PENDAHULUAN
1
Jika kita kaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini, dalam
pembangunan jalan ada banyak hal yang harus diperhatikan lebih mendetail
dan teliti baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun pelaksanaan
tentunya. Kita sebagai pengguna jalan pastinya menginginkan jalan yang kita
pakai itu aman, nyaman, bersih dll. Maka dari itu makalah ini akan membahas
mengenai jenis-jenis kerusakan pada perkerasan jalan, penyebabnya dan juga
cara untuk menanggulanginya.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memaparkan pengertian perkerasan jalan.
2. Memaparkan jenis-jenis kerusakan pada perkerasan jalan.
3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan.
4. Menjelaskan cara menangani kerusakan pada perkerasan jalan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan intuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu
pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang
dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat. (Wikipedia,
https://id.wikipedia.org/wiki/Perkerasan_jalan)
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah
batuan pecah atau batu belah ataupun bahan lainnya. Bahan ikat ang dipakai
adalah aspal, semen ataupun tanah liat. Apapun jenis perkerasan lalu lintas,
harus dapat memfasilitasi sejumlah pergerakan lalu lintas, apakah berupa jasa
angkutan lalu lintas, berupa jasa angkutan manusia, atau berupa jasa angkutan
barang berupa seluruh komoditas yang diijinkan untuk berlalu lalang disitu.
Dengan beragam jenis kendaraan dengan angkutan barangnya, akan
memberikan variasi beban ringan, sedang sampai berat. Jenis kendaraan
penumpang akan memberikan pula sejumlah variasi. (Klim, Hanzo, 2010)
3
Persyaratan umum dari suatu jalan adalah dapatnya menyediakan lapisan
permukaan yang selalu rata dan kuat, serta menjamin keamanan yang tinggi
untuk masa hidup yang cukup lama, dan yang memerlukan pemeliharaan yang
sekecil-kecilnya dalam berbagai cuaca. Tingkatan sampai dimana kita akan
memenuhi persyaratan tersebut tergantung dari imbangan antara tingkat
kebutuhan lalu lintas, keadaan tanah serta iklim yang bersangkutan.
Sebagaimana telah dipahami bahwa yang dimaksud dengan perkerasan adalah
lapisan atas dari badan jalan yang dibuat dari bahan-bahan khusus yang
bersifat baik/konstruktif dari badan jalannya sendiri. (Klim, Hanzo, 2010,
Makalah Kerusakan Perkerasan Jalan,
http://climcivil.blogspot.co.id/2012/10/makalah-kerusakan-perkerasan-
jalan.html, diakses tanggal 29 April 2017)
4
3. Cacat permukaan (disintegration)
a. Lubang (potholes)
b. Pelepasan butir (ravelling)
c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)
4. Pengausan (polished aggregate)
5. Kegemukan (bleeding or flushing)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression)
1. Retak (cracking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan/ pecahnya permukaan
perkerasan sehingga akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan
masuk ke lapisan dibawahnya dan hal ini merupakan salah satu faktor
yang akan membuat luas/ parah suatu kerusakan (Departemen Pekerjaan
Umum, 2007).
Di dalam pendekatan mekanika retak diasumsikan ada bagian yang
lemah pada setiap material. Ketika pembebanan terjadi, ada konsentrasi
tegangan yang lebih tinggi di sekitar bagian tersebut, sehingga material
tersebut tidak lagi memiliki distribusi tegangan yang seragam dan
terjadilah kerusakan/ retak pada bagian tersebut dan berkembang ke bagian
yang lainnya. Mekanika retak juga menggambarkan perkembangan retak
tergantung pada sifat material tersebut (Roque, 2010).
a. Retak kulit buaya (alligator cracks)
5
Pengertian :
Lebar celah lebih besar atau sarna dengan 3 mm. Saling merangkai
membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan
kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah
baik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika
daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan
oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul
oleh lapis an permukaan tersebut.
6
Kemungkinan penyebab:
1. Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume
akibat jenis ekspansif clay pada tanah dasar .
2. Sokongan bahu samping kurang baik.
3. Drainase kurang baik.
4. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi
sebab terjadinya retak tepi.
Akibat lanjutan:
1. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan
sehingga mengganggu kenyamanan berkendaraan.
2. Retak akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan
butir pada tepi retak.
7
d. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)
8
e. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)
Pengertian :
Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal cracks) yang
akan terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan
pelebaran. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar
dan akan meresapkan air pada lapisan perkerasan.
Kemungkinan penyebab:
- Ikatan sambungan yang kurang baik.
- Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada jalan pelebaran
dengan jalan lama.
Akibat lanjutan:
- Ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik.
- Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan
akan mengganggu kenyamanan berkendaraan.
- Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar.
9
f. Retak refleksi (reflection cracks)
10
g. Retak susut (shrinkage cracks)
11
h. Retak selip (slippage cracks)
12
2. Distorsi (distortion)
Jenis kerusakan lentur atau flexible berupa distorsi dapat terjadi alas
Iemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga
terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Untuk kerusakan jalan
yang satu ini dibagi atas beberapa jenis diantaranya:
a. Alur (ruts)
13
Pengertian :
Dapat terjadi karena rendahnya stabilitas campuran yang dapat
berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan
agregat halus, agregat bulat dan licin, aspal yang dipakai mempunyai
penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi jika lalu lintas dibikin
sebelum perkerasan mantap.
c. Sungkur (shoving)
14
Pengertian :
Terjadi setempat/tertentu dengan atau tanpa retak, terdeteksi dengan
adanya air yang tergenang. Amblas adalah beban kendaraan yang melebihi
apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan
bagian perkerasan di karenakan tanah
dasar mengalami settlement.
e. Jembul (upheaval)
Pengertian :
Jenis kerusakan Jembul terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Hal
ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar ekspansip.
15
meresapkan air sampaike dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan
semakin parahnya kerusakan jalan.
Proses pembentukan lubang dapat terjadi akibat :
1. Campuran lapis permukaan yang buruk seperti :
a) Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah
lepas.
b) Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat
tidak baik.
c) Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.
2. Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah
lepas akibat pengaruh cuaca.
3. System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan
mengumpul dalam lapis perkerasan.
4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air
meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
16
c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)
17
5. Kegemukan (bleeding or flushing)
18
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan pada Perkerasan Jalan
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan pada perkerasan
jalan dapat disebabkan oleh :
1. Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
2. Air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak
baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas.
3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan
yang tidak baik.
4. Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh
sifat tanah dasar yang memang jelek,
6. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.
19
2.4 Cara Menangani Kerusakan pada Perkerasan Jalan
1. Retak (cracking)
a. Retak kulit buaya (alligator cracks)
Penanganan :
Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan
mempergunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston, jika celah ~ 3
mm. Sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit
buaya akibat air yang merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah
dasar diperbaiki dengan eara dibongkar dan membuang bagian-bagian
yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai.
Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase di sekitarnya.
Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalulintas harus diperbaiki
dengan memberi lapis tambahan. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh
air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat
terlepasnya butir-butir.
20
d. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)
Penanganan :
Hal yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan :
Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukan campuran aspal cair
dan pasir kedalam celah yang terjadi.
21
2. Distorsi (distortion)
a. Alur (ruts)
Penanganan :
Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan yang
sesuai.
b. Keriting (corrugation)
Penanganan :
Jika lapisan memiliki pondasi agregat, digaruk kembali, dicampur
dengan lapis pondasi, dipadatkan dan diberi lapis perkerasan baru.
Bahan pcngikat mempunyai kctebalan > 5 cm, lapis tersebut diangkat
dan diberi lapisan baru.
c. Sungkur (shoving)
Penanganan :
Perbaikan dilakukan dengan dibongkar dan dilakukan pelapisan
kembali.
e. Jembul (upheaval)
Penanganan:
Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan
melapisinya kembali.
22
3. Cacat permukaan (disintegration)
a. Lubang (potholes)
Penanganan :
Untuk perbaikan maka lubang-lubang tersebut harus dibongkar dan
dilapis kembali dimana pembongkaran berfungsi untuk meningkatkan
daya cengkram antar sambungan perkerasan yang baru dan perkerasan
yang lama.
23
BAB III
IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN
24
c. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)
25
e. Retak susut (shrinkage cracks)
26
2. Distorsi
a. Alur
b. Keriting (corrugation)
27
3. Cacat Permukaan
a. Lubang (potholes)
28
d. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression)
e. Aspal Mengambang
29
3.2 Identifikasi Lingkungan
1. Pada kerusakan retak buaya, pelepasan butir dan penurunan bekas
penanaman utilitas di lokasi Jl. Sigura-gura terdapat drainase tetapi tidak
lagi berfungsi, karena pada saat hujan air menggenang disekitar drainase.
2. Pada kerusakan retak refleksi dan retak susut yang ada di Jl. Soekarno-
Hatta (depan pom bensin) terdapat drainase tapi terlalu jauh dari jalan
raya sehingga tidak berfungsi dengan baik.
3. Pada kerusakan retak sambungan jalan yang ada di Jl. Kahuripan
(Perempatan BCA) terdapat drainase tetapi agak jauh dari kerusakan
jalan.
4. Pada kerusakan jalan berlubang di Jl. Galunggung terdapat drainase
tetapi sudah tidak dapat menampung debit air pada saat hujan sehingga
air meluber dan menggenang.
5. Pada kerusakan aspal mengambang yang ada di bawah fly over Arjosari
tidak terdapat drainase di sekitar lokasi kerusakan.
6. Pada kerusakan alur yang ada di dekat lapangan Rampal, Malang tidak
terdapat drainase di sekitar lokasi kerusakan.
7. Pada kerusakan retak sambungan dan pengausan agregat yang ada di
lokasi Jl. Bondowoso tidak terdapat drainase di sekitar lokasi kerusakan
dan jalanan agak sedikit menurun.
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Bahwa Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan
pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang
dipakai adalah batuan pecah atau batu belah ataupun bahan lainnya. Bahan
ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat.
2. Adapun jenis-jenis kerusakan perkerasan jalan menurut Manual
Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983, yaitu :
a) Retak (cracking) , meliputi (Retak kulit buaya (alligator cracks), Retak
pinggir (edge cracks), Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge
joint cracks), Retak sambungan jalan (lane joint cracks), Retak
sambungan pelebaranjalan (widening cracks), Retak refleksi (reflection
cracks), Retak susut (shrinkage cracks), Retak selip (slippage cracks))
b) Distorsi (distortion), meliputi (Alur (ruts),Keriting (corrugation),
Sungkur (shoving), Amblas (grade depressions), Jembul (upheaval))
c) Cacat permukaan (disintegration) , meliputi (Lubang
(potholes),Pelepasan butir (ravelling), Pengelupasan lapisan
permukaan (stripping))
d) Pengausan (polished aggregate)
e) Kegemukan (bleeding orflushing)
f) Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression)
3. Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983, kerusakan pada
konstruksi jalan (demikian juga dengan bahu beraspal) dapat disebabkan
oleh beberapa faktor seperti air, iklim, material yang digunakan, lalu lintas
dan juga kondisi tanah dasarnya yang tidak stabil.
31
4. Penanganan yang dapat dilakukan dalam memperbaiki kerusakan jalan
yakni tergantung jenis kerusakan yang terjadi, termasuk ke dalam
kerusakan ringan, sedang ataupun berat.
4.2 Saran
b. Untuk meminimalisir masalah kerusakan jalan yang terjadi, maka
rancangan pemeliharaannya perlu dilakukan survey yang lebih akurat
dengan melibatkan sejumlah instansi terkait.
c. Agar kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih parah,
maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan pada bagian-bagian yang
rusak, sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah.
d. Pekerjaan jalan harus menggunakan spesifikasi yang ditetapkan.
e. Perlunya pengawasan yang objektif tanpa adanya KKN oleh dinas atau
instansi terkait agar kualitas jalan menjadi lebih bermutu.
32
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
33