Anda di halaman 1dari 24

HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELL-

BEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN

Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Diajukan Oleh :

LINDA WATI
F.100110060

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

i
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELL-

BEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN

HALAMAN JUDUL

Naskah Publikasi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Diajukan Oleh :

LINDA WATI
F.100110060

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

ii
HUBUNGAN ANTARA COPING STRESS DENGAN SUBJECTIVE WELL-

BEING PADA PENDUDUK DESA BALERANTE, KEMALANG, KLATEN

Linda Wati
Dr. Nanik Prihartanti
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
linda_2248@yahoo.com
Abstrak

Tinggal di daerah rawan bencana merupakan salah satu faktor yang


menyebabkan seseorang stres karena menimbulkan perasaan cemas dengan
datangnya bahaya bencana yang tidak bisa diprediksi. Stres lingkungan yang
dialami penduduk daerah rawan bencana menimbulkan berbagai afek negatif yang
menurunkan tingkat kebahagiaan dan kepuasaan hidup mereka. Sehingga coping
stress yang dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut memiliki kontribusi
terhadap pencapaian subjective well-being penduduk setempat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara coping stress dan subjective well-
being, untuk mengetahui tingkat subjective well-being dan tingkat keefektifan
coping stress, serta sumbangan efektif coping stress dan subjective well-being
pada penduduk desa Balerante, Kemalang, Klaten.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan


alat pengumpul data berupa skala subjective well-being dan skala coping stress.
Populasi penelitian ini adalah masyarakat desa Balerante yang berjumlah 1909
orang dan responden yang diambil berdasarkan rumus ukuran sampel Bungin
sebanyak 95 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
convenience sampling.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa coping stress memiliki
hubungan yang signifikan dengan subjective well-being, hal ini dapat dilihat dari
analisis parametric Pearson Product Moment diperoleh koefisien korelasi (rxy)
sebesar 0,645 dan signifikasi (p)=0,000 (p<0,01). Tingkat subjective well-being
penduduk tergolong tinggi (RE(105,04) > RH(82,5)) dan coping stress penduduk
tergolong efektif (RE(71,4)>RH(62,5)). Sumbangan efektif coping stress terhadap
subjective well-being adalah sebesar 0,42% diperoleh dari hasil r kuadrat sebesar
0,42.

Kata Kunci: coping stress, subjective well-being, daerah rawan bencana,


balerante

v
PENDAHULUAN Resiko Bencana III (KRB III)

Memiliki tempat tinggal yang gunung Merapi (Mahendra, 2014).

nyaman tanpa ancaman bencana Menurut Sudibyakto (2011) KRB III

merupakan salah satu cara untuk merupakan zone larangan untuk

mencapai kebahagiaan dan dihuni tetap sebagai pemukiman.

kesejahteraan. Tinggal di daerah Kegiatan gunung Merapi juga

rawan bencana menimbulkan stres dapat menimbulkan berbagai

bagi masyarakat daerah tersebut keuntungan maupun kerugian.

karena merasa cemas jika terjadi Menurut Kuswijayanti (Rijanta,

bencana dengan tiba-tiba yang dapat 2014) keuntungan yang dapat

mengancam jiwa mereka, seperti dirasakan yaitu wilayah di sekitar

yang dinyatakan oleh Yusuf (2004) gunung Merapi merupakan potensi

bahwa tinggal di daerah rawan lahan pertanian yang subur, kaya

bencana merupakan salah satu faktor akan bahan bangunan dan air yang

pemicu stres bagi seseorang. dapat dimanfaatkan oleh penduduk

Salah satu daerah rawan bencana yang bermukim di sekitarnya.

di Indonesia adalah desa Balerante. Namun demikian, kegiatan gunung

Desa Balerante merupakan salah satu Merapi juga tidak sedikit

desa di Kabupaten Klaten yang menimbulkan berbagai bencana bagi

secara administratif berada di penduduk terutama yang lokasi

Provinsi Jawa Tengah. Desa permukimannya sangat dekat dengan

Balerante merupakan salah satu desa puncak gunung Merapi dan di

di Klaten yang masuk Kawasan sepanjang aliran sungai tempat

1
mengendapnya lahar dari gunung kecukupan merupakan faktor yang

Merapi. Permukiman yang sangat mempengaruhi persepsi penduduk

dekat dengan puncak Merapi akan lereng Merapi dalam mensikapi

sangat rawan terhadap ancaman bahaya gunung Merapi.

bahaya awan panas, sedangkan untuk Kondisi tempat tinggal yang

permukiman yang dekat dengan rawan bencana membuat masyarakat

aliran sungai akan rawan terhadap di daerah tersebut akan merasa

ancaman bencana lahar dingin. cemas dengan datangnya bencana

Rijanta, Hizbaron & Baiquni yang tiba-tiba. Meskipun demikian,

(2014) menyatakan bahwa penduduk Balerante berusaha untuk

masyarakat memilih untuk tetap tetap bertahan hidup berdampingan

tinggal di tempat tersebut karena dengan bahaya Merapi. Tersedianya

hubungan virtual yang telah terjalin sumber daya alam yang melimpah

diantara mereka sebagai manusia dan dan adanya kepercayaan lokal bahwa

pemanfaat, serta alam diwakili oleh tempat mereka akan tetap aman

gunungapi Merapi, tingkat kesuburan meskipun pada tahun 2010 desa

tanah sehingga sulit meninggalkan mereka tetap luluh lantahkan desa

tanah kelahiran. Sudibyakto (2011) mereka, membuat mereka tetap

menambahkan bahwa faktor memutuskan untuk menetap di desa

kepercayaan lokal, datangnya bahaya tersebut. Terlepas dari hal itu, stres

Merapi yang tidak tiba-tiba (biasanya lingkungan yang dialami penduduk

diawali dengan tanda-tanda alamiah), daerah rawan bencana menimbulkan

dan sumber hidup yang merasa berbagai afek negatif yang

2
menurunkan tingkat kebahagiaan dan evaluasi terhadap suasana hati dan

kepuasaan hidup mereka, seperti emosi individu tersebut. Suh, Diener

yang dinyatakan Carr (2004) bahwa dan Lucas (1999) mendefinisikan

individu yang telah mencapai subjective well-being sebagai

subjective well-being akan ketegori yang luas mengenai

merasakan kepuasan hidup yang fenomena yang menyangkut respon-

tinggi, afek positif yang tinggi dan respon emosional seseorang,

afek negatif yang rendah. Sehingga kepuasan domain, dan penilaian-

coping stress yang dilakukan dalam penilaian global atas kepuasan hidup.

menghadapi kondisi tersebut Menurut Diener (Ningsih, 2013)

memiliki kontribusi terhadap terdapat dua komponen dasar

pencapaian subjective well-being subjective well-being, yaitu :

penduduk setempat. a. Komponen Afektif (Happiness),

Subjective Well-being Menurut Diener (2003)

Menurut Feldman (2011) definisi afeksi adalah evaluasi

subjective well-being adalah evaluasi individu mengenai kejadian-

seseorang mengenai hidup mereka kejadian yang dialami dalam

dalam hal pikiran dan emosi yang hidupnya. Evaluasi terhadap

dimiliki. Diener dan Lucas (Ningsih, afeksi ini terdiri dari gambaran

2013) mendefinisikan subjective emosi dan suasana hati.

well-being sebagai evaluasi diri Komponen afektif ini dibagi

kehidupan individu, yaitu penilaian menjadi dua afek, yaitu :

terhadap kepuasan hidupnya dan 1) Afek positif

3
Emosi positif atau emosi b. Komponen kognitif (kepuasan

yang menyenangkan hidup)

merupakan bagian dari Kepuasan hidup termasuk

subjective well-being karena dalam komponen kognitif karena

merefleksikan reaksi individu keduanya didasarkan pada

terhadap peristiwa dalam keyakinan (sikap) tentang

hidup individu yang dianggap kehidupan seseorang. Kepuasan

penting bagi individu tersebut hidup merupakan penilaian

karena hidupnya berjalan individu terhadap kualitas

sesuai dengan apa yang kehidupannya secara global.

diinginkan olehnya (Diener & Penilaian umum atas kepuasan

Oishi, 2005). hidup merepresentasikan evaluasi

2) Afek negatif yang berdasar kognitif dari

Afek negatif termasuk sebuah kehidupan seseorang

suasana hati dan emosi yang secara keseluruhan (Pavot &

tidak menyenangkan serta Diener, 1993).

merefleksikan respon-respon Faktor-faktor yang

negatif yang dialami oleh mempengaruhi subjective well-being

individu terhadap hidup menurut Ariati (2010) :

mereka, kesehatan, peristiwa- 1) Harga diri positif

peristiwa yang terjadi dan Harga diri yang tinggi

lingkungan mereka (Diener & akan menyebabkan seseorang

Oishi, 2005). memiliki kontrol yang baik

4
terhadap rasa marah, mempunyai signifikan akan memprediksi

hubungan yang intim dan baik terjadinya kesejahteraan

dengan orang lain, serta kapasitas individual. Orang-orang dengan

produktif dalam pekerjaan. Hal kepribadian ekstrovert biasanya

ini akan menolong individu untuk memiliki teman dan relasi sosial

mengembangkan kemampuan yang lebih banyak, merekapun

hubungan interpersonal yang memiliki sensitivitas yang lebih

baik dan menciptakan besar mengenai penghargaan

kepribadian yang sehat. positif pada orang lain (Compton,

2) Kontrol diri 2005).

Kontrol diri diartikan 4) Optimis

sebagai keyakinan individu Secara umum, orang yang

bahwa ia akan mampu optimis mengenai masa depan

berperilaku dalam cara yang tepat merasa lebih bahagia dan puas

ketika menghadapi suatu dengan kehidupannya. Individu

peristiwa. Kontrol diri ini akan yang mengevaluasi dirinya dalam

mengaktifkan proses emosi, cara yang positif, akan memiliki

motivasi, perilaku dan aktifitas kontrol yang baik terhadap

fisik. hidupnya, sehingga memiiki

3) Ekstraversi impian dan harapan yang positif

Penelitian Diener dkk tentang masa depan.

(1999) mendapatkan bahwa

kepribadian ekstavert secara

5
5) Relasi sosial yang positif besar, memiliki kesejahteraan

Relasi sosial yang positif psikologis yang besar.

akan tercipta bila adanya Coping Stress

dukungan sosial dan keintiman Lazarus (1984)

emosional. Hubungan yang mendefinisikan coping sebagai

didalamnya ada dukungan dan strategi untuk memanajemen tingkah

keintiman akan membuat laku kepada pemecahan masalah

individu mampu yang paling sederhana dan realistis,

mengembangkan harga diri, berfungsi untuk membebaskan diri

meminimalkan masalah-masalah dari masalah yang nyata maupun

psikologis, kemampuan tidak nyata, dan coping merupakan

pemecahan masalah yang adaptif, semua usaha secara kognitif dan

dan membuat individu menjadi perilaku untuk mengatasi,

sehat secara fisik. mengurangi, dan tahan terhadap

6) Memiliki arti dan tujuan dalam tuntutan-tuntutan (distress demands).

hidup King (2010) menambahkan bahwa

Dalam beberapa kajian, proses coping melibatkan mengelola

arti dan tujuan hidup sering situasi yang berlebihan,

dikaitkan dengan konsep meningkatkan usaha untuk

religiusitas. Penelitian menyelesaikan permasalahan-

melaporkan bahwa individu yang permasalahan kehidupan, dan

memiliki kepercayaan religi yang mencari cara untuk mengalahkan

stres atau menguranginya.

6
Carver, Scheier dan timbul untuk dapat

Weintraub (1989) mengembangkan berkonsentrasi penuh dalam

strategi coping dari teori Lazarus menghadapi stresor.

menjadi 13 bentuk yang spesifik, 4) Restraint coping, yaitu

yaitu : bentuk strategi coping berupa

a. Bentuk-bentuk problem solving suatu latihan untuk

focussed coping mengontrol atau

1) Active coping, merupakan mengendalikan diri. Dalam

proses pengambilan langkah hal ini individu menunggu

aktif untuk mengatasi stresor sampai pada kesempatan

atau mengurangi efek buruk yang tepat untuk bertindak,

yang ditimbulkan oleh stesor. sehingga ia dapat mengatasi

2) Planning, berkaitan dengan stresor secara efektif.

perencanaan mengenai hal- 5) Seeking social support for

hal yang dapat dilakukan instrumental reason,

untuk mengatasi situasi yang merupakan bentuk coping

menimbulkan stres. yang berupa upaya untuk

3) Suppression of competing mendapatkan dukungan sosial

activities, adalah usaha untuk dengan car mencari nasihat,

mengesampingkan hal-hal bantuan atau informasi dari

atau kegiatan lain, mencoba orang lain.

menghindari gangguan dari b. Bentuk-bentuk emotion focussed

situasi lain yang mungkin coping

7
1) Seeking sosial support for 5) Acceptance, merupakan

emotional reason, merupakan kebalikan denial, yaitu

strategi coping dalam bentuk perilaku coping yang penting

mencari dukungan moral, pada situasi simana seseorang

simpati, atau pengertian dari harus menerima atau

orang lain. menyesuaikan diri dengan

2) Positive reinterpretation and keadaan yang dialaminya.

growth, merupakan bentuk c. Bentuk-bentuk maladaptive

coping dengan cara menilai coping

kembali situasi secara lebih 1) Focusing on and venting of

pasif. Selanjutnya penilaian emotions, merupakan

ini dapat mengarahkan kecenderungan untuk

individu untuk melakukan memusatkan diri pada stres

problem focussed coping. yang bersifat negatif,

3) Denial, merupakan usaha kekesalan atau perasaan yang

untuk menolak kehadiran dialami oleh individu dan

sumber stres tersebut tidak mengungkapkan kekesalan-

nyata. kekesalan tersebut.

4) Turning to religion, yaitu 2) Behavioral disengagement,

kembali berpaling pada merupakan bentuk coping

agama apabila seseorang yang berupa berkurangnya

berada keadaan stres. usaha-usaha yang dilakukan

oleh individu dalam

8
mengatasi stresor, bahkan yang memiliki hubungan dekat

menyerah untuk berusaha (saudara atau teman). Pengertian

mencapai tujuan yang lainnya dikemukakan oleh

terhambat oleh stresor. Rietschlin (Taylor, 2003), yaitu

3) Mental disengagement, jenis sebagai pemberian informasi dari

coping ini muncul dalam orang lain yang dicintai atau

berbagai bentuk aktivitas mempunyai kepedulian dan

yang pada dasarnya adalah memiliki jaringan komunikasi

menggunakan aktivitas atau kedekatan hubungan, seperti

alternatif untuk orang tua, suami/istri, teman, dan

menghilangkan masalah yang orang-orang yang aktif dalam

sementara sifatnya. kelembagaan keagamaan. House

Yusuf (2004) menyebutkan (1981) mengemukakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial memiliki empat

coping sebagai upaya untuk fungsi, yaitu sebagai berikut: (1)

mereduksi atau mengatasi stres, yaitu Emotional support, (2) Appraisal

: support, (3) Informational

a. Dukungan Sosial support, (4) Instrumental

Dukungan sosial dapat support.

diartikan sebagai pemberian b. Kepribadian

bantuan atau pertolongan Tipe atau karakteristik

terhadap seseorang yang kepribadian seseorang

mengalami stress dari orang lain mempunyai pengaruh yang

9
cukup berarti terhadap coping sebanyak 95 orang. Teknik sampling

atau usaha dalam mengatasi stres yang digunakan dalam penelitian ini

yang dihadapinya. adalah convenience sampling dengan

METODE PENELITIAN dengan kriteria konklusif subjek usia

Metode yang digunakan dewasa awal (20-40 tahun).

dalam penelitian ini adalah metode HASIL PENELITIAN

kuantitatif, alat pengumpulan data Penelitian ini melibatkan 95

diperoleh melalui skala subjective responden dengan jumlah responden

well-being sebanyak 42 aitem dan laki-laki sebanyak 32 (33,7 %) orang

skala coping stress sebanyak 35 dan responden perempuan sebanyak

aitem. 63 orang (66,3 %) serta jumlah

Metode analisis data dalam responden yang belum menikah

penelitian ini menggunakan product sebanyak 38 orang (40 %) dan

moment dan akan diolah dengan responden yang sudah menikah

aplikasi SPSS (Statistik Product and sebanyak 57 (60 %).

Service Solutions) versi 17,0 for Hasil uji independent sampel

Windows Program. T-test menyatakan bahwa tingkat

SUBJEK PENELITIAN subjective well-being dan coping

Populasi yang digunakan stress pada penduduk laki-laki dan

dalam penelitian ini adalah perempuan adalah sama. Hal tersebut

masyarakat desa Balerante, didapat dari hasil uji F pada variable

Kemalang, Klaten yang berjumlah subjective well-being sebesar (1,229)

1909 orang. Sampel yang diambil (p>0,05) dan hasil uji F pada variable

10
coping stress sebesar (0,057) dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,351)

(p>0,05) serta hasil uji t pada (p>0,05) dan hasil uji t pada variable

variable subjective well-being coping stress dengan sig. (2-tailed)

dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,225) sebesar (0,089) (p>0,05) sehingga

(p>0,05) dan hasil uji t pada variable Ho diterima artinya bahwa tidak ada

coping stress dengan sig. (2-tailed) perbedaan tingkat subjective well-

sebesar (0,801) (p>0,05) sehingga being dan coping stress pada

Ho diterima artinya bahwa tidak ada penduduk yang belum menikah dan

perbedaan tingkat subjective well- menikah desa Balerante, Kemalang,

being dan coping stress pada Klaten.

penduduk laki-laki dan perempuan Hasil uji normalitas sebaran

desa Balerante, Kemalang, Klaten. dari variabel subjective well-being

Hasil uji independent sampel diperoleh dengan nilai Kolmogorov-

T-test menyatakan bahwa tingkat Smirnov (KS-Z 0,807; p=0,534)

subjective well-being dan coping (p>0,05) artinya sebaran data

stress pada penduduk yang belum variabel subjective well-being

menikah dan menikah adalah sama. memenuhi distribusi normal.

Hal tersebut didapat dari hasil uji F Variabel coping stress diperoleh

pada variable subjective well-being dengan nilai Kolmogorov-Smirnov

sebesar (0,598) (p>0,05) dan hasil uji (KS-Z =0,694; p=0,721) (p>0,05)

F pada variable coping stress sebesar artinya sebaran data variabel coping

(1,602) (p>0,05) serta hasil uji t pada stress memenuhi distribusi normal.

variable subjective well-being Hal ini sesuai dengan yang

11
dinyatakan Siregar (2010), apabila Berdasarkan hasil

nilai p > 0,05 maka Ho diterima yang perhitungan statistik diperoleh bahwa

berarti data berdistribusi normal. hasil subjective well-being tergolong

Sedangkan berdasarkan uji linieritas dalam kategori tinggi dengan rerata

diperoleh nilai F pada Linierity empirik (RE) = 105,04 dan rerata

71.492 dan signifikansi (p) = 0,000 hipotetik (RH) = 82,5. Sedangkan

(p < 0,05). Dari hasil tersebut hasil coping stress tergolong dalam

menunjukkan bahwa variabel coping kategori tinggi dengan rerata empirik

stress memiliki korelasi yang searah (RE) = 71,4 dan rerata hipotetik

(linier) dengan subjective well-being (RH) =6,5.

sehingga uji hipotesis selanjutnya Sumbangan efektif coping

menggunakan parametric. stress terhadap subjective well-being

Berdasarkan hasil analisis diperoleh r adalah sebesar 42 % yang

= 0,645 dengan p = 0,000 (p<0,01) ditunjukkan dengan nilai r kuadrat

artinya ada hubungan positif yang sebesar 0,42. Hal ini menunjukkan

signifikan antara coping stress bahwa terdapat faktor-faktor lain

dengan subjective well-being. Hal sebesar 58 % yang mempengaruhi

tersebut menunjukkan bahwa subjective well-being selain coping

semakin tinggi coping stress maka stress pada penduduk daerah

semakin tinggi subjective well-being. Balerante, Kemalang, Klaten.

Sebaliknya semakin rendah coping PEMBAHASAN

stress maka semakin rendah Berdasarkan hasil analisis data

subjective well-being. menggunakan teknik statistik

12
parametrik korelasi Product Moment dianggap menjadi salah satu faktor

diperoleh koefisien korelasi r sebesar yang mampu meningkatkan

= 0,645 dan p = 0,000 (p<0,01) yang kesejahteraan subjektif. Hasil

menunjukkan bahwa ada hubungan penelitian ini juga sesuai dengan

positif sebesar 0,645 antara coping teori yang kemukakan Cohen dan

stress dengan subjective well-being Lazarus (Rubbyana, 2012) bahwa

yang artinya semakin tinggi coping efektivitas koping tergantung dari

stress maka semakin tinggi pula skor keberhasilan tugas koping yang harus

subjective wellbeing, begitu pula dipenuhi. Setelah dapat memenuhi

sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan fungsi tugas tersebut, maka individu

hipotesis peneliti bahwa ada akan memiliki evaluasi yang lebih

hubungan antara coping stress positif akan hidupnya, yakni dalam

dengan subjective well-being. penerimaan dan penilaian positif

Hipotesis penelitian yang diterima akan lingkungan, dirinya serta

mengindikasikan bahwa keefektifan kondisi gangguan yang merupakan

coping stress dapat mempengaruhi refleksi akan kesejehteraan dan

tingkat subjective well-being. kepuasan hidup.

Hasil penelitian tersebut sesuai Berdasarkan analisis data

dengan hasil studi oleh Diponegoro menggunakan Independet sampel t-

(2006) mengenai peran stress test menunjukkan bahwa tidak ada

management terhadap kesejahteraan perbedaan tingkat subjective well-

subjektif yang menyatakan bahwa being dan coping stress pada

stress management atau coping stress penduduk laki-laki dan perempuan

13
desa Balerante, Kemalang, Klaten. Klaten. Hasil tersebut sesuai dengan

Hasil tersebut seperti yang survei yang dilakukan oleh Badan

dinyatakan oleh Lyubomirsky dan Pusat Statistik mengenai laporan

Dickerhoof (dalam Ningsih, 2013) Indeks Kebahagian 2014 berdasarkan

dalam penelitiannya mengenai survei atas 70.631 rumah tangga

hubungan jenis kelamin dan sampel di seluruh Indonesia yang

subjective well-being menunjukkan menyatakan bahwa penduduk

bahwa perempuan sama bahagianya Indonesia yang berstatus menikah

dengan laki-laki, bahkan perempuan dan lajang ternyata memiliki tingkat

mungkin lebih bahagia dari laki-laki. kebahagiaan yang sama dengan

Seligman (2005) juga menyatakan Indeks Kebahagiaan penduduk

bahwa tingkat emosi rata-rata laki- belum menikah. Hasil pada

laki dan perempuan tidak berbeda, penduduk desa Balerante tersebut

bahkan perempuan lebih bahagia dan dikarenakan semua penduduk desa

sekaligus lebih sedih daripada laki- Balerante telah terbiasa dengan

laki. ancaman lingkungan yang

merupakan stressor.
Berdasarkan analisis data
Adapun bentuk coping stress
menggunakan Independet sampel t-
yang efektif digunakan oleh
test menunjukkan bahwa tidak ada
masyarakat desa Balerante yaitu
perbedaan tingkat subjective well-
perencanaan untuk mengatasi
being dan coping stress pada
stressor (planning), mencari
penduduk yang belum menikah dan
dukungan sosial berupa nasihat atau
menikah desa Balerante, Kemalang,

14
informasi dari orang lain (seeking Merapi yang menjadi stresor. Data

sosial support instrumental reason), juga menyimpulkan bahwa

mencari dukungan moral, simpati masyarakat desa Balerante mampu

maupung pengertian dari oang lain beradaptasi dengan situasi tempat

(seeking social for emotional tinggalnya dan menerima keadaan

reason), berpaling kepada agama lingkungan sehingga masyarakat

(turning to religion), dan desa tersebut tetap bertahan di sana.

berkurangnya usaha untuk mengatasi Faktor tersedianya sumberdaya alam

stressor (behavioral disangagement). yang melimpah menjadi salah satu

Hal tersebut mengindikasikan bahwa alasan mengapa penduduk desa

masyarakat desa Balerante memiliki Balerante tetap bertahan untuk hidup

rencana untuk bertindak jika terjadi di daerah kaki gunung Merapi dan

bencana erupsi secara tiba-tiba, terdapat kepercayaan lokal mengenai

misalnya seperti yang dikatakan JN gunung tersebut (Rijanta, dkk, 2014).

bahwa masyarakat sudah mandiri Hal tersebut ditambahkan oleh

mengevakuasi dirinya ketika terjadi Sudibyakto (2011) bahwa faktor

erupsi kecil-kecilan pasca erupsi kepercayaan lokal, datangnya bahaya

Merapi tahun 2010. Selain itu Merapi yang tidak tiba-tiba (biasanya

masyarakat desa Balerante diawali dengan tanda-tanda alamiah),

melakukan tindakan mendapatkan dan sumber hidup yang merasa

dukungan sosial dan dukungan moral kecukupan merupakan faktor yang

dari orang-orang disekitarnya untuk mempengaruhi persepsi penduduk

menghadapi ancaman bencana erupsi

15
lereng Merapi dalam mensikapi evaluasi-evaluasi kejadian yang

bahaya gunung Merapi. relevan di dalam lingkungan mereka.

Berdasarkan hasil perhitungan Sedangkan dari segi kognitif, Diener

statistik diperoleh hasil subjective (dalam Argyle, 1999) menyimpulkan

well-being yang tergolong tinggi (RE bahwa penilaian kepuasan hidup

(105,04) > RH (82,5)) dengan terbentuk dari penggabungan

prosentase sebesar 65 % dari penilaian yang tidak sempurna dari

keseluruhan subjek. Perhitungan keseimbangan emosi (yaitu, perasaan

tersebut menunjukan bahwa atau emosi positif dan negatif) dalam

masyarakat desa Balerante merasa kehidupan seseorang dengan

bahagia dan nyaman untuk tinggal di penilaian seberapa baik langkah-

desa tersebut meskipun daerah langkah hidup seseorang sampai

tempat tinggalnya merupakan salah pada aspirasi dan tujuan. Sedangkan

satu kawasan rawan bencana III. hasil coping stress tergolong tinggi

Menurut Diener dan Larsen (1985), (RE (71,4) > RH (62,5)) dengan

seseorang dikatakan memiliki prosentase 64,3 % dari keseluruhan

subjective well-being yang tinggi jika subjek. Hal ini menunjukkan bahwa

mereka jarang sekali mengalami masyarakat desa Balerante mampu

emosi negatif. Respon-respon mengatasi, mengurangi, dan

emosional atau afektif, baik dialami menoleransi ancaman dari distress

sebagai mood (suasana hati) atau lingkungan, serta masyarakat desa

emosi, cenderung merepresentasikan tersebut mampu memanajemen

informasi secara langsung dan tingkah lakunya secara realistis dan

16
memanfaatkan sumber-sumber daya generalisasi dari hasil penelitian

yang dimiliki dalam menghadapi terbatas pada jumlah populasi

situasi stressful. penelitian. Hasil juga menunjukkan

Sumbangan efektif coping stress bahwa variabel coping stress dapat

terhadap subjective well-being digunakan sebagai prediktor variabel

ditunjukkan dengan nilai r kuadrat bebas yang mempengaruhi subjective

sebesar 0,42 sehingga sumbangan well-being. Ada beberapa kelemahan

efektif coping stress terhadap yang terdapat dalam hasil penelitian

subjective well-being sebesar 42 %. ini, yaitu meliputi :

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 1. Alat ukur yang digunakan

faktor-faktor lain sebesar 58 % yang menggunakan skala sehingga

mempengaruhi subjective well-being belum mampu mengungkap

selain coping stress pada penduduk aspek-aspek karakteristik

daerah Balerante, Kemalang, Klaten. kepribadian secara mendalam.

Misalnya harga diri positif, kontrol 2. Penyajian skala yang kurang

diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial praktis karena dilakukan secara

yang positif, memiliki arti, tujuan door to door sehingga

dalam hidup, genetik, kepribadian, dimungkinkan terdapat bias bagi

dan demografi. sampel penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian KESIMPULAN

dapat diketahui bahwa ada hubungan Berdasarkan hasil analisis data

yang signifikan antara coping stress dan pembahasan yang telah diuraikan

dengan subjective well-being, namun maka dapat disimpulkan bahwa :

17
1. Ada hubungan yang signifikan 6. Sumbangan efektif coping stress

antara coping stress dengan terhadap subjective well-being

subjective well-being pada sebesar 42 %.

penduduk desa Balerante,


SARAN
Kemalang, Klaten.
1. Subjek penelitian, diharapkan
2. Tingkat subjective well-being dan
meningkatkan keefektifan coping
coping stress penduduk desa
stress dengan melakukan jenis
Balerante tergolong tinggi.
coping stress yang sesuai dengan
3. Tidak ada perbedaan tingkat
situasi baik situasi ketika dalam
subjective well-being dan coping
bencana maupun tidak dalam
stress pada penduduk laki-laki
bencana.
dan perempuan.
2. Bagi peneliti lain, diharapkan
4. Tidak ada perbedaan tingkat
untuk memperluas jumlah sampel
subjective well-being dan coping
sehingga generalisasi hasil
stress pada penduduk yang belum
penelitian menjadi lebih
menikah dan menikah.
mendalam dan memperbaiki
5. Bentuk coping stress yang efektif
kelemahan-kelemahan dalam
pada penduduk desa balerante
penelitian ini.
adalah planning, seeking sosial

support instrumental reason,


DAFTAR PUSTAKA
seeking social for emotional
Ariati, J. (2010). Subjective Well-
reason, turning to religion, dan being (Kesejahteraan
Subjektif) dan Kepuasan Kerja
behavioral disengagement. pada Staf Pengajar (Dosen) di
Lingkungan Fakultas Psikologi

18
Universitas Diponegoro. Jurnal Kemalang). Jurnal Ilmu
Psikologi Undip. Vol. 8, No. 2 Pemerintahan.
: 119-120. http://fisip.undip.ac.id.

BPS (2014). Menikah Atau Tidak, Ningsih, A. (2013). Subjective Well


Ternyata Sama Bahagianya Being Ditinjau dari Faktor
Lho. (Online) Demografi (Status Pernikahan,
(http://gaya.tempo.co/read/new Jenis Kelamin, Pendapatan).
s/2015/02/07/174640643/meni Jurnal Online Psikologi. Vol.
kah-atau-tidak-ternyata-sama- 01 No. 02. ISSN : 2301-8259.
bahagianya-lho diunduh pada
tanggal 30 Juli 2015) Rijanta, R., Hizbaron, D. R., &
Carver, C.S., Weintroub, J. K., & Baiquni, M. (2014). Modal
Scheiner, M. F. (1989). Sosial dalam Manajemen
Assessing Coping Strategies : Bencana. Yogyakarta : Gajah
A Theoritically Based Mada University Press.
Approach. Journal of
Personality and Social Rubbyana, U. (2012). Hubungan
Psychology. Vol. 56. No. 2 : antara Strategi Koping dengan
267-283. Kualitas Hidup pada Penderita
Skizofrenia Remisi Simptom.
Feldman, R. S. (2011). Pengantar Jurnal Psikologi Klinis dan
Psikologi : Understanding Kesehatan Mental. Vol. 1 No.
Psychology. (Terjemahan Petty 02, Juni 2012.
Gina Gayatri dan Putri Nurdina
Sofyan). Jakarta : Salemba Smet, B. (1994). Psikologi
Hunamika. Kesehatan. Jakarta : Grasindo.

King, L. A. (2007). The Sience of Sudibyakto. (2011). Manajemen


Psychology : An Appreciative Bencana di Indonesia Kemana
View.Psikologi Umum : ?. Yogyakarta : Gadjah Mada
Sebuah Pandangan Apresiatif. University Perss.
(Terjemahan Brian
Marwensdy). Jakarta : Salemba Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene :
Humanika. Pengembangan Kesehatan
Mental dalam Kajian Psikologi
Lazarus, R. S., & Folkman, S. dan Agama. Bandung : Pustaka
(1984). Stress, Appraisal and Bani Quraisy.
Coping. New York : Spranger.

Mahendra, G. (2014). Kapasitas


Kelembagaan dan Kearifan
Lokal dalam Antisipasi
Penanggulangan Bencana
Merapi Tahun 2010 di
Kabupaten Klaten (Studi Kasus
di Desa Balerante Kecamatan

19

Anda mungkin juga menyukai