Asma
Asma
LAPORAN PORTOFOLIO
ASMA BRONKHIALE
Disusun oleh:
Pembimbing :
dr. DEWI K.
dr. SYLVIA M.
Laporan Portofolio
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di
RSUD LAWANG MALANG
Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping
i
BORANG PORTOFOLIO
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah mengalami keluhan ini sebelumnya, berulang kali sejak usia 15 tahun. Pasien
pernah berobat, keluhan berkurang dan obat habis tidak kontrol.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Sebelumnya pasien berulang kali sakit seperti ini, keluhan terakhir muncul sekitar 2 minggu
yang lalu, minum Neonaphacyn, berkurang. Pasien sering sesak jika cuaca dingin. Pasien
berobat ke dokter, diberi obat, diasap dan merasa enakan, kemudian jarang kontrol. Pasien
kontrol apabia timbul keluhan yang sama seperti sebelumnya. Pasien juga memiliki alergi
terhadap makanan laut.
Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris, Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor / Sonor
Auskultasi RR : 20 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (+/
+), ronchi basah kasar (+/+)min, ronchi basah halus basal paru (-/-),
krepitasi (-/-)
_ _ _ _
_ _ _ _
05/02/2014 Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 13,8 g/dl
Hematokrit 38,4
Eritrosit 4,1 106/l
Leukosit 9,7 103/l
Trombosit 283 103/l
KIMIA KLINIK
Ureum 20 mg/dL
Kreatinin 0,9 mg/dL
GDS 115 mg/dL
Daftar Pustaka :
1. BKPM Semarang. 2009. Mengenal Penyakit Asma Bronkial. Semarang : BKPM
2. Bleecker, E.R. 2004. Similarities and Differences In Asthma and COPD (The Dutch
Hypothesis), Chest Journal Vol 126:93S-95S)
3. Daniati, K.S Soewarta. 2004. Patogenesis Asma Diagnosis dan Klasifikasi Asma Bronkial.
UJ Jurnal, Jakarta : 1-12
4. Surajanto, Eddy. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam temu ilmiah respirologi. 2001. Lab
Paru Fakultas UNS/SMF Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Solo: 1-16
5. GINA. 2009. Global Initiative For Asthma: Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. www.gina.org. Diakses 9 Maret 2014
Hasil Pembelajaran :
Asma Bronkhiale
1. Definisi
Merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan
batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
2. Faktor Resiko
Resiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk
berkembangnya asma, yaitu genetic asma, alergik (atopi), hiperaktivitas bronkus, jenis
kelamin, dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan /
predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu
alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernafasan (virus), diet,
status sosialekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik / pejamu dengan
lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan:
Pajanan lingkungan hanya meningkatkan resiko asma pada individu dengan genetik asma.
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan resiko penyakit asma.
- Faktor Pejamu
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi
genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat / kecenderungan untuk terjadinya
asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperaktivitas bronkus,
kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka
dasar genetic asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat
diukur secara objektif seperti hiperaktivitas bronkus, alergik / atopi, walau disadari kondisi
tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan
beberapa kromosom telah diidentifikasikan berpotensi menimbulkan asma, antara lain
CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R, NOS1, reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen
yang terlibat dalam menimbulkan asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13,
CSF2 GRL1, ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD, dan
sebagainya.
- Genetik mengontrol respon imun
Gen-gen yang berlokasi pada kompleks HLA (Human leucocyte antigen) mempunyai cirri
dalam memberikan respons imun terhadap aeroallergen. Kompleks gen HLA berlokasi
pada kromosom 6p dan terdiri atas gen kelas I,II, dan III dan lainnya seperti gen TNF-.
Banyak studi populasi mengamati hubungan antara respon IgE terhadap alergen spesifik
dan gen HLA kelas II dan reseptor sel T, didapatkan hubungan kuat antara HLA alel
DRB1*15 dengan respon terhadap alergen Amb av.
- Genetik mengontrol sitokin proinflamasi
Kromosom 11,12,13 memiliki berbagai gen yang penting dalam berkembangnya atopi dan
asma. Fenotip alergik dikaitkan dengan kromosom 11, kromosom 12 mengandung gen
yang mengkode IFN-, mast cell growth factor, insulin-like growth factor, dan nitric oxide
synthase. Studi berkesinambungan menunjukkan ada ikatan positif antara petanda-petanda
pada lokus 12q, asma dan IgE, demikian pula kromosom 14 dan 19.
- Faktor lingkungan
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama
asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan
nafas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma
atau meyebabkan menetapnya gejala.
3. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran nafas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Ada 2 jenis inflamasi yaitu:
a. Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain allergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe
cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
- Reaksi Asma Tipe Cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast
dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamine, protease, dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin, dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus,
sekresi mucus dan vasodilatasi.
- Reaksi Fase Lambat : Reaksi ini dapat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen
dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan
makrofag.
b. Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
- serangan singkat
-membutuhkan
bronkodilator setiap hari
5. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi
dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti
kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagi penilaian tidak langsung hiperesponsif
jalan napas. Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak respirasi (APE).
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma adalah mengetahui obstruksi
jalan napas dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Selanjutnya
spirometri dapat menilai reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral
10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Spirometri juga
dapat untuk menilai derajat asma.
Manfaat mengukur arus puncak respirasi (APE) adalah menilai reversibiliti, yaitu
perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
bronkodilator oral 10-14 hari, atau respon terapi kotikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu).
Selain itu dapat untuk menilai variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit.
Selain itu, status kontrol asma seseorang dapat diketahui dengan menggunakan Asthma
Control Test (ACT). ACT adalah sebuah tes sederhana berbentuk kuisioner yang dapat
membantu penyandang asma mengevaluasi asma telah terkontrol dengan baik. Berikut
adalah tabel ACT:
6. Penatalaksanaan
1. Subjektif :
3 hari SMRS, pasien merasa sesak nafas (+). Sesak muncul ketika cuaca dingin dan
memberat saat malam hari. Pasien sudah berobat, diasap berkurang.
2 jam SMRS, pasien merasa semakin sesak. Saat datang di IGD, pasien tidak dapat
berbicara utuh satu kalimat dalam satu nafas. Sesak disertai batuk dengan dahak
kental berwarna putih.
Keluhan muncul sejak usia pasien 15 tahun. Pasien pernah berobat, keluhan berkurang dan
obat habis tidak kontrol. Keluhan terakhir muncul 2 bulan SMRS, minum
Neonaphacyn, berkurang.
Pasien memiliki alergi (+) terhadap makanan laut. Ibu pasien juga alergi (+).
2. Objektif :
a. Gejala Klinis
Dispnea, dipengaruhi cuaca dingin, memberat saat malam hari.
Bicara tidak utuh satu kalimat dalam satu nafas
Batuk dengan dahak putih kental
Tidak pernah kontrol, keluhan terakhir muncul 2 minggu SMRS, minum
neonaphacyn, berkurang
Riwayat alergi (+), riwayat alergi pada keluarga (+)
b. Vital Sign
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis, tampak sesak
Tekanan Darah : 130/80
Nadi : 96x/menit
Frekuensi Nafas : 34x/menit
c. Pemeriksaan Fisik
1. Wheezing (+/+)
2. Ronchi basah kasar (+/+) minimal
d. Riwayat Pengobatan
Pasien jarang berobat rutin ke dokter/puskesmas, hanya jika merasa sesak, pasien datang
ke dookter/puskesmas, diberi obat dan kemudian tidak kontrol lagi atau memeriksakan diri
ke dokter/ puskesmas/RS.
3. Assesment (penalaran klinis) : Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Pasien
tersebut di atas mengarah pada penyakit asma. Faktor pencetus pada pasien tersebut di atas
adalah faktor cuaca (suhu dingin). Selain itu, riwayat asma yang hilang timbul sejak usia 15
tahun juga menandakan bahwa pasien tersebut memang menderita asma yang hilang timbul
dan tidak terkontrol dengan baik. Asma merupakan penyakit yang diturunkan. Predisposisi
genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat / kecenderungan untuk terjadinya
asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperaktivitas bronkus, kadar
IgE serum) dan atau keduanya. Oleh karena itu, pada ibu yang menderita asma, akan sangat
mungkin jika anaknya juga akan menderita asma.
Ketika asma timbul 3 hari SMRS, pasien sudah berobat ke dokter, diberi obat, diasap, dan
setelah diasap, pasien merasa enak, keluhan berkurang. Asap yang diberikan kemungkinan
adalah bronkodilator. Hal ini menunjukkan bahwa pasien membaik setelah diberikan
bronkodilator. Hal ini merupakan salah satu ciri penyakit asma.
Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema, dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja
penapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi, dan hiperinflasi.
Karena asma yang diderita pasien muncul segera setelah paparan cuaca/faktor pencetus, maka
asma ini tergolong akut. Pada pasien ini, asma yang muncul sangat menganggu aktivitas, dan
untuk berbicara pasien masih bisa, tetapi mulai sedikit terganggu. Hal ini masuk dalam kriteria
asma sedang. Gejala pada pasien ini muncul >2x/minggu, tetapi tidak setiap hari, dan keluhan
sudah mulai mengganggu aktivitas, gejala pada malam hari muncul beberapa kali. Hal ini,
masuk dalam kriteria asma tidak terkontrol. Jadi, kesimpulan, pasien ini menderita asma akut
sedang tidak terkontrol.
4. Plan :
Diagnosis Kerja : Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik yang dapat disimpulkan
adalah pasien ini menderita asma akut sedang tidak terkontrol.
Pengobatan :
- Pasang O2 2-3 lpm nasal kanul
- Nebulisasi Ventolin 1fl/8 jam
- Inj. Dexamethason 1amp/8jam
- Aminophilin 2x1tab
- Ambroxol 3x30mg
Pendidikan :
Pasien dan keluarga dijelaskan tentang penyakit dan penanganan yang telah
dilakukan. Edukasi tentang prognosis penyakit (dubia et bonam) kepada keluarga
pasien juga penting dilakukan.