Definisi
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi decelerasi ) yang
merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elatisitas untuk
mengatasi adanya pukulan.
Cedera kulit
Saraf otak
Jaringan otak
Battle sign
Hemotympanum
Periorbital echymosis
Rhinorrhoe
Orthorrhoe
Brill hematom
Disorientasi sementara.
Istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobiliasi brtahap, duduk berdiri pulang.
b Kontosio
Gejala :
c Hematom epidural
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian periode Lucid (beberapa menit beberapa jam )
penurunan kesadaran hebat koma, serebrasi, dekortisasi, pupil dan isokor, nyeri kepala
hebat, reflek patologik positif.
d. Hematom subdural
Akut :
- Gejala 24 48 jam
- PTIK meningkat
Sub akut
Berkembang 7 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK meningkat kesadaran
menurun.
Kronis :
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes
Hiperventilasi
Apneu
2. Sistem Kardiovaskuler
Trauma kepala perubahn fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tekanan vaskuler.
Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : Disritmia, Fibrilasi, Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel
curah jantung menurun meningkatklan thanan ventrikel kiri edema paru.
3. Sistem Metabolisme
Trauma kepala cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah Nitrogen.
Dalam kedaan stress fisiologis.
2.3 Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebal blood flow (CBF) adalah 5060 ml/menit/100gr jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Memar otak
Laserasi
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
2. Muntah proyektil
3. Papil edema
2.5 Penatalaksanaan
3. Body of system
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung : Kebersihan
Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung,
terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara kanan dan kiri
dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan
weezing.
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1 cm lateral
medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola mata mampu
mengikuti perintah.
Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering,
terdapat afasia.
Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak
perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada, pemeriksaan genitalia
eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada kelainan,
keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang, terdapat diare, buang air
besar perhari.
Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah hepar.
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot, kelemahan
otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok, riwayat peminum alkohol,
kesibukan, olah raga.
Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari, kesulitan menelan, diet khusus,
BB, postur tubuh, tinggi badan.
Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK dengan jumlah urine,
warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi, relative tidak ada gangguan buang air.
Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana tenang
Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga, kooperatif dengan
sesamanya.
Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba, disorientasi, reflek.
Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu keras, senang ngobrol dan
berkumpul.
Pola seksual dan reproduksi
Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang penyakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh.
Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci rambut/minggu.
Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun masyarakat disekitar
tempat tinggal.
Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui kegiatan agama, pemenuhan
kebutuhan spiritualnya.
Pemeriksaan Diagnostik:
2. Mencegah komplikasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi
(trauma atau defisit neurologis).
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak
pastian tentang hasil/harapan.
Tujuan:
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik.
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Rencana tindakan :
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter,
warna dan kekeruhan dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
9. Berikan oksigenasi.
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Rencana tindakan :
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus. Observasi karakteristik sputum.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang
harus dihindari.
Rencana tindakan :
1. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas
abdomen.
R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama perawatan dan
saat klien lemah.
2. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari
lingkungan klien.
R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang pusat
muntah.
3. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-
agar, air) 30-60 ml tiap -2 jam.
R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan dengan
demikian tidak memperberat gejala.
Kafein
R/ Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang peristaltik;
lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas usus.
5) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan :
Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah
garam dan rendah lemak.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien
diberikan rentang skala (1-10).
3. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet
(rendah garam dan rendah lemak).
4. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan menyarankan klien
untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan penyakitnya.
6. Kolaborasi dengan Tim dokter dalam pemberian Transfusi Infus RD 5% 1500 cc/24 jam
dan NaCl.