PEMBAHASAN
Mengenai proses belajar gerak ini akan dibahas dalam kaitannya dengan
apa yang terjadi pada diri pelajar, apa yang diperbuat oleh pelajar , serta tingkat
penguasaan yang dicapai pada setiap tahapan atau fase belajar. Mengenai hal ini
ada beberapa ahli yang telah berusaha mengemukakan teorinya. Antara lain
adalah Paul Fitts bersama Michael Posner, kemudian juga Adam. Teori yang
dikemukakan Fitts dan Posner maupun yang dikemukakan oleh Adam bisa
menjelaskan fenomena belajar gerak. Dengan pembahasan mereka yang agak
berbeda justru bisa digunakan semuanya dan saling melengkapi. Fits dan Posner
di dalam menjelaskan tahapan atau fase belajar gerak lebih menekankan pada
tingkat penguasaan belajar, sedangkan Adam lebih menekankan pada bentuk
perilaku pelajar. Walaupun demikian dasar berpikirnya sama. Teori yang mereka
kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Fase kognitif
Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak keterampilan. Fase
awal ini disebut fase kognitif karena perkembangan yang menonjol terjadi
pada diri pelajar adalah pelajar menjadi tahu tentang gerakan yang
dipelajari; sedangkan penguasaan geraknya sendiri masih belum baik
karena masih dalam taraf mencoba-coba gerakan.
Pada fase kognitif, proses belajar diawali dengan aktif berpikir tentang
gerakan yang dipelajari. Pelajar berusaha mengetahui dan memahami
gerakan dari informasi yang diberikan kepadanya. Informasi bisa bersifat
verbal atau visual. Informasi verbal adalah informasi yang berbentuk
penjelasan menggunakan kata-kata. Di sisni indera pendengar aktif
berfungsi. Informasi visual adalah informasi yang dapat di lihat. Informasi
ini bisa berbentuk contoh gerakan atau gambar gerakan. Di sini indera
pelihat aktif berfungsi.
Informasi yang di tangkap oleh indera kemudian diproses dalam
mekanisme perceptual. Mekanisme perceptual berfungsi untuk menangkap
makna informasi. Dari fungsi ini pelajar bisa memperoleh gambaran
tentang gerakan yang dipelajari.
Setelah memperoleh gambaran tentang gerakan, maka gambaran tersebut
diproses lagi ke dalam mekanisme pengambilan keputusan. Dalam
mekanisme ini pelajar mengambil keputusan apa yang akan diperbuat.
Apakah ia akan melakukannya atau tidak. Misalnya apabila gerakan yang
diketahui itu ternyata sulit atau dirasa membahayakan dirinya, bisa jadi
pelajar tidak melakukannya karena takut, dan memutuskan untuk tidak
melakukannya atau menolak untuk melakukannnya. Tetapi sebaliknya bila
dari informasi tentang gerakan, pelajar merasa bisa atau berani
melakukannya, maka ia memutuskan untuk mencoba melakukannya.
Keputusan ini kemudian diwujudkan dalam bentuk rencana gerak.
Selanjutnya, rencana gerak diproses dalam mekanisme pengerjaan terjadi
pengorganisasian respon untuk dikirim sebagai komando gerak ke system
muscular untuk diwujudkan menjadi gerakan tubuh. Berdasarkan komando
gerak tersebut terwujudlah gerakan-gerakan. Melalui proses semacam
itulah pelajar mencoba melakukan atau mempraktikkan gerakan yang
dipelajari. Dengan mempraktikkan berulang-ulang gerakan demi gerakan,
penguasaan keterampilan melakukan gerakan menjadi meningkat. Pada
fase kognitif pelajar belum bisa melakukan gerakan-gerakan dengan baik.
Setelah mempraktikkan berulang-ulang dengan kemampuan melakukan
gerakan-gerakan sudah menjadi lancer dan baik, maka pelajar berarti
sudah meningkat memasuki fase belajar selanjutnya yaitu memasuki fase
asosiatif.
2. Fase asosiatif
Fase asosiatif disebut juga fase menengah. Fase ini ditandai dengan tingkat
penguasaan gerakan di mana pelajar sudah mampu melakukan gerakan-
gerakan dalam bentuk rangkaian yang tidak tersendat-sendat
pelaksanaannya. Dengan tetap mempraktikkannya berulang-ulang,
pelaksanaan gerakan akan menjadi semakin efisien, lancer, sesuai dengan
keinginannya, dan kesalahan gerakan semakin berkurang.
Untuk meningkatkan penguasaan dan kebenaran gerakan, pelajar perlu
tahu kesalahan yang masih diperbuatnya. Ia bisa tahu kesalahan yang
diperbuatnya melalui pemberitahuan orang lain yang mengamatinya,
merasakan gerakan yang yang dilakukan, atau melihat gambar rekaman
pelaksanaan gerakan. Dari ketahuannya tentang kesalahan gerakan yang
dilakukan pelajar perlu mengarahkan perhatiannya untuk membetulkan
selama mempraktikkan berulang-ulang. Kemampuan untuk mengenali
kesalahan gerakan sangat diperlukan untuk peningkatan penguasaan gerak.
Untuk meningkatkan penguasaan gerak diperlukan kesempatan yang
leluasa untuk praktik berulang-ulang.
Pada fase asosiatif ini merangkaikan bagian-bagian gerakan menjadi
rangkaian gerakan secara terpadu merupakan unsure penting untuk
menguasai berbagai gerakan keterampilan. Setelah rangkaian-rangkaian
gerakan bisa dilakukan dengan baik, maka pelajar segera bisa dikatakan
memasuki fase belajar yang disebut fase otonom.
3. Fase otonom
Fase otonom bisa dikatakan sebagai fase akhir dalam belajar gerak. Fase
ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana pelajar mampu
melakukan gerakan keterampilan secara otomatis. Fase ini dikatakan
sebagai fase otonom karena pelajar mampu melakukan gerakan
keterampilan tanpa terpengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan
itu pelajar harus memperhatikan hal-hal lain selain gerakan yang
dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena gerakannya sendiri sudah bisa
dilakukan secara otomatis. Contoh dari pencapaian fase otonom, misalnya
pada anak yang belajar naik sepeda. Setelah mencapai fase otonom, ia
mampu mengendarai sepeda dan tidak jatuh walaupun dilakukan sambil
menengok ke kanan atau ke kirimemperhatikan pemandangan di
sekelilingnya. Ia tidak lagi harus memikirkan bagaimana gerakan
mengayuh atau bagaimana pegangan tangan agar keseimbangan terjaga.
Contoh lain misalnya pada pemain bola voli yang sudah mahir. Ia bisa
melakukan semes tanpa memikirkan bagaimana gerakan langkah awalan
atau bagaimana meloncat agar bisa memukul bola. Ia bisa melakukan
semes sambil memperhatikan sasaran kemana bola harus dipukul agar
tidak bisa dikembalikan oleh lawan.
Untuk mencapai fase otonom diperlukan praktik berulang-ulang secara
teratur. Setelah dicapai fase otonom kelancaran dan kebenaran gerakan
masih dapat ditingkatkan, namun peningkatannya tidak lagi secepat pada
fase-fase belajar sebelumnya. Pada fase di mana gerakan sudah menjadi
otomatis, untuk mengubah bentuk gerakan cukup sulit. Untuk
mengubahnya perlu ketekunan.
Mengingat menjadi sulitnya mengubah bentuk gerakan setelah gerakan
menjadi otomatis, maka pembetulan gerakan harus dilakukan pada fase
belajar sebelumnya. Sejak awal pelajar sudah harus diarahkan melakukan
gerakan-gerakan yang benar secara mekanik, agar setelah mencapai fase
otonom gerkannya benar-benar efisien.
Perlu dijelaskan bahwa gerakan otomatis tidak sama dengan gerakan yang
efisien atau gerakan yang terampil. Gerakan yang otomatis belum tentu
efisien. Gerakan yang salah secara mekanispun dapat menjadi otomatis
apabila terus dilakukan berulang-ulang. Sedangkan gerakan yang benar
dan dilakukan secara otomatis akan menjadi gerakan yang efisien.
1. Fase gerak-verbal
Fase gerak-verbal adalah fase belajar gerak di mana gerakan yag dipelajari
masih berada pada pikiran pelajar. Pelajar membayangkan dalam
pikirannya mengenai gerakan keterampilan yang dipelajari. Memikirkan
gerakan berarti merangkai gerakan dalam bentuk kata-kata. Misalnya
didalam mempelajari gerakan mengguling ke depan senam lantai; pelajar
membayangkan sikap awalberdiri tegak dengan kedua kaki rapat.
Gerakannya di awali dengan membungkukkan badan, kemudian kedua
tangan menumpu pada matras dengan jarak selebar bahu, dan seterusnya.
Dengan menggunakan rangkaian kata-kata itulah sebenarnya proses
berpikir tentang gerakan bisa dilakukan. Gerakan yang dipikirkan itu
kemudian diwujudkan dalam gerakan tubuh secara nyata. Pelajar berusaha
melakukan gerakan sesuai dengan yang dipikirkannya. Aktivitas gerak
tubuh masih dipengaruhi oleh aktivitas berpikir. Pada fase ini, saat
berusaha menguasai gerakan, pikirannya masih tertuju pada memikirkan
gerakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya dengan
benar. Gerakannya belum bisa dilakukan dengan benar dan lancer, karena
itu pelajar masih harus berpikir mengenai gerakan itu sendiri. Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa pada fase gerak-verbal antara aktivitas
melakukan gerakan dengan aktivitas berpikir tentang gerakan yang harus
dilakukan berlangsung bersama-sama.
Fase gerak-verbal ini apabila dibandingkan dengan fase-fase belajar
menurut Fitts dan Posner adalah berada pada fase kognitif dan fase
asosiatif.
2. Fase gerak
Fase gerak merupakan kelanjutan dari fase gerak-verbal. Pada fase gerak
ini karena penguasaan geraknya sudah baik, maka pada saat melakukan
gerakan seolah-olah tidak memikirkan lagi gerakan yang sedang
dilakukan. Di sini seolah-olah antara aktivitas gerak tubuh dengan
aktivitas berpikir bisa dipisahkan. Aktivitas berpikir menganai gerakan
hanya sampai pada kesadaran pemberian komando gerak, untuk
selanjutnya geraknya bisa dilakukan secara otomatis tanpa harus
memikirkan gerakannya itu sendiri. Dengan kata lain bisa dinyatakan
bahwa perilaku gerak tubuh independen atau tidak dipengaruhi oleh
aktivitas berpikir pada saat melakukan gerakan.
Fase gerak ini apabila dibandingan dengan fase-fase belajar menurut Fits
dan Posner adalah berada pada fase otonom.
Pembagian fase-fase belajar yang dikemukakan oleh Adam tampaknya
lebih realistis untuk menjelaskan fenomena proses belajar gerak. Di dalam
belajar gerak, aktivitas berpikir yang dilakukan adalah berpikir tentang
gerakan yang dipelajari, untuk kemudian dilakukannya dalam bentuk
gerakan nyata. Jadi aktivitas berpikir yang dilakukan oleh pelajar tidak
terpisah dalam satu fase tersendiri seperti halnya yang dikemukakan oleh
Fitts dan Posner. Namun bagaimanapun baik teori yang dikemukakan oleh
Fitts dan Posner maupun yang dikemukakan oleh Adam, keduanya tetap
berguna untuk menjelaskan fenomena proses belajar gerak.
Pengetahuan tentang fase-fase belajar gerak sangat berguna di dalam
pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga, khususnya dalam hal
melandasi pemikiran tentang perencanaan program pengajaran, pemilihan
strategi mengajar, dan pemilihan kondisi belajar yang perlu disiapkan.
Sesuai dengan fase-fase belajar yang perlu dilalui oleh pelajar, guru perlu
memikirkan kondisi belajar apa yang perlu disiapkan dan diciptakan serta
bagaimna strateginya untuk menenrangkan kondisi belajar yang
diciptakan.
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi belajar gerak seperti halnya belajar kognitif dan belajar afektif, meliputi
dua macam kondisi yaitu kodisi internal dan eksternal. Kondisi belajar harus disesuaikan
dengan jenis belajar yang di tangani dalam proses belajar mengajar. Masing-masing
jenis belajar tersebut perlu penanganan yang berbeda-beda dalam proses belajar-
mengajar.
2. Dapat memahami bagaimana fase belajar gerak menurut Fitts dan Posner
3.1. Kesimpulan
Belajar gerak merupakan sebagian dari belajar secara umum. Sebagai bagian
dari belajar, belajar gerak mempunyai tujuan tertentu. Tujuannya adalah untuk
menguasai berbagai keterampilan gerak dan mengembangkannya agar
keterampilan gerak yang dikuasai bisa dilakukan untuk menyelesaikan tugas-tugas
gerak untuk mencapai sasaran tertentu.
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1Kesimpula
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul Belajar Gerak . Tak lupa pula penulis
kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benerang yang telah kita rasakan pada
saat ini. Dalam penulisan makalah ini penulis memiliki banyak kesulitan untuk
menyelesaikannya.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik sagi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat atau
untuk inpirasi terhadap para pembaca.
penulis
DAFTAR PUSTAKA
Magill, Richard A., Motor Learning: Concept and Applications. Dubaque: Wm. C.
Marteniuk, Ronald G., Information Processing in Motor Skill, New York: Holt,
Neilson, N.P., Concepts and Objectives in movement Arts & Sciences. New York:
Vantage Press, 1978
Physical Education Skill. New York: Macmillan Publishing Co. Inc., 1975
BELAJAR GERAK
OLEH
MUH. YASA
A1F216076
2017