Pembimbing:
dr. Kot Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes
Disusun Oleh:
Tegar Kharisma (2015-061-146)
Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta
RSUD Syamsudin, S.H., Sukabumi
Periode 10 Juli 5 Agustus 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Komponen panca indra pada manusia sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia itu sendiri, termasuk telinga dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Pendengaran yang baik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi
kita. Jika kita mengalami gangguan pendengaran maka hal itu akan sangat berdampak
buruk dalam kehidupan sehari-hari. Pemenuhan kualitas hidup adalah hal penting bagi
orang yang menderita gangguan pendengaran beserta keluarganya.
Gangguan pendengaran adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan
seseorang untuk mendengar. Gangguan pendengaran dapat disebabkan faktor seperti
genetik, penuaan, terpapar suara kelas, infeksi, kelainan kongenital, trauma pada telinga
dan juga paparan toksin. Seseorang dengan gangguan pendengaran yang berat dimana
suara yang cukup keras tidak dapat terdengar atau yang biasanya terjadi orang tersebut
sangat sulit mengerti kata-kata yang diucapkan. Dalam kasus-kasus tersebut beberapa
jenis suara atau percakapan sulit untuk didengar, terutama di lingkungan suara yang
bising.(1,2) Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru
dan lebih baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti
menghasilkan efek positif terhadap kualitas hidup.
Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi pendengaran
harus dilaksanakan sedini mungkin. American Joint Commitee on Infant Hearing (2000)
merekomendasikan upaya habilitasi sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan.
Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah
dimulai sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang
mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal. (1,2,3)
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam
habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi
audio verbal. Sebelum proses belajar harus dilakukan penilaian tingkat kecerdasan oleh
Psikolog untuk melihat kemampuan belajar anak. Proses rehabilitasi pasien tuna rungu
membutuhkan kerjasama dari beberapa pihak, antara lain dokter spesialis THT,
audiologist, ahli madya audiologi, ahli terapi wicara, psikolog anak, guru khusus untuk
tuna rungu dan keluarga penderita. (4,5)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri
dan memberikan perlindungan bagi kulit. (1,2,3)
3
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu
hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah,
yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak
pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan
jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran
kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela
bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam
dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat
terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. (1,2)
4
endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila
keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan
telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa.
Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus
kranialis VIII ke otak. (1,3)
Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut
utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh
nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis
VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah
nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus
tersebut dan asupan darah ke batang otak. (1,5)
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting.
Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat
lentur, memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran
stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi
berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani
yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang
suara. pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu,
dan terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu
jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang
memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan.
Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan
telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya
terjadi penurunan kemampuan pendengaran. (1,4)
Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga
tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam
labirin di telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai getaran
(gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan ini,
pada gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan membrana basilaris yang akan
merangsang sel-sel rambut organ Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang.
5
Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai
daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian
dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan
bunyi.
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang
dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi
tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya
defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan
konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan
kehilangan pendengaran konduktif. (1,2,3,6)
6
menggerakkan oval window sehingga perilimf pada skala vestibuli bergerak. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimf, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area broadmann 39-40) di lobus temporalis.(1,2)
7
Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO(1)
Derajat Pendengaran Kehilangan Pendengaran
Normal 0-25 dB
Ringan 26 40 dB
Sedang 41 55 dB
Sedang Berat 56 70 dB
Berat 71 90 dB
Sangat berat >90 dB
8
Gambar 5. Komponen Alat Bantu Dengar(11)
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah
seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya
gangguan fungsi pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
Kemampuan mendengar penderita
Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
Keterbatasan fisik
Keadaan medis
Penampilan
Harga. (8,9)
9
lalu diamplifikasi dengan menggunakan speaker, sehingga bunyi menjadi lebih keras
dan bisa didengar oleh penderita.
2.4.3. Klasifikasi
A. Menurut sistim kerjanya
Cara kerja alat bantu dengar berbeda-beda tergantung pada elektronik yang
dipakai. Ada 2 tipe utama yaitu analog dan digital.
Analog
Alat bantu dengar analog mengubah gelombang suara menjadi sinyal
listrik, yang kemudian diperkuat. Alat bantu dengar analog / disesuaikan
dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap pengguna. Alat
bantu dengar diprogram oleh produsen sesuai dengan spesifikasi yang
direkomendasikan oleh audiolog. Alat bantu dengar analog memiliki
lebih dari satu program atau setting. Seorang audiologis dapat
memprogram bantuan menggunakan komputer, dan dapat mengubah
program sesuai dengan lingkungan yang berbeda-beda, dari sebuah
ruangan kecil yang sepi, restoran yang ramai, hingga area terbuka yang
luas, seperti teater atau stadion. Sirkuit analog dapat digunakan di semua
jenis alat bantu dengar. Alat bantu analog biasanya lebih murah daripada
alat bantu digital.
10
Digital
Alat bantu dengar digital mengubah gelombang suara menjadi kode
numerik, mirip dengan kode biner komputer, sebelum memperkuatnya.
Karena kode tersebut juga mencakup informasi tentang nada atau
kenyaringan suara, bantuan tersebut dapat diprogram secara khusus
untuk memperkuat beberapa frekuensi lebih banyak daripada yang lain.
Sirkuit digital memberi audiolog lebih banyak fleksibilitas dalam
menyesuaikan bantuan dengan kebutuhan pengguna dan lingkungan
mendengarkan tertentu. Alat bantu ini juga bisa diprogram untuk fokus
pada suara yang datang dari arah tertentu. ABD Sistim digital menjadi
sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi dengan suara
yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang berlebihan
Sirkuit digital dapat digunakan di semua jenis alat bantu dengar. Saat ini
sebagian besar alat bantu dengar sudah memakai teknologi digital.
11
waktu liang telinga terisi cairan yang berasal dari infeksi telinga tengah.
ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:
ABD hantaran tulang konvensional
Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan bone
vibrator. Getaran tulang dihasilkan oleh bone vibrator yang
ditempelkan pada tulang mastoid dengan bantuan ikat kepala khsus,
kaca mata, atau plastik mirip bando. Kerugian ABD jenis ini adalah
tidak praktis, penampulan kurang menarik (kosmetik), butuh
amplifikasi besar dan timbul lecet pada kulit yang menempel dengan
bone vibrator. Pilihan model ABD pada sistim ini adalah jenis saku
atau BTE
ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing AID)
ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan
penggetar tulang (bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas
melalui sistim sekrup-baut dengan lempengan logam dari bahan
titanium yang telah ditanam ke dalam tulang mastoid melalui
tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif dibandingkan ABD
jenis hantaran tulang.
o ABD Jenis hantaran udara
ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim
ditemukan dan tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja
dengan prinsip mengurangi jarak dari sumber suara dengan cara
meletakkan loudspeaker di telinga penderita. (7,9)
C. Menurut bentuknya
Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-
masing. Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:
o ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)
ABD jenis ini dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar.
Mikrofon dan amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak;
sedangkan receiver terpisah dan berada di liang telinga. Antara kotak
(mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver dihubungkan
melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau
12
kantung khusus yang digantungkan pada dada. Pada ABD jenis saku
penempatan terpisah ini dimaksudkan agar pengguna dapat leluasa
memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback.
Jadi ABD jenis saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau
sangat berat yang membutuhkan perkerasan bunyi atau output yang
besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang menguntungkan untuk
ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan baterai
silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat.
Selain itu, tombol pengatur juga mudah disesuaikan.
Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:
Penampilan kosmetik kurang baik
Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang
terhalang oleh tubuh
Tidak praktis karena ukuran relatif besar
Kabel dapat putus
Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku
o ABD jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE)
ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang,
dengan mikrofon mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena
selain selalu mengikuti gerakan kepala juga menghadap lawan bicara.
Suara yang telah diperkeras (output) disalurkan melalui pipa plastik
(tubing) yang terhubung dengan ear mould di concha daun telinga,
untuk selanjutnya diteruskan ke liang telinga.
Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis
super power. Dalam hal mencegah bunyi feedback masih sedikit
dibawah jenis saku. Sumber tenaga berupa batere yang bentuknya
pipih dan tipis (disc). Penyetelan tombol pengatur juga relatif lebih
mudah dibandingkan ABD jenis lain yang lebih kecil.
o Open-fit mini BTE
ABD jenis ini merupakan ABD yang paling baru dikembangkan.
ABD jenis ini mengkombinasikan kelebihan akustik dari ABD
berukuran besar dan kelebihan kosmetik dari ABD berukuran kecil.
13
Open-fit mini BTE terdiri dari alat BTE yang kecil, tuba kurus
tersembunyi yang berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan
receiver yang halus dan tidak sampai menutupi liang telinga.
Hasilnya, efek oklusi yang dialami pasien berkurang, baterai dan
amplifier yang lebih baik dibandingkan tipe yang lebih kecil,
tampilan kosmetik yang lebih baik dibanding ABD tipe besar
lainnya, dan pemakaian yang lebih singkat karena tidak memerlukan
cetakan personal yang presisi sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE
butuhkan.
o ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE)
ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE.
Dipasang pada bagian concha daun telinga. Komponen ABD
menyatu dengan ear mould. Karena ukurannya yang relatif kecil
berarti jarak antara mikrofon dengan receiver juga lebih pendek,
akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok
untuk ketulian derajat sedang.
o ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC)
ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC.
ABD jenis ITC ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE.
Pemasangan sampai setengah bagian luar liang telinga. Amplifikasi
suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup dalam pada
liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya
bermanfaat untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis
CIC yang merupakan ABD terkecil dan dipasang pada sisi dalam
liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang telinga. Permukaan
luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk mempermudah
memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis
ITC, pengaturan secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat
diatasi pada model terbaru yang telah dilengkapi dengan remote
control
o ABD jenis kacamata / Spectacle Aid
14
ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang.
Umumnya jenis BTE, namun dapat juga jenis bone conduction,
meskipun emanfaatan cara ini untuk ABD jenis hantaran tulang
kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak stabil (7,10)
15
Selain tipe dan derajat ketulian, ada beberapa faktor lainnya yang perlu
diperhitungkan mengenai apakah seorang pasien membutuhkan alat bantu
dengar, antara lain:
1. Umur dan kondisi kesehatan mental dan fisik pasien secara umum
2. Motivasi pasien (Bukan keluarga atau pihak lain)
3. Kondisi keuangan pasien
4. Pertimbangan kosmetis
5. Kebutuhan pasien akan komunikasi, terutama dalam kehidupan dan
pekerjaan (1,12,14)
16
Dengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu
dengar binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi
sumber suara (lokalisasi).
3. Efek peredam atau penekanan bising latar belakang (Binaural squelch)
Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara
dengan bising. Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat
bekerja dengan lebih baik dengan membandingkan suara dari dua telinga.
4. Sumasi binaural (Binaural loudness summation)
Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan
lebih baik melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal
suara yang serupa dari kedua telinga.
Paham yang dianut sekarang adalah bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan pribadi ataupun
audiologik, pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi binaural.
Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling
diuntungkan dengan teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa
telinga yang terpilih adalah telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik
dan dengan rentang dinamik yang lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan
antara tingkat ambang pendengaran dengan ambang ketidaknyamanan
pendengaran. (10,13,15)
17
Suatu sirkuit frekuensi radio dapat digunakan untuk menghantarkan bunyi dari
satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat bantu dengar CROS hanya sedikit
membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun alat ini kadang-kadang terbukti
bermanfaat pada beberapa kondisi mendengar suara bising dan juga
meminimalkan efek bayangan kepala. (14)
Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat
digunakan bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada
telinga yang lebih baik, sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk
teknik amplifikasi. Tipe Bi-CROS memiliki mikrofo pada masing-masing alat
bantu dan suatu pemasok bunyi amplifier pada telinga yang lebih baik [BOIES]
Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai
dengan jenis gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan
dan kerugian dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis
maupun pribadi pasien.
18
Secara kosmetik lebih dapat Letak receiver menjadi
Spectacle aid
diterima relatif tidak stabil
Baterai relatif lebih tahan Harga mahal
Amplifikasi kuat Ketersediaan masih terbatas
Feedback minimal karena merupakan
Pengaturan mudah teknologi baru
Sulit terlihat
Open-fit mini BTE
Tidak perlu ear mould
Tidak menimbulkan efek
oklusi
Memungkinkan keluarnya
sekret telinga pasien
19
Gambar 8. Alat Bantu Dengar tipe Body Worn(4)
20
Implan koklea hanya dapat membantu meningkatkan kemampuan
mendengar. Namun, kualitasnya berbeda dengan pendengaran normal. Akan tetapi,
mereka yang melakukan implan koklea kemungkinan besar kualitas hidunya akan
meningkat. Karena implan memungkinkannya untuk berkomunikasi lebih jelas dan
menjadi lebih efisien dalam menanggapi sinyal peringatan atau suara. Selain itu,
anak-anak dengan cacat pendengaran yang mengenakan implan dari awal dapat
belajar berbicara normal.
21
stimulasi serabut saraf. Pada speech processor terdapar sirkuit listrik khusus yang
berfungsi meredam bising lingkungan.
22
Program Rehabilitasi Pasca Bedah
Switch on yaitu pengaktifan alat, dilakukan 2 4 minggu pasca bedah.
Pemeriksaan CT-Scan pasca bedah untuk menilai keadaan elektroda yang telah
dipasang di dalam kklea. Pada anak yang tidak kooperatif data awal dapat diperoleh
dengan melakukan NRT (Neural Response Telemetry) terlebih dahulu kemudian
menetapkan C (comfortable) level yaitu suara keras yang dapat ditoleransi tanpa
menimbulkan rasa sakit dan T (treshold) level suara terkecil yang dideteksi. Yang
dimakud dengan pemetaan (mapping) adalah proses untuk menetapkan dan mengatur
sejumlah aliran listrik yang disampaikan ke kokea.
Program yang dibuat disimpan pada speech processor dan jumlahnya tergantung
pada jenis implan yang digunakan dan berbeda untuk setiap orang. SElanjutnya anak
mengikuti program terapia udio verbal berkala secara teratur disertai pemetaan berkala.
Keberhasil implantasi koklea ditentukan dengan menilai kemampuan
mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.
23
BAB III
KESIMPULAN
Alat Bantu Dengar (ABD) adalah Alat suatu perangkat elektronik yang berguna
untuk memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si
pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya
Pada umumnya, mekanisme kerja ABD berupa: masuknya suara melalui
mikrofon, pengerasan suara oleh amplifier, dan penyampaian ulang suara oleh receiver /
loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya diperdayai oleh suatu komponen baterai
Terdapat berbagai macam jenis ABD: Menurut sistem kerjanya, Menurut jenis
hantarannya, dan Menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Untuk pemakaian alat bantu pendengaran, pertama-tama klinisi harus
mengidentifikasi derajat ketulian penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan
TL, MCL, dan LDL, menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan
oleh pasien, baru kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan
digunakan beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien.
Seringkali ABD sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien
secara sempurna. Karenanya dibutuhkan pelengkap dari ABD yang bisa berupa: ALD,
baik ALD yang dihubungkan ke ABD maupun tidak; Fitur-fitur tambahan; dan
Implantasi koklea bila ABD tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan
Setelah Pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan
keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word
Recognition & Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, Efiaty S. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Moller, Aage R. 2006. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System Second Edition. California: Academic Press
3. Thomas R. et al. 2006. Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review. New York:
Thieme Medical Publishers
4. Snow, James B Jr. 2002. Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. London: BC Decker
5. Menner, Albert L. 2003. A Pocket Guide to the Ear. New York: Thieme Medical
Publishers
6. Peng, Shu-Chen. 2012. Hearing Aids: The Basic Information You Need to Know pada
Scientific Reviewer in Audiology Center for Device and Radiological Health.
(www.fda.gov) diakses tanggal 27 Juli 2017
7. Gwinner, Nanette. 2006. Your Veteran Affairs Hearing Aid. Denver: Department of
Veterans Affairs Denver Distribution Center.
8. American Academy of Audiology. 2001. Hearing Aids. Mclean VA: NIH Publication
9. FDA Consumer Health Information. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids.
(www.fda.gov) diakses tanggal 27 Juli 2017
10. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
11. Kimball, Suzanne H. et al. 2013. Hearing Aids (www.medscape.com) diakses tanggal
27 Juli 2017
12. Kochkin, Sergei. 2005. Your Guide to Hearing Aids. Alexandria: Better Hearing
Institute
13. (http://www.rehab.research.va.gov/mono/ear/portfoli.htm) diakses tanggal 27
Juli 2017
14. https://www.nidcd.nih.gov/health/hearing-aids#hearingaid_01
15. http://www.cochlear.com/wps/wcm/connect/au/home/understand/hearing-and-
hl/hl-treatments/cochlear-implant
25