jam setelah perawatan adekuat.6
13
14
Komplikasi yang dapat menyertai pankreatitis akut dapat berupa komplikasi
lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal meliputi:
nekrosis pankreas,
15
pengumpulan cairan berupa abses ataupun pseudokista pada pankreas,
ascites,
jaundice obstruktif
Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari nekrosis jaringan atau
pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian biasanya disebabkan nekrosis
infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas menyebar ke rongga
peritoneal.
Komplikasi sistemik yang dapat menyertai penyakit ini berupa:
hiperglikemia,
komplikasi pulmonari,
kardiovaskular, ataupun
gastrointestinal.
Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal
(16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna
(10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Hipotensi
terjadi akibat hipovolemia, hipoalbuminemia, dan pelepasan kinin serta sepsis.
Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonal berkembang
ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru, acute
respiratory distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang dapat
menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit . 2,7
2.11 Tatalaksana
Pada 85-90% kasus pankreatitis akut, penyakit tersebut bersifat self limited.
Tatalaksana yang diberikan biasanya berupa (i) terapi suportif umum, (ii)terapi untuk
membatasi dan kurangi komplikasi dengan mengistirahatkan pankreas, mengurangi
aktivitas protease, mengurangi SIRS dan mengangkat batu di common bile duct, (iii)
antibiotik profilaksis, (iv)penanganan komplikasi, (v)tindakan bedah (vi)pencegahan
pankreatitis paska tindakan.
1. Terapi suportif umum
a. Resusitasi cairan
Cairan diberikan intravena (kristaloid atau koloid sesuai kebutuhan)
untuk menjaga pengeluaran urin minimal 0,5 cc/kgBB/jam.
16
Hipovolemia dapat terjadi pada pasien dengan pankreatitis akut akibat
hilangnya ruang ketiga, muntah, diaforesis, dan peningkatan
permeabilitas karena mediator inflamasi. Secara klinis, kecukupan
resusitasi cairan harus dipantau dengan tanda-tanda vital, pengeluatan
urin, dan hematokrit.
b. Pemberian oksigen
Suplementasi oksigen dianjurkan untuk diberikan dalam 24-48 jam
pertama. Pemeriksaan AGD sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
saturasi oksigen <95% atau jika terdapat gejala klinis kemungkinan
hipoksemia.
c. Koreksi elektrolit dan kelainan metabolik
d. Tatalaksana nyeri, dapat dilakukan dengan pemberian analgetik.
e. Nutrisi
Pasien dengan pankreatitis akut seringkali kesulitan makan per oral
karena mual dan nyeri. Selain itu pemberian makan melalui jalur oral
dapat meningkatkan sekresi pankreas. Oleh karenanya, biasa nutrisi
pada pasien dengan pankreatitis akut awalnya dapat diberikan secara
parenteral. Diet oral dapat segera diberikan apabila mual, muntah, dan
nyeri abdomen dapat diatasi atau dimulai sekitar hari ketiga. Pada
pemberian diet oral, makanan diberikan secara bertahap; dapat dimulai
dari diet cair atau lunak dan dengan kadar lemak yang rendah.
17
3. Antibiotik profilaksis
Etiologi infeksi pankreatitis akut serta morbiditas dan mortalitas masih tinggi.
Oleh karena itu, antibiotik profilaksis dapat diberikan selama beberapa hari
hingga 2 minggu pada kasus berat. Antibiotik broad spectrum seperti
sefalosporin golongan 3 seperti cefoperazone sulbactam maupun ceftazidime
dapat diberikan. Meropenem dan imipenem terbukti dapat masuk ke jaringan
pankreas yang nekrosis.
4. Tatalaksana komplikasi
Nekrosis pankreatik dapat dilakukan debridemen secara laparotomi. Jika
bahan nekrotik terutama bebentuk cair maka dapat dilakukan drainase
laparoskopik, endoskopik ataupun perkutan. Pada kasus terbentuknya
pseudokista dapat ditatalaksana secara konservatif (ukuran kurang dari 6 cm
dan asimptomatik) sedangkan pada kasus bergejala atau ukuran pseudokista
besar, dapat dilakukan tindakan aspirasi.2,6,7,10
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20