Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KASUS

Nama : Alif Putra Nugroho


Agama : Islam
Umur : 12 tahun
Alamat : Jl. Bau Massepe No. 173. A / Parepare
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Siswa
Tgl. Pemeriksaan : 16 November 2016
No RM : 12-05-50

1.1. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pengelihatan Kabur
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli mata RSUD Andi Makkasau dengan keluhan pengelihan kabur
, keluhan dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Kabur dirasakan terutama saat pasien
melihat jauh sehingga mengganggu aktivitas belajarnya sebagai siswa. Pasien juga
mengeluhkan sakit kepala ketika melihat jauh. Mata merah (-), juling (-), riwayat
trauma (-), riwayat alergi disangkal.
Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riwayat penggunaan kaca mata
tidak ada. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus tidak ada. Keluarga pasien tidak
ada yang mengalami keluhan serupa.

1
1.2. PEMERIKSAAN FISIS
A. Pemeriksaan Umum
1. Kesan : Sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Gizi : Cukup
4. Tekanan darah : 120/80 mmHg

B. Pemeriksaan Khusus/ Status Oftalmologi


1. Visus

OD Visus OS

3/60 Visus jauh tanpa koreksi 3/60

-3,75 Koreksi -3,75

Visus jauh dengan koreksi


20/20 20/20
terbaik

- Visus dekat -

- Koreksi -

- Visus dekat dengan koreksi -

2. Segmen Anterior

2
3. Kesejajaran Bola Mata

OD Pemeriksaan OS

Normal Palpebra Normal

Normal Silia Normal

Normal Apparatus lakrimalis Normal

Hiperemis (-) Konjungtiva bulbi Hiperemis (-)

Jernih Kornea Jernih

Normal BMD Normal

Kripte (+), coklat Iris Kripte (+), coklat

Bulat, central Pupil Bulat, central

+/+ Refleks cahaya +/+

Tidak ada RAPD Tidak ada

Jernih Lensa Jernih

Pergerakan bola mata : Normal


Corneal reflex : Central
Cover Test : Orthotropic
4. Lapangan Pandang
Normal

OD Metode Pemeriksaan OS

N Palpasi N

17 mmHg Indentasi Schiotz 17 mmHg

3
5. Tekanan Intraokuler

OD Palpasi OS

Tidak ada Nyeri Tekan Tidak ada

Tidak ada Massa Tumor Tidak ada

Tidak ada Glandula Preaurikuler Tidak ada

6. Palpasi
7. Tes Buta Warna
Normal
8. Segmen Posterior (Funduskopi)
Reflex fundus (+)

1.3. RESUME
Pasien datang ke Poli mata RSUD Andi Makkasau dengan keluhan pengelihan
kabur, keluhan dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Kabur dirasakan terutama saat pasien
melihat jauh. Pasien juga mengeluhkan chephalgia ketika melihat jauh. injeksio
konjungtiva (-), strabismus (-), riwayat trauma (-), riwayat alergi disangkal. Pada
pemeriksaan ofthalmologis didapatkan visus okuli dextra et sinistra 3/60, lensa okuli
dextra et sinistra jernih, dan reflex fundus okuli dextra et sinistra positif.
1.4. PENUNJANG
Retinoskopi : refleks fundus berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop

1.5. DIAGNOSA
ODS Moderate Myopia

4
1.6. TERAPI
KMMF (lensa spheris concave (-))

1.7. PROGNOSIS
Quo ad Visam : Bonam
Quo ad Sanam : Bonam
Quo ad Cometicam : Bonam
Quo ad Vitam : Bonam

1.8. PEMBAHASAN
Dari anamnesis diperoleh keluhan utama pengelihatan kabur yang dirasakan
sejak 5 bulan yang lalu, terutama saat pasien melihat jauh. Pengelihatan kabur dapat
terjadi akibat pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea
yang terlalu cekung sehingga berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa
akomodasi jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Pasien juga mengeluhkan
chephalgia ketika melihat jauh, ini dapat disebabkan oleh usaha akomodasi mata untuk
melihat jauh.
Sedangkan dari hasil pemeriksaan opthalmologi, didapatkan visus mata kiri dan
kanan pasien 3/60, namun tidak terdapat kelainan mata pada kornea, aqueus humor,
lensa, dan vitreous humor. Lapangan pandang normal, tekan bola mata dalam batas
normal, refleks fundus (+), serta pada pemeriksaan retinoskopi didapatkan refleks
fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskopi.
Gejala-gejala yang dialami pasien ini sesuai dengan kepustakaan yang menuju
kearah myopia berdasarkan gejala berupa penglihatan jauh yang buram namun jelas
bila melihat dekat, sakit kepala, serta ada kecenderungan pasien untuk menyipitkan
mata jika ingin melihat jauh. Sehingga diagnosis kelainan refraksi berupa myopia dapat
ditegakkan.
BAB II

5
PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta orang


yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Setiap tahun
tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada satu
penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami
kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di
negara-negara miskin dan terbelakang. Prevalensi kebutaan tersebut disebabkan salah
satunya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun 2007
diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami kelainan refraksi.1
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan
lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau dibelakang makula.2
Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan
ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia,
astigmat, dan presbiopia.2

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI

6
Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di
depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan
pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada
mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia berasal dari bahasa yunani
muopia yang memiliki arti menutup mata. Myopia merupakan manifestasi kabur bila
melihat jauh, istilah populernya adalah "nearsightedness.3
Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan
mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan
kornea yang terlalu cekung.2
Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.4
Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan retina.5
Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan
pada satu titik di depan retina.6

3.2. MEDIA REFRAKSI


1. Kornea 2
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya.
Kornea tidak mengandung pembuluh darah, berbentuk cembung dengan jari - jari
sekitar 8mm, lebih tebal di perifer dibanding di sentral dan mempunyai indeks refraksi

7
1.3771.2 Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan
dan terdiri atas 5 lapis, yaitu :
a. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Mempertahankan bentuk kornea.
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
Bersifat higroskopis yag menarik air. Kadar air diatur oleh fungsi pompa sel
endotel dan penguapan oleh epitel.

8
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden.
Lapisan terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea.
Mengatur cairan dalam stroma.
Tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman, melepaskan selubung
Schwannnya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kepada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya
dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh
kornea.
2. Aqueous Humor (Cairan Mata) 2
Aqueous humor merupakan cairan yang terdapat pada bilik mata yang
mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan
darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya

9
cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah
anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea yaitu sinus venosus ataupun
Canal of Schlemm dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan
sama cepatnya dengan pembentukannya, kelebihan cairan akan tertimbun di rongga
anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Keadaan ini dikenal
sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
3. Lensa 2
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam
bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan
terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk
atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan
nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa
yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah
depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa
yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

10
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung.
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan
berat. Pembiasan sinar oleh lensa sekitar 20 dioptri.
4. Vitreous Humor (Badan Kaca) 2
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
mensintesis kolagen dan asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan
badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis.

3.3. FISIOLOGI PENGELIHATAN


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, aqueous humor, lensa,
dan vitreous humor. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau
cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil,

11
yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak
kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau
melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-
tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata
sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Gambar 1. Fokus Cahaya Pada Mata
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah- ubah (pupil), dan retina
yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan
refraksi:
1. perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
3. perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
4. perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indeks bias yang berbeda-beda, indek bias udara
adalah 1, kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous humor 1.34.

3.4. ETIOLOGI

12
Myopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat
untuk panjangnya bola mata akibat:
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang
lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial.
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau
lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia
kurvatura/refraktif.
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi Ini Disebut Miopia Indeks
4. Miopi Karena perubahan posisi lensa Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaukoma.7

3.5. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan etiologi 8
1. Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata yang
bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam batas normal.
2. Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif pada mata.
Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan menjadi :
a. Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan permukaan refraktif
mata, terutama kornea
b. Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media okuler.
3. Miopia posisional

13
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
4. Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
Klasifikasi berdasarkan onset
1. Juvenile-Onset Myopia (JOM)
JOM didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang
disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang
fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas, riwayat keluarga dan kerja
berlebihan yang menggunakan penglihatan dekat merupakan faktor-faktor risiko
yang dilaporkan oleh berbagai penelitian. Pada wanita, peningkatan prevalensi
miopia terbesar terjadi pada usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada
usia 11-12 tahun. Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari
miopianya. Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan
dan lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia biasanya berhenti pada usia
remaja ( pada usia 16 tahun, pada usia 15 tahun)
2. Adult-Onset Myopia (AOM)
AOM dimulai pada usia 20 tahun. Miopia yang terjadi pada usia 20 sampai 40
tahun disebut sebagai early adult onset myopia, sedangkan myopia yang terjadi
setelah usia 40 tahun disebut late adult onset myopia. Kerja mata yang berlebihan
pada penglihatan dekat merupakan faktor risiko dari perkembangan miopia.
Klasifikasi berdasarkan derajat beratnya 2
Miopia ringan < -3,00 D
Miopia sedang -3,00 s/d -6,00 D
Miopia berat / tinggi > -6,00 D
Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis 8
1. Miopia kongenital
Miopia yang sudah terjadi sejak lahir, namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi
bilateral. Miopia kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain

14
seperti katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopia
kongenital sangat perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopia simplek
Jenis miopia ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaitan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopia ini
meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak
ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan School Myopia.

3. Miopia patologis/ degeneratif


Miopia yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopia
patologis sudah terjadi saat usia 5 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda
yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degeneratif pada mata.

3.6. GEJALA KLINIS


Menurut Albert E. Sloane dalam buku Manual of Refraction, bahwa gejala
myopia adalah sebagai berikut :
Gejala tunggal paling penting myopia adalah penglihatan jauh yang buram.
Sakit kepala, jarang dialami meskipun ditunjukkan bahwa koreksi kesalahan myopia
yang rendah membantu mengurangi sakit kepala akibat asthenopia (mata cepat
lelah).
Ada kecenderungan pasien untuk menyipitkan mata jika ia ingin melihat jauh, efek
pinhole dari celah palpebra membuat ia melihat lebih jelas.

3.7. DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan
pada mata, pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut: 4
Refraksi subyektif

15
Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif,
metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan
6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam
penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan
menderita myopia, apabila dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis positif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia.
Refraksi obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00 D pemeriksa mengamati
refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop
(against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi.
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.

3.8. KOMPLIKASI 10
Ablasio retina
Gloukoma sudut terbuka
Strabismus
Ambliopia

3.9. PENATALAKSANAAN
1. Optik
Pemberian lensa spheris concave (-)

16
Penderita myopia dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa spheris
concave (-) yang terkecil/terlemah agar dapat menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
Karena dengan koreksi lensa spheris concave (-) terkecil orang myopia akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina tanpa akomodasi.11
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia
ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah
lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai

memberikan tajam penglihatan yang terbaik. 12


Gambar 2. Koreksi kacamata dengan Lensa Spheris Concave (-)

Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi
dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi
sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.2
Pemakaian lensa kontak
Pada pemakaian lensa kontak harus melalui standar medis dan pemeriksaan
secara medis. Karena resiko pemakaian lensa kontak cukup tinggi.11

17
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan
myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung
dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan
myopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang
dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini
terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program orthokeratology, kornea dengan
kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam
membuat pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat,
orthokeratology akan aman dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak
selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang dalam
beberapa jam sehari adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi.3
2. Pembedahan 8
Radial Keratotomy (RK)
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4
mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari
permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini

sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.

18
Gambar 3. Radial Keratotomy

Tindakan ini dapat membuat kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata
jika terjadi trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma
tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan
luka yang tidak sempurna, namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa
silau saat malam hari.
3. Laser
Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan
menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral

kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.
Gambar 4. Photorefractive Keratectomy

19
Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi
dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang

teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Gambar 5. Laser in-situ Keratomileusis

DAFTAR PUSTAKA

20
1. Available at http://www.qitepscience.org/resources/artikel/Refraksi.pdf
2. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 72-
82.
3. American Optometric Association, Optometric Clinical Practice Guidline Care of
the Patient with Myopia, 1997
4. http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf.
5. Mansjoer, A., 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta, FK UI
6. http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf.
7. Anonim, 2006, http://www.entnet.org/index2.cfm.
8. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke 4. New Age International.
New Delhi. Hal 19 39.
9. Albert E. Sloane. Edisi 3. Manual of Refraction. Boston 1979.
10. Pedoman diagnosis dan terapi, bag/smf ilmu penyakit mata, 2006 edisi ke III, rumah
sakit umum dokter soetomo, Surabaya
11. www.refraksioptisi.br.ma
12. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997.

21

Anda mungkin juga menyukai