Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENERAPAN

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT


(HACCP)
DI LABORATORIUM KLINIK ACCUDI
PADA PEMERIKSAAN ASAM URAT

Dosen Pengampu: Ir. Diah Hetty Sitomurti, M. Kes

Disusun Oleh:
Netik Suminar (G0C215002)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN
KESEHATAN
Prodi: D3 ANALIS KESEHATAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laboratorium adalah sistem yang kompleks, melibatkan banyak langkah
kegiatan dan banyak orang. Untuk mencapai tingkat tertinggi dari keakuratan dan
kepercayaan, maka penting untuk melakukan semua proses dan prosedur di
laboratorium dengan cara yang terbaik. Kompleksitas sistem ini membutuhkan
proses yang banyak dan prosedur harus dilakukan dengan benar.
Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati
posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting
mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis,
pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit.
Setiap laboratorium menghasilkan hasil tes yang banyak digunakan dalam klinis
dan lingkungan kesehatan publik, dan hasil kesehatan tergantung pada keakuratan
pengujian dan pelaporan . Jika hasil yang disediakan tidak akurat, konsekuensinya
bisa sangat signifikan, termasuk :
- Pengobatan yang sia-sia
- Kesulitan dalam pengobatan
- Kegagalan dalam memberikan perawatan yang tepat
- Penundaan dalam diagnosis yang benar
- Tambahan dan tes diagnostik yang tidak perlu.
Konsekuensi ini mengakibatkan korban waktu dan usaha personil, begitupun
dengan pasien mengeluarkan biaya yang banyak.
Ada tiga tahapan penting dalam laboratorium, yaitu tahap pra analitik,
analitik dan pasca analitik. Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan
kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan
analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik
intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan

1
spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan
penyimpanan spesimen.
Untuk menjaga ketepatan dan keakuratan diantaranya dengan menerapkan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan sistem
yang dapat menjamin keamanan produk biasa diterapkan dalam industri pangan
namun HACCP juga dapat diterapkan di laboratorium, sistem ini bekerja secara
proaktif, yaitu mengantisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan tindakan pencegahan.
Laboratorium merupakan instansi yang paling rentan terhadap kesalahan,
dan dapat merugikan orang lain. Oleh karena itu penulis melakukan pengamatan
penerapan HACCP di Laboratorium Klinik Accudi

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut Bagaimanakah penerapan HACCP di
Laboratorium Klinik Accudi pada pemeriksaan asam urat?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan HACCP (Hazzard Analysis Critical Control
Point) pada proses pra analitik sampai pasca analitik di Laboratorium Klinik
Accudi pada pemeriksaan asam urat.

2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis permasalahan penerapan HACCP di laboratorium.
b. Mengidentifikasi jenis bahaya dan cara pencegahan.
c. Menganalisis risiko bahaya dan kategori risiko bahaya.
d. Menetapkan Critical Control Point (CCP) atau batas kritis.
e. Mampu melakukan penerapan HACCP di laboratorium.
f. Menganalisis hasil penerapan HACCP.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 HACCP (Hazzard Analysis Critical Control Point)


1. Pengertian HACCP
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan
atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses
produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan produk termasuk dalam
laboratorium adalah keakuratan dan ketepatan hasil laboratorium dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam menghasilkan hasil laboratorium yang mewakili keadaan
pasien yang sesungguhnya sehingga dapat menjamin mutu laboratorium.

2. Tujuan HACCP di laboratorium


a Tujuan Umum
Mencegah terjadinya kesalahan dan bahaya sehingga dapat dipakai
sebagai jaminan mutu keakuratan hasil laboratorium guna mewakili
keadaan pasien yang sesungguhnya untuk skrining, diagnosis,
pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis
penyakit.
b Tujuan Khusus
Memantau dan mengevaluasi tahapan di laboratorium dari pra
analitik sampai pasca analitik
Memperbaiki tahapan di laboratorium pada proses-proses yang
dianggap kritis.

3. Kegunaan HACCP
Mencegah dan mengendalikan timbulnya bahaya pada tahapan proses
dilaboratorium, serta menjamin keakuratan hasil laboratorium dengan

3
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam menghasilkan hasil yang tepat dan akurat.

4. Prinsip
HACCP merupakan suatu pendekatan sistemik untuk menjamin
keamanan produk termasuk kekauratan hasil laboratorium , terdiri dari
tujuh prinsip, yaitu:
a. Mengidentifikasi bahaya dan penetapan resiko
b. Penetapan CCP (Critical Control Point)
c. Penetapan limit/ batas kritis
d. Pemantauan CCP
e. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan
f. Verifikasi
g. Dokumentasi

3.2 Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko


Langkah pertama manajemen resiko kesehatan di laboratorium adalah
identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia,
biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada analis maupun
pasien. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan
terhadap proses dan simpul kegiatan pemeriksaan, bahan baku yang
digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping
proses pemeriksaan, serta limbah yang terbentuk proses produksi.
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan
kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat
dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama.
Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok
pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi
tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi
atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan

4
pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup,
karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu.
Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor
risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan
oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah
dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk
yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan,
serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan
kesehatan.

Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran
(magnitude) risiko kesehatan baik pada analis maupun pada pasien.
Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang
bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan) dengan perkiraan atau
pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan
pekerja.

Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko
meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh
petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam
pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang
berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas,
personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa
orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

5
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian/
departemen, jenis pekerjaan, proses pemeriksaan dan sebagainya.
Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja
penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu walk through survey/
Inspection yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih
detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar
dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian
kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara
kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang
terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di
laboratorium, misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin,
informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit, absensi,
laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan
(material safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya
diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada
kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat
keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana
tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan
dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi,
namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

6
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan
langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko.
Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses
tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan
pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan
bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja
maupun pasien perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih
dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan
adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun
kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah
pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi,
isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung
peralatan/mesin atau pelindung diri.
b Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan
pemahaman berkaitan dengan risiko
c Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat
kerja.
d Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja
melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik,
audiometri dan lain-lain.
e Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat/ emergensi dan
pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan/ pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat
dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang
digunakan dapat disusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian

7
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu
atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan
teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna
perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

Faktor Potensi Bahaya


Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi
bahaya di laboratorium, pengenalan potensi bahaya di laboratorium
merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja,
serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian
dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi.
Secara umum, potensi bahaya di laboratorium dapat berasal atau
bersumber dari berbagai faktor, antara lain
a. Faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada
peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri seperti
tertusuk jarum.
b. Faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada
di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari pasien, bahan baku
maupun dalam proses pemeriksaan, dan hasil akhir maupun limbah
c. Faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama
apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada
dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di laboratorium yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
a. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar,
misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas &
dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
b. Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-
bahan kimia yang digunakan dalam proses pemeriksaan seperti reagen
reagen yang digunakan sebagai bahan baku. Potensi bahaya ini

8
dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenaga kerja melalui :
inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi
kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan
kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap;
daya acun bahan (toksisitas)
c. Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit, virus, parasit yang terdapat
di udara yang berasal dari atau bersumber dari pasien maupun bahan
pemeriksaan.
d. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang
disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai
dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan
pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang
tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak
sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara
manusia dan mesin.
e. Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan
yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti:
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi
dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya
latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang
tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya
tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
f. Potensi bahaya dari proses pemeriksaan, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan
dalam proses pemeriksaan, yang sangat bergantung dari: bahan dan
peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan.

9
Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan
yang digunakan dalam proses pemeriksaan.

3.3 Penetapan CCP


CCP (Critical Control Point) atau titik kendali kritis atau titik kontrol
adalah titik prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendaliikan
untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.
Titik prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan termasuk
bahan mentah (produksi, pemeliharaan dan pengadaan), penerimaan dan
penanganan bahan, pemeriksaan, pengeluaran hasil, pengiriman, lokasi,
kondisi atau lingkungan.
CCP dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu:
CCP1 : CCP yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau
mencegah bahaya
CCP 2 : CCP yang dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya, tetapi
tidak dapat menghilangkan atau mencegah bahaya.

Penetapan Batas/ Limit Kritis


Batas/ limit kritis adalah suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan
dapat diterima dan tidak dapat diterima
Batas kritis ditetapkan pada setiap CCP yang telah ditentukan
Batas kritis tersebut harus dipenuhi untuk menjamin bahwa CCP dapat
dikendalikan dengan baik.
Kriteria batas kritis
CCP yang melampaui atau menyimpang dari batas kritis menunjukkan
kemungkinan terjadinya beberapa hal yang membahayakan, misalnya:
Terjadinya kesalahan analisa sampel sehingga menimbulkan kesalahan
diagnosa pada pasien.

Pemantauan

10
Kegiatan pemantauan mencakup: pemeriksaan apakah prosedur
penanganan dan pengolahan CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Pengamatan terjadwal terhadap efektifitas suatu proses tujuan
pengendalian CCP dan batas kritisnya untuk memperoleh data dengan
tujuan menjamin batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keakuratan
hasil pemeriksaan.

Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan


Jika hasil pemantauan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas
kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi. Tindakan koreksi
berbeda beda tergantung tingkat resiko pemeriksaan. Semakin tinggi
resiko pemeriksaan semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan.

Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan evaluasi terhadap program atau rancangan
HACCP untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang diterapkan
bekerja secara efektif. Tujuannya untuk memeriksa apakah program
HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang
ditetapkan masih efektif.

Dokumentasi
Tujuan dari sistem dokumentasi dalam program HACCP adalah untuk
mengarsipkan rancangan HACCP dengan cara menyusun catatan yang
teliti, rapi mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP dan
memudahkan pemeriksaan oleh instansi berwenang jika hasil yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga menyebabkan
kesalahan diagnosa dan terapi.

11
BAB III
PENERAPAN HACCP DI LABORATORIUM KLINIK ACCUDI PADA
PEMERIKSAAN ASAM URAT

3.1 Deskripsi Asam Urat


Asam urat (uric acid) adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan
guanine) yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama
disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat
diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagian, dan
dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin. Peningkatan
kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada
fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang
mengandung purin.

3.2 Penerapan HACCP di Laboratorium Klinik Accudi pada Pemeriksaan


Asam Urat
Laboratorium Klinik Accudi berdiri sejak tahun 2014, untuk menjamin mutu
laboratorium sudah diterapkannya HACCP pada semua aspek..
Alur pemeriksaan:
1. Pra analitik
a. Pendaftaran pasien
Pendaftaran pasien dengan mengisi form permintaan pemeriksaan
(FPP), untuk pengisian identitas sesuai kartu identitas pasien, di dalam
FPP ditambahkan catatan klinis pasien, persyaratan sebelum
pemeriksaan seperti puasa dan konsumsi obat, pengiriman atau
pengambilan hasil. Pendaftaran juga diinput dalam program komputer
di Laboratorium Klinik Accudi yang biasa disebut Vans sehingga
semua proses dapat terekam, dari petugas yang menerima pendaftaran,
pelunasan, pengambilan sampel sampai pengeluaran hasil karena
masing-masing petugas memiliki ID dan pasword.
b. Pengambilan Sampel

12
Untuk pemeriksaan asam urat bahan pemeriksaan berupa serum.
Pengambilan darah dilakukan pada saat pasien puasa selama 12 14
jam.
Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga analis kesehatan yang
mempunyai sertifikat phlebotomy atau perawat. Petugas phlebotomis
melakukan kegiatan phlebotomy sesuai dengan standar operasional
prosedur (SOP) dari pemakaian alat pelindung diri (APD) sampai
pengecekan ulang terhadap kesesuaian identitas sampel terhadap
pasien.

2. Analitik
a. Persiapan alat dan reagen
Setiap akan mengerjakan sampel alat dan reagen dilakukan
pengecekan terlebih dahulu serta pengerjaan kontrol.
Setiap hasil kontrol keuar dilakukan pendataan dan pengecekan
kesesuain hasil kontrol dengan range yang sudah ditentukan setelah
kontrol sesuai dengan range yang sudah ditentukan maka pengerjaan
sampel dapat dilakukan.
c. Penanganan sampel
Dalam pemeriksaan asam urat digunakan serum. Serum dihasilkan
dari darah beku sempurna yang sudah dicentrifugasi.
Darah membeku sempurna setelah 30 menit. Ketepatan waktu sampel
membeku dapat dilihat pada Vans dikomputer.
Pemisahan serum dengan darah beku juga menggunakan barcoding.
Kesesuaian serum dengan darah beku dilakukan krosceck oleh dua
orang sehingga menghindari kesalahan pemberian identitas sampel.
b. Pengerjaan sampel
Pengerjaan sampel harus mengguanakan Alat Pelindung Diri yang
sesuai. Pengerjaan sampel dilakukan sesuai Standar Operasional
Prosedur.

13
c. Setelah hasil print out dari alat keluar maka dilakukan dokumentasi
dengan ditempel pada kertas yang sudah disediakan dan hasil dapat
diinput ke dalam vans.

3. Pasca Analitik
a. Pengecekan hasil
Pengecekan hasil dilakukan oleh dua orang yang berbeda dengan
pencocokan antara data yang diinput di Vans dengan FPP dan hasil
print out dari alat.
b. Dokumentasi
Dokumentasi diikelompokan setiap hari terdiri dari FPP yang berisi
identitas pasien dan Print out hasil dari alat.
Selain itu segala proses dari pendaftaran sampai pengeluaran hasil
dapat terekam di Vans.
c. Penyerahan Hasil
Dilakukan pengecekan terlebih dahulu hasil diambil ke Laboratorium
atau dikirim sesuai kehendak pasien.
Pihak yang melakukan penyerahan hasil melakukan pengecekan
pelunasan pembayaran.
Setiap penyerahan hasil dilakukan dokumentasi dibuku pelayanan.

PENERAPAN PRINSIP HACCP


1. Identifikasi bahaya
Identifikasi bahaya yang dilakukan adalah:
a. Proses pra analitik
Identifikasi bahaya pada proses pra analitik adalah dengan
mengurangi kesalahan identitas pasien dan kesalahan labeling
sampel. Mengurangi bahaya fisik dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap dan penanganan dilakukan oleh orang
yang sudah terlatih.
b. Analitik

14
Kesalahan analisa terjadi namun dengan pengerjaan Quality
Control dapat mengurangi akibat kesalahan analisa sampel.
Bahaya kontaminasi fisik sangat besar di dalam proses analitik
karena terpapar langsung dengan bahan pemeriksaan. Bahaya yang
timbul dapat terjadi akibat aerosol yang terhidup maupun terhadap
reagen-reagen yang digunakan.
c. Pasca Analitik
Bahaya yang ditimbulkan ketika kesalahan input hasil yang dapat
mengakibatkan kesalahan diagnosa pada pasien.

2. Penentuan HACCP
a. Pra Analitik
Pendaftaran pasien menggunakan cara manual (dengan
pengisian form pernintaan pemeriksaan) dan pendaftaran
melalui sistem komputer (vans).
Proses pembayaran didokumentasikan melalui vans (setiap
petugas memiliki ID dan pasword masing masing)
Pemberian identitas sampel menggunakan sistem barcoding,
setelah sampel diambil dilakukan pengecekan antara
kesesuaian sampel dan identitas pasien terhadap pasien itu
sendiri.
Penanganan sampel mengenai ketepatan waktu dapat dilihat
melalui vans seperti waktu darah membeku sempurna selama
30 menit
d. Proses Analitik
Melakukan Quality Control untuk memantau kondisi alat
sehingga mengurangi kesalahan analisa sampel.
Melakukan maintenance dan kalibrasi alat
Menggunakan Alat Pelindung Diri
e. Pasca analitik

15
Penginputan hasil dan validasi dilakukan dengan orang yang
berbeda sehingga mengurangi kesalahan dalam penginputan
hasil.
Proses validasi dengan mencocokan kesesuain hasil yang
diinput di vans dengan FPP (identitas pasien dan jenis
pemeriksaan) dan hasil print out dari alat.
Dokumentasi dilakukan agar memudahkan dalam melihat
rekam medik pasien.
3. Penetapan batas kritis
Batas kritis ditetapkan jika alat keluar dari kontrol .
4. Pemantauan CCP
Dalam sistem HACCP, pemantauan atau monitoring didefinisikan
sebagai pengecekan bahwa suatu prosedur pemeriksaan dan
penanganan pada CCP dapat dikendalikan atau pengujian dan
pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas proses untuk
mengendalikan CCP dan limit kritisnya dalam menjamin
keakuratan hasil. Biasanya perlu juga dicantumkan frekuensi
pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis.
Lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain:
pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian
kimia, pengujian mikrobiologi
5. Tindakan perbaikan
Perusahaan baru disarankan untuk menerapkan penggunaan APD
pada karyawannya serta melakukan pembersihan rutin terhadap
alat-alat proses produksi.
6. Verifikasi Sistem
Sistem verifikasi mencakup jaminan keakuratan hasil.
7. Dokumentasi
Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP.
Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang
dikumpulkan selama instalasi, modikasi, dan operasi sistem akan

16
dapat diperoleh oleh siapa pun yang terlibat proses, juga dari
pihak luar (auditor). Penyimpanan data membantu meyakinkan
bahwa sistem tetap berkesinambungan dalam jangka panjang.
Data harus meliputi penjelasan bagaimana CCP
didefinisikan,pemberian prosedur pengendalian dan modifikasi
sistem, pemantauan, dan verifikasi data serta catatan
penyimpangan dari prosedur normal.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas
identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi.
Laboratorium Klinik Accudi dalam pemeriksaan asam urat sebagian besar
sudah menerapkan prinsip HACCP. Namun belum secara sempurna
diterapkan.

3.2 Saran
Agar laboratorium menerapkan prinsip HACCP dari proses pra analitik
sampai pasca analitik, untuk mengurangi bahaya potensial baik bahaya fisik,
biologi maupun kimia maupun memepengaruhi keakuratan hasil, maka:
- Bekerja sesuai Standar Opersional Prosedur (SOP)
- Menerapkan K3 (Kesehatan Keselatan Kerja)
- Menjaga mutu laboratorium

18
DAFTAR PUSTAKA

http://ugiuntukgiziindonesia.blogspot.co.id/

http://nrkamri.blogspot.co.id/2012/10/identifikasi-faktor-bahaya-di-tempat.html

http://labkesehatan.blogspot.co.id/2010/03/asam-urat-serum.html

http://ahsyaf.blogspot.com/2014/01/haccp-plan-warisy-yogurt_13.html

http://masterrykurniawan.blogspot.co.id/2014_04_01_archive.html

19

Anda mungkin juga menyukai