Anda di halaman 1dari 6

Peran Sinar X Toraks dalam Menilai Keparahan Pneumonia Anak Usia 3 Bulan

sampai 59 bulan

Abstrak
Pendahuluan: pneumonia adalah penyebab kematian utama pada anak di seluruh dunia.
Penilaian tingkat keparahan dan prognosis yang akuran penting untuk menentukan penanganan
pneumonia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran sinar X toraks untuk memprediksi
tingkat keparahan pneumonia pada anak. Alat dan Metode: total 307 anak berusia 3 bulan
sampai 59 bulan didiagnosa pneumonia dan pneumonia berat sesuai kriteria Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) yang digunakan dalam penelitian ini. Radiografi dada dilaporkan
oleh radiolog pediatrik dan temuan diklasifikasikan sebagai normal, konsolidasi primer titik
akhir, infiltrat lain, efusi pleura. Hasil dibandingkan dengan subgroup yaitu pneumonia dan
pneumonia berat. Hasil: hipoksia, sianosis, suara mengorok (grunting), dan malnutrisi berat
ditemukan menjadi predictor buruk pneumonia radiografik. Infiltrat bilateral (30%) dan
konsolidasi titik akhir primer pada sisi kanan (17%) merupakan determinan independen untuk
tingkat keparahan pneumonia. Konsolidasi bilateral dan efusi pleura bilateral pada sinar X
toraks dihubungan dengan prognosis buruk. Kesimpulan: anak dengan sianosis, suara
mengorok, hipoksia dan malnutrisi berat harus diutamakan dilakukan sinar X toraks karena
cenderung memiliki konsolidasi, infiltrat, atau efusi pleura. Anak dengan infiltrat bilateral,
konsolidasi dan efusi pleura bilateral diutamakan dirawat di unit perawatan intensif pediatrik
untuk pengawasan dan penanganan yang agresif, karena memiliki prognosis yang buruk.
Kata kunci: Pneumonia, radiografi, tingkat keparahan, prognosis

Pendahuluan
Pneumonia komunitas (CAP) secara klinis diartikan sebagai adanya tanda dan gejala
pneumonia dari anak yang sebelumnya sehat akibat infeksi yang didapat di luar rumah sakit.
Pneumonia adalah penyebab kematian utama secara global pada anak kurang dari usia 5 tahun,
sekitar 1.2 juta (18% total) kematian tiap tahunnya. Secara numerik di tahun 2010, 3.6 juta (3.3
3.9 juta) episode pneumonia berat dan 0.35 juta (0.31-0.40) juta) kematian pneumonia
penyebab apapun terjadi pada anak kurang dari 5 tahun di India. Lebih banyak kematian akibat
pneumonia yang dilaporkan di India Tengah. Spektrum tangkat keparaha CAP adalah ringan
ke berat. Keputusan terpenting dalam penanganan CAP adalah keputusan untuk menangani
anak di komunitas atau merujuk dan melakukan perawatan berbasis rumah sakit. Keputusan
ini sebaiknya dilakukan dengan penilaian tingkat keparahan penyakit pada saat pemeriksaan
dan penilaian prognosis. Tidak ada satupun sistem skoring tingkat keparahan tervalidasi untuk
memandu keputusan kapan perlu dirawat di rumah sakit. Pada negara berkembang, pneumonia
anak didiagnosa dengan parameter klinis, biasanya berdasarkan batuk dan peningkatan laju
nafas. Hal ini meningkatkan jumlah anak yang didiagnosa dan diterapi secara empiris, tetapi
bersifat tidak spesifik dan seringkali tidak sesuai secara epidemiologis.
Untuk menentukan diagnosis pasti pneumonia klinis, mungkin perlu dilakukan prosedur
invasif, yang semakin mempersulit dalam mengidentifikasi organisme kausatif. Oleh karena
itu radiografi polos tetap menjadi alat radiografi paling sering digunakan.
Definisi takipnea oleh WHO (laju nafas >60/menit selama <2 bulan, >50/menit selama 2
sampai 12 bulan dan >40/menit untuk usia >12 bulan) memiliki sensitivitas dan spesifisitas
tertinggi untuk pneumonia yang didiagnosis dengan radiografi.
Beberapa penelitian menunjukkan temuan berhubungan dengan CAP berat dan dapat
digunakan sebagai penanda tingkat keparahan penyakit pada anak dengan CAP.
Tetapi, penelitian India sebelumnya menyimpulkan bahwa temuan radiologis pada anak yang
dirawat di rumah sakit dengan pneumonia berat klinis memiliki keterbatasan manfaat dalam
memprediksi prognosis klinis. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengetahui peran sinar
X toraks dalam diagnosis dan memprediksi tingkat keparahan pneumonia komuniti pada anak.

Alat dan metode


Penelitian ini adalah penelitian prospektif observasional berbasis rumah sakit yang dilakukan
dari Maret 2014 sampai Oktober 2015 di bangsal Pediatrik pada Rumah Sakit Perawatan
Tersier India Tengah. Sampel sejumlah 307 anak, dengan jumlah yang mengalami pneumonia
sebanyak 275 dan tingkat kesalahan 5%. Anak berusia 3 bulan sampai 59 bulan didiagnosa
dengan pneumonia komuniti yang memenuhi kriteria WHO untuk pneumonia dan pneumonia
berat dipilih dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya setelah
adanya persetujuan Komite Etik dan persetujuan medis tertulis. Kerahasiaan data dipastikan.
Dari semua kasus, data informasi dasar, riwayat ASI eksklusif, status imunisasi, antropometri,
keadaan tinggal penuh sesak, polusi udara dalam ruangan (bahan bakar yang digunakan untuk
memasak, lokasi memasak, perokok di rumah), gejala yang muncul, pemeriksaan fisik,
hipoksia, dan perawatan rumah sakit di masukkan dalam formulir laporan kasus yang sudah
dibentuk.
Radiografi dada dilakukan dengan tampak posteroanterior dan diambil proyeksi standard an
dilaporkan oleh radiolog pediatrik yang berpengalaman, tidak mengetahui temuan klinis, dan
mengikuti panduan terstandar interpretasi radiografi dada pediatrik oleh WHO.
Kualitas sinar X toraks dikategorikan sebagai tidak dapat diinterpretasikan, kurang optimal,
dan adekuat. Temuan radiologis diklasifikasikan normal, konsolidasi titik akhir primer, infiltrat
lain dan efusi pleura. Temuan ini dimasukkan dalam formulir laporan sinar X toraks.
Variable hasil dilibatkan sembuh, meninggal, dan perawatan rumah sakit yang lama telah
didokumentasikan.
Analisis data : Dari total 307 anak, 89 (29%) kasus memiliki pneumonia dan 218 (71%) kasus
memiliki pneumonia berat. Mayoritas peserta penelitian yaitu 58% bayi (3 bulan sampai 12
bulan). Pada kasus pneumonia berat, hampir dua pertiganya yaitu 66% bayi. Jumlah laki-laki
54.07% lebih banyak dari perempuan (45.93%). Dua pertiga (69%) dari kasus berasal dari
populasi perkotaan.
Dari 307 sinar X toraks, 13 ditemukan tidak optimal, 146 normal, dan 148 abnormal. Tanda
klinis tingkat keparahan yaitu retraksi dada (p=0.009), sianosis (p=0.001), suara mengorok
(p=0.02), kejang (p=0.03) dan hipoksia (p=0.00) dihubungkan dengan radiografi abnormal
[Tabel 1].
Tabel 1 Hubungan antara gambaran klinis dan adanya pneumonia radiologis

Dalam analisis regresi logistik multivariat lebih lanjut terhadap variabel, hipoksia, sianosis,
suara mengorok, dan malnutrisi berat merupakan prediktor independen. Seperti terlihat pada
Tabel 2 hipoksia memiliki sensitivitas sedang (63.5%) dan spesifisitas sedang (60.2%) untuk
mendeteksi patologi signifikan pada sinar X toraks dengan area di bawah kurva 0.62 [Gambar
1]. Suara mengorok memiliki sensitivitas sedang (64.1%) dan spesifisitas rendah (48.6%)
dengan area di bawah kurva pada ROC 0.56. malnutrisi berat memiliki sensitivitas buruk
(20.9%) dan spesifisitas tinggi (91%) dengan area di bawah kurva pada ROC adalah 0.56,
sedangkan sianosis memiliki sensitivitas rendah (20.2%) dan spesifisitas tinggi (92.5%) untuk
memprediksi patologi signifikan pada sinar X toraks dengan area di bawah kurva pada ROC
0.56.
Tabel 2 Ketepatan diagnostik gejala klinis dalam memprediksi patologi signifikan pada sinar X toraks

Gambar 1 Kurva ROC untuk hipoksia dalam mendeteksi patologi signifikan pada sinar X toraks

Dari semua sinar X abnormal, pneumonia berat paling sering mengalami infiltrat bilateral
(n=55, 30%), konsolidasi titik akhir primer pada sisi kanan (n=32, 16%), konsolidasi bilateral
(n=9, 4%), efusi pleura bilateral (n=6, 3%), efusi pleura kiri (n=3, 1.4%) diikuti dengan efusi
pleura kanan (n=2, 1%). Terdapat hubungan signifikan pada infiltrat bilateral (OR: 2.03,CI:
1.04-3.95, p=0.04) dan konsolidasi bilateral (p=0.04 dengan uji fisher exact) dibandingkan
dengan patologi signifikan lainnya [Tabel 3]. Pada analisis multivariat konsolidasi titik akhir
primer (p=0.05, ORL 2.05, CI: 0.99-4.23) dan infiltrat lain (p=0.012, OR: 2.27, CI: 1.19-4.33)
merupakan determinan independen tingkat keparahan pneumonia.
Tabel 3 Hubungan radiologis dengan tingkat keparahan pneumonia

Pada penelitian ini asosiasi pneumonia berat juga terliaht dengan imunisasi yang tidak lengkap
(p=0.023), tidak ASI ekslusif (p=0.00015), malnutrisi berat (p=0.03), anemia berat (p=0.08),
hipoksia (p=0.000) dan polusi udara dalam ruangan (p=0.001). lebih dari separuh kasus dengan
pneumonia dan pneumonia berat dihubungkan dengan keadaan hidup penuh sesak tetapi
hubungan ini tidak signifikan secara statistik (p=0.910). Pada kasus pneumonia berat, gejala
ditemukan nafas cuping hidung/ retraksi dada (96%), sianosis (18%), suara mengorok (72%),
kejang (2%), penurunan kesadaran (30%), tidak dapat makan atau minum (19%) dan ronkhi
kering atau suara nafas bronkial pada auskultasi (78%).
Keseluruhan terdapat 17 kematian (6%). Semua kematian merupakan kasus CAP berat.
Mortalitas berhubungan signifikan dengan konsolidasi bilateral (p=0.00) dan efusi pleura
bilateral (p=0.01). Pada perawatan rumah sakit yang lama yang terlihat pada 220 kasus, 54%
memiliki gambaran sinar X konsolidasi titik akhir primer (39%), infiltrat (52%) dan efusi
pleura (9%). Hubungan konsolidasi titik akhir dengan perawatan rumah sakit yang lama
signifikan (p=0.008).

Diskusi
Pada penelitian ini, menggunakan klasifikasi WHO (IMCI 2005) terdapat 71% pneumonia
berat dan 29% pneumonia. Karena penelitian ini dilakukan di rumah sakit rujukan perawatan
tersier, terdapat banyak penelitian lainnya. Lebih dari dua pertiga kasus (69%) berasal dari
populasi perkotaan. Predileksi populasi perkotaan pada penelitian ini bisa karena bias rujukan
karena rumah sakit ini terletak di daerah perkotaan.
Gambaran radiografik pneumonia bervariasi dengan usia dan dengan patogenesis dan luasnya
penyakit. Pada penelitian ini, dari 294 sinar X toraks, 50.6% memiliki patologi signifikan dan
49.8% dilaporkan normal. Semua 92 kasus dengan sinar X normal dan pneumonia berat
dievaluasi lebih lanjut dan 11 (5%) ditemukan hiperinflasi dan 13 (6%) dan memiliki corakan
bronkovaskular meningkat. Jumlah sinar X normal yang banyak dapat disebabkan oleh bayi
mewakili 58% dari populasi penelitian. Dan juga udara yang terperangkap dan area aerasi
ireguler seringkali menjadi abnormalitas radiografi yang utama pada pneumonia viral dan dapat
menyebabkan persentase sinar X normal yang lebih tinggi pada penelitian ini sedangkan
bakteremia terlihat pada lebih banyak kasus dengan patologi signifikan pada sinar X toraks.
Beberapa penelitian lainnya juga memiliki gambaran sinar X yang tinggi pada penelitian
mereka.
Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan infiltrat bilateral (30%) dan konsolidasi
bilateral (4%) dengan pneumonia berat. Konsolidasi titik akhir primer (14%) dan infiltrat lain
(19%) menjadi determinan independen pneumonia berat pada analisis multivariat. Penelitian
barat sebelumnya menemukan konsolidasi bilateral multifokal berhubungan dengan kasus
yang paling rumit. Maria Patria et al. menemukan distribusi bilateral multifokal, adanya
konsolidasi 3 lokasi dan hilum kanan berhubungan dengan CAP berat.
Walaupun klasifikasi WHO tidak memasukkan hipoksemia sebagai kriteria tingkat keparahan
penyakit, penelitian ini menunjukkan adanya hipoksia pada dua pertiga (68%) subyek dengan
pneumonia berat dibandingkan dengan hanya 4.04% dengan pneumonia yang sesuai dengan
penelitian lainnya. Pada penelitian ini, anak dengan hipoksia 2.6 kali lebih mungkin memiliki
konsolidasi, infiltrasi atau efusi pleura pada sinar X toraks (p=0.00) dan merupakan prediktor
independen patologi signifikan pada sinar X toraks dengan sensitivitas sedang (63.5%) dan
spesifisitas (60.2%). Hipoksia dihubungkan dengan 67% kasus dengan pneumonia radiografik
pada penelitian oleh Kabra SK et al dan 61.7% oleh Kuti BP et al. Mark Neuman menemukan
bahwa subyek dengan hipoksia lebih berisiko mengalami pneumonia radiografik.
Pada penelitian ini, kemungkinan adanya patologi signifikan pada sinar X toraks pada pasien
dengan sianosis 2.8 dan merupakan prediktor independen patologi signifikan pada sinar X
toraks dengan spesifisitas lebih tinggi (92.5%) dan juga tampak pada penelitian sebelumnya.
Pada penelitian ini, suara mengorok ditemukan menjadi prediktor independen patologi
signifikan sinar X toraks dengan sensitivitas sedang (64.1%) tetapi spesifisitas rendah (48.6%).
Pada penelitian oleh Kuti BP et al sensitivitas dan spesifisitas suara mengorok untuk
pneumonia radiologis yaitu 37.5% dan 77.9%.
Pada penelitian ini, area dibawah kurva ROC untuk hipoksia adalah 0.63 dan sianosis, suara
mengorok dan nutrisi adalah 0.56 menandakan bahwa parameter klinis ini memiliki
prediktabilitas yang buruk untuk pneumonia radiografik. Sangat sedikit penelitian yang
menggunakan ROC untuk menentukan ketepatan diagnostik untuk uji ini. Penelitian oleh Kuti
BP et al memiliki area di bawah kurva untuk sianosis 0.53 dan suara mengorok 0.57 tetapi
mereka tidak menganggap hipoksia dan malnutrisi berat akut sebagai prediktor independen
pneumonia radiografik sebagai analisis multivariat.
Pada penelitian ini, pneumonia berat memiliki hubungan yang signifikan dengan imunisasi
tidak lengkap (p=0.023), tidak ASI ekslusif (p=0.00015), malnutrisi akut berat (p=0.011),
anemia berat (p=0.008) dan polusi udara dalam ruangan (p=0.001). Tetapi penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan keadaan hidup penuh sesak dengan tingkat keparahan
pneumonia. Pada penelitian ini, mortalitas memiliki hubungan signifikan dengan konsolidasi
bilateral (p=0.00) dan efusi pleura bilateral (p=0.01). Hubungan yang serupa mortalitas dengan
efusi pleura bilateral dan konsolidasi juga terlihat pada penelitian sebelumnya.
Kesimpulan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik berguna untuk membedakan risiko anak terhadap
pneumonia radiografik. Anak dengan tanda klinis keparahan yaitu nafas cuping hidung/
retraksi dada, sianosis, suara mengorok, penurunan kesadaran dan hipoksia dan terutama
pasien dengan malnutrisi akut berat harus diutamakan dilakukan radiografi toraks karena
mereka cenderung memiliki konsolidasi, infiltrat atau efusi pleura. Anak dengan konsolidasi
bilateral, infiltrat bilateraldan efusi pleura bilateral harus diutamakan dimasukkan dalam unit
perawatan intensif pediatrik untuk monitoring dan penanganan yang lebih agresif agar dapat
mengurangi mortalitas karena mereka memiliki prognosis yang lebih buruk.

Anda mungkin juga menyukai