Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

PENENTUAN BESI DENGAN 1,10-FENANTROLIN

oleh :

Kelompok 4

1. Ambar Sulistyo Wardhani (K3308001)

2. Dian Pratiwi (K3308003)

3. Dian Nugraheni (K3308035)

4. Agasta Ria Sastika (K3308065)

5. Ifadatul Ummah (K3308085)

6. Irene Widyastuti (K3308085)

Kelas A

PRODI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010
PENENTUAN BESI DENGAN 1,10-FENANTROLIN

I. TUJUAN : Menetukan kadar besi dengan 1,10- fenantrolin secara


spektrofotometri.

II. DASAR TEORI


Reaksi antara ion besi (II) dengan 1,10-fenantrolin membentuk suatu
kompleks berwarna merah merupakn suatu metode piko untuk menentukan
besi. Absorsivitas molar dan kompeks [C12H8N2]3Fe2+ adalah 1,10 pada 508
nm,intensitas warna pada kompleks itu tidak terpengaruh oleh pH(pada selang
pH 1-9). Kompleks ini sangat stabil dan intensitas warnanya tidak berubah
dalam waktu yang lama. Dalam hal ini hukum beer dipengaruhi reaksi :

Besi harus dalam keadaan, bentuk besi (II) karena itu perlu
ditambahkan pereaksi hidroksilamin hidroklorida sebelu dibentuk menjadi
kompleks berwarna merah .
Reaksi :
2Fe3+(aq) + 2NH4OH (aq) + 2 OH-(aq) 2 Fe2+ (aq) + N2 (aq)+ 4 H2O
pH diatur pada selang 6-9 dengan menambahkan ammonia /natrium asetat.Besi
(Fe) bersifat sangat reaktif , sehingga besi jarang terdapat dalam keadaan bebas
.Bijih besi yang kita kenal terdapat sebagai :
Hematite merah ( Fe2O5)
Hematite Cokelat /Lemonite (2 Fe2O3)
Magnetite (Fe3O4)
Siderite (Fe2C3)
Fe2+
Senyawa dengan bilangan oksidasi +2 disebut senyawa ferro . Garam ferro
semuanya putih , bila terhidrat sedikit kehijauan .
Garam ferro adalah reduktor kuat. Garam ferro mengabsorbsi NO
menghasilkan FeSO4NO dan FeCl2No (ring test).
Fe3+
Sebagian besar garam ferri berwarna kuning , larutannya kuning,kadang
kadang sedikit kecoklatan. Ada juga yang tidak berwarna seperti Fe(NO)3.
Kompleks Fe(II)-Ortofenantrolin
Suatu golongan senyawa organic yang dikenal dengan nama penantrolin
Ortofenantrolin yang membentuk kompleks yang stabil Fe(II) dan ion_ion
lain melalui kedua atom n pada struktur induknya sebuah ion Fe2+
berikatan dengan tiga bulah molekul penantrolin dan membentuk kelat
dengan struktur sebagai berikut:

Fe2+

Kompleks diatas terkadang disebut ferroin dan duolis (pH)3Fe2+ agar


sederhana . Besi yang terikat dalam ferrin itu mengalami oksidasi secara
reversible yang dapat ditulis sebagai berikut :
(pH)3Fe3++e_ (pH)3Fe2+ E0= +1.06 volt
Biru muda merah

Walaupun kompleks (pH)3Fe+ Berwarna biru muda, dalam banyak


kenyataannya dalam titrasi berubah dari hampir tak berwarna menjadi merah.
Karena keduanya warna berbeda intesitas maka titik akhir titrasi dianggap
tercapai pada saat biru 10 % dari indicator terbentuk (pH)3Fe2+ . Oleh sebab itu
maka potensial peralihannya kira-kira 1,11 volt dalam larutan H2SO4 1M.
Diantara semua indikator redoks, ferrin mendekati bahan yang ideal.
Perubahan warnanya sangat tajam. Larutannya mudah dibuat dan sangat stabil.
Bentuk teroksidasinya sangat tahan terhadap oksidasi kuat. Reaksinya kuat dan
reversible diatas 60 % C ferron tersirat.
Beberapa turunan fenantrolin ternyata berguna sebagai indicator dan sama baik
dengan induknya. Misal :
1. 5-nitro , potensial peralihan 1,25 v
2. 5-metil , potensial peralihan 1,02 v
Setiap atom N dan fenantrolin membentuk ikatan kovalen coordinator
dengan Fe2= ( ada 6 ikatan kovalen koordinat ) dengan nama ion kompleks tris
(1,10- fenantrolin ) besi (II). Cara ini digunakan untuk menetapkan kandungan
Fe2+ yang sangat kecil karena harga E yang besar dari kompleks. Batas
penetapan ( A=0.01)=1.10-6 M. Jarak analisis 9-8 ppm dalam 1 sel 1 cm.
III. ALAT DAN BAHAN
a) Alat

No Nama Alat Jumlah Gambar


1 Tabung Reaksi 5 1) 2) 3) 4)
2 Rak Tabung 1
Reaksi
3 Corong kaca 1
4 Gelas Beker 1 5) 6) 7) 8)
5 Gelas Ukur 2
6 Pipet Tetes 2
7 Labu Ukur 1
8 Spektrofotometer 1
b) Bahan

No Nama Bahan Jumlah


1 Larutan Besi (II) Amonium Sulfat 20,5 ml
2 Larutan hidrisilamin hidroklorid 1,25 ml
3 Larutan 1,10-fenantrolin 25 ml
4 Natrium sulfat 20 ml
5 Akuades Secukupnya
6 Larutan sampel sesukupnya

IV. CARA KERJA


1) Memipet 0,5 ml; 1 ml; 2,5 ml; 5 ml; dan 12,5 ml larutan besi (II)
ammonium sulfat standar. Masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur
50 ml
2) Kedalam tiap labu ukur ditambah 0,25 ml larutan hidroksilamin
hidroklorida, 5ml larutan 1,10-fenantrolin dan 4 ml larutan natrium asetat.
Kemudian encerkan semua larutan tersebut dengan akuades sampai tanda
dan biarkan selama 10 menit
3) Dengan menggunakan blanko sebagai pembanding dan salah satu larutan
standar yang dibuat diatas, ukuran %T pada panjang gelombang yang
berbeda dalam rentang 400-600 nm. Mengamati kira-kira selang 20 nm
kecuali daerah absorbans maksimum dengan menggunakan rentang 5 nm.
Buat grafik absorbans terhadap panjang gelmbang dan hubungkan titik-
titik untuk membentuk suatu kurva yang lurus. Pilihlah panjang
gelombang yang sesuai untuk digunakan menentukan besi dengan 1,10-
fenantrolin
4) Dengan menggunakan panjang gelombang yang telah dipilih, ukurlah %T
tiap larutan standard an larutan sampel. Buatlah grafik absorbans terhadap
konsentrasi larutan standar, memperhatikan apakah hukum Beer terpenuhi.
Dari absorbans larutan sampel menghitung konsentrasi besi (mg/L) dalam
larutan semula.

V. DATA PENGAMATAN

A std
400 0,109
425 0.160
450 0,192
475 0,222
500 0,241
525 0.183
550 0.071
575 0,021
600 0,007

max = 500nm

V Besi(II) ammonium Sulfat A


0,5 0,020
1 0,006
2,5 0,046
5 0,247
12,5 0,616
Sampel 0,180
akuades 0.010
VI. ANALISA DATA
A. ANALISA KUANTITATIF
1. Menentukan konsentrasi Fe dalam mg/L ( ppm )
Mencari konsentrasi pengenceran
Dimana, M1= 70 ppm ; V2 = 50 ml
a. Untuk volume 0,5 ml
M1 . V1 = M2. V2
70 ppm . 0,5 ml = M2. 50 ml
70 ppm .0,5 ml
M2 = 50 ml

= 0,7 ppm
b. Untuk volume 1 ml
M1 . V1 = M2. V2
70 ppm . 1 ml = M2. 50 ml
70 ppm .1 ml
M2 = 50 ml

= 1,4 ppm
c. Untuk volume 2,5 ml
M1 . V1 = M2. V2
70 ppm . 2,5 ml = M2. 50 ml
70 ppm .2,5 ml
M2 = 50 ml

= 3,5 ppm
d. Untuk volume 5 ml
M1 . V1 = M2. V2
70 ppm . 5 ml = M2. 50 ml
70 ppm .5 ml
M2 = 50 ml

= 7 ppm
e. Untuk volume 0,5 ml
M1 . V1 = M2. V2
70 ppm . 12,5 ml = M2. 50 ml
70 ppm .12,5 ml
M2 = 50 ml

= 17,5 ppm
Menghitung harga K
No Volume A C ( ppm ) K = A/C
1 0,5 ml 0,037 0,7 0,0528
2 1 ml 0,066 1,4 0,0471
3 2,5 ml 0,123 3,5 0,0351
4 5 ml 0, 247 7 0,0352
5 12,5 ml 0,600 17,5 0,0342
0, 2044

Mencari harga K rata-rata



Krata-rata =
0,2044
= = 0,04088
5

Mencari konsentrasi sampel, A = 0,186


0,186
C= = 0,04088 = 4,5499

Jadi, kadar Fe adalah :


[]
% Fe = X 100 %
10
4,5499
= X 100 %
10

= 45, 499 %

2. Metode Regresi Linear


A=.b.c
A = n . c dimana n = . b dan C = M2

y m x
No x ( ppm ) y (A) x2 xy
1 0,7 0,037 0,49 0,0259
2 1,4 0,066 1,96 0,0924
3 3,5 0,123 12,25 0,4305
4 7 0,247 49 1,729
5 17,5 0,600 306,25
30,1 1,073 369,95 12,7778

. .
m = . 2 ( )2
5 ( 12,7778) (30,10)(1,073)
= 5 ( 369,95 ) (30,1)2
63,88932,2973
= 1849,75906,01
31,5917
= = 0,0334 ( sebagai K )
943,74

Mencari konsentrasi sampel unknown


0,186
C = = 0,0334 = 5,568 ppm

Kadar Fe adalah :
[]
% Fe = X 100 %
10
5,568
= X 100 %
10

= 55, 68 %
3. Metode Grafik

Kurva Kalibrasi A vs C
0.7
y = 0.0335x + 0.0131
0.6
R = 0.9996
0.5
0.4
A

0.3 y (A)

0.2 Linear (y (A))

0.1
0
0 5 10 15 20
C

Dari grafik di atas, diperoleh besar konsentrasi sampel = 5,4 ppm


Maka kadar Fe adalah :
[]
% Fe = X 100 %
10
5,4
= X 100 %
10

= 54 %

B. ANALISA KUALITATIF
Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Besi dengan
1,10-fenantrolin secara spektrofotometri spektronik 20D. Mula-mula yang
dilakukan adalah mengukur larutan standar dengan volume 0,5 ml ; 1 ml; 2,5
ml; 5 ml; dan 12,5 ml larutan Besi (III) amonium sulfat dan memasukkan nya
ke dalam labu ukur 50 ml. Kemudian mengambil 25 ml aquades lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur ke-6 serta 5 ml larutan sampel dan dimasukkan
ke dalam labu ukr ke-7. Kemudian ke dalam tiap labu ukur, menambah 0,25 ml
larutan Hidroksilamin hidroklorid ; 5 ml larutan 1,10 fenantrolin, serta 4 ml
Natrium Asetat dan yang terakhir adalah mengencerkan semua larutan tersebut
dengan aquades sampai garis tanda, sehingga diperoleh konsentrasi seperti
dalam perhitungan di atas.
Langkah selanjutnya adalah membuat larutan blanko. Kemudian
memilih panjang gelombang yang sesuai untuk digunakan menentukan Besi
dengan 1,10-fenantrolin, yaitu pada panjang gelombang 400-600 nm dari
masing-masing larutan dengan selang 25 nm. Kemudian mengukur absorbansi
tiap larutan standar dan larutan sampel dengan menggunakan panjang
gelombang yang telah dipilih, yaitu 475 nm. Dari besarnya absorban tiap-tiap
panjang gelombang tersebut , selanjutny adapat dibuat grafik hubungan antara
absorbans lawan konsentrasi. Dari absorbans larutan sampel dapat dihitung
konsentrasi Besi (mg / L) dalam larutan semula.
Pada percobaan ini, larutan besi digunakan sebagai bahan pada
percobaan. Larutan besi merupakan larutan yang tidak berwarna. Maka larutan
besi harus dibuat berwarna terlebih dahulu sebelum diukur absorbannya
dengan spektrofotometri spektronic 20D. Agar larutan besi dapat berwarna,
maka direaksikan dengan 1,10-fenantrolin, karena 1,10-fenantrolin dapat
membentuk kompleks warna merah dari fe2+. Adapun reaksinya adalah:

Adapun alasan penggunaan larutan 1,10 fenantrolin adalah:

1. 1,10 fenantrolin dapat bereaksi secara selektif dengan larutan uji.


2. mampu menghasilkan warna yang mempunyai absorbtivitas molar besar,
sehingga larutan uji dapat ditentukan konsentrasinya dengan menggunakan
panjang gelombang tertentu.
3. Intensitas warna kompleks tidak terpengaruh oleh pH (pada selang pH 2-
9).
4. Kompleks yang dihasilkan sangat stabil dan intensitas warnanya tidak
berubah dalam waktu yang lama.
Kemudian selain 1,10 fenantrolin juga dilakukan penambahan
Hidroksilamin hidroklorida dan Natrium Asetat. Fungsi dari penambahan
hidroksilamin hidroklorid adalah untuk mereduksi fe3+menjadi fe 2+
serta
menjaga besi dalam keadaan besi (II). Reaksinya:

2 fe3+ + 2 NH4CH + 2 OH - 2 fe 2+ + N2 + 4H 2 O

Sementara penambahan Natrium asetat adalah untuk mempertahankan pH agar


tetap stabil pada selang pH 6-9.

Dari pembuatan grafik hubungan antara absorbansi lawan


konsentrasi (spektrum absorbsi), diperoleh absorbansi maksimum yang dalam
percobaan didapatkan pada panjang gelombang 475 nm. Padahal dalam teori
disebutkan bahwa penetapan kadar Besi dengan fenantrolin akan mencapai
absorbsi maksimum pada panjang gelombang 508 nm.
Berdasarkan analisa hasil percobaan, Harga konsentrasi larutan
sampel detentukan dengan 3 cara, yaitu :

a. dengan perhitungan k, diperoleh c = 4,5499 ppm, kadar fe = 45,499 %

b. dengan regresi linier, diperoleh c = 5,568 ppm, kadar fe = 55,68 %

c. dengan metode grafik, diperoleh c = 5,4 ppm, kadar fe = 54 %

Dari hasil diatas, diperoleh harga konsentrasi larutan unknown


(sampel) dengan kadar fe yang berbeda-beda. Diperolehnya harga yang
berbeda-beda tersebut kemungkinan disebabkan oleh:

1. Pengaruh pengenceran yang kurang sempurna,


2. komposisi zat yang kurang tepat dalam pengukuran,
Sehingga dapat mempengaruhi hsil pengukuran absorbansi tiap larutan.
VII. KESIMPULAN

1. Untuk menetapkan kadar besi maka dilakukan reaksi antara ion besi (II)
dengan 1,10 fenantrolin hingga terbentuk kompleks merah.
2. reaksi yang terjadi pada percobaan:
2 fe3+ + 2 NH4OH + 2 OH- 2 fe2+ + N2 + 4 H2O

3. fungsi penambahan zat :


a. 1,10 fenantrolin = sebagai pembentuk kompleks warna merah yang
stabil
b. Hidroksilamin hidroklorid = sebagai perefuksi dari ion fe3+ menjadi
ion fe2+
c. Natrium asetat = untuk menjaga pH agar tetap stabil dalam selang 6-
0
4. penyimpangan yang terjadi pada hukum Lambert Beer:
a. alur absorbans vs konsentrasi yang tidak linier
b.Karakteristik instrumen
c. Cahaya yang masuk spektrofotometer tidak benar-benar
monokromatik
5. absrbansi maksimum terjadi pada panjang gelombang 475 nm
6. konsentrasi larutan dengan berbagai cara serta kadar fe diperoleh:
a. perhitungan, c = 4,5499 ppm kadar fe = 45,499 %
b. Regresi linier, c = 5,568 ppm kadar fe = 55,68 %
c. Grafik, c = 5,4 ppm kadar fe = 54 %
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Day, Underwood. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga

Khopkar. 1990. Dasar-dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Mamiek, Subelo,dkk. 1999. Kimia Analitik V. Surakarta : UNS Press

Sumar, Hardiyana. 1994. Kimia Analitik Instrumental. Semarang : IKIP

Tim Dosen Kimia Analitik. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia Analitik II.
Surakarta : Lab. Kimia, Prodi Pend.Kimia, PMIPA, FKIP, UNS

Anda mungkin juga menyukai