Anda di halaman 1dari 7

Evaluasi Terapi Medikamentosa untuk Bronkopneumonia pada Klinik Pediatrik di

Sarajevo

Abstrak
Pendahuluan : Bronkopneumonia adalah manifestasi klinis tersering pneumonia pada pada
anak-anak dan penyebab utama kematian akibat infeksi pada anak di bawah 5 tahun. Evaluasi
terapi meliputi prosedur diagnostik, penilaian tingkat keparahan penyakit dan terapi yang
ditekankan pada kerentanan dari populasi. Tujuan: Untuk menentukan antibiotik yang paling
sering digunakan pada Klinik Pediatrik di Sarajevo dan terapi yang bersamaan dengan
tatalaksana bronkopneumonia. Pasien dan Metode: Penelitian ini bersifat retrospektif
melibatkan 104 pasien, dirawat di departemen paru-paru Klinik Pediatrik pada periode Juli
sampai Desember 2014. Tatalaksana bronkopneumonia pada Klinik Pediatrik dilakukan
secara empiris dan sesuai dengan panduan dan rekomendasi dari British Thoracic Society.
Hasil dan Diskusi: Sefalosporin generasi pertama dan ketiga dan penisilin adalah
antimikroba yang paling banyak digunakan, dengan rute pemberian parenteral dan lama
terapi rata-rata 4.3 hari. Terapi penyerta meliputi antipiretik, kortikosteroid, antagonis
leukotrien, agonis reseptor adrenergick beta-2. Selain itu pasien juga diberikan diet dengan
pengendalian asupan natrium, yang meliputi makanan kaya-probiotik dan hidrasi cukup.
Rekomendasi untuk terapi antimikroba lebih lanjut meliputi sefalosporin generasi pertama
dan penisilin yang diberikan secara oral. Kesimpulan: hasil dari terapi medikamentosa
bronkopneumonia pada Klinik Pediatrik Pusat Klinis Universitas Sarajevo dapat disamakan
dengan panduan dari British Thoracic Society. Penting untuk menetapkan sistem penggunaan
agen antimikroba yang rasional untuk mengurangi resistensi bakteri.
Kata kunci: bronkopneumonia, populasi anak, terapi medikamentosa, prosedur diagnostic,
gejala klinis.
1. PENDAHULUAN
Bronkopneumonia adalah manifestasi pneumonia tersering pada populasi anak. Hal ini
telah menjadi penyebab utama kematian akibat infeksi pada anak di bawah 5 tahun. Pada
tahun 2013, bronkopneumonia menimbulkan kematian pada 935.000 anak di bawah 5 tahun.
Agen etiologik penyebab bronkopneumonia adalah bakteri, virus, parasit, dan jamur. Karena
populasi anak rentan dan spesifik, gejala klinis seringkali tidak spesifik dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi kelompok usia, adanya komorbiditas, paparan
faktor risiko, imunisasi dan lain-lain.
Cara paling dapat diandalkan dalam mendiagnosa bronkopneumonia adalah dengan foto
toraks, tetapi tidak cukup untuk menentukan agen etiologik, sehingga tatalaksana
bronkopneumonia tidak dilakukan secara etiologis melainkan secara klinis pada kebanyakan
kasus. Karena bronkopneumonia adalah penyakit infeksi, agen antimikroba harus digunakan
dalam terapi, bersamaan dengan terapi suportif dan simtomatik.
Namun, penggunaan antibiotic yang sering dapat menimbulkan meningkatnya resistensi
bakteri. Resistensi bakteri, dengan segala keterbatasan dalam menetapkan diagnosis dengan
cepat dan kesulitan klasifikasi etiologis, seringkali menyebabkan gejala klinis yang berat dan
respon yang tidak adekuat terhadap terapi, sehingga dapat meningkatkan lama terapi, dan
juga jumlah antimikroba yang dikonsumsi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan antibiotik yang diberikan dan terapi
suportif pada tatalaksana bronkopneumonia yang tersering pada Klinik Pediatrik di Sarajevo,
dan untuk menentukan kesesuaian terapi dengan panduan British Thoracic Society.
2. ALAT DAN METODE
Penelitian ini melibatkan pasien di bawah 18 tahun dengan diagnosis bronkopneumonia,
pasien dengan riwayat penyakit yang lengkap dan informasi mendetail mengenai diagnostik
dan terapi yang dilakukan di Klinik Pediatrik, dan pasien yang di rawat di departemen paru-
paru pada periode 1 Juli sampai 31 Desember 2014. Hasil analisis ditampilkan dalam tabel
dan grafik berdasarkan nomor kasus, persentase, rata-rata aritmatika (X) dengan standar
deviasi (SD), standar kesalahan (SE) dan jangka nilai (min-maks). Uji perbedaan antara
kelompok usia dilakukan dengan tes peringkat Wilcoxon dan uji analisis varian one way
(ANOVA) dengan nilai signifikan p < 0.05 yang dianggap signifikan secara statistic. Analisis
dilakukan dengan perangkat lunak statistic IBM SPSS Statistics v 21.0
3. HASIL
Penelitian meliputi 103 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Dari seluruh sampel,
terdapat lebih banyak subyek laki-laki (60 atau 57.7%) daripada pasien perempuan (44 atau
42.3%). Menurut kelompok usia yang telah dibentuk, pasien terbanyak adalah kelompok usia
prasekolah dan kelompok usia sekolah (39 pasien atau 37.5%), diikuti dengan kelompok usia
bayi (22 atau 21.2%). Kelompok usia neonatus dan remaja meliputi 2 pasien pada tiap
kelompok atay 1.9%. rata-rata usia pada sampel adalah 55.343.3 bulan. pasien termuda
berusia 1 bulan dan tertua adalah 192 bulan (16 tahun).
Menurut data riwayat pasien, terdapat beberapa gejala yang menonjol. Batuk ada pada 88
pasien atau 84.6%, dengan rata-rata suhu tubuh 38.70.9; 37-40.2C. nyeri dada dirasakan
oleh 66 pasien atau 63.5%, dan muntah dirasakan oleh 64 pasien atau 64.5%. Lama
perawatan (jumlah hari dirawat di rumah sakit) memiliki rata-rata 5.22.6 hari, dengan durasi
tersingkat 1 hari dan terlama 15 hari. Dari total subyek, 66 atau 63.5% pasien diimunisasi
rutin. Selama periode penelitian (Juli-Desember), 12 subyek atau 11.5% dirawat kembali
akibat bronkopneumonia.
Tingkat oksigenasi rata-rata adalah 90.30.6, dan memiliki jangka dari 74.4 sampai
97.2%. dan banyak pasien (67 orang atau 64.2%) memiliki tiga gejala dominan pada
manifestasi klinis. Sepuluh pasien (9.61%) memiliki 4 atau lebih gejala. Pada kelompok
neonatus dan bayi, gejala berikut mendominasi: batuk, peningkatan suhu tubuh, dan muntah.
Pada kelompok usia prasekolah, batuk ada pada 87.18%, peningkatan suhu tubuh pada
97.44%, nyeri dada pada 66.67%, dan muntah pada 41.03%. pada kelompok usia sekolah,
batuk ada pada 79.49%, peningkatan suhu tubuh pada 94.87% nyeri dada pada 94.97%, dan
muntah pada 7.69% subyek. Pada kelompok usia remaja, batuk, nyeri dada, dan peningkatan
suhu tubuh ada pada semua subyek, sedangkan muntah tidak diperhatikan sama sekali.
Saat masuk rumah sakit, CRP meningkat pada 100% neonatus dan remaja, 81.82% pada
bayi, 79.49% pada kelompok prasekolah, dan 92.31% pada kelompok usia sekolah. Saat
masuk rumah sakit, hitung leukosit meningkat pada 50% neonatus, 72.73% bayi, 71.79%
prasekolah, 58.97% kelompok usia sekolah dan 100% pada remaja.
Penggunaan terapi antibiotik
Antibiotik penisilin diberikan secara intravena pada 26 subyek (25%). Dalam kelompok
ini, obat paling banyak digunakan adalah ampisilin (17.68%), dengan dosis rata-rata 1138.89
481 mg (450-2000), dan rata-rata lama terapi 3.561.42 hari (Tabel 1).
Tabel 1 Analisis penggunaan antibiotik kelompok penisilin
Kelompok antibiotik penisilin N=26 (25%)
Amoksisilin N=4 (4.4%) Jumlah hari Dosis
X 4.25 1.500
SD 2.77 458.2576
SE 0.56 235.76
MIN 2 800
MAKS 9 2000
Amoksisilin + asam Jumlah hari Dosis
klavulanat X 5.75 1.750
N = 4 (4.6%) SD 1.64 250
SE 0.32 135.76
MIN 3 1.500
MAKS 7 2.000
Ampisilin N=18 (17.68%) Jumlah hari Dosis
X 3.56 1138.89
SD 1.42 491.47
SE 0.54 265.65
MIN 1 450.00
MAKS 7 2.000

Sefalosporin generasi pertama diberikan 42 pasien (40.4%), secara intravena pada semua
kasus. Obat yang diberikan pada kelompok ini hanyalah sefazolin dengan rata-rata dosis
1.464,3 530 mg (300-3000) dan lama terapi rata-rata adalah 4.3 1.6 hari (2-7). (Tabel 2)
Tabel 2. Analisis penggunaan sefalosporin generasi 1
Kelompok antibiotik sefalosporin generasi I
Sefazolin N = 42 (40.4%) Jumlah hari Dosis
X 1.464,29 4.33
SD 81,7791 0.252
SE 529,989 1.633
MIN 300 2
MAKS 3.000 7

Sefalosporin generasi ketiga diberikan pada 33 subyek atau 31.7% (intravena pada
seluruhnya). Obat yang paling sering digunakan adalah seftazidim dengan dosis rata-rata
1568 585.34 mg (250-2400), dan lama terapi rata-rata adalah 5.76 2.62 hari (Gambar 1).

Gambar 1. Analisis penggunaan sefalosporin generasi ketiga


Total lama terapi antibiotik memiliki rata-rata 4.5 1.9 hari dan berjangka 1 sampai 11
hari.
Rekomendasi terapi untuk melanjutkan terapi
Obat dari kelompok penisilin telah direkomendasi untk kelanjutan terapi pada 28 pasien
(26.9%). Obat yang palin gsering direkomendasikan dari kelompok penisilin adalah ampisilin
dalam dua bentuk (suspensi dan tablet). Dosis rata-rata ampisilin adalah 11.2 4.59 ml dalam
bentuk suspense dan 1.160 634.35 mg dalam bentuk tablet.
Obat kelompok sefalosporin direkomendasikan pada 61 subyek (73.1%). Obat paling
sering direkomendasikan adalah sefiksim, dengan dosis harian rata-rata yaitu 8.74 4.78 ml
dalam bentuk suspense dan 828.57 455.8 mg dalam bentuk tablet (Tabel 3). Diantara obat-
obat lain yang direkomendasikan untuk melanjutkan terapi di rumah, antipiretik diberikan
pada 54 atau 51.9% kasus, dan Montelukast pada 75 pasien atau 72.1%.
4. DISKUSI
Berikut adalah hasil dari 104 pasien yang dirawat di departemen pulmonology Klinik
Pediatrik dengan diagnosis bronkopneumonia. Menurut hasil dalam penelitian kami, kami
merekomendasikan pemberian sefalosporin generasi pertama dan penisilin secara oral
sebagai terapi efektif bronkopneumonia pada populasi anak.
Pada 30 thaun terakhir, banyak penelitian yang dilakukan untuk mencapai terapi yang
lebih efektif untuk bronkopneumonia pada populasi anak dan mengurangi kematian akibat
bronkopneumonia. Titik balik pada 1985 saat Organisasi Kesehatan Dunia mengambil alih
akitivitas untuk menyatukan strategi dalam melawan pneumonia di seluruh dunia.
Klinik Pediatrik Pusat Klinis Universitas Sarajevo juga mengutamakan prinsip
tatalaksana bronkopneumonia dalam mengobservasi panduan dan protocol, dan juga prinsip
praktik klinis yang baik. Oleh karena itu terapi empiris dilakukan berdasarkan hubungan yag
telah terbukti antara agen kausatif dengan populasi spesifik tertentu, sedangkan terapi
etiologis sangat jarang diterapkan. Penelitian yang dilakukan pada 385 anak yang dirawat di
Afrika di tahun 2014 menemukan adanya risiko kegagalan yang sangat rendah saat
menggunakan obat yang disebut pada panduan dan protokol berdasarkan tatalaksana etiologis
tertarget (0.37 (95% CI 0.84 sampai 0.51).
Berdasarkan penelitian Organisasi Kesehatan Dunia, untuk kualitas penanganan
bronkopneumonia, kriteria tertentu perlu dipenuhi sebelum merujuk anak ke perawatan
rumah sakit: anak dengan suhu tubuh tinggi atau demam persisten harus dipertimbangkan
kemungkinan pneumonia; bila gejala menetap atau tidak merespon terhadap terapi yang
diberikan oleh dokter spesialis anak atau dokter keluarga, perlu dinilai kembali dan
mempertimbangkan beratnya keadaan klinis; anak dengan saturasi kurang dari 92% atau anak
yang menunjukkan tanda distres pernapasan ebrat perlu dirawat; hilangnya suara nafas
melalui auskultasi dan perkusi redup menandakan kemungkinan pneumonia dengan
komplikasi dan dapat digunakan untuk mengindikasikan perawatan rumah sakit; anak dengan
peningkatan parameter inflmasi akut; anak di bawah 6 bulan dengan gejala penyakit dan anak
dengan keadaan umum buruk.
Tatalaksana bronkopneumonia meliputi pemberian medikamentosa dan diet tinggi kalori
dengan hidrasi cukup. Farmakologi meliputi terapi antimikroba dan terapi tambahan.
Antimikroba digunakan dalam tatalaksana bronkopneumonia adalah sefalosporin generasi
pertama dan ketiga, serta penisilin. Dalam penelitian kami, terapi antibiotik berdurasi rata-
rata 4.5 1.9 hari dan berjangka dari 1 sampai 11 hari.
Sefazolin dalam kelompok sefalosporin generasi pertama diberikan pada 42 pasien, atau
40.4% dari seluruh subyek. Dari seluruh pasien, sefazolin diberikan secara intravena dengan
rata-rata dosis 1.464,3 530 mg (900-3.000) dan rata-rata lama terapi 4.3 1.6 hari.
Sefalosporin generasi ketiga diberikan intravena pada 33 pasien atau 31.7%. obat yang
paling sering digunakan dikelompok kini adalah seftazidim. Sebanyak 17 pasien menerima
seftazidim, dengan dosis terendah pada bayi yaitu 900 mg dan tertinggi pada anak usia
sekolah (2400 mg). Rata-rata lama terapi dengan seftazidim adalah 5.3 2.1 hari.
Antibiotik penisilin secara eksklusif diberikan intravena pada 26 pasien (25%). Ampisilin
adalah obat yang paling sering digunakan dan diberikan pada 18 pasien dengan dosis rata-rata
1.173,1 500 mg (450-2.000) dan rata-rata lama terapi adalah 3.96 2 hari. Lama terapi
terpendek adalah pada kelompok penisilin. Penelitian di India dari 2013, dilakukan pada
1.116 anak pada departemen anak di 20 rumah sakit, menunjukkan terapi dengan penisilin
lebih efektif dibandingkan dengan antibiotik lainnya.
Penelitian menunjukkan sefalsporin generasi kedua dan ketiga digunakan pada bayi,
tetapi tidak pada remaja. Pada kelompok anak usia prasekolah, sefalosporin generasi pertama
paling sering digunakan, sedangkan sefalosporin generasi ketiga paling banyak digunakan
pada anak usia sekolah. Dalam menemukan perbedaan penggunaan terapi antibiotik
berdasarkan kelompok usia, terdapat perbedaan signifikan pada penggunaan antibiotik
penisilin (p<0.05). Menurut dosis pemberian antibiotik, telah terlihat bahwa dosis meningkat
secara linear dengan usia, dengan dosis terendah pada bayi. Perbedaan signifikan terlihat
pada pasien yang diberikan sefazolin dan seftriakson (p<0.05)
Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara rata-rata lama terapi antara
kelompok usia (<0.05), tetapi masih terdapat perbedaan yang terlihat. Durasi terapi pada
sefalosporin generasi ketiga paling lama pada bayi (7 hari) dan tersingkat pada usia
prasekolah (4.7 hari).
Berdasarkan panduan British Thoracic Society, panduan tertentu perlu diterapkan pada
bronkopneumonia. Setiap anak dengan diagnosis tegak pneumonia harus penerima terapi
antibiotik karena tidak mungkin dapat segera membedakan patogen bakteri atau virus.
Pemberian antibiotik intravena disarankan untuk pasien pneumonia yang tidak dapat
mentoleransi asupan obat secara oral atau tidak dapat mengabsorpsi (misal: akibat muntah),
dan juga anak yang dirawat dengan gejala klinis berat.
Rekomendasi terapi antibiotik intravena untuk bronkopneumonia berat adalah:
amoksisilin, koamoksiklav, sefuroksim, dan sefotaksim atau seftriakson. Penggunaan
antibiotik ini rasional apabila dilakukan pemeriksaan mikrobiologis.
Disarankan untuk mempertimbangkan pemberian obat oral pada pasien yang telah
mengalami perbaikan gejala klinis setelah pemberian secara intravena. American Thoracic
Society merekomendasikan terapi pengganti, yaitu mengganti terapi dari parenteral ke oral.
Masalah utama dari terapi ini adalah kurang jelasnya definisi keadaan pasien perlu diganti
terapi menjadi oral. Antibiotik oral dan terapi penyerta direkomendasikan untuk melanjutkan
terapi, dan dapat dipertimbangkan sebagai varian terapi pengganti.
Penelitian yang dilakukan di Italia tahun 2012, menunjukkan pemberian antimikroba
intravena memiliki beberapa efek pada pasien pediatrik dan terapi itu sendiri. Pada pendapat
psikolog anak, rute pemberian parenteral dapat menjadi traumatik terhadap anak, dengan
meningkatnya waktu kemunculan efek samping.
Penelitian dari American Thoracic Society tahun 2013 menunjukkan pasien dengan
penyakit pernapasan perlu diterapkan diet tinggi mineral dan vitamin dengan jumlah cukup
protein yang mudah dicerna, rendah karbohidrat dan tinggi lemak. Aspek penting dalam
tatalaksana anak dengan bronkopneumonia adalah istirahat dan hidrasi cukup.
Penting untuk mengutamakan pencegahan dalam mengurangi insidensi morbiditas.
Penelitian dilakukan di Inggris tahun 2003 menunjukkan pengenalan pencegahan revolusi
vaksinasi pada penyakit-penyakit infeksi. Telah terbukti bahwa vaksinasi terhadap campak
mengurangi insidensi mortalitas sebanyak 2.5 juta per tahunnya.
Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2009-2013 menunjukkan pengenalan vaksin
konjugat terhadap Streptococcus pneumoniae memberikan perkembangan paling besar dalam
pencegahan pneumonia, karena bakteri tersebut adalah agen penyebab paling sering pada
pneumonia ipe ini. Studi terkontrol dengan penggunaan definisi radiografik pneumonia
standar WHO meliputi 37.868 anak.
Efektivitas vaksinasi 30.3% (95% CI 10.7% sampai 45.7%, p 0.0043) telah
diobservasi pada penelitian ini, mempertimbangkan usia, jenis kelamin, dan tahun vaksinasi.
Selama program 4 tahun diterapkan di negara ini, insidensi penyakit berkurang 39% (26
anak) pada anak di bawah 2 tahun. Penelitian single-blind Italia tahun 2012 menunjukkan
adanya perbedaan signifikan dalam berulangnya bronkopneumonia pada anak yang tidak
diimunisasi dibandingkan yang diimunisasi.
Berdasarkan penelitian pada pasien yang dirawat di departemen pulmonology Klinik
Pediatrik, 38 pasien (7%) tidak menerima imunisasi rutin.
Penggunaan sefalosporin generasi ketiga dan aminopenisilin menjadi penyebab
kekhawatiran. Peningkatan tersebut juga terlihat pada populasi anak yang rentan, situasi
sekarang ini perlu dianalisa dan tindakan edukasi restriktif perlu direkomendasikan
berdasarkan analisis tersebut. Oleh karena itu penggunaan antibiotika menjadi rasional.
Penelitian menunjukkan klinik pediaatrik memiliki akses pemeriksaan diagnostik
modern, tatalaksana dilakukan berdasarkan protokol dan panduan, yang sesuai dengan
panduan British Thoracic Society. Telah tersedia terapi antimikroba dan terapi penyerta
terbaru.
5. KESIMPULAN
Penelitian menunjukkan bahwa hasil terapi bronkopneumonia pada Klinik Pediatrik
Pusat Klinis Universitas Sarajevo sesuai dengan hasil penelitian lain yang dilakukan pada
klinik pediatrik.
Sefalosporin generasi pertama dan ketiga (Sefazolin dan seftriakson) dan penisilin
(ampisilin) adalah antimikroba yang paling sering digunakan dengan rata-rata durasi terapi
4.3 hari, dan semuanya konsisten dengan panduan British Thoracic Society.
Terapi penyerta biasanya terdiri dari antipiretik (diklofenak dan parasetamol), agonis
reseptor beta-2 adrenergik (salbutamol), antagonis reseptor leukotrien (Montelukast), dan
kortikosteroid (metilprednisolon).
Ketersediaan dan performa pemeriksaan diagnostik dan terapi farmakologis sesuai
dengan panduan British Thoracic Society.
Untuk mencegah bronkopneumonia pada populasi anak, tindakan epidemiologis spesifik
perlu dilakukan, dan harus melibatkan semua tingkat pelayanan kesehatan. Kesadaran tanda
dan gejala awal bronkopneumoia perlu ditingkatkan pada populasi, terutama pada orang tua,
untuk memulai terapi tepat waktu. Untuk mengurangi insidensi penyakit, pengenalan
vaksinasi pneumokokal perlu dipertimbangkan, karena infeksi pneumokokus adalah
penyebab utama bronkopneumonia.

Anda mungkin juga menyukai