Anda di halaman 1dari 28

http://jendela-fantasi.blogspot.

com/

Lima
DETIK demi detik berlalu, sementara Arden
menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Runtunan argumetasi yang sudah ia siapkan di dalam
kepalanya tiba-tiba buyar. Akhirnya, dalam nada yang
terbata-bata, ia berkata, M-matt juga ikut?
Ya, justru karena dialah kita pergi. Sudah wak-
tunya ia diperiksa lagi oleh dokter anak. Ia harus di-
imunisasi. Dan Mrs. Laani pun mengeluh bahwa per-
tumbuhan Matt terlalu cepat sehingga pakaian-pakai
annya sudah tidak cukup lagi. Mrs. Laani mau pergi
belanja besar-besaran.
Terjadi suatu pergumulan di dalam kepala Ar-
den. Sebentar lagi semua itu akan terjadi! Ia akan ber-
temu dengan putranya, menghabiskan waktu bersama
nya, selama beberapa hari. Sudah berbulan-bulan ia
menantikan datangnya kesempatan ini, mengimpikan-
nya serta membayang-bayangkan bagaimana perasa-
annya saat itu. Namun kepanikan yang mulai melanda
dirinya kini betul-betul di luar perhitungannyakepa
nikan yang tiada tara. Kini pada saat apa yang begitu
ia dambakan akan terwujud, ia justru menjadi cemas.
Ia mulai mencoba mencari jalan untuk menghin
dar. Ini kan suatu acara keluarga, aku tidak mau
mengganggu dengan ikut serta. I-ia... M-Matt mungkin
tidak akan suka padaku. Mrs... ehm... Laani? Mungkin
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
dia akan kurang senang k-kalau... kau mengajakku.
Ini memang sebuah acara keluarga, tapi kebetu
lan akulah kepala keluarganya. Mrs. Laani memang se-
ring menguliahiku tentang segalanya, termasuk perlu-
nya seorang wanita yang baikdan kutekankan seka-
li lagi, baikdi dalam kehidupanku. Ia ingin sekali ber
temu denganmu. Sedangkan Matt baru berumur dua
puluh bulan. Ia suka pada semua yang mau menyuapi-
nya. Drew mencakup wajah Arden di dalam kedua be
lah tangannya. Ayolah, Arden. Kalau aku tidak meng-
anggap ini ide yang baik, aku tidak akan mengusulkan
nya. Nada suaranya merendah. Aku tidak ingin jauh
darimu walaupun hanya untuk beberapa hari saja.
Ya Tuhan, kenapa dia tidak melompat-lompat
kegirangan? Kenapa ia merasa ragu-ragu? Apakah ia
merasa bersalah? Apakah karena itu ia merasa harus
menahan dirinya? Drew menatap ke dalam matanya.
Ia sedang menjajaki dirinya sebagai seorang wanita
yang mulai terlibat secara romantis dengannya, bukan
sebagai seorang ibu pengganti yang disewanya bersa-
ma istri tercintanya. Masih sampai berapa lamakah
Arden dapat mengelabuinya?
Drew, aku tidak yakin bahwa ikut bersamamu
merupakan suatu ide yang baik.
Kau masih marah karena soal tadi malam?
Tidak, tapi...
Aku tidak menyalahkanmu untuk itu. Ucapan-
ucapanku memang kelewatan. Ia membelai pipi Ar-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
den dengan ibu jarinya. Aku yang salah, dan apa yang
kau katakan memang benar. Aku berengsek. Aku ego-
is. Aku memang manja dan kalau aku tidak mempero-
leh apa yang kumau aku suka lupa diri. Aku seorang
pemain tenis yang tidak becus.
Tidak! Itu tidak benar. Aku mengatakan itu se-
mua hanya untuk melukai perasaanmu. Hanya itu.
Drew menghela napas. Betul atau tidaknya uca-
panmu itu masih perlu kita buktikan. Kenyataannya
adalah aku seorang laki-laki yang mendapatkan diri-
nya tertarik kepada seorang wanita di saat ia mengira
tidak akan pernah dapat memiliki perasaan seperti itu
lagi. Aku betul-betul merasa takut untuk menghadapi-
mu, Arden, dan untuk apa yang kurasakan. Jangan kau
persulit aku. Aku sedang mencoba untuk lebih manu-
siawi lagi. Kadang-kadang aku memang lupa diri. Se-
perti tadi malam misalnya.
Aku tidak sedang pura-pura jual mahal, Drew.
Aku tahu.
Tadi malam juga begitu.
Drew mengecup Arden lembut. Aku juga tahu
itu.
Aku punya alasan untuk tidak ikut denganmu.
Alasanmu tidak cukup kuat. Tidak masuk akal,
setidaknya. Ikutlah bersama kami. Pesawatnya akan
berangkat sekitar satu jam lagi.
A-apa? Arden tersentak. Ia mendorong Drew
ke samping untuk mengecek jam digital yang terletak
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
di atas meja samping tempat tidurnya. Sejam! Oh,
Drew.... A-aku tidak bisa.... Kenapa kau tidak bilang se-
jak tadi... Aku tidak akan telanjur... Tiba-tiba ia tere-
nyak, menyadari ucapannya.
Drew tertawa melihat ekspresi Arden, kemudi-
an mengempaskan dirinya ke atas tempat tidur sambil
meraih pesawat telepon. Sebaiknya kau buru-buru.
Aku akan memesan kopi.
Pada saat Arden meraih handuknya, Drew me-
ngetuk pintu kamar mandi. Pelayan kamar. Arden
membuka pintunya sedikit, lalu menerima secangkir
kopi yang disodorkan Drew ke arahnya. Tiga puluh
menit, ujar Drew. Kau mau aku mengemasi koper-
mu?
Ide bahwa Drew akan menyentuh barang-
barang pribadinya membuat Arden merasa jengah.
Tidak usah. Sebentar lagi aku keluar.
Arden menghirup kopinya dan berusaha untuk
mengendalikan tangannya yang bergetar saat ia meri-
as wajahnya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa
getaran sarafnya itu disebabkan oleh istirahatnya
yang tidak cukup pada malam sebelumnya. Sama seka
li tidak ada hubungannya dengan kenyataan bahwa ia
sedang berdiri telanjang dalam jarak beberapa meter
dari Drew dengan hanya dipisahkan oleh selembar
daun pintu. Semua itu semata-mata hanya karena da-
lam waktu kurang dari satu jam ia akan bertemu de-
ngan putra yang telah dikandungnya selama sembilan
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
bulan dan belum pernah dilihatnya.
Drew mengenakan celana panjang santai ber-
warna khaki dan kaus katun longgar berwarna putih
dengan lengan ia tarik sampai ke batas siku. Arden
membawa celana sutera ketat dan atasan serasi berle-
ngan dolman ketika ia masuk ke kamar mandi. Ia me-
nata rambutnya dalam bentuk kepangan ala Prancis
yang ujungnya ia susupkan ke bawah belakang leher-
nya. Tidak istimewa, tapi yang terbaik yang dapat ia
lakukan dalam waktu secepat itu.
Pada saat melangkah keluar dari kamar mandi-
nya yang pengap, ia melirik ke arah Drew, yang
sedang duduk melunjurkan kaki di dekat pintu teras
sambil membaca harian pagi. Ia menekuk ujung hari-
an itu untuk melihat ke arah Arden, kemudian bersiul
menggoda. Cepat sekali! Bawa pakaian yang santai,
celana pendek, pakaian renang, sesuatu untuk pergi
makan malam, tapi tidak usah terlalu mewah.
Arden mulai memasukkan barang-barangnya ke
dalam sebuah tas, sambil merencanakan aksesori
yang pas untuk setiap setelannya. Ia menjadi salah
tingkah ketika mulai mengemasi pakaian dalamnya,
karena meskipun lembaran koran itu masih terpam-
pang di mukanya, perhatian Drew sedang tidak tertu-
ju ke arah apa yang tercetak di atasnya. Arden dapat
merasakan tatapannya saat ia melipat pakaian dalam-
nya yang penuh renda dan tembus pandang. Saat Ar-
den memelototinya, Drew hanya tersenyum lebar dan
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
polos ke arahnya.
Selesai, ujarnya sambil menarik ritsleting tas-
nya. Ia tidak hanya memasukkan pakaian saja, tapi
juga peralatan makeup, beberapa kebutuhan pribadi-
nya, dan sepatunya.
Luar biasa, sambut Drew sambil berdiri dan
melirik ke arah arlojinya. Tepat pada waktunya. Kita
akan bertemu dengan Mrs. Laani dan Matt di bandara.
Mo, yang mengelola kawasan di sekitar rumah, akan
mengantar mereka. Kita akan naik mobil limo hotel,
kalau bisa. Aku tidak suka meninggalkan mobilku di
bandara untuk waktu selama itu.
Oke. Arden mengenakan topi jerami dengan te
pi lebar dan kacamata hitam besar berbentuk persegi.
Ingat, aku biasa bepergian dengan anggaran terba-
tas.
Yang jelas kelihatannya tidak begitu, sahut
Drew sambil menenteng tas Arden menelusuri kori-
dor yang menuju ke lift. Ia mengagumi penampilan Ar
den yang modis saat mereka menunggu. Sempurna,
komentarnya dengan lembut.
Terima kasih, jawab Arden dalam nada bisik.
Begitu mereka berada di dalam lift, Drew ber-
kata, Aku lupa sesuatu.
Ketinggalan di dalam kamarku?
Tidak. Aku lupa ini Ia menekuk lututnya untuk
menjadikan mereka sama tinggi, lalu memiringkan
kepalanya di bawah tepi topi Arden, kemudian mende
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
katkan bibirnya.
Kecupannya sebetulnya ringan sekali, namun
Arden merasakan keberadaan Drew sepenuhnya.
Ketika Drew menarik dirinya, Arden merasa
tubuhnya hangat sekali. Kacamataku berkabut gara-
gara kau, ujar Arden parau.
Kau marah?
Arden menggeleng. Saat akan melanjutkan de-
ngan kecupan kedua, pintu lift terbuka. Dengan tersi-
pu-sipu Arden berkata, Aku harus mengurus sewa
kamarku.
Aku akan mengupayakan sebuah limo.
Arden segera menuju ke meja resepsionis untuk
mengurus sewa kamarnya. Ia menjelaskan bahwa ia
bersedia membayar ongkos sewa kamar yang ditingga
linya, dengan harapan ia dapat mempertahankannya
sampai ia kembali tiga hari lagi. Setelah mengulangi
beberapa kali, akhirnya si petugas mengerti maksud-
nya. Ia kemudian mencari kartu pendaftaran Arden,
menerima penyelesaian pembayaran Arden melalui
kartu kredit, lalu tersenyum lebar, dan mengucapkan
selamat jalan. Entah kenapa ia merasa seperti diusir,
namun sebelum berhasil memperoleh perhatian si pe-
tugas lagi, ia sudah dipanggil oleh Drew.
Arden, limo-nya sudah menunggu.
Oke, aku datang, sahutnya. Ia menerobos di an
tara orang-orang hingga Drew harus meraih tangan-
nya dan menariknya keluar.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Ada masalah?
Tidak.
Bagus. Waktu kita tinggal sedikit lagi.
Begitu mereka duduk di dalam limo, yang sege-
ra melesat ke arah bandara, Arden baru menyadari
bahwa hanya dalam waktu beberapa menit lagi ia
akan berjumpa dengan putranya. Jantungnya berde-
bar-debar dengan cepat, dan napasnya terasa terse-
ngal-sengal.
Kau tidak takut terbang, kan? tanya Drew,
yang merasakan kecemasannya.
Tidak. Cuma aku lebih suka terbang naik pesa-
wat yang lebih besar.
Aku suka pesawat yang lebih kecil karena bisa
melihat lebih banyak. Selain itu jarak dari bandaranya
ke rumah cuma sekitar lima menit. Dan biro penerba-
ngannya benar-benar lumayan. Aku mengenal hampir
seluruh stafnya.
Seperti yang dikatakan oleh Drew, Kaanapali Air
port memang bukan apa-apa dibandingkan dengan
bandara-bandara kota besar. Bangunannya hanya
sebesar sebuah pompa bensin. Tapi suasananya sibuk
sekali. Sementara pesawat yang satu mendarat untuk
menurunkan kesembilan orang penumpangnya, pesa-
wat yang lain mengudara.
Kendaraan yang mereka tumpangi berhenti.
Setelah menyelempangkan tas Arden di pundaknya,
Drew melangkah keluar lebih dulu, lalu mengulurkan
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
tangannya untuk membantu Arden turun.
Mereka tentunya sudah sampai.... Ah, itu mere-
ka. Drew mengangkat dagunya memberikan isyarat
agar Arden menoleh ke belakangnya. Arden menarik
napas dalam-dalam, memejamkan matanya sekejap,
lalu memutar tubuhnya. Ia mencoba mengendalikan
getaran lututnya yang mulai terasa lemas. Drew, yang
segera bergegas melangkah meninggalkan dirinya,
tidak menyadari reaksinya. Matt, serunya.
Arden melihat bocah itu, dan hatinya langsung
luluh.
Matt memakai baju putih dan celana bermain
berwarna merah terang. Kaus kaki panjang putih
membungkus betisnya yang montok. Ia memakai sepa
tu bot putih. Langkah-langkah kakinya yang mengge-
maskan segera berhenti, begitu ia mendengar suara
ayahnya. Ia memutar tubuhnya, menjerit kesenangan
kemudian langsung menghambur ke dalam pelukan
Drew. Seorang wanita dalam seragam putih, yang sela
in tinggi juga bertubuh besar, tampak terengah-engah
mengikutinya dari belakang.
Namun seluruh perhatian Arden hanya tertum-
pah pada si bocah pirang, yang nyaris terjungkal sebe-
lum ia menabrak kaki ayahnya yang lalu mengayun-
kannya ke atas.
Hei, bandit kecil, pelan-pelan dong, kalau tidak
lututmu bisa lecet lagi, ujar Drew, sambil menggun-
cang-guncang si bocah, yang dengan derai tawanya
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
membuat ceria suasana pagi.
Lagi, lagi, teriaknya.
Nanti lagi, sahut Drew sambil mendekapnya di
dalam gendongannya. Aku mau kau berkenalan de-
ngan seseorang. Arden, sambungnya sambil berpa-
ling ke arah wanita berwajah pucat yang berdiri di
sebelahnya, ini Matt.
Arden segera mencoba untuk melahap si bocah
dengan matanya sepuas-puasnya. Ia mencari sesuatu
yang mungkin akan ia kenali, namun tidak menemu-
kan banyak. Bocah itu betul-betul mirip ayahnya de-
ngan rambutnya yang pirang dan matanya yang biru.
Tapi bentuk rahangnya mengingatkan dirinya akan
ayahnya sendiri.
Ia tidak melihat apa-apa yang mirip dirinya,
namun ia tidak meragukan lagi kenyataan bahwa si
bocah adalah putranya. Ia tahu itu dari reaksi buah
dadanya yang terasa seperti akan mengeluarkan air
susu yang selama ini tak pernah ia biarkan mengalir.
Ia tahu dari reaksi rahimnya begitu ia teringat akan
setiap gerakan di dalamnya, yang berasal dari sebuah
tinju kaki kecil. Ia tahu dari keinginan besar yang
timbul di dalam dirinya untuk menyentuh, untuk me-
meluk erat-erat tubuh muda dan menggemaskan itu.
Hai, Matt, tegurnya dalam suara parau.
Si bocah memandanginya dengan tatapan pe-
nuh rasa ingin tahu Bilang aloha, Matt perintah ayah
nya sambil menyentuh perutnya.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
O-ha, gumamnya sebelum memutar tubuhnya
dalam gendongan Drew kemudian dengan malu mem-
benamkan wajahnya pada leher ayahnya.
Drew memeluk putranya sambil mengusap-
usap punggungnya. Ia melirik ke arah Arden melalui
ikal-ikal pirang Matt. Kita masih harus mengajarinya
soal etika, ujarnya, sambil tersenyum minta maaf.
Mr. McCasslin, ada baiknya kalau kita biarkan
ia lari dulu untuk melepaskan energinya sebelum kita
terbang usul si pengasuh dalam nada terengah-engah
begitu ia sampai di tempat mereka.
Ide yang bagus. Mrs. Laani, aku ingin Anda ber-
kenalan dengan Ms. Gentry. Ia akan menjadi tamu kita
dalam beberapa hari ini.
Aloha, Mrs. Laani, ujar Arden, sambil berusaha
mengalihkan matanya dari permukaan lembut bela-
kang leher putranya. Dulu Ia suka menciumi Joey di
sana. Cicip-cicip. istilahnya.
Wanita Polynesia berusia setengah baya itu
menatapnya dengan penuh minat. Rupanya ia senang
pada apa yang ia lihat, karena wajahnya yang bundar
dan tanpa kerutan itu tiba-tiba mengembangkan sebu
ah senyuman yang lebar.
Aloha Ms. Gentry. Aku senang Anda ikut bersa-
ma kami. Kadang-kadang sulit juga bagi saya untuk
mengurus dua laki-laki.
Oke, ujar Drew. Tapi pekerjaan Anda adalah
mengurus Matt. Biar saja Arden yang mengurusku.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Wajah Arden merona di bawah topinya, namun
Mrs. Laani tertawa berderai. Arden langsung suka
padanya. Meskipun tubuhnya besar, penampilannya
betul-betul rapi, seragamnya putih-bersih. Rambutnya
dipotong pendek dan dikeriting membentuk suatu
rangkaian ikal bernuansa hitam keperakan di seputar
kepalanya.
Seorang pegawai perusahaan penerbangan mun
cul. Mr. McCasslin, kami sudah siap menerima rombo
ngan Anda di dalam pesawat.
Bagasinya sudah naik semua? tanya Drew ke-
pada si petugas, setelah melihat daftar penumpang.
Sudah, Sir.
Tolong tambahkan ini, ujar Drew sambil me-
nyerahkan tas Arden kepadanya
Aku tidak keberatan untuk membawanya sen-
diri, ujar Arden.
Lebih baik jangan, Maam, sahut si petugas.
Tempat duduknya sedikit sempit. Semua bagasi se-
baiknya ditaruh di belakang.
Seorang laki-laki berkemeja lengan pendek,
yang menurut perkiraan Arden adalah pilot mereka,
menepuk punggung Drew. Kapan kauajak aku main
lagi? Akhirnya aku sudah bisa mengatasi kekalahanku
waktu itu. Sambil berbincang-bincang mereka melin-
tasi hamparan aspal menuju ke pesawat yang sudah
menunggu. Drew masih menggendong Matt. Arden
harus mengalihkan perhatiannya dari si bocah. Ia
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
merasa bersyukur bahwa kesibukan mereka naik ke
pesawat memberikan kesempatan kepadanya untuk
mengamati putranya tanpa ada yang memperhatikan.
Tubuh besar Mrs. Laani nyaris tidak dapat mele-
wati pintu pesawat yang sempit. Ia langsung mengem-
paskan tubuhnya di tempat duduk paling belakang
supaya tidak usah bersusah payah melalui lorong
bangku.
Mau duduk di kursi copilot pagi ini? tanya si
pilot kepada Drew.
Drew tersenyum seperti seorang bocah. Itu
tempat favoritku. Ia berpaling pada Arden. Kau tidak
keberatan untuk duduk di sebelah Matt?
Arden hanya menggeleng, karena khawatir jawa
bannya akan membongkar rahasianya. Ia mengambil
tempat di dekat jendela supaya Matt tidak merasa diri
nya terlalu disisihkan. Drew memasang sabuk penga-
man putranya yang duduk di sebelah Arden, persis di
belakang dirinya. Oke, Bos. Kau yang jadi navigator-
nya, oke?
Matt tersenyum, menyingkapkan delapan buah
gigi yang mengilat. Antusiasmenya mereda begitu
pilot mulai menyalakan mesin pesawat yang suaranya
amat berisik itu. Ia langsung duduk lebih tegak, mata-
nya melebar dan bibir bawahnya mulai bergetar. Ar-
den meletakkan tangannya di atas lututnya, dan keti-
ka putranya menengadahkan wajahnya ke arahnya
dengan cemas, ia tersenyum padanya. Drew menoleh
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ke belakang, mengedipkan matanya ke arah si bocah,
lalu mengulurkan tangannya untuk menepuk kepala-
nya.
Matt duduk diam sampai pesawat itu mencapai
suatu ketinggian tertentu dan ia merasa yakin bahwa
situasinya tidak lagi membahayakan dirinya. Hanya
ada seorang penumpang lain yang ikut bersama mere-
ka, tapi laki-laki itu sudah tertidur. Demikian juga hal-
nya dengan Mrs. Laani. Matt mulai gelisah dan menco-
ba membebaskan dirinya dari ikatan sabuk pengaman
nya. Setelah meminta persetujuan dari Drew dan si
pilot, Arden melepaskan sabuk itu baginya.
Asal jangan sampai berkeliaran ke mana-ma
na, ujar Drew. Kalau ia mulai lasak, oper saja kema-
ri.
Oke. Jangan khawatir. Drew meneruskan per-
bincangannya dengan si pilot, sementara Arden me-
numpahkan seluruh perhatiannya kepada Matt, seper-
ti yang memang ia inginkan. Dalam gayanya yang khas
seorang bocah cilik, Matt tidak dapat duduk diam. Ia
berputar ke sana kemari di kursinya, mencoba berdiri,
miring ke kanan-kiri, lalu duduk kembali. Ia ingin
menyelidiki semuanya.
Arden memperhatikan setiap gerakannya, me-
nikmati dan mencoba menghayatinya selama ia bersa-
manya, sebelum ia meninggalkannya. Ia belum memili
ki rencana apa-apa selanjutnya, setelah bertemu de-
ngan putranya. Namun ia tahu bahwa ia tidak dapat
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
merenggutnya dari kehidupan yang dimilikinya. Ia
tidak dapat melakukan itu pada si ayah, dan ia juga
tahu bahwa itu bukan jalan yang terbaik bagi Matt.
Pokoknya saat ini ia hanya ingin mencurahkan kasih
sayangnya kepada Matt, secara diam-diam dan sembu
nyi-sembunyi, tapi dengan kasih sayang seorang ibu.
Ketika Arden menepuk-nepuk pangkuannya,
Matt terenyak sesaat, kemudian mendekat. Ia mempe-
lajari wajah Arden dengan cermat, dan menaikkan ta-
ngannya untuk menyentuh lensa kacamatanya dengan
tangan terkepalnya yang lembap.
Trims, ujar Arden ringan sambil melepaskan ka
camatanya untuk membersihkan lensanya. Di antara
kau dan ayahmu, sulit juga bagiku untuk melihat ke-
luar melalui ini.
Matt tersenyum kemudian menunjuk ke arah
punggung Drew. Dad.
Ya, seru Arden sambil tertawa. Ia menyentuh
pipi Matt, yang ternyata lembut sekali. Rambutnya
juga melingkar dengan lembut di jarinya. Nuansanya
hampir seperti platinum, dan kalau ia lebih besar
akan menjadi lebih gelap seperti rambut ayahnya
yang berwarna gandum. Dengan penuh sayang, Arden
menelusuri dengan jarinya lengan anaknya yang mon-
tok, kemudian membiarkannya menggenggam jarinya
dengan kepalannya yang lembap. Arden melantunkan
sebuah syair anak-anak sambil meremas-remas lutut
si bocah, yang kemudian terpingkal-pingkal. Mereka
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
berdua bercanda.
Ketika tampak ia tidak berkeberatan, Arden me-
rangkulnya. Ia memeluknya seerat mungkin. Si bocah
ternyata bau sabun bayi, pakaian bersih, dan mataha-
ri. Mrs. Laani merawatnya dengan baik sekali. Ia betul
betul bersih. Kuku-kukunya terpotong rapi. Arden
menyukai bangun tubuhnya yang kekar. Joey begitu
rapuh dulu. Pada saat ia harus meninggalkan Matt, ia
akan tahu bahwa ia meninggalkannya dalam keadaan
sehat dan normal.
Dan persis seperti semua anak laki-laki kecil
yang normal dan sehat, Matt kemudian protes karena
merasa disayang secara berlebihan. Ia menggeliat sam
bil menarik dirinya, dan pada waktu yang bersamaan
menarik topi Arden. Secara main-main Arden mema-
kaikan topi itu di atas kepala anaknya, yang tentunya
terlalu besar baginya. Mereka bermain ciluk-ba seben-
tar. Sesudah itu Arden mendapat ide untuk memasang
kacamatanya pada hidung si bocah. Supaya tidak me-
rosot, Matt harus menengadahkan wajahnya. Arden
melihat bahwa bola matanya bergerak ke sana kemari
dari balik lensa untuk mengawasinya saat Arden
mengambil bedak dari dalam tasnya. Sewaktu Arden
mengacungkan cerminnya ke arahnya, Matt memekik-
mekik kesenangan.
Dad, Dad, teriaknya, sambil mencoba berdiri
di atas pangkuan Arden kemudian memukuli bela-
kang kepala Drew. Topi dan kacamatanya sudah melo-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
rot, tapi Matt rupanya tidak menyadarinya.
Drew menoleh lalu tertawa tergelak-gelak.
Tampangmu lebih payah dari E.T., serunya. Matt
mulai melompat-lompat sampai menjadi sedikit tidak
terkendali sehingga harus ditenangkan. Ketika mulai
bosan, Arden meletakkan topi dan kacamatanya di
atas kursi di sebelahnya, lalu ia memangku Matt.
Suara deru pesawat dan belaian lembut Arden
di kepalanya membuat Matt mengantuk. Dan tak lama
setelah itu ia bersandar di dada ibunya. Arden hampir
tidak dapat mempercayai momentum itu. Ia telah
memperoleh lebih dari yang berani ia harapkan sela-
ma ini. Si bocah suka padanya, cukup mempercayai
dirinya sehingga mau tidur di pangkuannya.
Arden dapat merasakan debaran jantungnya
dan mulai membayangkan ikatan abadi di antara
mereka berdua yang tidak mungkin dapat dipungkiri.
Tak ada suatu ikatan pun yang dapat menyamai hubu-
ngan antara seorang ibu dengan anaknya. Tubuhnya
pernah memberikan nutrisi pada si bocah, bernapas
untuknya, memberikan perlindungan baginya. Suatu
emosi yang tidak pernah ia alami mulai melanda diri-
nya.
Drew menoleh ke belakang sebentar, kemudian
sekali lagi saat ia melihat bagaimana cara Arden me-
numpahkan perhatiannya kepada putranya. Arden se-
dang sibuk menikmati tangan kecil dalam genggaman-
nya sambil mengelus-elus buku-buku jarinya yang mu
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ngil. Seakan merasa dirinya diperhatikan, Arden meng
angkat wajahnya, dan Drew menjadi lebih tertegun
ketika ia melihat bahwa ada air mata yang mengge-
nang di matanya. Arden tersenyum, kemudian menga-
lihkan matanya kembali ke arah si bocah yang terti-
dur di dalam pelukannya.
Si pilot mendaratkan pesawatnya dengan mulus
kemudian mengarahkannya ke terminal bandara. Begi
tu selesai mematikan mesin, ia meminta diri, lalu ber-
gegas ke bagian belakang pesawat untuk menolong
Mrs. Laani keluar. Penumpang yang satu lagi segera
turun begitu menemukan tas kantornya.
Drew menduduki sandaran lengan kursi di sebe
lah Arden. Ia menatap Arden selama beberapa saat de
ngan matanya yang biru, kemudian berkata, Rupanya
kalian sudah cocok satu sama lain.
Kuharap begitu. Ia begitu manis. Drew. Manis
sekali. Betul-betul anak yang menyenangkan.
Menurutku juga begitu.
Dengan hati-hati Arden mengusap rambutnya
yang pirang. Maniskah ia sewaktu masih bayi?
Ellie dan aku tidak bisa membandingkannya
dengan yang lain, tapi menurut kami ia manis. Kami
tidak memperolehnya dengan begitu saja. Jadi kami ti-
dak berkeberatan kalaupun ia rewel.
Pertanyaan beri kutnya, bagi Arden, terasa se-
perti akan melakukan suatu lompatan dari sebuah
menara yang tinggi ke dalam sebuah wadah api. Ellie
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
mengalami kesulitan sewaktu melahirkannya?
Suasananya hening selama beberapa saat. Selu-
ruh perhatian Arden masih tertumpah pada si bocah.
Tidak juga, sahut Drew pelan. Untuk mengan-
dungnya yang sulit.
Oh. Arden merasa lega ketika Drew memilih
untuk mengalihkan pembicaraan dari kenyataan yang
sebenarnya. Entah sampai berapa jauh lagi ia dapat
menjajaki sebelum Drew menjadi curiga. Apakah ia
mirip ibunya?
Ellie juga pirang, sahut Drew diplomatis. Tapi
kukira ia lebih mirip aku.
Arden mengangkat wajahnya lalu tersenyum,
meskipun matanya masih tampak berkaca-kaca. Seba
gai seorang ayah yang bangga, wajar kau memiliki ang
gapan seperti itu.
Mungkin saja, sahut Drew. Masalahnya aku
benar-benar tidak bisa bilang seberapa miripnya ia
dengan... ibunya.
Arden memalingkan wajahnya cepat-cepat, sebe
lum Drew dapat melihat ekspresi wajahnya yang terlu
ka. Namun Drew sempat melihat air mata yang bergu-
lir turun di pipinya. Sambil mengangkat wajah Arden
dengan lembut, Drew mengusap air mata itu dengan
ujung jarinya.
Karena kau merasa kehilangan anakmu? Perta
nyaan itu diajukan dengan begitu lembut dan penuh
pengertian, hingga suatu perasaan yang sulit untuk
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
diungkapkan tiba-tiba tumbuh di dalam diri Arden. Ia
menjadi tertegun. Tertegun dan sekaligus cemas.
Sekarang, sekarang, ujarnya pada dirinya. Laki-
laki itu telah membuka suatu kesempatan yang bagus
baginya untuk membeberkan padanya bahwa ia su-
dah menemukan anaknya, bahwa ia adalah ibu kan-
dung si bocah yang begitu dicintainya. Namun kata-
kata itu tidak juga mau keluar. Bagaimana kalau Drew
kemudian merenggut putranya darinya dan tidak
membiarkan dirinya melihatnya lagi? Bagaimana ka-
lau Drew menganggapnya telah memanfaatkan diri-
nya untuk bisa bertemu dengan anaknya?
Tapi bukankah itu yang memang sudah ia
lakukan?
Tidak, tidak! Rasa sayangnya pada anak itu sa-
ma besarnya dengan rasa sayangnya pada si ayah. Ia
tidak mau melukai perasaan Drew, tidak justru pada
saat ia mulai menata hidupnya dan memperoleh rasa
percaya dirinya kembali. Tidak. Ia tidak dapat meng-
ungkapkan padanya sekarang. Kelak. Begitu waktunya
tiba, ia akan melakukannya.
Ya, sahutnya. Karena aku merasa kehilangan
anakku.
Drew mengangguk dengan penuh pengertian.
Matt bernapas melalui mulutnya yang mungil. Air liur-
nya meninggalkan bekas di atas baju Arden.
Bajumu basah, bisik Drew. Sulit baginya untuk
mengatakan mana yang lebih memesona, mulut mu-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ngil putranya atau tempat bersandarnya yang tampak
begitu feminin.
Tidak apa. Nyatanya memang begitu. Arden
tidak peduli apakah si bocah menodai semua pakaian
yang ia miliki asalkan ia boleh terus memangkunya
seperti itu.
Dengan tertegun Arden memperhatikan saat
jari telunjuk Drew meraih si bocah. Ia membelainya
dengan penuh sayang, kemudian jarinya pindah ke
mulut bayi yang terbuka itu untuk mengusap tetesan
yang masih tersisa. Dalam keadaan terpukau oleh apa
yang baru disaksikannya serta perasaan yang mulai
bergemuruh di dalam dirinya, Arden memperhatikan
jari itu bergerak perlahan-lahan dari mulut si bocah
ke noda basah di bajunya. Ia menyentuh noda itu, de-
ngan begitu ringannya, sehingga andaikata Arden ti-
dak memperhatikannya, ia tidak akan tahu. Kemudi-
an, pelan-pelan sekali tangan itu bergerak ke bagian
belakang kepala anaknya.
Hati Arden tersentuh, sebuah isakan tertahan
terdengar mengiringi getaran di bibirnya. Matanya
menjadi kabur oleh genangan air matanya. Drew me-
ngangkat wajahnya. Matanya yang biru menatap ke
dalam mata Arden yang hijau.
Arden, jangan menangis lagi. Tanpa mengubah
posisinya, kecuali kepalanya, ia mendekatkan bibir-
nya ke bibir Arden. Kali ini kecupannya tidak seperti
yang ia berikan di lift tadi pagi. Tapi penuh emosi.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Tanpa berpikir, Arden menaikkan tangannya un
tuk mendekap kepala Matt lebih erat ke tubuhnya. De-
ngan tangan Drew yang menjadi terjepit di antaranya,
ia mendekap mereka berdua sekaligus. Si anak dan si
ayah. Sesuatu yang sudah begitu lama ia angankan, ba
yangkan. Selalu berusaha ia hindarkan. Kini ia dapat
merasakan keduanya; ia dapat menikmati keduanya,
suara mereka, aroma tubuh mereka, keberadaan mere
ka. Mereka adalah dua sosok yang paling indah bagi-
nya di muka bumi ini. Dengan yang satu, ia telah mem
buahkan keberadaan yang lain.
Drew mengeluarkan suara erangan lembut. De-
ngan jarinya ia membelai kepala anaknya. Bukan seca-
ra tidak sengaja jari itu juga menyentuh buah dada
Arden. Rasa hangat menjalari tubuh Arden dan mem-
buatnya sadar bagaimana perasaannya andaikata ke-
beradaan Matt terjadi secara lebih alami.
Wow, desah Drew ketika ia menarik dirinya
pada akhirnya. Ia mengangkat Matt yang masih tidur
nyenyak. Kalau diteruskan aku bisa ikut menangis
nanti. Meskipun untuk alasan yang sama sekali lain.
Ia membantu Arden keluar dari pesawat dengan
Matt yang masih tidur bersandar di pundaknya. De-
ngan tangan Drew yang bebas ia menggandeng Arden,
kemudian mereka menuju ke terminal bandara.
***
Kamar-kamar suite mereka di Sheraton ternya-
ta luas dan menghadap ke arah laut, dengan panora-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ma Diamond Head terbentang di muka mereka. Sebu-
ah ruang duduk memisahkan ruang yang akan ditem-
pati oleh Mrs. Laani bersama Matt dengan kamar tidur
Drew. Arden mendapat kamar yang terletak di sebe-
rang lorong.
Ini kunci kamar suite kalau butuh apa-apa ujar
Drew saat mereka berada di dalam lift. Pokoknya
jangan sungkan. Ia menyusupkan kunci itu ke dalam
tangan Arden untuk menegaskan ucapannya. Saat
Arden melirik ke arah Mrs. Laani, ia melihat bahwa
wanita itu sedang tersenyum. Arden merasa yakin bah
wa mereka berdua akan sama-sama kecewa kalau ia
menggunakan kunci itu.
Begitu mereka selesai makan siang dan Matt su-
dah cukup tidur, Drew dan Mrs. Laani pergi bersama-
nya untuk memenuhi perjanjian mereka dengan si
dokter anak.
Di pelataran serambi hotel yang terbuka, saat
akan menaiki mobil yang mereka sewa di bandara,
Drew menggenggam tangan Arden. Kami akan kem-
bali dalam waktu sekitar satu jam. Kau tidak apa-apa,
kan?
Tidak apa-apa, tapi aku sama sekali tidak kebe-
ratan untuk ikut. Nyatanya Arden betul-betul ingin
ikut bersama mereka, namun ia tahu bahwa akan
aneh kesannya kalau ia memaksa.
Kau baik sekali, tapi tidak adil bagiku untuk
memaksakan ini pada siapa pun. Drew tertawa. Matt
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
bukan pasien yang tergolong manis. Pergilah belanja
atau jalan-jalan, kita bertemu lagi nanti di kamar seki-
tar pukul lima.
Oke, sahut Arden dalam nada kecewa. Drew
mengecupnya cepat-cepat di pipinya, lalu mereka be-
rangkat.
Matt masih tampak gusar pada Mrs. Laani dan
ayahnya saat mereka membawanya kembali ke hotel.
Ia memperlakukan mereka seperti musuh yang baru
saja selesai menyiksa dirinya. Ia tidak mau berurusan
dengan mereka berdua selama makan malam lebih
awal yang mereka nikmati bersama di sebuah kafe ho-
tel itu. Hanya Arden yang boleh menyuapinya.
Kau hanya membuatnya semakin manja,
komentar Drew saat Arden menyodorkan sesuap es
krim pada Matt setelah selesai makan. Ia akan meng-
anggap kau sebagai figur ibu idealnya atau entah apa
nanti.
Arden nyaris menjatuhkan sendok di dalam
genggamannya, namun ia berhasil menguasai dirinya.
Dengan pandangan memohon ia menatap Mrs. Laani
dan Drew. Biarkan aku memanjakannya. Ia baru mela
lui hari yang cukup berat.
Si bocah mulai gelisah sewaktu mereka semua
selesai makan, sehingga Drew mengusulkan agar me-
reka beristirahat lebih awal.
Begitu Matt sudah naik tempat tidur, ujar Mrs.
Laani, aku ingin keluar sebentar. Adikku ingin aku
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
menemuinya untuk berkenalan dengan tunangan ke-
menakanku.
Tidak masalah, sahut Drew.
Kenapa Anda tidak pergi sekarang saja, usul
Arden cepat-cepat. Aku tidak berkeberatan untuk me
ngurus Matt. Malah aku akan senang sekali.
Kau yakin apa yang kautawarkan? tanya Drew
sambil mengangkat alisnya.
Tentu saja. Arden berpaling ke Mrs. Laani.
Ayolah. Kami tidak akan apa-apa.
Mrs. Laani meninggalkan mereka beberapa me-
nit kemudian. Berdua, Drew dan Arden, akhirnya ber-
hasil memandikan dan mengenakan piama pada si bo-
cah kecil yang masih merajuk. Arden agak menyesal
karena Matt sedikit rewel dan sudah capek. Alangkah
senangnya kalau mereka masih dapat bermain de-
ngannya sedikit lebih lama.
Arden-lah yang membaringkannya di dalam
boks bayi yang disediakan pihak hotel dan menepuk-
nepuk punggungnya sampai ia tertidur. Drew sudah
beranjak ke kamar yang lain. Sedangkan Arden baru
meninggalkan Matt setelah dipanggil oleh Drew.
Sewaktu ditemui di ruang duduk, Drew sedang
duduk di sofa melunjurkan kakinya. Ia mengenakan
celana pendek dan T-shirt serta tidak memakai alas
kaki. Arden mengagumi otot-otot lengan dan kakinya.
Ia juga menyukai nuansa keemasan bulu-bulunya di
bawah biasan cahaya lampu yang lembut.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Kemarilah, duduk di sini, ujar Drew sambil
mengulurkan tangannya. Mestinya aku bangun dan
menghampirimu, tapi aku benar-benar capek.
Arden tertawa sambil duduk di sebelahnya. Se-
orang jagoan seperti kau bisa kehabisan tenaga gara-
gara seorang bocah kecil berusia dua puluh bulan!
ledeknya.
Drew mendumel. Aku butuh lebih banyak ener-
gi untuk mengurus dia dibandingkan sebuah pertandi
ngan tenis. Wah, aku juga mesti latihan sementara aku
di sini. Kau mau lihat aku main besok?
Tentu.
Kita bisa menyelinap sebelum Matt menyadari
bahwa kita sudah pergi. Mrs. Laani bisa mengajaknya
jalan-jalan di taman. Aku mulai iri padanya karena
mendapat begitu banyak perhatian darimu. Ia berpa-
ling untuk menikmati penampilan Arden yang sedikit
acak-acakan. Ternyata dugaannya tidak meleset. Da-
lam keadaan seperti itu pun Arden masih tetap tam-
pak menarik.
Kenapa begitu? sahut Arden, sambil berandai
ia memiliki cukup keberanian untuk menyisihkan ram
but yang jatuh ke atas dahi laki-laki itu. Aku menyu-
kainya karena ia bagian darimu.
Mata Drew bersinar. Benar?
Benar Kenyataannya memang demikian Arden
mencintai Matt bukan hanya karena ia putranya, tapi
juga putra Drew. Yang patut dipertanyakan sebetul-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
nya adalah alasannya untuk mencintai Drew. Cinta
yang bagaimanakah itu? Apakah melulu karena laki-
Laki ini adalah ayah putranya? Tidak. Ia mencintai
Drew, dan cintanya sama sekali tidak ada hubungan-
nya dengan Matt.
Drew sedang menatapnya dengan cara yang
sama seriusnya seperti dirinya. Sudah dua kali kau
basah gara-gara anakku. Jarinya menelusuri noda ba-
sah yang ditinggalkan Matt sehabis mandi pada baju
Arden.
Sejak awal kau memang istimewa. Katakan kau
tahu itu.
Arden menggeleng sambil mengerjapkan mata-
nya. Aku tahu. Dengan berani ia membalas tatapan
Drew, meskipun ia tahu saat melakukan itu ia sedang
main api. Bawah sadarnya menjerit, namun ia tidak
peduli. Tadi malam, aku takut.
Menghadapi aku?
M-menghadapi... ini
Sekarang?
Arden menggeleng. Ekspresi di wajah Drew me-
lembut. Tangannya bergerak ke arah lekuk dada Ar-
den. Untuk sesaat mereka saling berpandangan, kemu
dian mereka membisikkan nama masing-masing.
Bibir mereka saling bertemu. Sementara Drew
menariknya ke dalam pelukannya, Arden mengalung-
kan tangannya ke belakang lehernya. Ciuman mereka
menjadi semakin bernafsu.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Kau begitu manis, desah Drew saat mulai me-
ngecupi leher Arden. Aku ingin bercinta denganmu
sekarang. Sekarang, Ellie.
Arden terenyak.
Drew segera mengangkat wajahnya. Apa yang
baru saja dikatakannya? Ia langsung tahu jawabannya
begitu ia melihat wajah Arden yang pucat.
Drew menghela dirinya dari atas sofa. Ekspresi
di wajahnya menjadi tidak keruan.
Ketika ia tidak dapat menahan dirinya lagi, um-
patan-umpatan sengit melompat keluar dari mulut-
nya.

Anda mungkin juga menyukai