Laporan Kasus Ppok Cici
Laporan Kasus Ppok Cici
I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : padang harapan
Pekerjaan : buruh tani
Pendidikan terakhir : SMP
Status Kawin : Menikah
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 10 maret 2017
1
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat minum OAT : disangkal
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan RBK (+/+)
Wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)
J. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
K. Trunk
Inspeksi : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
3
Perkusi : Nyeri ketok (-)
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 10 Maret 2017
Hematologi
Hb : 11, g/dl (12-14)
Leukosit : 11.700/uL (5.000-10.000)
Trombosit : 360.000/uL (150.000-400.000)
Kimia darah
Ureum : 38 mg% (10-50)
Kreatinin : 0,8 mg% (0.6-1.2)
GDS : 120 mg% (60-140)
4
IV. ASSESSMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut
V. PENATALAKSANAAN
O2 3 LPM nasal Kanul
Nebulisasi Combivent/ 8 jam
Inf RL 20TPM makro
Inj Ceftriaxon 1gr /12 Jam
Amboroxol syr 3xC1 (PO)
PCT tab 3x1 (PO)
VI. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : dubia et malam
Ad fungsionam : dubia et bonam
5
TINJAUAN PUSTAKA
B. Epidemiologi
Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada
wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita
(Aditama, 2005).
C. Faktor Risiko
Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit
biasanya muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut.
Faktor host:
1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang
jarang ditemukan.
2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran
napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.
Faktor lingkungan:
1. Asap tembakau
2. occupational dust anf chemical
3. Polusi udara
4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).
6
D. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran
napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai
bagian paru dijumpai peningkatan akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan
neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai
mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru
dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada
2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti
proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran
napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway),
parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai
infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang
mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan
ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi
inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair
dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural
remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan
kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan
lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi
destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih
sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi
diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan
struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti
peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan
kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal
(Alsaggaf dkk, 2004).
7
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan
saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan
menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang
berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok.
Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar
juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada
emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).
8
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004) .
F. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-
gejala diatas.
b. Faktor-faktor resiko
1) Pemeriksaan Fisik :
pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah
suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara
tambahan (ronkhi atau wheezing)
2) Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan radiologi
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang
paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan
paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya
hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah
dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan
penambahan cortakan ke distal.
9
Normal Hyperinflation
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi
gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal
paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang
digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi
mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dengan:
a. antibiotik
b. terapi oksigen
c. chest fisioterapi
d. bronkodilator
3. Terapi jangka panjang dengan:
a. antibiotik
b. bronkodilator
10
c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik
d. mukolitik dan ekspektoran
e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk,
2004)
f. Rehabilitasi:
1) chest fisioterapi
a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan
pasien tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat
merelaksasi otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien
tersebut dapat merasakan naiknya abdomen, sementara
dinding toraksnya masih diam.
b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang
disokong), bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk
mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara
yang kecil.
c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh
gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret.
d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat
membantu mobilisasi sekret.
e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan
mulai batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan
kekuatan yang cukup untuk mobilisasi mukus tanpa
memyebabkan kolapsnya jalan napas.
f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen
selama ekshalasi.
2) Psikoterapi
Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran
karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)
11
a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak
dan penguatan ekstremitas superior.
b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan
kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi.
c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.
d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan
peningkatan energi (Garisson, 2001).
Indikasi:
Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik,
pneumonia, asma, abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.
12
Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia
Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan,
dan pada pasien dalam kondisi tak sadar
Kontra indikasi:
Peningkatan TIK
Segera setelah makan
Refleks batuk (-)
Penyakit jantung akut
Gangguan sistem pembekuan
13
Berikut macam-macam posisi postural drainage:
14
Lobus atas kiri segmen posterior
15
Lobus bawah kanan segmen lateral
16
Lobus bawah kanan segmen posterior
(Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)
B. Perkusi
Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien
berada pada posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu
melepaskan sekret yang melengket pada dinding alveoli sehingga dapat
mengalir ke percabangan bronkus dan trakea.
Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa
perkusi yang dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna
akan meningkatkan kecepatan produksi sekret.
Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk
dengan mem-fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan
telunjuk, atau posisi telapak tangan seperti saat menampung air atau
tepung kemudian dibalikkan.
Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi.
Selanjutnya pada area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau
biarkan baju pasien tetap terpasang agar tangan tidak menyentuh kulit
secara langsung.
17
Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi.
Jangan melakukan perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah
rongga toraks. Bila perkusi dilakukan dengan benar maka perkusi tidak
akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat kulit menjadi
merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi
tangan yang benar
Kontra indikasi perkusi dada:
- Fraktur iga
- Cedera dada traumatik
- Perdarahan atau emboli paru Mastektomi
- Pneumotoraks
- Lesi metastatik pada iga
- Osteoporosis
- Trauma medulla servikal
- Trauma abdomen
C. Vibrasi
Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi
untuk mendorong sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah
perkusi atau dapat digunakan sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri
sekali.
Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan
merangsang terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru
akan membantu menghilangkan mukus.
Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan
bahwa pasien-pasien yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi,
dan penghisapan menunjukkan resolusi dari atelektasis yang lebih berarti
dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan hiperventilasi saja.
Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara
berdampingan dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan
didrainase. Selanjutnya pasien diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan
ekshalasi secara perlahan. Selama pasien ekshalasi, dada divibrasi dengan
cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu. Dapat juga
digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada sama
dengan kontraindikasi perkusi dada.
18
DAFTAR PUSTAKA
20