Georges Gilles de la Tourette pertama kali menggambarkan
seorang pasien dengan apa yang dikenal sebagai gangguan Tourette di tahun 1885, saat ia sedang meneliti bersama dengan Jean-Martin Charcot di Perancis. Ia menemukan sindroma pada beberapa pasien yang berupa tik motorik multipel, koprolalia, dan ekolalia (Kaplan, 2008). Tourette syndrome atau Gilles de la Tourette Syndrome merupakan suatu gangguan gerakan yang onsetnya pada masa kanak- kanak berupa adanya gengguan tik motorik dan fonik. Selain tik, sindrom ini sering dikaitkan dengan gejala obsesif-kompulsif, kurangnya perhatian, perilaku impulsif, gelisah dan gejala motorik. Tik pada gangguan ini dapat terjadi dengan spektrum yang luas dari yang ringan sampai parah. Gangguan fungsi adaptif pada sindrom ini mungkin berhubungan dengan tik atau adanya kondisi terkait seperti attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD), ketidakmampuan belajar (LD), dan kesulitan perilaku lainnya (Scahill, 2006). Dalam banyak kasus, gangguan penyerta tersebut mungkin lebih penting secara klinis daripada gejala tik. Dampak sindrom Tourette terhadap anggota keluarga, kemajuan pendidikan, kinerja pekerjaan, atau hubungan dengan teman sebaya sangatlah besar. Dengan demikian, manajemen klinis sindrom ini membutuhkan perhatian pada keparahan tik, fitur terkait, respon terhadap penyakit kronis, dan fungsi secara keseluruhan (Scahill, 2006). Prevelansi seumur hidup gangguan Tourette diperkirakan 4 hingga 5 per 10.000. Lebih banyak anak yang menunjukkan gangguan ini dibandingkan orang dewasa. Onset komponen motorik gangguan ini umumnya terjadi pada usia 7 tahun; tic vokal muncul rata-rata pada usia 11 tahun. Gangguan Tourette terjadi kira-kira tiga kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Gangguan ini juga lebih lazim pada anak kulit putih daripada ras yang lain (Scahill, 2006). Faktor genetik dan lingkungan memainkan peran dalam etiologi Tourette, namun penyebab pasti tidak diketahui. Dalam kebanyakan kasus, tidak diperlukan pengobatan. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk setiap kasus tik, tapi obat-obatan tertentu dan terapi dapat membantu jika penggunaannya dibenarkan. Edukasi merupakan bagian penting dari setiap rencana pengobatan, dan penjelasan serta keyakinan sendiri sering mencukupi proses pengobatan. Kondisi penyerta seperti attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD) dan obsesif- kompulsif (OCD) yang hadir pada banyak pasien. Kondisi lain yang sering menyebabkan gangguan yang lebih fungsional untuk individu daripada tik yang merupakan ciri khas dari Tourette, maka penting untuk mengidentifikasi dengan benar kondisi komorbiditas dan pengobatannya (Robertson, 2011). Diagnosis yang akurat, termasuk identifikasi kondisi komorbiditas, merupakan langkah penting menuju perawatan yang tepat untuk pasien dengan sindrom ini. Perawatan klinisnya termasuk dengan edukasi pada pasien dan keluarga, advokasi di lingkungan sekolah dan pekerjaan, serta manajemen pada gejalanya. Pada banyak pasien dengan TS, manajemen gejala membutuhkan farmakoterapi untuk tik atau gangguan yang menyertainya. Khasiat bukti klinis yang mendukung dan keamanan untuk obat yang digunakan pada pasien dengan sindrom ini bervariasi. Tapi bukti tersebut menawarkan panduan terbaik untuk praktek klinis dan mengidentifikasi area untuk penelitian masa depan (Scahill, 2006).
1. Scahill, Lawrence et al. Contemporary Assessment and
Pharmacotherapy of Tourette Syndrome. The Journal of the American Society for Experimental NeuroTherapeutics. 2006 April; (3): 192206. 2. Robertson, MM. Gilles de la Tourette syndrome: the complexities of phenotype and treatment. Br J Hosp Med (Lond). 2011 Feb;72(2):1007.